Anda di halaman 1dari 119

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Geologi Teknik Untuk Perencanaan Bangunan Sipil dan Bangunan Air

Dalam perencanaan suatu proyek bangunan pengairan, Geologi


memberikan sumbangan dalam hal penelitian batu dan tanah sehubungan dengan
bangunan yang direncanakan, penyelidikan geomorfologi dan keairan, mengetahui
struktur geologi dan informasi tentang bahan bangunan yang ada di suatu daerah.
Geologi sebenarnya mulai dipakai pada pertengahan abad ke-18, seperti
pembuatan terowongan Eliffoton di Inggris. Pada awalnya dalam pembangunan
bangunan-bangunan sipil maupun pengairan pada waktu itu sama sekali tidak
memperhatikan faktor tanah sebagai dasar bangunan. Sampai pada peristiwa
jebolnya bendungan di St. Francis (California), barulah disadari bahwa faktor
tanah ternyata sangat menentukan.
Pada saat ini, Geologi banyak memberikan sumbangan yang berarti dalam
pekerjaan perencanaan bangunan air. Banyak informasi-informasi Geologi yang
dijadikan acuan dalam merencanakan suatu bangunan air. Seperti peta geologi,
hasil foto udara, foto satelit, hasil survey darat, ataupun Sistem Informasi
Geografi.
Dalam pelaksanaan penelitian lapangan, biasanya digunakan berbagai
teknik dan cara seperti:
1. pemetaan geologis dan Geologi Teknik
2. pengungkapan batuan
3. pemboran inti dan pengungkapan inti pemboran
4. pengukuran geofisis
5. pengambilan contoh untuk penelitian di laboratorium
6. percobaan di lapangan
7. galian-galian percobaan ( sumur-sumur dan terowongan)

Page | 8
Semua ini ditujukan untuk memperoleh suatu penjelasan yang cermat
mengenai kondisi tanah bawah. Data yang dikumpulkan mengenai tanah bawah
misalnya sifat-sifat seperti berat jenis, porositas, permeabelitas, elastisitas, dan
gaya tekan.
Pada bangunan air terjadi reaksi dari tekanan hidrostatis air sehingga
terjadi perubahan permukaan air dalam masa tanah. Perkolasi air tanah dapat
melarutkan mineral-mineral tertentu dan dapat menimbulkan rongga-rongga besar
di dalam tanah. Apabila rongga-rongga ini bertambah besar, maka tanah akan
menjadi tidak stabil dan akhirnya ambruk.

2.2 Mineral
Mineral terbentuk secara alamiah, terdiri dari beberapa komposisi tertentu
dan pada umumnya terdiri dari anorganik, susbstan kristalin padat. Kebanyakan
dari mineral yang telah berada dalam keadaan mengkristal dan hanya sejumlah
kecil dalam keadaan amorphous (tidak berbentuk). Beda antara keadaan
mengkristal dan keadaan tidak berbentuk ialah bila unsur-unsur berada dalam
bentuk kristal, molekul-molekul, atom-atom, dan ion-ion dari tiap-tiap unsur
tersebut tersusun dalam susunan yang teratur dan membentuk suatu spatial lattice.
Sifat fisik yang perlu diperhatikan untuk membedakan mineral-mineral
yang satu dengan yang lain ialah warna, kilap, belahan, pecahan dan bentuk (yang
dapat diamati dengan bantuan kaca pembesar dengan pembesaran 10 kali), cerat,
kekasaran dan berat jenisnya.
2.2.1 Warna mineral
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, tetapi
tidak dapat diandalakan didalam pemberian mineral, karena satu macam mineral
dapat berwarna lebih dari satu, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan
pengotorannya. Sebagai contoh kwarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat
kehitaman atau tidak berwarna. Walaupun demikian ada beberapa mineral yang
berwarna khas, seperti olivine berwarna hijau pucat, galena berwarna abu-abu,
azurite berwarna biru dan malasit berwarna hijau.

Page | 9
Gambar 2.1 Warna Mineral

2.2.2 Kilap
Kilap ialah kenampakan permukaan mineral yang segar didalam memantulkan
cahaya. Secara garis besar kilap mineral dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Kilap logam, nampak seperti permukaan logam yang telah digosok.
2. Kilap bukan logam yang dibedakan menjadi beberapa:

a. Kilap tanah (permukaan suram seperti tanah)


b. Kilap minyak (permukaan seperti minyak)
c. Kilap kaca (permukaan seperti kaca)
d. Kilap intan (permukaan sangat mengkilap)
e. Kilap sutera

Page | 10
Gambar 2.2 Kilap Pada Mineral

2.2.3 Belahan
Kekuatan ikatan atom didalam struktur kristal tidak seragam kesegala arah,
apabila mineral dikenai gaya (pukulan) maka mineral akan pecah sesuai dengan
arah ikatan atom yang lemah. Ikatan atom yang lemah biasanya membentuk suatu
bidang, sehingga belahan selalu membentuk bidang yang rata. Karena keteraturan
sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar teratur dan mempunyai
arah tertentu. Arah bidang belah bisa 1 arah (mika), 2 arah (feldspar, pirksen,
amfibla), 3 arah (galena, kalsit, dolomite), 4 arah (fluorit) dan 6 arah (spalerit).

Page | 11
Gambar 2.3 Belahan

2.2.4 Pecahan
Beberapa mineral mempunyai tenaga pengikat atom di dalam struktur kristal
sangat kuat, sehingga bidang belah tidak tampak dan mineral tersebut akan
cenderung pecah menuruti pola yang tidak teratur. Pecahan yang tidak teratur ini
disebut pecahan.
Perbedaan pecahan dan belahan dapat dilihat dari sifat permukaanya dalam
memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dapat
memantulkan sinar seperti pada cermin datar, sedang bidang pecahan
memantulkan sinar ke segala arah.
Jenis pecahan yang banyak dijumpai adalah:
1. Pecahan kerang (conchoida): pada permukaan pecahan nampak bergelombang
memusat, seperti kenampakan kulit kerang atau botol yang pecah sebagai
permukaannya.
2. Pecahan berserat/berserabut (splinteri/fibrous) : bila pada permukaan pecah
nampak gejala serabut seperti batang bamboo atau kayu yang patah.
3. Pecahan rata (even) : bila permukaan pecahan nampak rata. Pecahan rata ini
biasanya merupakan bidang belahannya.
4. Pecahan tidak rata (uneven/irregular): bila permukaan pecahan nampak tidak
rata, seperti permukaan bata yang pecah.
Satu jenis mineral tertentu dapat mempunyai belahan dan pecahan, mineral lain
hanya mempunyai belahan saja dan yang lain hanya mempunyai pecahan saja.

Page | 12
Gambar 2.4 Pecahan

2.2.5 Bentuk
Secara garis besar dapat dibedakan bentuk teratur (kristalin) dan bentuk tidak
teratur (amorf). Bentuk teratur dikendalikan oleh system kristalnya.
System kristal tersebut antara lain :
1) Kubik/regular
2) Hexagonal
3) Trigonal
4) Tetragonal
5) Ortorombik
6) Monoklin
7) Triklin
Bentuk tidak teratur ialah bentuk-bentuk yang tidak nampak didalam pola yang
teratur. Bentuk tak teratur bisa disebabkan oleh :
a) Muka kristal pada mineral tidak berkembang dengan baik,
b) Mineral tersusun oleh kristal-kristal yang sangat halus (cryptocrystalline)
contoh kalsedon,
c) Atom penyusun mineral tidak tersusun didalam pola yang teratur (amorf)
contoh opal.

Page | 13
Walaupun mineral berbentuk teratur, keraturannya tidak selalu
dikendalikan oleh system kristalnya, tetapi terkendali oleh pembelahanya, sebagai
contoh adalah kelompok mika yang bersistem monoklin. Bila terdapat hal-hal
seperti itu dan hal tersebut sangat membantu pemerian mineral, maka kenampakan
yang menyolok tersebut dapat dimasukkan sebagai bentuk mineral. Bentuk
tersebut antara lain : lembaran (mika), berserat (serpentin, asbes).

Gambar 2.5 Bentuk Mineral

2.2.6 Cerat
Yang dimaksud dengan cerat adalah warna serbuk halus suatu mineral. Cerat
dapat dipakai sebagai penciri suatu mineral, karena walaupun warna mineral
beraneka ragam maka ceratnya selalu tetap. Untuk mendapatkan cerat, mineral
digoreskan pada permukaan perselin yang tidak diberi lapisan pengkilat

Page | 14
(unglazed) atau disebut keping cerat (streak plate). Perlu diperhatikan bahwa cerat
yang dilihat terutama untuk mineral-mineral yang kekerasan kurang dari 6 skala
Mohs.

Gambar 2.6 Cerat Pada Mineral

2.2.7 Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan suatu mineral terhadap goresan. Sifat ini sangat
berhubungan erat dengan struktur kristal dan ikatan atomnya. Untuk mengukur
kekerasan nisbi, dua mineral digoreskan, maka mineral yang lebih keras akan
menggores mineral yang lebih lunak. Guna kepentingan pemerian mineral, tolak
ukur kekerasan telah dibuat, oleh Friedrich Mohs dari Jerman yang dikenal
dengan Skala Mohs yang terdiri dari 10 kekerasan tidak seragam.
Sebagai contoh bila diambil nilai mutlaknya maka kekerasan intan akan 42 kali
kekerasan talkum. Kekerasan itu sendiri dipengaruhi oleh keanekaragaman
komposisi (kimia) mineral, sehingga mengakibatkan mineral yang sama kadang-
kadang lebih keras atau lebih lunak dari pada kekerasan normalnya.
Dianjurkan didalam melakukan pengukuran kekerasan dilakukan pada
permukaan yang segar/tidak lapuk.

Page | 15
Gambar 2.7 Skala Kekerasan Batuan

Mineral Pokok Skala Benda sehari-hari


Intan 10 -
Korundum 9 -
Topas 8 -
Kwarsa 7 -
Ortoklas 6 Pisau baja (6)
Apatit 5 Pecahan kaca (5.5)
Fiourit 4 Uang logam (3.5)
Kalsit 3 Kuku jari (2.5)
Gypsum 2 -
Talkum 1 -
SKALA MOHS
Tabel 2.1 Tabel Kekerasan Mineral

2.2.8 Berat Jenis (specific gravity)


Berat jenis mineral adalah perbandingan berat mineral terhadap berat air pada
hitungan air yang sama. Untuk pemerian mineral secara sambil lalu dapat
diperkirakan dengan cara menimang-nimangnya ditangan. Mineral-mineral yang
berat jenis besar antara lain : galena 7,5, pirit 5, sedangkan mineral-mineral
pembentuk batuan yang umum seperti kwarsa, feldspar, kalsit mempunyai berat
jenis sekitar 2.6 – 2.8.( belum diketahui satuannya)

Page | 16
2.3. Batuan
Batuan merupakan bahan dari kerak bumi yang selalu dapat kita lihat
dimana-mana. Batuan dapat didefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun
kerak bumi, yang merupakan agregat dari mineral-mineral yang telah mengeras.
Tanah dan bahan-bahan lepas lainnya merupakan hasil dari proses pelapukan dan
erosi. Jadi, segala sesuatu yang menjadi bahan kerak bumi disebut sebagai batuan.
Batuan dalam pengertian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertiannya
dalam ilmu Geologi. Dalam pengertian Geologi, yang disebut batuan adalah
massa materi mineral baik yang tampak keras maupun yang tidak, yang
membentuk bagian kerak bumi dimana terbentuknya melalui proses alamiah.
Batuan bisa berasal dari satu macam mineral (monomineralistik), tetapi
pada umumnya berasal dari satu kumpulan (agrogate) dari berbagai macam
mineral. Mineral itu sendiri didefinisikan sebagai bahan alam yang dibuat oleh
tenaga atom yang bersifat homogen dan tersusun dari senyawa-senyawa organik
yang sifat fisik dan kimianya tertentu serta mempunyai struktur atom yang
konstan. Dari hasil penelitian kimia, unsur-unsur penyusun batuan yang paling
penting adalah O2, Si, Al, K, Mg. Kesatuan unsur tersebut membentuk sebagian
dari bermacam-macam silikat, karbon oksida serta membentuk sebagian mineral
utama.
Batuan dibagi ke dalam berbagai macam dan jenis berdasarkan cara
terbentuknya batuan tersebut atau berdasarkan sifat-sifat tertentu yang
dimilikinya.

Berdasarkan pada sifat-sifat khusus yang dimilikinya batuan dibagi atas:

1. Tekstur

Page | 17
Tekstur adalah sifat yang menyangkut hubungan antar butir penyusun batuan
yang ditentukan oleh ukuran, bentuk dan susunan mineral dalam batuan.
Sifat butiran tersebut ditentukan oleh beberapa hal :
a. Derajat kristalisasi
1) Hablur atau kristalin
2) Amorf atau gelas
3) Klasik atau fragmental
b. Granularity
1) Besar butiran: kasar, sedang, halus
2) Warna butiran: hijau, merah, kuning, dsb.
c. Fabrise
1) Semuanya hablur
2) Segmentasi
3) Kuat, kompak

2. Mineralogis
Mineralogis adalah susunan mineral yang menyusun batuan yang memiliki
ciri khas yaitu: kilap, warna, belahan, pecahan, cerat, kekerasan, berat jenis dan
bentuk.
Sedangkan berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan menjadi 3
macam yang tergambar dalam siklus batuan berikut :

pelapukan, pengangkutan
Batuan beku Batuan sedimen
penyerapan, pembatuan

pelapukan
peleburan, pengendapan

Page | 18
pembekuan pengangkutan
pembatuan
Batuan Metamorf
Gambar 2.8 Proses Pembentukan Batuan

2.3.1. Batuan Beku

GAMBAR 2.9 contoh bataun beku

2.3.1.1. Teori Pembentukan Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terjadi karena pembekuan larutan silika
cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma. Penggolongan batuan beku
sudah banyak dilakukan dari dulu hingga sekarang. Berbagai cara telah dilakukan,
seperti penggabungan dari jenis-jenis yang sama dalam satu golongan, dan

Page | 19
pemisahan dari jenis-jenis yang tidak menunjukkan persamaan. Karena tidak
adanya kesepakatan di antara para ahli petrologi dalam mengklasifikasikan batuan
beku, mengakibatkan sebagian dari klasifikasi dibuat atas dasar yang berbeda-
beda.
Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan klasifikasi pada
berbagai lapangan pekerjaan. Bila kita dapat memilih salah satu klasifikasi dengan
tepat, maka kita akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Penggolongan batuan
beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama, yaitu berdasarkan genetik
batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung, dan berdasarkan susunan
mineraloginya. Dalam pembekuan magma kita hrus mengetahui dulu lingkungan
pembekuan magma, nah dari situlan batuan beku bisa di buat. Lingkungan
pembentukan magma bisa di lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.10 proses pembentukan batuan beku

Page | 20
Gambar 2.11 bagan pengkristalan

Pada gambar selanjutnya adalah proses kristalisasi, proses ini adalah


proses inti dari pembentukan baruan beku karena d proses ini magma membeku
sehingga terbentuklah batuan beku.

2.3.1.2. Komposisi dan Sifat-Sifat Batuan Beku


2.3.1.2 Sifat Batuan Beku
A. Tekstur
Tekstur dalam batuan beku didefinisikan sebagai hubungan antara massa mineral
dan massa gelas yang membentuk massa yang menata dari batuan. Tekstur
berkaitan dengan ukuran, bentuk, dan susunan butiran mineral dalam batuan.
Tekstur ini ditentukan oleh kecepatan kristalisasi, jadi tekstur merpakan fungsi dai
sejarah suatu pembentukan batuan beku. Tekstur menunjukan derajat kristalisasi,
ukuran butir atau granulasi dan kemas atau hubungan antar unsure-unsur itu.
Macam-macam tekstur bstusn beku :
 Faneritik yaitu tekstur dengan ukuran butir individu kristal yang relative
besar, sehingga dapat dibedakan dengan mata telanjang.

Page | 21
 Afanitik adalah tekstur dengan ukuran butir kristal yang relative halus,
sehingga tidak dapat didentifikasi dengan mata telanjang.
 Porfiritik adalah tekstur batuan beku yang memiliki butiran kristal tidak
seragam dan dibedakan menjadi dua yaitu faneroparfiritik apabila butiran-
butiran mineral yang erukuran besar (fenokris) dikelilingi mineral-mineral
yang berukuran lebih kecil(massa dasar) yang dapat dikenal dengan meta
telanjang dan porfiroafanitik apabila butiran mineral sulung dikelilingi dasar
yang afanitik.
B. Struktur
Struktur adalah kenampakan hubungan antar bagian yang berbeda. Struktur
batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar, sperti lava bantal yang
terbentuk dalam lingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan lainya.
Beberapa macam struktur batuan beku :
 Massif adalah struktur yang tidak menunjukan adanya fragmen batuan lain
yang tertanam dalam tubuhnya. Kenampakan struktur massif berupa batuan
pejal, tanpa ratakan-ratakan atau lubang-lubang gas.
 Struktur Bantal adalah struktur yang terbentuk pada suatu tubuh lava dan
biasa disebut struktur lava bantal (pillow lava) dan dicirikan dengan
kenampakan seprti kubah-kubah yang saling bersusun dan tumpah tindih. Di
mana ukuranya antara 30-60 cm.
 Struktur vesikular adalah struktur yang terjadi akibat gas-gas yang keluar
dan terlarut di dalam magma, Karena tekanan disekitarnya menurun.
 Struktur aliran adalah struktur yang terjadi akibat ketidakhomogenan
antara komposisi, kadar gas, kekentalan, dan derajat kristalisasi, dan berupa
garis-garis yang sejajar.
 Struktur rakahan adalah struktur yang berbentuk kolom yang memenjang
berbentuk prisma, dan segi enam.
 Struktur amigdaloidal adalah struktur yang sama dengan struktur vesikuler
hanya bedanya pada struktur amigdaloidal rongga-rongga gas tidak terisi
oleh mineral.

Page | 22
C. Sifat Batuan
Sifat batuan beku terdiri dari batuan asam, menengah, basa, dan ultra basa
tergantung pada kandungan silikanya, berikut adalah pembagian batuan beku
berdasarkan kandungan silikanya :

Tabel 2.2 Sifat Batuan


D. Komposisi Batuan
Komposisi batuan adalah komposisi mineral yang membentuk atau menyusun
batuan beku. Mineral-mineral yang menyusun batuan beku diantaranya :
 Olivin adalah Kristal yang pertama terbentuk, sehingga tidak tahan
terhadap pelapukan.
o Piroksin adalah Berkilap kaca dan sukar digores dengan jarum
baja.
o Amphibol adalah Sistem kristal monoklin, berwarna hitam, hijau
tua atau coklat.
o Biotit adalah Berwarna hitam, coklat tua atau hijau tua. Digunakan
untuk penentuan umur dengan metode potasium argon.
o Plagioklas adalah minral pembentukbatuan yang paling umum.
o K-Feldspar adalah mineral yang berwarna putih, kekerasan 6,
sistem kristalin monoklin atau triklin.

Page | 23
o Muscovit mineral yang berwarnamuda sampai tak berwarna, sistem
kristal monoklin, belahan sempurna berlemba.
o Kuarsa disebut mineral silika bentuk setangkap piramida, bersifat
tembus cahaya, tak berwarna , digunakan sebagai permata.
o Feldspatoid, kelompok mineral yang tak jenuh, berwarna abu-abu,
kilap kaca atau lemak, pecahanya tidak rata dan tidak tergores jarum
baja.

2.3.1.2.2 Komposisi Batuan Beku


A. Mineral Utama
Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristelisasi magma dan
kehadirannya
sangat menentukan dalam penanaman batuan.
Berdasarkan warna dan densitas dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Mineral Felsic
(berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5-2,7) :
 Kwarsa (SiO2)
 Kelompok felspar, terdiri dari seri felspar alkali (K,Na)AlSl3O8. seri
felspar alkali terdiri dari sanidin,orthoklas, anorthoklas, adulari, dan
mikrolin. Seri plagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesin,
labradorit, Bitownit dan anortit
 Kelompok felsparatoid (Na, K Alumina silika), terdiri dari nefelin,
sodalit, leusit.

2. Mineral Mafic
(mineral feromagnisia dengan warna gelap dan densitas rata-rata 3,0-3,6),
yaitu :
 Kelompok Olivin, terdiri dari Fayalite dan Forsterite.
 Kelompok pirokson, terdiri dari Entalite, Hiperstein, Augit, Pigionit,
Diosid

Page | 24
 Kelompok mika, terdiri dari Biotite, Muscovite, Plogopit
 Kelompok Ampibhole, terdiri sari Anthofilit, Cumingtonit, Homblende,
Rieberkit, Tromolit Aktinolit, Glaucofan, dll.

B. Mineral Sekunder
Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari
hasil pelapukan reaksi hidrothemal maupun hasil metaforsisma
terhadap mineral-mineral utama. Dengan demikian mineral-mineral
ini tak ada hubunganya dengan pembekuan magma (non
pirogenetik).
Mineral sekunder terdiri dari :
1. Kelompok kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit) dapat
terbentuk dari hasil ubahan mineral plagioklas.
2. Kelompok serpentin (antigorit krisotil), umumnya terbentuk dari
hasil ubahan mineral mafic (terutama kelompok olivin da
pirokson).
3. Kelompok klorit (proklor, penin, talk), umumnya terbentuk dari
hasil ubahan mineral plagioklas.
4. Kelompok sericit sebagai ubahan mineral plagioklas.
5. Kelompok kaulin (Kaolin, Hallosyte), umumnya ditemukan sebagai
hasil pelapukan batuan beku.

C. Mineral Tamahan (Accesory Mineral)

Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma,


umumnya dalam jumlah sedikit. Apabila hadir dalam jumlah cukup banyak
tidak mempengaruhi penamanaan batuan , tetapi hal tersebut mempunyai nilai
ekonomis.
Termasuk dalam golongan ini antara lain : Hematit, Kromit,Rutile,
Apatit,Muscovit, Magnetit, Zeolite, dll.

Page | 25
2.3.1.3. Klasifikasi Batuan Beku
Tekstur batuan memiliki hubungan antara penyusun batuan. Tekstur
batuan sangat ditentukan oleh ukuran, bentuk dan susunan butir mineral di dalam
batuan. Tekstur batuan beku berkembang tergantung kecepatan pendinginan
magma dan komposisinya. Magma yang terletak jauh di dalam kulit bumi akan
mengalami pendinginan dengan lambat, sehingga suatu kristal mendapat
kesemptan tumbuh dengan baik dan berukuran lebih kurang seragam, mencapai
beberapa sentimeter, sebaliknya pendinginan yang sangat cepat tidak akan
memberikan kesempatan, kristal tumbuh sehingga ukuran kecil-kecil dan
batuannya pun kadang-kadang nampak pasif dan tanpa struktur. Bila sejarah
pendinginan magma cukup komplek, akan terjadi pendinginan lambat yang diikuti
pendinginan cepat, yang memungkinkan terjadinya kristal yang berbeda ukuran.
Ukuran kristal yang dipengaruhi oleh kekentalan magmanya. Dari
magma kental berkembang kristal kecil-kecil sedang dari magma yang lebih cair
akan menghasilkan kristal dengan ukuran lebih besar. Kekentalan magma sangat
tergantung dari komposisi dan kandungan gasnya. Magma yang banyak
mengandung silika akan lebih kental dibanding magma yang sedikit mengandung
silika, demikian pula magma yang mengandung unsur gas akan lebih cair.

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia

Menurut Hulburt (1977)Pembagian batuan bekuberdasarkan komposisi


ini telah lama menjadi standar dalam geologi, dan di bagi dalam empat golongan
yaitu :
a. Batuan Beku Asam
Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika
(SiO2) lebih dari 66%.contoh batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan
yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang (cerah) karena
(SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa,
dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.
b. Batuan Beku Menengah (intermediat)

Page | 26
Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk
dalam kelas ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya
kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah Diorit dan
Andesit.
c. Batuan Beku Basa
Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang mengandung
45 – 52% silika. Batuan ini akan memiliki warna hitam kehijauan karena
terdapat kandungan mineral olivine. Contoh batuan ini adalah Gabbro dan
Basalt.
d. Batuan Beku Ultra Basa
Golongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45%
SiO2 . Warna batuan ini adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika
bebas sebagai kuarsa. Contoh batuan ini adalah Peridotit dan Dunit.

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi

Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan waktu, maka
sebagian besar klasifikasi batuan beku berdasarkan atas susunan mineral dari
batuan itu. Mineral-mineral yang biasanya dipergunakan ialah mineral kuarsa,
plagioklas, potassium feldspar dan foid untuk mineral felsik. Sedangkan untuk
mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen, dan olivine (Graha 1987).
Klasifikasi yang didasarakan atas mineralogi dan tekstur akan lebih dapat
mencerminkan sejarah pembentukan batuan daripada atas dasar komposisi kimia.
Tekstur batuan beku adalah mengambarkan keadaan yang mempengaruhi
pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular memberi arti akan
keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan artibahwa
terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik mengambarkan
pembekuan yang cepat (Graha, 1987).
Klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russell B Travis (1955), dalam
klasifikasi ini tekstur batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir mineralnya
dapat dibagi menjadi:

Page | 27
a. Batuan Dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan
tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
d. Batuan Lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat
dengan mata biasa.

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Tempat Pembentukan


a. Batuan beku dalam :
pembekuannya terjadi di dalam, jauh di bawah permukaan bumi. Proses
pendinginannya sangat lambat. Hal ini mengakibatkan terbentuknya hablur-
hablur mineral besar-besar dan sempurna dan kompak. Struktur mineral
seperti itu disebut struktur plutonik atau granitas atau holokristalin. Batuan
beku dalam juga disebut juga batuan abyssis.
Contoh : batuan granit, diorit, sienit, dan gabro
b. Batuan beku gang atau korok :
sisa magma yang masih cair itu meresap ke lapisan yang lebih atas dan
menyusup ke sela-sela pipa-pipa gunung api. Kemudian menjadi dingin dan
membeku. Proses pembekuannya relatif cepat, sehingga hablur-hablur
(kristal-kristal) yang terjadi tidak sekompak batuan beku dalam. Struktur
batuan beku gang ini disebut struktur forfirit.
Contoh : granit, forfirit, diorit forfirit, dan sienit
c. Batuan beku luar :
batuan beku macam ini terjadi dari magma yang mencapai permukaan bumi,
kemudian membeku. Proses pembekuannya cepat sekali, sehingga tidak
sempurna membentuk kristal (hablur). Oleh karena itu strukturnya pun
disebut amorf (tidak berbentuk).
Contoh : basalt, andesit, dan obsidian

Page | 28
Tekstur batuan beku dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu :
1. Granit

a) Phaneritik
A. Terdiri dari batuan pluton yang biasa disebut batolit, dimana kenampakan
di permukaan bumi sangat besar, sedangkan kedalaman dari batuan ini
tidak diketahui dasarnya.
B. Berbutir sangat kasar, dengan kombinasi warna antara abu-abu dan putih.
C. Tekstur batuan ini pada dasarnya adalah holokristalin, hipidiomorfik, dan
equigranular, kadang-kadang juga memiliki tekstur porpiri.
D. Xenolit juga terdapat dalam granit dengan jumlah yang sangat kecil sekali.
E. Struktur batuan ini biasanya adalah struktur join, yang terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
a). Struktur blok yang berbentuk kubus.
b). Struktur blok yang diakibatkan oleh proses konsolidasi.
c). Struktur blok yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Disamping itu,
di dalamnya juga terdapat struktur miarolitik, orbikular, dan
rapakivi.
F. Variasi senyawa kimia pada batuan granit didominasi oleh silika.
b) Aphanitik
A. Terdiri dari batuan ekstrusi yang berupa lava dan batuan intrusi yang
berupa dike.
B. Tekstur batuan ini adalah bertekstur porfirik, yaitu percampuran antara
yang kasar (penokris) seperti dari kuarsa, feldspar, dan hornblende
dengan masa dasar yang berbentuk halus dari mikrokristalin sampai
kacaan.
C. Komposisi mineralogi dari penyusun utama terdiri dari kuarsa, potasium
feldspar dari jenis ortoklas dan sanidin, plagioklas dari jenis oligoklas,
sedangkan mineral feromagnesia dari biotit dan hornblende. Mineral
pengiringnya terdiri dari magnetit dan apatit. Sedangkan mineral

Page | 29
sekundernya terdiri dari hasil aliterasi dari mineral feldspar dan mineral
feromagnesia.
2. Syenit
a) Phaneritik
A. Terdapat sebagai stok dan boss, tidak pernah ditemukan sebagai bentuk
besar seperti batolit dan granit.
B. Terbentuknya syenit biasa berasosiasi dengan granit sebagai fasies tipis.
C. Tekstur yang biasa ditemukan adalah equigranular, holokristalin,
phaneritik dan batuan plutonik.
D. Butiran kristal cukup besar dan terlihat sebagai pegmatik.
E. Mineral utama terdiri dari potasium feldspar dari jenis ortoklas dan
mikrolin, plagioklas dari jenis albit-oligoklas, sebagian besar mineral
feromagnesia dari hornblende, serta sedikit dari biotit dan piroksen.
Mineral pengiring terdiri dari sphen, oksida besi dan apatit. Sedangkan
mineral sekunder merupakan hasil aliterasi dari feldspar, yang kemudian
membentuk variasi dari mineral lempung.
F. Kandungan alkali (Na2O dan K2O) sangat tinggi, hal ini disebabkan
kandungan mineral potasium feldspar.
b) Aphanitik
A. Terjadi sebagai aliran lava yang meliputi daerah yang luas.
B. Terdapat sebagai korok vulkanik yang bertekstur porfirik.
C. Tekstur lain yang biasa terdapat pada batuan ini adalah tekstur aliran.
D. Struktur join banyak terdapat di batuan ini.
E. Komposisi mineral dari mineral utama terdiri dari potasium feldspar dari
jenis sanidin, ortoklas dan mikrolin, plagioklas, biotit, hornblende, dan
augit.
F. Kandungan mineral terdiri atas plagioklas dari jenis albit, hornblende,
biotit, K- feldspar dari jenis ortoklas dan mikrolin, nefelin, dan mineral
bijihnya magnetit.
G. Ukuran kristal berukuran kasar (phaneritik/holokristalin).

Page | 30
3. Diorit
a) Phaneritik
A. Berada di tengah, yaitu antara kelompok batuan asam dan kelompok
batuan basa.
B. Terdapat sebagai stok, dike ataupun sill.
C. Tekstur dari batuan ini adalah holokristalin, equigranular, porpirik dengan
penokris berbentuk euhedral dan phaneritik.
D. Komposisi mineralogi, dimana penyusun mineral utama adalah plagioklas
dari jenis oligoklas-andesit dan hornblende. Mineral pengiring berupa
kuarsa, sphen, apatit dan magnetit.
b) Aphanitik
A. Terjadi sebagai intrusi sekunder, seperti sebagai dike.
B. Tekstur biasanya adalah porpirik, dengan penokris berbentuk euhedral.
C. Komposisi mineralogi dan kimianya sama dengan kelompok batuan diorit.
D. Terdiri dari hornblende andesit, yang mempunyai ukuran kristal yang
halus dan tidak sama besar.
E. Mineral yang berukuran kasar (penokris) terdiri dari plagioklas dari jenis
andesit dan hornblende.
4. Gabro
a) Phaneritik
A. Terbentuk sebagai lakolit, stok, dike, sill, dan biasanya sebagai batuan
plutonik.
B. Tekstur yang biasanya terdapat adalah equigranular, holokristalin,
phaneritik dan pegmatik.
C. Butiran kristal berukuran kasar.
D. Struktur yang berkembang pada umumnya struktur masif dan sistem join.
E. Komposisi mineralogi dan kimia dari gabro adalah batuan basa, dimana
prosentase silika, sodium, dan potasium relatif rendah sedangkan
prosentase besi dan magnesium relatif tinggi.
F. Mineral plagioklas dan feromagnesia banyak mengandung kalsium.
G. Kandungan mineralogi yang terbanyak adalah dari jenis labradorit.

Page | 31
H. Mineral pengiring terdiri atas magnetit, ilmenit, apatit, biotit, kromit, dan
spinel dengan jumlah yang kecil.
b) Aphanitik
A. Terdapat berupa lembaran di permukaan bumi dan mendominasi dari
batuan beku yang berhubungan dengan sabuk orogenik (orogenic belt).
B. Teksturnya adalah holokristalin, kacaan, porfirik dan equigranular.
C. Komposisi mineralogi dan kimia sama dengan batuan gabro yang terdiri
atas plagioklas, piroksin, dan olivin.
D. Mineral pengiring terdiri dari magnetit, ilmenit dan apatit.

5. Ultra Basa
A. Tekstur holokristalin dan phaneritik dari batuan plutonik.
B. Kandungan mineral mafiknya sangat tinggi dan indeks warnanya di atas
70 dengan berat jenis (BJ) sangat tinggi.
C. Tipe batuan pada ultra mafiknya ditandai dengan monomineral (seperti
piroksen, olivin dan hornblende).
D. Mineral pengiring sedikit sekali

2.3.1.4. Kekuatan Batuan (Rock Strength)


Kekuatan batuan beku dikaitkan berdasarkan genetik batuan, berdasarkan
senyawa kimia yang terkandung, dan berdasarkan susunan mineraloginya.

Gambar 2.12 segitiga kekuatan batuan beku

2.3.2. Batuan Sedimen

Page | 32
Gambar 2.13 contoh batuan sedimen
2.3.2.1. Teori Pembentukan Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi dari hasil lithifikasi
(pembatuan) hancuran batuan lain atau larutan kimiawi, atau pertumbuhan
binatang pada suatu lingkungan endapan. Dalam pengertian batuan, lithifikasi
tidak harus menghasilkan batuan yang keras. Proses lithifikasi diawali transportasi
material, sedimentsi, kompaksi, dan lithifikasi. Lingkungan pengendapan yang
dimaksud tidak haus air, tetapi dapat juga di darat.
Bila dilihat dari proses pembentukan batuan sediment, maka komposisi
batuan sediment terdiri dari:
1. pecahan batuan
2. mineral
3. fosil (sisa kehidupan)
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan dari beberapa sentimeter sampai beberapa kilometer. Juga ukuran
butirnya, dari sangat halus sampai sangat besar dan beberapa proses yang penting
lagi yang termasuk ke dalam batuan sedimen.
Batuan sedimen yang ada di muka bumi ini dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok besar, pengelompokan ini berdasarkan cara terbentuknya
batuan tersebut. Setiap kelompok tersebut mempunyai tempat pengendapan

Page | 33
tersendiri, mulai pengendapan di lingkungan darat, sungai, danau sampai ke
lingkungan laut. Pembagian batuan sedimen tersebut, seperti:

1. Batuan Sedimen Detritus (Klastik).


Batuan sedimen klastis adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil
lithifikasi hancuran batuan yang sudah ada sebelumnya, baik batuan beku, batuan
sedimen, maupun batuan metamorf.
Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua
golongan besar dan pembagian ini beradasarkan proses pengendapan baik yang
terbentuk di lingkungan darat atau di lingkungan air (laut). Batuan yang berukuran
besar seperti breksi, dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunung
berapi. Batuan konglomerat biasanya diendapkan di lingkungan sungai, dan
batuan batu pasir dapat terjadi di lingkungan laut, sungai maupun delta. Semua
batuan tersebut di atas termasuk ke dalam golongan detritus kasar. Sedangkan
golongan detritus halus terdiri dari batu lanau, serpih, batu lempung, dan napal.
Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya diendapkan di lingkungan
laut, dari laut dangkal sampai laut dalam.
2. Batuan Sedimen Evaporit.
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang mempunyai larutan
kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau
atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan selalu terjadinya
pengayaan unsur-unsur tertentu. Batuan-batuan yang termasuk ke dalam golongan
ini adalah gip, anhidrit, batugaram dan sebagainya.
3. Batuan Sedimen Batubara.
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-
tumbuhan, dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati tertimbun oleh suatu lapisan
tebal di atasnya, tidak memungkinkan bagi tumbuhan itu untuk melapuk.
Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali dan harus memiliki
banyak sekali tumbuhan, sehingga kalau tumbuhan itu mati atau tumbang, maka
akan tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
4. Batuan Sedimen Silika.

Page | 34
Batuan ini terdiri dari rijang (chert), radiolaria dan tanah diatom. Proses
terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses organik, seperti radiolaria
atau diatom dan proses kimiawi. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit
sekali dan sangat terbatas.

5. Batuan Sedimen Karbonat.


Batuan ini sudah umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska,
alga, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Atau melalui proses
pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu
dan diendapkan di suatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut
litoral sampai neritik, sedangkan proses kedua diendapkan pada laut neritik
sampai batial. Jenis dari batuan karbonat ini banyak sekali, tergantung dari
material penyusunnya.
Proses pembentukan batuan sediment disebut juga sedimentasi.
Sedimentasi diartikan dalam banyak arti dan dari banyak ilmuwan. Salah satunya
adalah Petti John. Ia mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan
sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material
pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan
pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai
laut dalam. Ada pun faktor yang mempengaruhi transport pembentukan adalah:
1. Rounding
2. Sorting

2.3.2.2. Komposisi dan Sifat-Sifat Batuan Sedimen


Berdasarkan hasil pengendapan, sifat dan Komposisi batuan sedimen
dapat dibedakan menjadi :
A. Batu Pasir
1. Kuarsit
- Mineral penyusun terbanyak adalah kuarsa.
- Warna batuan terang, yang disebabkan oleh warna kuarsa yang putih.
2. Greywacke

Page | 35
- Berwarna gelap.
- Pemilahan buruk karena transportasinya pendek.
- Bentuk butir menyudut karena jarak transportnya yang dekat.
- Mempunyai struktur graded bedding, yang disebabkan karena arus
turbit.
- Mineral penyusunnya antara lain kuarsa, plagioklas, mika, dan
fragmen batuan dengan semen karbonat.
3. Arkose
- Mudah terkena proses pelapukan karena didominasi oleh feldspar.
- Berwarna terang kemerah-merahan.
- Bentuk butir sama dengan bentuk butir greywacke.
B. Batu Lempung
- Dibentuk oleh mineral-mineral lempung yang sulit dibedakan satu sama
lainnya.
- Bersifat plastis.
- Berwarna hitam kelabu, hijau, dan merah.
C. Batuan Evaporit
- Mineral penyusunnya bersifat monomineral (mineral garam).
- Mineralnya terdiri dari gip (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit
(NaCl).
- Terdapat dalam keadaan murni dan berlapis-lapis.
- Berbentuk kristal.
 Batuan Gip
- Berbentuk kristal kasar sampai halus granula.
- Bersifat masif.
- Berstruktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai penokris.
 Batuan Anhidrit
- Berlapis-lapis, masif, dan tebal.
- Struktur sedimennya memperlihatkan permukaan yang keriput.
- Bertekstur granular halus.

Page | 36
 Batu Garam (Halit)
- Terdapat secara masif dan berbentuk kristal kasar.
- Lapisannya sering bercampur dengan sisipan tipis dari anhidrit dan
dolomit.
- Bentuk kristal kubus.
- Berat jenis relatif rendah dibandingkan batuan yang lainnya.
- Mempunyai sifat yang mudah mengalir pada temperatur dan tekanan yang
rendah.
D. Batuan Karbonat
- Terbentuknya klastik sebagai fragmentasi pembentukan sekunder. Sebagai
contohnya adalah colitik dan pengendapan yang menyerupai detritus.
- Komposisi kimia dan mineral terdiri dari gragonit (CaCO3/ ortorombik),
kalsit (CaCO3/ heksagonal), dolomit (CaMg(CO3)2), high magnesium kalsit,
dan magnesti (MgCO3).
- Tekstur batuan karbonat meliputi:
a). Besar butir
- Mikrit: mulai 0,0625 mm ke bawah, yaitu berupa lumpur
(mud) atau berbutir halus (aphanitik).
- Grain (Klas): kurang dari 1 mm.
b). Bentuk Butir
- Non fragmental dan speruidal serta ovoid.
c). Semen
- Terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas (sparry calcite) atau spar.
d). Matriks
- Berukuran halus sekali, sehingga tidak dapat teridentifikasi.
- berupa:
1) Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara
kimiawi/biokimiawi yang kemudian berubah menjadi kalsit.
2) Merupakan hasil abrasi.
1. Terbentuknya klastik sebagai fragmentasi/pembentukan sekunder.
contohnya adalah colitik dan pengendapan yang menyerupai detritus.

Page | 37
2. Komposisi kimia dan mineral terdiri dari gragonit (CaCO3/
ortorombik), kalsit (CaCO3/ heksagonal), dolomit (CaMg(CO3)2), high
magnesium kalsit, dan magnesti (MgCO3).
3. Tekstur batuan karbonat meliputi:
a). Besar butir
1. Mikrit: mulai 0,0625 mm ke bawah, yaitu berupa lumpur
(mud) atau berbutir halus (aphanitik).
2. Grain (Klas): kurang dari 1 mm.
b). Bentuk Butir
Non fragmental dan speruidal serta ovoid.
c). Semen
Terdiri dari hablur kalsit yang jelas (sparry calcite) atau spar.
d). Matriks
Berukuran halus sekali, sehingga tidak dapat teridentifikasi
berupa:
a. Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara
kimiawi/biokimiawi yang kemudian berubah menjadi kalsit.
b. Merupakan hasil abrasi.

2.3.2.3. Klasifikasi Batuan Sedimen

Gambar 2.14 klasifikasi batuan


sedimen

Page | 38
Karakteristik Batuan Sedimen adalah sebagai berikut:
1. Warna merah dan abu-abu tua
2. Butiran terdiri dari pecahan-pecahan fragmen batuan, mineral, kristal, dan
cangkang-cangkang fosil (zat organik) lainnya.
3. Butiran pada umumnya ditentukan oleh ukuran butirnya (Went Worth, 1922).
4. Terdapat 2 macam kemas (fabric), yaitu:
a) Kemas Terbuka (opened fabric), yaitu butiran tanah tidak saling
bersentuhan (mengambang di dalam matriks).
b) Kemas Tertutup (closed fabric), yaitu butiran saling bersentuhan satu
sama lainnya.
5. Struktur sedimen terbentuk akibat dari proses fisika, kimia maupun proses
lainnya.
6. Adanya unsur lapisan.
7. Lapisan yang dibentuk dari proses sedimentasi beragam, mulai dari yang tipis
sampai yang tebal (Mc Kee dan Weir, 1953).
Batuan sedimen dapat diklasifikasikan dalam 2 macam yaitu,

A. Batuan sedimen klastik


Dalam batuan sedimen ini terdapat berbagai kenampakan susunan butiran
(struktur), yang disebut sebagai struktur sedimen. Struktur ini terbentuk bersama-
sama dengan berlangsungnya pembentukan batuan sedimen tersebut, atau dikenal
dengan struktur primer. Butiran pada umumnya ditentukan oleh ukuran (struktur)
butirannya (Wentworth, 1992)
Struktur yang sering dijumpai antara lain:
1. Struktur berlapis
- berlapis sejajar
- berlapis simpang siur
- berlapis tersusun
- laminasi
Kenampakan struktur ini karena perbedaan warna, tekstur, perbedaan
komposisi dan porositas.

Page | 39
2. Struktur berfragmen
Struktur ini menunjukkan adanya perbedaan ukuran butir dan jenisnya. Dimana
hal ini mencirikan adanya pencampuran material saat sedimentasi berlangsung.
3. Struktur berfosil
Bila nampak adanya fragmen fosil dalam batuan tersebut.
4. Struktur kompak
Bila tidak dijumpai lapisan dan ukuran butir seragam dan hampir seragam.

B. Batuan sedimen non klastis


Tekstur dari batuan sedimen non klastis dicirikan oleh :
1. Kenampakan “interlocking” (saling menutupi) yaitu kenampakan individu
mineral yang amat besar ukurannya atau bahkan sangat kecil, yang saling
mengunci sehingga tidak ada kenampakan pori.
2. Kenampakan kristalisasi yaitu nampak ada pertumbuhan kristal-kristal.

2.3.2.4. Kekuatan Batuan (Rock Strength)


Kekuatan Batuan sedimen tergantung pada susunan mineral yang
terdapat di dalamnya.

Tabel 2.3 Susunan Mineral

Page | 40
2.3.3. Batuan Metamorf

Gambar 2.15 Contoh Batuan Metamorf

2.3.3.1. Teori Pembentukan Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamentil
batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif, dipancarkan oleh suatu
massa magma yang sedang mengintrusi, dan menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional meliputi daerah yang sangat luas, disebabkan oleh efek
tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.
Pada kedua tipe metamorfosa, fluida dalam batuan dapat membantu
perubahan-perubahan kimiawi. Air adalah fluida utama, tetapi unsur-unsur kimia
seperti klor, fluor, brom dan lain-lain dapat keluar dari batuan disekelilingnya.
Namun harus dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan
padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi
proses-proses rekristalisasi, reorientasi, dan pembentukan mineral-mineral baru
dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada.
Metamorfosa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda dengan
lingkungan dimana batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral-mineral hanya
stabil dalam batas -batas tertentu dalam temperatur, tekanan dan kimiawi. Jika
batuan tersebut dikenakan temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada

Page | 41
dekat permukaan, maka batas kestabilan mineral dapat terlampaui. Penyesuaian
mekanis dan kimiawi dapat terjadi dalam batuan membentuk mineral-mineral baru
yang stabil dalam kondisi baru.
Batuan metamorfosa dapat dibagi menjadi metamorfosa kontak (termal) di
sekitar suatu intrusi magma, dimana panas dan fluida-fluida sebagai pemegang
peranan. Metamorfosa dinamis (kataklastik) di sekitar dislokasi, dimana tekanan
memegang peranan dan metamorfosa regional, dimana kedua efek ini memegang
peranan penting.

Gambar 2.16 Proses pembentukan batuan Metamorf

2.3.3.2. Komposisi dan Sifat-Sifat Batuan Metamorf


Susunan mineral di dalam batuan metamorf secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua kategori:
1. Foliasi
Batuan metamorf tersusun oleh mineral-mineral yang menunjukkan penjajaran.
Batuan yang mempunyai struktur ini sebagian besar tersusun oleh beberapa
mineral pipih. Batuan jenis ini biasanya dihasilkan oleh metamorfise regional.
Susunan mineral foliasi pada batuan metamorf dibedakan menjadi empat, yaitu:

Page | 42
a. Gneissic (’Bended’)
Bentuk penjajaran mineral-mineral berbutir kasar, umumnya berupa kwasa,
feldspar, hornblende. Nama batuannya disebut Gness (Gneis)

Gambar 2.17 Batu Gness (Gneis)


b. Schistosic
Bentuk penjajaran mineral-mineral yang berbentuk pipih, umumnya
ditunjukkan oleh kehadiran mineral mika yang sangat banyak. Nama batuannya
disebut Schist (Sekis)

Gambar 2.18 Batu Schist (Sekis)


c. Phyllitic
Bentuk penjajaran mineral mika dan mineral halus. Pada permukaan fili
tampak kilap sutera yang disebabkan oleh kehadiran klorit yang sangat halus.

Gambar 2.19 Batu Fili

Page | 43
d. Slaty cleavage
Kenampakan kesejajaran pada batuan metamorf yang berbutir halus,
ditunjukkan oleh kehadiran bidang-bidang belah yang sangat rapat. Keteraturan
bidang-bidang belah tersebut merupakan pengejawantahan susunan mineral yang
sangat halus, yang sejajar di dalam batuan tersebut. Nama batuannya disebut Slate
(batu sabak).

Gambar 2.20 Batu Slate

2. Nonfoliasi
Batuan yang tersusun oleh mineral-mineral yang tidak menunjukkan
penjajaran. Penamaan batuan biasanya didasarkan atas komposisi mineral yang
dominan dan mempunyai ciri khusus.
Selain kedua strukutur tersebut, beberapa batuan metamorf mempunyai
struktur transisi antara struktur foliasi dan struktur nonfoliasi. Hal ini disebabkan
metamorfisme yang berlangsung tidak sempurna. Batuan-batuan ini pada
umumnya masih menunjukkan struktur batuan asal. Kalau berasal dari bahasa
beku, maka struktur batuan beku masih terlihat.

Page | 44
2.3.3.3 Klasifikasi Batuan Metamorf

Tabel 2.4 Klasifikasi Batuan Metamorf

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3-20


km), yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni
tanpa melalui fasa cair, sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang
sesuai dengan lingkungan fisik pada tekanan (P) dan temperatur (T) tertentu.
Batuan metamorf merupakan jenis yang mineraloginya stabil di sekitar
permukaan bumi, yakni pada tekanan dan temperatur rendah. Proses metamorfosa
adalah suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami, karena sulitnya
menyelidiki kondisi di kedalaman dan panjangnya waktu. Proses perubahan yang
terjadi di sekitar muka bumi, seperti pelapukan, diagenesa, sedimentasi sedimen,
tidak termasuk ke dalam pengertian metamorfosa.
Mineral dalam batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang
terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat, dan bukan mengkristal
dalam suasana cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos. Idiomorf untuk
mineral metamorfosa adalah idioblastik, sedangkan xenomorf adalah xenoblastik.
Kristal yang ukurannya lebih besar daripada masa dasarnya disebut profiroblastik.

Page | 45
Kristalisasi selama deformasi batuan, mengakibatkan mineral-mineral
terarah secara membidang dan disebut sekistositas atau dapat juga menggaris
disebut lineasi.
Sekistositas atau foliasi, terjadi oleh karena mineral yang pipih atau
membatang tersusun dalam bidang-bidang tertentu, yakni bidang sekistositas.
Bidang ini dapat searah dengan lapisan sedimen asalnya dapat pula tidak, atau
mungkin searah dengan sumbu lipatan.
Lepidoblastik adalah jenis sekistositas karena membidangnya mineral
pipih (mika), sedangkan nematoblastik karena membidangnya mineral prismatik
(aktinolit). Pada batuan metamorfosa termal ( batu tanduk), butirnya mengacak
arahnya dan disebut genestositas dan batuannya disebut genesan.
Dalam golongan batuan hasil metamorfosa dinamo, tak jarang batuan
mengalami kehancuran sehingga sifatnya menjadi fragmental. Untuk itu, istilah
tekstur kataklastik dipergunakan bila komponen batuan asalnya masih ada yang
tersidik. Tekstur flaser adalah bila komponen batuan asalnya yang masih dapat
tersidik berukuran kasar dan berbentuk lensa yang tersebar pada matrik berukuran
lebar. Tekstur milonit adalah istilah untuk tekstur yang sangat hancur dan menjadi
bubuk, sehingga berfoliasi dengan kristal asal yang membundar.
Mineral atau tekstur batuan asal yang masih tersimpan dalam batuan
metamorfosa dinamakan mineral relik atau struktur relik.

2.3.3.4. Kekuatan Batuan (Rock Strength)


Sama seperti batuan yang lainnya batuan metamorf juga ditentukan oleh
mineral yang terdapat dalam batuan tersebut. Numun batuan ini ditentukan oleh
penjajaran mineral.

Page | 46
Gambar 2.21 Kekuatan Mineral

2.4. Tanah dan Proses Pembentukannya


2.4.1 Pengertian Tanah
Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil, menurut Dokuchaev: tanah
adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan
dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi.
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-
horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai
hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi
energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam
suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff, 1999).
Schoeder (1972) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang
mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad
hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi
dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri
morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-
macam tanaman.

Page | 47
Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari
Amerika Serikat, Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang
sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam
dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-
horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda
sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi,
komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya.
Darmawijaya (1990) mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam
bebas, menduduki sebagain besar permukaan planet bumi, yang mampu
menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan
jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu
selama jangka waktu tertentu pula.
1.4.2. Proses Pembentukan Tanah ( Pelapukan dan Sedimentasi )
Pelapukan (weathering) adalah suatu istilah untuk menggambarkan suatu
proses yang merupakan gabungan dari proses-proses mekanik (fisika), kimia dan
biologis (organik) yang terjadi di permukaan bumi, yang juga merupakan akibat
adanya pengambangan (perbedaan tinggi rendah) temperatur udara, pembekuan
air, aksi dan reaksi oksigen dan karbondioksida di udara, pengendapan penguatan
atmosfer (curah hujan) dan aksi-aksi dan reaksi asam-asam organik di permukaan
dan di dalam tanah.
Kita membedakan pelapukan-pelapukan yang terjadi berdasarkan proses-
proses kimia, fisika dan biologi, tetapi sering terasa sangat sulit sekali, jika bukan
tidak mungkin, untuk melihat perbedaan di antara mereka. Proses pelapukan
kimia, fisika dan biologi terjadi secara simultan di alam semesta ini.

1. Pelapukan Fisika
Pelapukan Fisika atau lebih dikenal dengan pelapukan mekanis terjadi apabila
batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu
perubahan kimiawi. Pelapukan batuan sangat tergantung pada jenis batuan dan
waktu. Ia dapat disebabkan oleh salah satu atau seluruh faktor berikut yang
bekerja dalam periode waktu yang cukup berarti.

Page | 48
(a) Pengaruh cuaca (termasuk temperatur dan curah hujan). Ini
merupakan faktor utama penyebab terpisahnya batuan. Fluktuasi temperatur
harian mungkin tidak akan terlalu penting, tetapi siklus beku cair dalam
waktu lama dapat menyebabkan kelelahan batuan (rock fatigue), bahkan
dalam cuaca yang biasa saja pun. Temperatur yang sangat rendah dan
menghasilkan pembekuan lokal dalam waktu pendek mungkin akan berarti,
oleh karena air dalam batuan akan bertambah volumenya sekitar 9% dalam
suhu 0oC dan akan membuat tekanan yang sangat besar. Bila tekanan
pembekuan akan cenderung untuk menekan es keluar dari pori dan
mengurangi tekanan-tekanan pengembangan, pengaruh lokal akan lebih besar
apabila temperatur turun dengan cukup berarti di bawah 0oC.
(b) Eksfoiasi. Ialah terkupasnya bagian luar dari batuan yang tersingkap.
Batuan yang berada di lapisan tanah yang tebal akan berada dalam keadaan
tekan yang besar. Penyesuaian tegangan permukaan yang disertai dengan
daya angkat regional, bersama dengan erosi akibat aliran air permukaan akan
mengurangi tegangan akibat beban atas, yang menyebabkan bagian luar
batuan terpisah dari batuan utama. Juga perbedaan tegangan dari mineral
batuan akan dapat mempercepat proses eksfoliasi, terutama dari batuan beku
dan juga dapat disebabkan oleh perubahan temperatur yang tiba-tiba.
(c) Erosi oleh angin dan hujan. Ini merupakan faktor penting yang
tergantung kepada topografi dan merupakan kejadian yang terjadi terus-
menerus. Aliran air yang membawa partikel kecil dalam larutannya dapat
mengikis batuan yang paling padat selama periode waktu geologi. Ini
terutama penting pada daerah yang topografinya berbukit-bukit, dimana
kecepatan air yang tinggi dapat tercapai. Telah terbukti dengan fakta bahwa
batu yang dijumpai di dasar sungai cenderung untuk berbentuk agak persegi
(sub angular) sampai sangat bundar. Kasus ekstrim erosi ialah pada Grand
Canyon di sungai Colorado di Utah, Arizona, Nevada, dan New Mexico, dan
Cheddar Zone sungai Avon di bagian selatan Inggris. Model eosi yang lebih
kecil antara lain ialah Jeram Niagara di mana sungai Niagara mengalir di atas
dasar batu gamping Niagara yang relatif keras tetapi tertutup oleh serpih dan
batu gamping lunak Clinton, yang telah mengalami erosi untuk membentuk

Page | 49
jeram di antara Amerika Serikat dan Kanada. Ngarai-ngarai besar atau
”gorge” banyak terdapat bahkan sungai-sungai yang kecil di bagian barat
Amerika Serikat, Kanada, Australia, Afrika, dan tempat lainnya, yang
memperhatikan pengaruh erosi akibat air selama periode waktu geologi
tertentu.
(d) Abrasi. Ialah keausan yang disebabkan oleh dua bahan yang keras yang
mengalami gerakan relatif ktika sedang bersentuhan. Ini dapat disebabkan
oleh salah satu bahan yang terdapat di dalam air yaitu pasir misalnya, tetapi
dalam konteks ini istilah tersebut akan dipergunakan untuk menerangkan
terdorongnya sejumlah besar tanah atau es yang berada dalam keadaan
tertekan melalui batuan di bawahnya yang mengikis kedua bahan tadi
menjadi lebih kecil.
(e) Kegiatan organis. Gaya pemecah yang diadakan oleh tanaman yang
tumbuh di akar-akar dalam ruang kosong batuan akan dapat membuat
fragmen-fragmen batuan menjadi terpisah. Hewan-hewan seperti ulat dan
serangga yang masuk ke dalam tanah akan mendorong fragmen-fragmen
batuan ke arah atau menyingkapkan fragmen tadi sehingga terjadi tambahan
pelapukan.
2. Pelapukan Kimia
Uap-uap dan gas-gas yang beraksi di udara dan sinar matahari mengakibatkan
perubahan kimia terhadap komposisi mineral dan batu-batu. Uap air yang
berkondensasi (mengental) menjadi cairan boleh jadi mengandung berbagai jenis
unsur dalam larutan, yang menambah kecairan larutan-larutan mineral.
Kelembapan yang kaya dengan asam-asam organik bukan hanya bahan pelarut
tetapi juga menstimulir terjadinya proses-proses seperti hydrolisis dan oksidasi.
Adapun perubahan mineral batuan menjadi gabungan mineral yang baru.
Proses yang terjadi antara lain:
(a) Oksidasi. Reaksi kimia mungkin akan terjadi apabila batuan tertimpa air
hujan. Ia terlihat jelas pada kotoran coklat sampai kemerahan pada lapisan
yang mengalami pelapukan untuk batuan yang mengandung besi. Oksidasi
telah membuat bekas pada permukaan batuan serta warna yang cerah pada
batuan. Reaksi dapat menghasilkan hidrat oksida besi, karbonat, dan sulfat.

Page | 50
Apabila reaksi ini mnghasilkan pertambahan volume maka kemudian akan
terjadi pemisahan batuan.
(b) Larutan (solution). Batuan tertentu terutama batu gamping sebagian atau
seluruhnya akan larut dalam air hujan, terutama bila air hujan tersebut
mengandung karbondioksida yang cukup banyak terutama dalam bentuk
asam karbonat lemah atau memiliki pH di bawah 7. bahkan larutan asam yang
sangat lemah yang bekerja selama periode waktu geologi akan dapat
menghancurkan batuan. Dalam kasus untuk batu gamping dapat mengalami
pelapukan yang sangat singkat yaitu antara 5-10 tahun. Gua-gua banyak yang
terbentuk seperti gua batu gamping (formasi karst) dalam daerah yang banyak
mengandung formasi gamping dengan hujan yang cukup banyak.
Terbenamnya tanah dan erosi yang menyusulnya cenderung untuk
menghasilkan topografi yang bergelombang.
(c) Pelarutan (leaching). Air yang bereaksi dengan bahan perekat pada
batuan sedimen dapat mengakibatkan partikel-partikel batuan tadi terlepas,
dengan partikel-partikel yang lebih kecil dan bahan perekat terbawa, baik ke
dalam lapisan yang lebih dalam oleh perkolasi air hujan, mungkin akan
menjadi faktor dalam pembentukan kemudian dari batuan sedimen yang baru.
Dalam daerah dengan curah hujan relatif sedikit uap air mungkin akan
mengangkut bahan perekat seperti sulfat, karbonat, dan lainnya ke atas
permukaan tanah yang akan menimbulkan kerak garam (salt curst).
(d) Hidrolisis (pembentukan ion – ion H+). Bahan pelapuk kimiawi tidak
bekerja secara bersamaan. Misalnya seperti pembentukan lempung dari
pelapukan suatu felspar ortoklas (biasanya berwarna pink), dimana terdapat
pula air biasa dan asam karbonat yang terbentuk oleh air yang bercampur
dengan karbon dioksida:

1 bagian 2(K)AlSi3O8 + 1 bagianH2CO3 + 1 bagian H2O

1 bagian Al2Si2O5(OH)4 + 1 bagian K2CO3 + 4 bagian4SiO2


Mineral lempung Potassium karbonat Kwarsa

Page | 51
Dalam kasus ini ion H+ dan air akan memaksa ion K+ untuk keluar dari
felspar ion H+ ini kemudian berkombinasi dengan alumnium silikat untuk
membentuk mineral lempung. Akar tanaman di dalam tanah akan menarik air dari
tanah di sekitarnya dan menjadi di kelilingi oleh ion H + yang berlebihan yang
dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis. Setiap fragmen dari felspar
ortoklase yang berdekatan akan dapat dipecah untuk membentuk mineral lempung
seseua dengan persamaan di atas. Potasssium karbonat dapat dipecahkan lagi dan
melarut sehingga menjadi makan bagi tanaman, atau mineral lempung dapat
menarik ion – ion potassium tadi untuk membentuk lempung kaolonit.
Dalam golongan batuan hasil metamorfosa dinamo, tak jarang batuan
mengalami kehancuran sehingga sifatnya menjadi fragmental. Untuk itu, istilah
tekstur kataklastik dipergunakan bila komponen batuan asalnya masih ada yang
tersidik. Tekstur flaser adalah bila komponen batuan asal yang masih dapat
tersidik berukuran kasar dan berbentuk lensa yang tersebar pada matrik berukuran
lebar. Tekstur milonit adalah istilah untuk tekstur yang sangat hancur dan menjadi
bubuk, sehingga berfoliasi dengan kristal asal yang membundar.
Mineral atau tekstur batuan asal yang masih tersimpan dalam batuan
metamorfosa dinamakan mineral relik atau struktur relik.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang dibawa oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di
gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut
oleh angin. sedimentasi dapat dibedakan menjadi:
a. Sedimentasi air terjadi di sungai.
b. Sedimentasi angin biasanya disebut sedimentasi aeolis
c. Sedimentasi gletser mengahasilkan drumlin, moraine, kettles, dan esker.

2.4.3. Klasifikasi Tanah dan Pemanfaatan Untuk Bangunan Air


Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam
melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang mempengaruhi
pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu

Page | 52
mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat
terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim,
topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu
dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya
berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang
membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli
juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan
batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang
terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan banyak sekali jenis tanah di dunia.
Untuk memudahkannya, seringkali para ahli melakukan klasifikasi secara lokal.
Untuk Indonesia misalnya dikenal sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo
(1957-1961) yang masih dirujuk hingga saat ini di Indonesia untuk kepentingan
pertanian, khususnya dalam versi yang dimodifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimatologi (Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (United State Department
of Agriculture). Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling
tumpang tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya,
sistem USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain,
sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk
mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian
Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah
kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci,
sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun
demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem penamaan
yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli tanah dunia, Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah pula sejak 1974.
Pada tahun 1998 kemudian disepakati dipakainya sistem klasifikasi WRB dari
World Reference Base for Soil Resources, suatu proyek bentukan FAO, untuk
menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari sistem WRB dirilis pada tahun 2007.

Page | 53
1. Sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo

Taksonomi tanah berdasarkan sistem Dudal-Soepraptohardjo mendasarkan


pada penampilan profil tanah dan sejumlah ciri-ciri fisika dan kimia. Dasar sistem
ini adalah dari Rudi Dudal, ahli tanah dari Belgia, yang dimodifikasi untuk situasi
Indonesia oleh M. Soepraptohardjo. Sistem ini disukai oleh pekerja lapangan
pertanian karena mudah untuk diterapkan di lapangan. Versi aslinya dirilis pada
tahun 1957. Modifikasinya dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah pada tahun
1978 dan 1982. Sistem ini (dan modifikasinya) berlaku khusus untuk Indonesia,
dengan mengadopsi beberapa system internasional, khususnya dalam penamaan
dan pemberian kriteria.
Berikut adalah klasifikasi tanah Indonesia menurut sistem Dudal-
Soepraptohardjo.
- Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun
dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.
- Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang
terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar
dan berkerikil.
- Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang
mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok
untuk lahan pertanian.
- Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan
dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.
- Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan
gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah
vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
- Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan
unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air
hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.

Page | 54
- Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari
pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
- Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam
yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa
Kalimantan, Papua dan Sumatera.
-
2. Soil Taxonomy System (USDA)
Sistem USDA atau Soil Taxonomy dikembangkan pada tahun 1975 oleh tim
Soil Survey Staff yang bekerja di bawah Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA). Sistem ini pernah sangat populer namun juga dikenal sulit diterapkan.
Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan untuk dipakai sebagai alat komunikasi
antarpakar tanah, tetapi kemudian tersaingi oleh sistem WRB. Meskipun
demikian, beberapa konsep dalam sistem USDA tetap dipakai dalam sistem WRB
yang dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
Sistem ini bersifat hierarkis. Pada aras pertama, terdapat penggolongan 12
(pada versi pertama berjumlah sepuluh) kelompok utama yang disebut soil order
("ordo tanah"). Mereka adalah:
- Entisol (membentuk akhiran -ent)
- Inceptisol (membentuk akhiran -ept)
- Alfisol (membentuk akhiran -alf)
- Ultisol (membentuk akhiran -ult)
- Oxisol (membentuk akhiran -ox)
- Vertisol (membentuk akhiran -vert)
- Mollisol (membentuk akhiran -mol)
- Spodosol (membentuk akhiran -od)
- Histosol (membentuk akhiran -ist)
- Andosol (membentuk akhiran -and)
- Aridisol (membentuk akhiran -id)
- Gleisol (membentuk akhiran )

Page | 55
Penamaan berikutnya ditentukan oleh kondisi masing-masing order. Sistem
USDA mempertimbangkan aspek pembentukan tanah akibat faktor aktivitas di
bumi dan atmosfer.

3.Sistem World Reference Base for Soil Resources


Sistem ini, disingkat sistem WRB, merupakan hasil kerja dari tim bentukan
FAO dan disarankan oleh Organisasi Ilmu Tanah Sedunia. Berdasarkan
kesepakatan pada tahun 1998, sistem WRB menggantikan sistem FAO. Versi
terbarunya terbit tahun 2006.
Ke dalam sistem WRB terdapat pembagian peringkat primer dan peringkat
sekunder. Peringkat primer merupakan penggambaran terhadap 32 jenis tanah
utama dunia. Peringkat kedua merupakan kata sifat yang menggambarkan
keadaan fisik dan kimia tanah. Berbeda dari sistem USDA, sistem WRB tidak
mempertimbangkan aspek iklim sebagai alat untuk pengelompokan.

4. Klasifikasi Tanah Berdasar USCS


Metode klasifikasi tanah dengan menggunakan USCS (Unified
Soil Classification System) merupakan metode klasifikasi tanah yang
cukup banyak digunakan dalam bidang geoteknik. Klasifikasi ini
diusulkan oleh A. Cassagrande pada tahun 1942 dan direvisi pada tahun
1952 oleh The Corps of ENgeneers and The US Bureau of Reclamation.
Pada prinsipnya menurut metode ini, ada 2 pembagian jenis tanah
yaitu tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) dan tanah berbutir halus
(lanau dan lempung). Tanah digolongkan dalam butiran kasar jika lebih
dari 50% tertahan di atas saringan no. 200. Sementara itu tanah
digolongkan berbutir halus jika lebih dari 50% lolos dari saringan no. 200.
Selanjutnya klasifikasi yang lebih detail lagi dapat menggunakan table
USCS berikut ini. Beberapa symbol berikut ini sering digunakan dalam
klasifikasi metode USCS.

Page | 56
a. jenis tanah:
G : gravel (kerikil)
S : sand (pasir)
M : silt (lanau)
C : clay (lempung)

b. jenis gradasi:
W : well graded (bergradasi baik)
P : poorly graded (bergradasi buruk)

c. konsistensi plasititas:
H : high plasticity (plastisitas tinggi)
L : low plasticity (plastisitas rendah)

Gambar 2.22 Hubungan LL dan PI

Page | 57
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

Page | 58
Berikut ini contoh klasifikasi tanah berdasarkan metode USCS
(sumber: Braja M. Das: Advanced Soil Mechanics).

Diketahui Tanah lolos dari beberapa nomor saringan berikut ini:


a. Lolos saringan no. 4 : 92%
b. Lolos saringan no. 10 : 81%
c. Lolos saringan no. 40 : 78%
d. Lolos saringan no. 200 : 65%

Konsistensi tanah adalah sebagai berikut:


a. Batas cair (Liquid Limit) : 48%
b. Index plastisitas (Plasticity Index) : 32%
Klasifikasi tanah berasarkan metode USCS:
a. Lolos saringan no. 200 > 50% → termasuk tanah
berbutir halus
Beberapa jenis tanah berbutir halus adalah: ML; CL; OL; MH;
CH; OH; Pt (table 3)

Berdasarkan nilai LL dan PI yang diberikan, selanjutnya angka –


angka tersebut dimasukkan ke dalam grafik hubungan antara LL vs PI
untuk menentukan jenis tanahnya. Tanah menurut klasifikasi ini termasuk
CL (Clay of Low plasticity).

5. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO


Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas
tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah
dasar(subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan
tersebut,maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus
dipertimbangkan terhadap maksud aslinya.

Page | 59
Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1
Sampai dengan A-7. Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-
2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang memiliki partikel yang lolos
saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos saringan No. 200
lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7.
Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah
lanau dan lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan dalam
Tabel 3.5 yang mana didasarkan pada kriteria sebagai berikut ini :
1. Ukuran partikel
a. Kerikil : fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan
tertahan pada saringan No. 10.
b. Pasir : fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan
pada saringan No. 200 (0,075 mm).
c. Lanau dan lempung : fraksi yang lolos saringan No. 200.
2. Plastisitas : tanah berbutir halus digolongkan lanau bila
memiliki indek plastisitas, PI ≤10, dan dikategorikan sebagai lempung
bila mempunyai indek plastisitas, PI ≥11. Gambar 3.24 memberikan
grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan
A-7.
Kualitas tanah sebagai bahan tanah dasar jalan raya, dalam
AASHTO, dinyatakan dengan Indek Kelompok (group index, GI) yang
ditulis didalam tanda kurung setelah kelompok atau sub-kelompok tanah.
Indek kelompok ini diberikan dalam persamaan :
0,01(F200 – 15)(PI – 10)GI =(F200 – 35)(0,2 + 0,005) (LL –
40))
(3.20)
Dimana,F200 adalah persentase lolos saringan No. 200, LL dan PI
adalah batas cair dan indek plastisitas. Suku pertama dalam persamaan
(20), (F200 - 35)[0,2 + 0,005(LL - 40)] − + − merupakan bagian indek
kelompok yang ditentukan dari batas cair. Sedangkan, suku keduanya
yaitu 0,01(F200 - 15)(PI -10) adalah bagian dariindek kelompok yang

Page | 60
ditentukan dari indek plastisitas. Berikut ini diberikan aturan untuk
menentukan indek kelompok dari persamaan (3.20).
1. Jika persamaan (3.20) menghasilkan nilai GI negatif, maka
ditetapkan sebagai 0.
2. Indek kelompok yang dihitung dari persamaan (20) dibulatkan
ke nilai terdekat, misalnya : GI = 3,4 dibulatkan menjadi 3, GI = 3,5
dibulatkan menjadi 4.
3. Tidak terdapat batas atas untuk indek kelompok.
4. Indek kelompok tanah yang mengikuti kelompok A-1-a, A-1-b,
A-2-4, A-2-5, dan A-3 adalah selalu 0.
5. Untuk tanah kelompok A-2-6 dan A-2-7, indek kelompok
dihitung dari suku kedua persamaan (20), yaitu :
GI =0,01(F200 - 15)(PI - 10)

Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang


sering digunakan adalah metoda AASHTO’93. Metoda ini sudah dipakai
secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai
standar perencanaan di berbagai negara. Metoda AASHTO’93 ini pada
dasarnya adalah metoda perencanaan yang didasarkan pada metoda
empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunakan
metoda AASHTO’93 ini antara lain adalah :
a. Structural Number (SN)
b. Lalu lintas
c. Reliability
d. Faktor lingkungan
e. Serviceablity
1.1 Structural Number
Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan,
koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase

Page | 61
(drainage coefficients). Persamaan untuk Structural Number adalah
sebagai berikut :
SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3
…………………………………..(Pers.1)
Dimana :
SN = nilai Structural Number.
a1, a2, a3 = koefisien relatif masing‐masing lapisan.
D1, D2, D3 = tebal masing‐masing lapisan perkerasan.
m1, m2, m3 = koefisien drainase masing‐masing lapisan.
1.2 Lalu Lintas
Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada
kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard
Axle, CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu
lintas yang lewat terhadap beban gandar standar 8.16 kN dan
mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi
lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).
1.3 Reliability
Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada
beberapa ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk
meyakinkan alternatif-alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan
reliability ini yang digunakan tergantung pada volume lalu lintas,
klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna
jalan.
Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat
pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para
pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan
implikasi bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga
mencapai tingkatan pelayanan tertentu.
Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter
standar deviasi yang mempresentasikan kondisi-kondisi lokal dari ruas
jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur

Page | 62
ataupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep
reliability adalah sebagai berikut:
a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan
klasifikasi dari ruas jalan yang akan direncanakan. Klasifikasi ini
mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan
antar kota (rural).
b. Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan
menggunakan tabel yang ada pada metoda perencanaan AASHTO’93.
Semakin tinggi tingkat reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal
lapisan perkerasan yang dibutuhkan.
c. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili
dari kondisi‐kondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan
AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk
flexible pavement. Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi
sebesar 0.35 dan 0.45 untuk lalu lintas untuk jenis perkerasan rigid dan
flexible.
1.4 Faktor Lingkungan
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perencanaan
AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan
percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari
temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum
dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah
pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan, maka
penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang
kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga
pada konstanta swell, probabilitas swell, dll. Metoda dan tata cara
perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada Appendix G dari
metoda AASHTO’93.

Page | 63
1.5 Serviceability
Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh
sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk
serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai
Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai
yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem
perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari
beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas
tambalan, dll.
Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara
lain :
a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini
diberikan sebesar 4.0 – 4.2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan
diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po).
b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan
pelayanannya, nilai serviceability ini diberikan sebesar 2.0. Nilai ini dalam
terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).
c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati,
maka nilai serviceability ini akan diberikan sebesar 1.5. Nilai ini diberikan
dalam terminologi failure serviceability (Pf).
2. Persamaan AASHTO’93
Dari hasil percobaan jalan AASHO untuk berbagai macam variasi
kondisi dan jenis perkerasan, maka disusunlah metoda perencanaan
AASHO yang kemudian berubah menjadi AASHTO. Dasar perencanaan
dari metoda AASHTO baik AASHTO’72, AASHTO’86, maupun metoda
terbaru saat sekarang yaitu AASHTO’93 adalah persamaan seperti yang
diberikan dibawah ini: 8.07-Mr10log32.25.191)(SN10940.40Pf-PoPt-
Po10log 0.20 - 1)SN(109.36log So RZ 18W 10log++++++=……..(2)
Dimana:
W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan
(CESA).
ZR = Standard Normal Deviate.

Page | 64
So = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja.
SN = Structural Number.
Po = Initial serviceability.
Pt = Terminal serviceability.
Pf = Failure serviceability.
Mr = Modulus resilien (psi)

3. Langkah-Langkah Perencanaan Dengan Metoda AASHTO’93


Langkah-langkah perencanaan dengan metoda AASHTO’93
adalah sebagai berikut:
a. Tentukan lalu lintas rencana yang akan diakomodasi di dalam
perencanaan tebal perkerasan. Lalu lintas rencana ini jumlahnya
tergantung dari komposisi lalu lintas, volume lalu lintas yang lewat, beban
aktual yang lewat, serta faktor bangkitan lalu lintas serta jumlah lajur yang
direncanakan. Semua parameter tersebut akan dikonversikan menjadi
kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard
Axle, CESA).
b. Hitung CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan
ini. CBR representatif dari suatu ruas jalan yang direncanakan ini
tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan. Pengambilan dari data
CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak 100 meter.
Untuk satu ruas jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen-segmen
yang mempunyai nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR
representatif ini kemudian diprediksi modulus elastisitas tanah dasar
dengan mengambil persamaan sebagai berikut:
E = 1500 CBR (psi)
……………………………………………………………(3)
Dimana :
CBR = nilai CBR representatif (%).
E = modulus elastisitas tanah dasar (psi).

Page | 65
c. Kemudian tentukan besaran-besaran fungsional dari sistem
perkerasan jalan yang ada seperti Initial Present Serviceability Index (Po),
Terminal Serviceability Index (Pt), dan Failure Serviceability Index
(Pf). Masing-masing besaran ini nilainya tergantung dari klasifikasi jalan
yang akan direncanakan antara lain urban road,
country road, dll.
d. Setelah itu tentukan reliability dan standard normal deviate.
Kedua besaran ini ditentukan berdasarkan beberapa asumsi antara lain tipe
perkerasan dan juga klasifikasi jalan.
e. Menggunakan data lalu lintas, modulus elastisitas tanah dasar
serta besaran-besaran fungsional Po, Pt, dan Pf serta reliability dan
standard normal deviate kemudian bisa dihitung Structural Number yang
dibutuhkan untuk mengakomodasi lalu lintas rencana. Perhitungan ini bisa
menggunakan grafik-grafik yang tersedia atau juga bisa menggunakan
rumus AASHTO’93 seperti yang diberikan pada Persamaan 2 diatas.
f. Langkah selanjutnya adalah menentukan bahan pembentuk
lapisan perkerasan. Masing‐masing tipe bahan perkerasan mempunyai
koefisien layer yang berbeda. Penentuan koefisien layer ini didasarkan
pada beberapa hubungan yang telah diberikan oleh AASHTO’93.
g. Menggunakan keofisien layer yang ada kemudian dihitung
tebal lapisan masing-masing dengan menggunakan hubungan yang
diberikan pada Persamaan 1 diatas dengan mengambil koefisien drainase
tertentu yang didasarkan pada tipe pengaliran yang ada.
h. Kemudian didapat tebal masing-masing lapisan. Metoda
AASHTO’93 memberikan rekomendasi untuk memeriksa kemampuan
masing‐masing lapisan untuk menahan beban yang lewat menggunakan
prosedur seperti yang diberikan pada langkah berikut ini:
Surface courseBase courseSubbase
courseD1D2D3SN1SN2SN3Road base course
Gambar 1. Ketentuan Perencanaan Menurut AASHTO’93
a1SN *D11≥
11 *1 1SN Da *SN≥= 2122a*SN - SN *D≥

Page | 66
221SN *SN *SN≥+ 32133a)*SN *(SN - SN *D+≥
Dimana:
ai = Koefisien layer masing-masing lapisan.
Di = Tebal masing-masing lapisan.
SNi = Structural Number masing-masing lapisan.
Keterangan : D dan SN yang mempunyai asterisk (*)
menunjukkan nilai aktual yang digunakan dan nilainya besar atau sama
dengan nilai yang dibutuhkan.

2.5. Proses Geologi


2.5.1. Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk
mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik
secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada
suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya
suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak
mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor, lereng akan
seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan massa tanah
atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya
kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh
tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang
miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai
longsoran tanah dan proses terjadinya gerakan tanah melibatkan interaksi yang
kompleks antara aspek geologi, geomorfologi, hidrologi, curah hujan, dan tata
guna lahan.
Secara umum faktor pengontrol terjadinya longsor pada suatu lereng
dikelompokan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
kondisi geologi batuan dan tanah penyusun lereng, kemiringan lereng
(geomorfologi lereng), hidrologi dan struktur geologi. Sedangkan faktor eksternal
yang disebut juga sebagai faktor pemicu yaitu curah hujan, vegetasi penutup,
penggunaan lahan pada lereng, dan getaran gempa.

Page | 67
Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi
tanah dan batuan penyusunnya, dimana salah satu proses geologi yang menjadi
penyebab utama terjadinya gerakan tanah adalah pelapukan batuan (Selby, 1993).
Proses pelapukan batuan yang sangat intensif banyak dijumpai di negara-
negara yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Tingginya curah hujan dan
penyinaran matahari menjadikan tinggi pula proses pelapukan batuan. Batuan
yang banyak mengalami pelapukan akan menyebabkan berkurangnya kekuatan
batuan yang pada akhirnya membentuk lapisan batuan lemah dan tanah residu
yang tebal. Apabila hal ini terjadi pada daerah lereng, maka lereng akan menjadi
kritis. Faktor geologi lainnya yang menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah
adalah aktivitas volkanik dan tektonik, faktor geologi ini dapat dianalisis melalui
variabel tekstur tanah dan jenis batuan. Tekstur tanah dan jenis batuan merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya gerakan tanah yang diukur berdasarkan sifat
tanah dan kondisi fisik batuan.
Di samping itu curah hujan yang meningkatkan presepitasi dan kejenuhan
tanah serta naiknya muka air tanah, maka jika hal ini terjadi pada lereng dengan
material penyusun (tanah dan atau batuan) yang lemah maka akan menyebabkan
berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan menambah berat massa tanah. Pada
dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsor, yaitu hujan deras yang
mencapai 70 mm hingga 100 mm perhari dan hujan kurang deras namun
berlangsung menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian
disusul dengan hujan deras sesaat. Hujan juga dapat menyebabkan terjadinya
aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi pada kaki lereng dan
berpotensi menambah besaran sudut kelerengan yang akan berpotensi
menyebabkan longsor.
Dalam analisis spasial, data intensitas curah hujan diwujudkan dalam bentuk peta
isohiet yaitu peta yang menunjukkan deliniasi daerah dengan curah hujan yang
sama. Berdasarkan peta isohiet tersebut, dapat ditentukan penilaian intensitas
curah hujannya.
Tata guna lahan merupakan bagian dari aktivitas manusia, secara umum
yang dapat menyebabkan longsor adalah yang berhubungan dengan pembangunan
infrastruktur seperti pemotongan lereng yang merubah kelerengan, hal ini juga

Page | 68
akan merubah aliran air permukaan dan muka air tanah. Penggundulan hutan
maupun penggunaan lahan yang tidak memperhatikan ekosistem dapat pula
memicu terjadinya gerakan tanah dan erosi. Secara kuantitatif, faktor pemanfaatan
lahan dapat dianalisis melalui variabel jenis kegiatan dari pemanfaatan lahan yang
terjadi.

Gambar 2.23 Gerakan Tanah

2.5.2. Proses Endogenik dan Teori Lempeng


Dalam proses perkembangan lapisan kerak bumi, kekuatan yang berasal
dari dalam perut bumi dapat mengakibatkan terjadinya proses-proses geologis.
Dan hal ini sangat besar pengaruhnya. Ini disebut proses endogen yang meliputi:
perambatan magma ke lapisan kerak bumi, keluarnya magma ke permukaan bumi
dari dalam perut bumi, gerakan-gerakan tektonik dari lapisan kerak bumi yang
mengakibatkan terjadinya peninggian permukaan secara perlahan-lahan dan
perubahan-perubahan di beberapa tempat, guncangan-guncangan yang kuat yang
kadang-kadang sangat berbahaya di beberapa tempat di bumi, gangguan di lapisan
batu yang horisontal.

2.5.2.1. Teori Lempeng Tektonik

Page | 69
Lempeng kerak bumi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Lempeng besar
(Mayor) dan Lempeng kecil (Minor). Pembagianya bisa dilihat pada table berikut:

Major Slab Minor Slab


Eurasia Filipina
North America Juan de Fuka
South Amerika Carribean
Africa Cocos
Indo-Australia Nazca
Pacific Scotia
Antartica Arabian
Tabel 2.6 Lempeng Mayor - Lempeng Minor

Tektogenetik adalah perubahan letak kedudukan lapisan kulit bumi baik


secara horizontal maupun vertikal. Gerakan tektogenetik ada yang menyebut
dengan istilah dislokasi. Berdasarkan kecepatan gerak lurus dan luas daerah,
tektogenetik terdiri atas:
1. Gerak epirogenetik (gerak pembentukan kontinen atau benua) adalah gerakan
yang mengakibatkan turun naik lapisan kulit bumi relatif lambat dan
berlangsung agak lama di suatu daerah yang luas. Tanda-tanda yang kelihatan
jelas dari gerak epirogenetik dibedakan menjadi dua:
a. Epirogenetik positif (perubahan permukaan laut positif), yaitu gerak
turunnya suatu daratan sehingga kelihatannya permukaan air laut naik..
b. Epirogenetik negatif (perubahan permukaan laut negatif), yaitu gerak
naiknya suatu daratan sehingga kelihatannya permukaan air laut turun.
2. Gerak orogenetik (gerak pembentuk gunung, lipatan atau patahan) adalah
gerak atau pergeseran lapisan kulit bumi yang relatif lebih cepat dari pada
epirogenesa serta meliputi daerah yang sempit, gerak orogenesa ini
menyebabkan tekanan horisontal atau vertikal pada kulit bumi sehingga
terjadilah peristiwa dislokasi baik dalam bentuk lipatan dan patahan.
2.5.2.2. Gempa
Gempa adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi.
Gempa di sebabkan oleh pergerakan kerak bumi. Lapisan kerak bumi melakukan
gerakan yan konstan akibat aksi kekuatan diri dalam perut bumi. Hal ini

Page | 70
dimanifestasikan dengan adanya peninggian dan penurunan permukaan tanah,
penekanan terhadap lapisan-lapisan hingga membentuk lipatan-lipatan dan
pemecahan lapisan-lapisan batu-batu. Kata gempa bumi juga digunakan untuk
daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat,
selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena
pergerakan itu sudah terlalu besar untuk ditahan

Gambar 2.24 Mekanisme Gempa

Gempa bumi dibagi menjadi 3 kelompok, berdasarkan penyebabnya:


1. Gempa bumi runtuhan (fall earthquake) terjadi akibat runtuhnya batu-batu
raksasa dari sisi-sisi gunung atau akibat dari runtuhnya gua-gua besar.
Getarannya tidak terlalu terasa. Gempa ini dijabarkan sebagai fenomena
pseudoseismik.
2. Gempa bumi vulkanis (volcanic earthquake) terjadi akibat aktivitas gunung
berapi. Dalam beberapa kejadian gempa ini mendahului erupsi gunung berapi,
tetapi lebih sering terjadi bersamaan dengan erupsi tersebut. Getaran dari
gempa ini lebih terasa, terutama pada daerah yang luas.
3. Gempa bumi tektonik (tectonic earthqueake) diiringi oleh proses-proses
pembuatan gunung-gunung dan pegunungan. Gempa bumi tektonik yang
paling sering terjadi. Gempa ini terjadi pada daerah lapisan batu sialic, pada
kedalaman 70 km.
2.5.2.3. Vulkanisme

Page | 71
Kegiatan letusan meliputi serangkaian proses yang berkaitan dengan
kegiatan kekuatan-kekuatan yang bersumber dari dalam perut bumi dan
dimanifestasikan dalam perambatan magma ke lapisan kerak bumi lalu dalam
peledakannya ke permukaan bumi yang berlanjut dengan pembekuan magma.
Dalam peristiwa pertama kita menelaah masalah intrusif (perambatan) dan yang
kedua adalah kegiatan ledakan yang effusif atau vulkanisme.
Pada kegiatan vulkanis yang bersifat intrusif, magma memasuki lapisan
kerak bumi, membentuk lapisan-lapisan magmatis atau intrusi-intrusi di
dalamnya. Ukuran dari intrusi-intrusi di bawah ini dan hubungannya dengan batu-
batu di sekitarnya bervariasi.
1. Batholith: lapisan benda-benda magmatis yang tidak beraturan dengan sisi-
sisi yang curam. Lapisan ini terbentuk ketika magma membeku di kedalaman
yang lumayan di bagian tengah dari daerah yang berlipat-lipat. Batu-batuan
di sekitarnya pecah sebagaimana ketika mereka ditemukan magma, dan oleh
karena itu batholith tidak menjadi lapisan yang selaras dengan mereka.
Lapisan batholith terbentuk terutama oleh batu-batu asam dari tipe granit (di
bagian barat dari bukit barisan Zeravshan di Pamir).
2. Stock: lapisan benda-benda magmatis yang lebih kecil, dari lapisan batholith
(kurang dari 100 km2) tetapi mempunyai kondisi pembentukan, bidang dan
komponen batu yang sama.
3. Laccolith: lapisan benda-benda magmatis yang berbentuk seperti kubah
dengan permukaan yang cembung dan dasar yang datar. Diameternya
bervariasi, berkisar beberapa ratus meter sampai beberapa kilometer. Lapisan
ini membentuk kubah yang mengatasi batu-batu lainnya dan berselaras dengan
batu-batu tersebut. Gunung-gunung yang terisolir di sekitar Pyatigorak
(Mashuk, Beshtau, Zheleznaya dan yang lainnya) adalah gunung-gunung yang
mempunyai lapisan laccolith. Endapan-endapan yang terlebih dahulu telah
terletak padanya, sekarang hampir semuanya telah terkikis sehingga ada batu-
batu ignius (batu beku/api) yang kosong di puncak gunung-gunung ini.
4. Fissured intrusions: intrusi-intrusi yang merupakan jalur-jalur panjang
terbentuk ketika magma memasuki rekahan-rekahan lapisan batu-batuan
menjauhi lapisan-lapisan intrusif yang besar. Rekahan-rekahan seperti jalur

Page | 72
panjang boleh jadi memotong sepanjang lapisan batu-batu (intrusive sheet)
atau memotongnya dalam beberapa arah (discordant atau intrusions
transgressive). Sesuai dengan itu, hubungan antara intrusi-intrusi fissured
dengan batu-batu yang ada di sekitarnya boleh jadi berbeda. Lapisan intrusif
yang pecah-pecah disebut veins. Sebagai akibat proses penerobosan dan
pembongkaran, batu-batu yang tidak selaras yang menutupi suatu vein
(pembuluh) bisa tercerai-berai, sementara batu-batu membentuk intrusi dengan
jalur-jalur panjang tetap tinggal pada tempatnya sehingga menjadi seperti
gorong-gorong. Formasi ini disebut dyke.
5. Sheet vein (lembaran pembuluh): adalah lapisan-lapisan intrusif yang besar
yang dapat dilacak di wilayah-wilayah yang luas dan terdapat di antara
lapisan-lapisan batu-batu di sekitarnya yang berselaras dengan batu tersebut.
Lebar vein (pembuluh) di lembaran pembuluh (sheet veins) ini bisa 40 meter
sampai 50 meter dan panjangnya bisa 150 kilometer sampai 200 kilometer.
Pembuluh-pembuluh yang memotong lebarnya bisa 3 meter bahkan lebih.
Suatu kajian mengenai proses pembentukan lapisan benda-benda intrusif
dan hukum yang mengatur pendistribusiannya sangat penting artinya baik untuk
teori maupun untuk praktek, karena deposit dari mineral-mineral yang berharga
berkaitan dengan lapisan intrusif ini.
Letusan gunung berapi adalah salah satu fenomena alam yang paling
menakutkan. Kalau kita berbicara tentang gunung berapi maka secara umum kita
akan bertanya apakah gunung tersebut masih aktif atau tidak, tetapi pembagian
aktif atau tidak aktif ini semata-mata bersifat konvensional. Gunung-gunung api
yang dianggap aktif adalah gunung api yang bererupsi secara berkesinambungan
atau yang telah pernah meletus menurut perjalanan sejarah. Pada masa kini
terdapat 476 gunung api yang masih aktif dan 4000 yang sudah tidak aktif lagi.
Gunung-gunung api bisa mencapai daratan dan dasar samudra. Seperti
telah merupakan ketentuan, jika gunung api tersebut meletus, maka massa unsur-
unsurnya akan terlempar ke luar dalam jumlah yang banyak, membentuk struktur-
struktur baru di dalam permukaan laut dan tanah.
Sebagai contoh adalah tipe vulkano Hawaiian yang terletak kira-kira 8000
meter di bawah permukaan laut. Sebagai suatu gambaran bagaimana cepatnya

Page | 73
suatu produk vulkano berakumulasi ditunjukkan oleh gunung api di bawah
permukaan laut Fayal di Azores, Atlantik Utara. Pada tahun 1957, pulau gunung
api yang kecil ini muncul di dekat Pulau Fayal dalam waktu 3 hari. Banyak
pelaut-pelaut yang menyaksikan vulkano tersebut tumbuh berkembang sebelum
gunung tersebut meletus, dengan pertambahan areal 300 meter persegi setiap 12
jam.
Biasanya vulkano adalah gunung yang berbentuk kerucut yang tingginya
sampai beberapa kilometer. Di puncaknya berpermukaan cekung (seperti
mangkuk atau kawah) melalui mana gunung api menyemburkan asap hitam dan
lidah-lidah api. Semacam terusan yang relatif tegak yang disebut vent funnel
(leher vulkano), melalui mana materi-materi yang disemburkan ke luar,
menghubungkan dasar kawah dengan dapur magma. Salah satu gunung api
kerucut yang terbesar di dunia adalah Gunung Vesuvius.
Kekuatan erupsi masing-masing vulkano tidak sama. Pada setiap vulkano
dapat diamati periode silih berganti dari masa aktivitas tinggi dan masa aktivitas
rendah. Aktivitas suatu vulkano kadang-kadang secara bertahap bertambah besar
dan lalu secara perlahan-lahan sirna, sementar itu tiba-tiba terjadi suatu ledakan
dahsyat yang berbahaya.
Produk-produk erupsi ada yang berbentuk cair, padat dan gas. Produk yang
berbentuk padat terdiri dari abu, pasir, lapili dan bom vulkanis. Debu vulkanis
terdiri dari partikel-partikel massa mineral yang halus yang terbentuk akibat
penghancuran batu-batu yang membentuk dinding-dinding leher vulkano dan juga
akibat perubahan bentuk dari lava. Ukuran dari partikel-partikel ini berkisar dari
pecahan beberapa milimeter. Partikel-partikel yang pecahannya sama dengan
butir-butir pasir disebut pasir volkanisnya. Partikel-partikel yang lebih besar dari
partikel pasir ini, yang ukurannya beberapa cm disebut lapili (batu kecil).

2.5.2.4. Struktur Geologi


Ilmu yang mempelajari berbagai struktur atau bentuk lapisan tanah akibat
adanya gaya tektonisme. Akibatnya akan menghasilkan lipatan(fold) dan
patahan/sesar(fault)

Page | 74
Gambar 2.25 Lipatan dan Patahan

Macam lipatan :
a. Lipatan tegak / simetri
a. Lipatan dengan lengan lipatan yang sama panjang
b. Lipatan miring / asimetri
a. Lipatan dengan lengan lipatan tidak sama panjang
c. Lipatan rebah / recumben
a. Lipatan yang mengalami pembalikan lapisan
d. Lipatan menutup

Macam patahan/sesar :
a. Sesar naik
b. Sesar turun
c. Sesar dekstral (kanan)
d. Sesar sinistral (kiri)
e. Sesar sungkup

Macam ketidakselarasan

Page | 75
Gambar 2.26 Macam Ketidakselarasan

 a. Nonconformity : Ketidakselarasan antara Batuan Beku dan Batuan


Sedimen karena terobosan.
 b. Disconformity : Ketidakselarasan antara Batuan Sedimen dan
Batuan Sedimen karena erosi yang tidak mendatar dan tanpa disertai
lapisan yang hilang.
 c. Angular unconformity : Ketidakselarasan antara Batuan Sedimen
dan Sedimen karena adanya proses pengangkatan lapisan, erosi.
 d. Paraconformity : Ketidakselarasan antara batuan Sedimen dan
Batuan Sedimen karena proses erosi mendatar. Karena mendatar jadi
cukup susah untuk mengidentifikasinya, kita harus membandingkan ada
dan tidaknya urutan fosil di lapisan tersebut dengan lapisan umum lain di
daerah tersebut.

1. Proses terbentuknya Angular unconformity

Gambar 2.27 Proses Angular unconformity


 1. Jadi pertama terjadi pengendapan tanah seperti biasa, menghasilkan
lapisan tanah yang mendatar.

Page | 76
 2. Lalu lapisan tanah itu termiringkan.
 3. Setelah termiringkan lalu lapisan itu tererosi bagian atasnya
sehingga menjadi datar.
 4. Lalu ada endapan lagi yang datang, akhirnya terjadilah
ketidakselarasan antar lapisan.

2. Macam Lipatan lain yang lebih kompleks.

Gambar 2.28 Contoh Lipatan


3.Cara mengidentifikasi kemiringan bidang
Contoh Struktur Bidang = perlapisan batuan, permukaan lereng dll
Untuk mengidentifikasi strukturbidang kita perlu mengetahui terlebih dahulu hal-
hal apa saja yang harus kita ukur, yaitu :

Gambar 2.29 Kemiringan Bidang

v Strike

Page | 77
Sudut yang terbentuk antara perpotongan perlapisan dengan bidang horisontal dan
arah utara. Cara penulisannya dengan simbolisasi sebagai berikut :
N __˚ E
Keterangan : ___ diisi dengan besar sudut yang di dapatkan dari pengukuran.
v Dip
Sudut yang menunjukkan besarnya kemiringan struktur bidang.
4.Cara mengidentifikasi kemiringan garis
Contoh Struktur Garis = gores garis sesar, kekar dll

Gambar 2.30 Identifikasi Kemiringan Garis


Untuk mengidentifikasi struktur garis kita perlu mengetahui terlebih dahulu hal-
hal apa saja yang harus kita ukur, yaitu :
v Plunge
Sudut yang menunjukkan arah penunjaman struktur garis
v Pitch
Sudut yang terbentuk antara struktur garis dan strike
v Trend
Sudut yang terbentuk antara hasil proyeksi mendatar dari struktur garis terhadap
arah utara. Cara penulisannya dengan simbolisasi sebagai berikut :
N __˚ E
Keterangan : ___ diisi dengan besar sudut yang di dapatkan dari pengukuran.

Perbedaan True dip dan Apparent dip

Page | 78
Gambar 2.31 True Dip (Kiri) dan Apparent dip (kanan)

True dip = Dip yang didapatkan jika mengukur dip dengan tegak lurus terhadap
strike
Apparent dip = Dip yang didapatkan jika mengukur dip dengan membentuk
sudut >90˚ terhadap strike.

2.5.3. Proses Eksogenik


Relief permukaan bumi tidaklah permanen. Ia berubah secara konstan
akibat gerakan air, udara, pengambangan temperatur dan lain-lain. Perubahan-
perubahan terhadap topografi planet bumi ini karena adanya pengaruh-pengaruh
eksternal yang disebut proses eksogen (exegenous).

2.5.3.1. Proses Oleh Air Permukaan


Curah hujan dan salju yang turun dari lapisan atmosfer dan juga air yang
datang dari sumber-sumber mata air mengalir di permukaan bumi dari tempat
yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah; menjalankan fungsi geologis
dalam perjalanannya. Dibedakan sekarang aksi gerakan air yang mengalir di
permukaan bumi tetapi tidak dalam saluran-saluran tertentu (bidang erosi atau
proses deluvial) dengan aksi gerakan air yang mengalir di permukaan bumi dalam
saluran-saluran tertentu, yaitu arus-arus air dan sungai (erosi linear atau proses
erosif).
a. Proses deluvial
Dalam hal ini, air mengalir dari dataran yang lebih tinggi ke dataran yang lebih
rendah, dalam peristiwa ini terbentuklah arus-arus air yang saling berpotongan
dan berhubungan pada bidang hamparan air (water sheet). Di bawah pengaruh
kondisi alam, air pada bidang hamparan tersebut, terbentuk di antara lereng-
lereng dataran tinggi dan sisi-sisi jurang dan lembah sungai.

Page | 79
Komposisi unsur dalam lapisan-lapisan endapan deluvial, warnanya,
ketebalannya dan faktor-faktor lainnya tergantung kepada ketinggian lereng,
kecuramannya dan bobot kekerasan batu yang terkikis. Endapan deluvial pada
pinggir-pinggir lembah terdiri dari suatu seri tanah-tanah liat, mempunyai
corak yang sama kecuali kalau terkikis kembali. Tetapi endapan deluvial yang
terdiri dari berbagai jenis batu-batu tidaklah sama.
b. Erosi
Jika terdapat suatu celah (alur atau lurah) pada sisi bukit, maka ke situ akan
banyak mengalir arus atau alur air. Erosi berlanjut secra lebih intensif di dalam
celah sisi bukit ini ketimbang tempat-tempat lainnya. Dengan demikian celah
sisi bukit ini akan semakin panjang hingga mencapai puncak sisi bukit. Celah
sisi bukit ini akhirnya melebar, sementara bagian sebelah bawah sisi bukit
semakin merata akibat bertumpuknya kikisan-kikisan tanah yang terbawa arus
air yang mengalir di celah sisi bukit itu. Akhirnya terbentuklah lembah di sisi
bukit di mana air mengalir dari puncak bukit melalui lembah ini dan disebut
Gully (selokan). Jadi Gully adalah alur air mengalir melalui lembah di celah-
celah sisi bukit. Setiap bagian dari Gully (selokan) ini (bagian atas, tengah dan
bawah) mempunyai peristiwa geologis yang berbeda. Erosi (pengikisan) terjadi
di bagian atas, transportasi hasil pengikisan terjadi di bagian tengah dan
pengendapan hasil pengikisan terjadi di bagian bawah.

2.5.3.2. Proses Oleh Air Tanah


Air tanah bermula dalam berbagai cara. Salah satu diantaranya ialah
perembesan air hujan atau salju yang mencair ke dalam tanah. Air tanah bisa juga
terbentuk akibat rembesan air dari danau, sungai, saluran air buatan, waduk-
waduk dan lain-lain ke dalam tanah.
Air tanah mengalir dengan pergerakan jauh lebih lambat daripada
pergerakan air di atas permukaan tanah. Kecepatan geraknya rata-rata 0,5 – 1
meter per hari. Laju kecepatannya bergantung pada ukuran pori-pori dalam
lapisan batu-batu (laju geraknya lebih cepat melalui lapisan batu-batu yang

Page | 80
berpori besar), derajat kemiringan hidrolik dari lapisan batu pembawa air, jarak
yang ditempuh dan temperatur yang menentukan kecairannya. Dalam lapisan
tanah dan batu yang sulit diterobos air, air tanah memerlukan waktu berbulan-
bulan untuk mencapai jarak beberapa ratus meter.
Aktivitas air tanah yang destruktif tercermin dalam penglarutan batu-
batuan, erosi mekanis dan penghanyutan partikel-partikel yang terkena erosi.
Tidak seperti air
sungai, air tanah sangat padat dengan unsur-unsur mineral, kadang-kadang
mencapai kepadatan air garam.
Sifat kelarutan mineral atau batu-batu dalam air bervariasi. Mineral yang
mudah larut adalah batu garam, sodium karbonat dan sodium sulfat. Itulah
sebabnya endapan batu bergaram terdapat di daerah-daerah di mana mereka
terlindung oleh lapisan kedap air (tanah liat).
Keseluruhan rangkaian fenomena geologis yang berkaitan dengan
pelarutan sebagian dan erosi lapisan tanah dan batu dan pembentukan lubang-
lubang perembesan (pori) di dalamnya disebut Karst dan area dimana fenomena
ini berkembang disebut area karst. Ketika air bergerak di lapisan batu, air
mengikis lapisan-lapisan batu dalam perjalanan memotong jalur-jalur air tadi,
sehingga mempertinggi arus-arus bawah tanah dengan cabang-cabang aliran.
Sebagian dari arus-arus ini menerobos ke permukaan, dimana mereka membuat
mata air karst. Beberapa mata air karst bisa sangat tinggi tergantung kepda
luasnya area alimentasi dan besarnya curah hujan.
Jika suatu proses di mana air mengendapkan garam-garam berlangsung
dalam jangka waktu yang panjang, maka semua ruang akan terisi penuh dengan
unsur-unsur mineral penyemen. Dalam hal ini misalnya pasir-pasir berubah
menjadi batu-batu pasir, jalur-jalur rekahan pada lapisan tanah dan batu tertutup
dan terisi penuh oleh mineral sehingga terbentuklah jalur-jalur mineral dalam
jalur-jalur rekahan di lapisan batu-batu tersebut. Endapan-endapan dari bijih-bijih
(perak-timah hitam, tembaga, emas, besi, seng, timah hitam, dan logam-logam
lainnya) bisa terbentuk karena garam-garam yang larut di dalam air tersebut bisa
mengandung garam-garam logam.

Page | 81
2.5.3.3. Proses Oleh Angin
Kekuatan efektif dari angin yang berhembus tergantung kepada
kecepatannya. Angin yang berhembus dengan kecepatan beberapa cm/detik, sudah
cukup kuat untuk menerbangkan debu. Suatu tiupan angin yang berhembus
dengan kecepatan yang lebih kuat, dapat memindahkan batu-batu dengan ukuran
diameter beberapa cm dari tempatnya semula. Angin topan dan angin puyuh yang
kecepatannya berhembus kadang-kadang bisa melampaui 50 meter per detik
adalah sangat deduktif.
Partikel-partikel yang diterbangkan angin dari permukaan tanah pindah
sampai jarak yang sangat jauh, tergantung besarnya butir-butir unsur tanah yang
diterbangkan angin. Arus angin berhembus tidak hanya pada bidang-bidang
horisontal di permukaan bumi, tetapi juga pada bidang-bidang vertikal, dengan
akibat bahwa unsur tanah tersebut terlempar dari permukaan tanah, tinggi ke
lapisan udara.
Partikel-partikel yang terbawa angin tersebut membentuk beberapa
rintangan dalam perjalanannya (batu, batu boulder, dan benda-benda lainnya).
Pada benda-benda ini partikel-partikel tersebut hinggap dan berkembang menjadi
bertambah banyak, mengotori bahkan menyemir dan mengikisnya. Peristiwa ini
disebut Corrasion (korasi).
Di daerah-daerah padang pasir, jendela-jendela pada sisi bangunan yang
disentuh oleh tiupan angin kadang-kadang dilapisi oleh lapisan debu yang
demikian tebalnya sehingga memberi kesan seakan-akan telah membeku.
Pelapisan ini diakibatkan oleh debu-debu yang diterbangkan angin. Unsur-unsur
yang terbentuk dan melekat akibat korasi tadi, diterpa lagi oleh angin dan terbawa
lebih jauh. Peristiwa ini disebut deflasi. Korasi dan deflasi adalah dua peristiwa
yang saling berhubungan dan saling melengkapi.
Korasi tidak hanya memberi dampak kepada batu-batu karang atau
lapisan-lapisan boulder, tetapi juga terhadap permukaan horisontal: kalau
permukaan tersebut keras, dampak korasi terhadapnya hanya berupa pelapisan,
tetapi kalau permukaan itu lunak maka ia akan terukir (membentuk relief) yang
disebut dengan “yardang” ataupun ukiran-ukiran yang berupa lengkung yang
paralel. Korasi juga menghantam pecahan-pecahan batu di padang pasir, dan

Page | 82
gesekan dengan permukaan pasir turut membantu mereka membentuk trihedron-
trihedron yang khas.

2.5.3.4. Proses Oleh Gelombang Air Laut


Gerak geologis laut berpola sama dengan gerak geologis sungai-sungai,
lapisan es dan angin, yaitu meliputi bidang-bidang erosi (pengikisan permukaan
dan lapisan tanah), transportasi (pemindahan hasil erosi), grinding (pemerataan
atau penggusuran permukaan tanah), sorting (pemisahan permukaan tanah),
depositasi (pengendapan hasil erosi) dan transformasi. Tetapi, ada sejumlah segi-
segi tertentu dalam kehidupan geologis laut yang membuat ia penting artinya bagi
perikehidupan di muka bumi.
Lapisan batu-batu organik, yang terdapat sedikit pada endapan-endapan
daratan, merupakan endapan yang utama di antara endapan-endapan yang terjadi
di laut. Akumulasi endapan-endapan laut mengikuti keadaaan permukaan wilayah
tertentu, yang tergantung kepada relief dasar laut, garis pantai dan faktor-faktor
lainnya.
Gerak laut juga tergantung kepada tipe lapisan batu-batuan yang
dikandung daratan pantai. Lapisan batu lepas paling cepat berguguran. Daratan
pantai yang terdiri dari lapisan batu-batu pasir argillasius yang lepas, tidak
menghasilkan pecahan-pecahan kasar kalau ia dihantam gelombang, tetapi
pecahan-pecahan yang besar berakumulasi sepanjang daratan pantai yang terdiri
dari lapisan batu-batu keras.
Posisi batu di daratan pantai juga menentukan. Pengikisan berlangsung
dengan cepat jika lapisan-lapisan tersebut terletak curam menjorok ke daratan, dan
berlangsung lebih lambat jika ia terletak menjorok dengan landai ke arah laut.
Pengikisan berkurang pada lapisan-lapisan yang terletak horisontal karena
tingkap-tingkap atau teras-teras terbentuk padanya dan ini memperlemah kekuatan
gelombang. Ketika gelombang menghantam tebing pantai yang curam secara
bertubi-tubi, gelombang-gelombang membentuk lekukan horisontal. Lapisan batu
dan tanah yang terletak di atas lekukan-lekukan ini secara bertahap melapuk dan
akhirnya berguguran akibat berat mereka sendiri. Dengan cara ini daratan pantai

Page | 83
yang perlahan-lahan melandai dan permukaannya yang datar disebut pantai
(beach).
Tidak semua gerakan air laut bersifat destruktif. Materi-materi yang
terkikis mengendap di sepanjang pantai dan juga pada keseluruhan wilayah laut
dangkal. Pengendapan unsur-unsur yang besar pada lereng pantai yang amat
landai lama kelamaan sering menjadi pembentukan off-shore bars (bendungan
panjang di lepas pantai). Materi yang terbawa ke tempat tersebut tidak hanya
dihanyutkan lebih jauh oleh gelombang. Endapan-endapan ini berkembang
membentuk balokan-balokan panjang yang lebarnya 10–12 meter. Kadang-kadang
beberapa balokan-balokan panjang terletak sejajar satu sama lainnya. Endapan-
endapan ini juga terdapat di dasar laut. Endapan-endapan dasar laut ini
diklasifikasikan sebagai berikut: endapan litoral, endapan laut dangkal, endapan
abyssal.
Dalam jangka waktu yang lama, kegiatan destruktif dan
konstruktif oleh
perubahan-perubahan laut akan menentukan bentuk tepian pantai, serta relief
permukaan bumi melalui pengikisan daratan dan mengisi palung-palung laut di
mana endapan-endapan berakumulasi. Proses akumulasi batu-batu ini di laut-laut
maupun di samudra-samudra terjadi seiring dengan bermulanya waktu. Pada masa
kini, batu-batu ini terletak dalam lapisan-lapisan tebal, dan membentuk bagian
atas kerak bumi.

2.6.Penyelidikan Geologi Teknik


Untuk dapat melakukan analisis Geoteknik (Mekanika Tanah dan Teknik
Pondasi) yang benar dan baik, sangat diperlukan data-data tanah (soil test) bawah
permukaan yang lengkap dan akurat. Data-data ada yang diperoleh langsung dari
survey geoteknik lapangan dan ada yang diperoleh langsung dari uji laboratorium
terhadap contoh tanah yang diambil dari bawah permukaan melalui boring.
Penyelidikan tanah dilapangan dapat berupa penggunan dan interpretasi foto udara
dan remote sensing, metode geofisik, metode geolistrik, sumur uji (pit test)
pemboran (boring) (dangkal sampai dalam), uji penetrometer (uji sondir, Cone

Page | 84
Penetration Test –CPT), uji Vane Shear Test, Pocket Penetometer Test, California
Bearing Test (CBR) dan lain lain.
Pemboran tanah/boring dan sondir (CPT) adalah pekerjaan yang paling umum dan
akurat untuk tanah berlempung dalam survey geoteknik lapangan. Yang dimaksud
dengan pemboran tanah adalah membuat lubang kedalam tanah dengan
menggunakan alat bor manual maupun alat bor mesin dengan tujuan :
 Mengidentifikasi jenis tanah sepanjang kedalaman lubang bor.
 Untuk mengambil contoh tanah asli maupun tidak asli pada
kedalaman yang dikehendaki.
 Untuk memasukkan alat uji penetrasi baku (Standart Penetration
Test, SPT) pada kedalaman yang dikehendaki.
 Untuk memasukkan alat uji lainnya kedalam tanah yang
dikehendaki, misalnya : uji rembesan lapangan, uji vane shear, uji
presuremeter, pengukuran tekanan air pori dan lain-lain.
Para peneliti geoteknik telah banyak membuat studi tentang hasil SPT untuk
membuat korelasi dengan hasil uji lapangan yang lain, dengan berbagai sifat
tanah, seperti jenis-jenis tanah dan konsistensinya, dengan kekuatan geser tanah,
parameter konsolidasi, relatif density, daya dukung pondasi dangkal, daya dukung
pondasi dalam, tiang bor dan lain-lain. Pekerjaan sondir (Dutch Cone Penetration
Test, CPT) merupakan alat penyelidikan tanah yang sangat sederhana dan populer
di Indonesia. Dari alat sondir, memberikan tekanan konus (qc) dan hambatan
pelekat (fs) yang dapat dikorelasikan terhadap parameter tanah yang lain seperti :
undrained shear strength (Cu), kompressibilitas (Cc), elastisitas tanah (Es) dan
dapat memperkirakan jenis lapisan tanah dan parameter tanah lainnya.
Sampai sekarang ini, hasil uji sondir untuk tujuan-tujuan seperti :
 Evaluasi kondisi tanah bawah permukaan di lapangan, stratigrafi
(menduga struktur lapisan tanah), klasifikasi lapisan tanah,
kekuatan lapisan tanah dan kedalaman lapisan tanah keras.
 Menentukan lapisan tanah yang harus dibuang dan diganti dengan
tanah yang lebih baik dan dipadatkan dan kontrol kepadatan tanah
timbunan.

Page | 85
 Perencanaan pondasi dan perhitungan settlement.
 Perencanaan stabilitas lereng galian atau timbunan dan lain-lain.
Penyelidikan tanah di laboratorium yang umum dilakukan adalah: sifat
fisik tanah, sifat plastisitas tanah, sifat consolidasi tanah, sifat kuat kuat geser
tanah sifat copaction tanah timbunan
Hasil survei lapangan dan uji laboratorium tersebut dimaksudkan untuk
dipakai sebagai input disain pondasi, timbunan tanah dan rekayasa bangunan sipil
bagian bawah, untuk lebih mudah dan praktisnya kegunaan data tanah terhadap
perencanaan pondasi dapat dibuat diagram secara singkat sebagai berikut :
 Penyelidikan Tanah Soil Test
 Perhitungan - Daya dukung tanah - Daya dukung pondasi
 Perhitungan - Penurunan tanah - Penurunan pondasi
 Menentukan - Klasifikasi tanah - Bentuk/jenis pondasi

2.6.1. Penyelidikan Langsung
Penyelidikan langsung dilakukan di lapangan atau biasa disebut In Situ
Test. Berikut adalah beberapa penyelidikan secara Langsung.
a. Pocket Penetrometer Test adalah sebuah pengujian langsung di lapangan
untuk mengetahui kekuatan tanah. Yaitu dengan cara menekan alat
penetrometer kedalam tanah, maka akan didapat besaran kekuatan tanah
dalam satuan kg/cm2
b. Uji Geser Baling merupakan sebuah pengujian yang dimaksudkan untuk
memperoleh kekuatan geser lempung, umumnya pada tanah lempung
lunak dengan hasil yang diperoleh merupakan nilai kekuatan geser dalam
kondisi tidak terdrainase.
c. Uji Permeabilitas Tanah merupakan pengujian untuk mengetahui koefisien
permeabilitas tanah (k) langsung di lapangan dengan media lubang bor.
Metoda pengujian bias dilakukan dengan Constan Head, Falling Head,
Pecker, atau Lugeon.

Page | 86
d. Point Load Test merupakan pengujian yang dimaksudkan untuk
mengetahui atau mengukur kekuatan batuan dengan bentuk tidak beraturan
atau beraturan.
e. Schmidt Hammer Test merupakan pengujian kekerasan batuan di lapangan.
Hasil dari pengujian ini dimasukkan ke dalam kurva akan memberikan
nilai kuat tekan batuan.

2.6.2. Penyelidikan Tidak Langsung


2.6.2.1. Foto Udara dan Citra Penglihatan Jauh
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan
disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi
bayangan fotografis (hasil pemotretan). Salah satu bagian dari pekerjaan
fotogrametri adalah interpretasi foto udara. Oleh karena itu dengan adanya
praktikum tentang interpretasi foto udara dan pembuatan peta tutupan lahan kali
ini diharapkan mahasiswa Program Studi Teknik Geodesi mampu melakukan
interpretasi foto udara dengan menggunakan prinsip-prinsip interpretasi yang
benar serta dilanjutkan dengan pembuatan peta tutupan lahan. Adapun prinsip
yang digunakan dalam interpretasi foto terdiri dari 7 (tujuh) kunci interpretasi
yang meliputi : bentuk, ukuran, pola, rona, bayangan, tekstur, dan lokasi. Dengan
beracuan pada 7 (tujuh) kunci tersebut maka kita dapat mengidentifikasi dengan
jelas objek yang sebenarnya.
Interpretasi foto udara merupakan kegiatan menganalisa citra foto udara
dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menilai objek pada citra tersebut
sesuai dengan prinsip-prinsip interpretasi. Interpretasi foto merupakan salah satu
dari macam pekerjaan fotogrametri yang ada sekarang ini. Interpretasi foto
termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan pengenalan dan identifikasi suatu objek.
Dengan kata lain interpretasi foto merupakan kegiatan yang mempelajari
bayangan foto secara sistematis untuk tujuan identifikasi atau penafsiran objek.
Interpretasi foto biasanya meliputi penentuan lokasi relatif dan luas bentangan.
Interpretasi akan dilakukan berdasarkan kajian dari objek-objek yang tampak pada
foto udara. Keberhasilan dalam interpretasi foto udara akan bervariasi sesuai

Page | 87
dengan latihan dan pengalaman penafsir, kondisi objek yang diinterpretasi, dan
kualitas foto yang digunakan. Penafsiran foto udara banyak digunakan oleh
berbagai disiplin ilmu dalam memperoleh informasi yang digunakan. Aplikasi
fotogrametri sangat bermanfaat diberbagai bidang. Untuk memperoleh jenis-jenis
informasi spasial diatas dilakukan dengan teknik interpretasi foto/citra,sedang
referensi geografinya diperoleh dengan cara fotogrametri. Interpretasi foto/citra
dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan bantuan komputer. Salah
satu alat yang dapat digunakan dalam interpretasi konvensional adalah stereoskop
dan alat pengamatan paralaks yakni paralaks bar.
Didalam menginterpretasikan suatu foto udara diperlukan pertimbangan
pada karakteristik dasar citra foto udara.Dan dapat dilakukan dengan dua cara
yakni cara visual atau manual dan pendekatan digital.Keduanya mempunyai
prinsip yang hampir sama. Pada cara digital hal yang diupayakan antara lain agar
interpretasi lebih pasti dengan memperlakukan data secara kuantitatif. Pendekatan
secara digital mendasarkan pada nilai spektral perpixel dimana tingkat
abstraksinya lebih rendah dibandingkan dengan cara manual. Dalam melakukan
interpretasi suatu objek atau fenomena digunakan sejumlah kunci dasar
interpretasi atau elemen dasar interpretasi. Dengan karakteristik dasar citra foto
dapat membantu serta membedakan penafsiran objek – objek yang tampak pada
foto udara. Berikut tujuh karakteristik dasar citra foto yaitu :
A. Bentuk
Bentuk berkaitan dengan bentuk umum, konfigurasi atau kerangka suatu objek
individual. Bentuk agaknya merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam
pengenalan objek pada citrta foto.
B. Ukuran
Ukuran objek pada foto akan bervariasi sesuai dengan skala foto. Objek dapat
disalahtafsirkan apabila ukurannya tidak dinilai dengan cermat.
C. Pola
Pola berkaitan susunan keruangan objek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau
keterkaitan merupakan karakteristik banyak objek, baik alamiah maupun buatan
manusia, dan membentuk pola objek yang dapat membantu penafsir foto dalam
mengenalinya.

Page | 88
D. Rona
Rona mencerminkan warna atau tingkat kegelapan gambar pada foto.ini berkaitan
dengan pantulan sinar oleh objek.
E. Bayangan
Bayangan penting bagi penafsir foto karena bentuk atau kerangka bayangan
menghasilkan suatu profil pandangan objek yang dapat membantu dalam
interpretasi, tetapi objek dalam bayangan memantulkan sinar sedikit dan sukar
untuk dikenali pada foto, yang bersifat menyulitkan dalam interpretasi.
F. Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona dalam citra foto. Tekstur dihasilkan oleh
susunan satuan kenampakan yang mungkin terlalu kecil untuk dikenali secara
individual dengan jelas pada foto. Tekstur merupakan hasil bentuk, ukuran, pola,
bayangan dan rona individual. Apabila skala foto diperkecil maka tekstur suatu
objek menjadi semakin halus dan bahkan tidak tampak.
G. Lokasi
Lokasi objek dalam hubungannya dengan kenampakan lain sangat
bermanfaat dalam identifikPenginderaan jauh dalam bahasa Inggris dikenal
dengan remote sensing, sedangkan di Perancis lebih dikenal dengan istilah
teledetection, di Jerman disebut farnerkundung, distantsionaya di Rusia, dan
perception remota di Spanyol.
Beberapa pengertian penginderaan jauh menurut beberapa ahli antara lain :
 Everett Dan Simonett (1976) berpendapat bahwa penginderaan jauh
merupakan suatu ilmu, karena terdapat suatu sistematika tertentu untuk dapat
menganalisis informasi dari permukaan bumi, dimana ilmu ini harus
dikoordinasi dengan beberapa pakar ilmu lain seperti ilmu geologi, tanah,
perkotaan dan lain sebagainya.
 Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena
yang dikaji. (Lillesand & Kiefer, 1994)
 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu penggunaan sensor radiasi
elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat

Page | 89
diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna
(Curran,1985).
 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan
data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas jauh
dari objek yang diindera (Colwell, 1984). Foto udara, citra satelit, dan citra
radar adalah beberapa
 bentuk penginderaan jauh.

 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu ilmu untuk mendapatkan informasi


mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari
jarak jauh (Campbell, 1987). Hal ini biasanya berhubungan dengan
pengukuran pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu
objek

Berdasarkan definisi para ahli tersebut, maka penginderaan jauh


merupakan pengamatan atau pengukuran data atau informasi mengenai sifat dari
sebuah fenomena, obyek, atau benda dengan menggunakan sebuah alat perekam
tanpa berhubungan langsung dengan obyek yang dikaji. Penginderaan jauh
dikenal sebagai suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
obyek, daerah, atau fenomena. Informasi diperoleh melalui analisis data piktorial
dan numerik yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Pengumpulan data dari jarak jauh
dilakukan dengan berbagai bentuk, termasuk dengan teknik pemancaran daya,
pemancaran gelombang bunyi, dan penangkapan energi gelombang.

2.6.2.2. Seismik
Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat
adanya gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena
perambatan gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-
mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran)

Page | 90
kedudukan partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa.
Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada
transportasi energi.

Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikel-


partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress)
malawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal,
gelombang transversal dan kombinasi diantara keduanya. Apabila medium hanya
memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka
dalam kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sebagai gelombang akustik.

Sumber gelombang seismik pada umumnya berasal dari gempa bumi alam
yang dapat berupa gempa vulkanik maupun gempa tektonik, akan tetapi dalam
seismik eksplorasi sumber gelombang yang digunakan adalah gelombang seismik
buatan seperti dinamit, benda jatuh dan lain-lain.

Penyelidikan seismik dilakukan dengan cara membuat getaran dari suatu


sumber getar. Getaran tersebut akan merambat ke segala arah di bawah
permukaan sebagai gelombang getar. Gelombang yang datang mengenai lapisan-
lapisan batuan akan mengalami pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Respon
batuan terhadap gelombang yang datang akan berbeda-beda tergantung sifat fisik
batuan yang meliputi densitas, porositas, umur batuan, kepadatan, dan kedalaman
batuan. Gelombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh geophone di
permukaan dan diteruskan ke instrument untuk direkam. Hasil rekaman akan
mendapatkan penampang seismik.

Hukum Fisika dalam Gelombang Seismik :


Gelombang seismik mempunyai kelakuan yang sama dengan kelakuan gelombang
cahaya,sehingga hukum-hukum yang berlaku untuk gelombang cahaya berlaku
juga untuk gelombang seismik. Hukum-hukum tersebut antara lain:

Page | 91
 Huygens mengatakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik
sumber gelombangke segala arah dengan bentuk bola
 Hukum snellius menyatakan bahwa bila suatu gelombang jatuh di atas
bidang batas dua medium yang mempunyai perbedaan densitas, maka
gelombang tersebut akan dibiaskan jika sudut datang gelombang lebih
kecil atau sama dengan sudut kritisnya. Gelombang akan dipantulkan jika
sudut datangnya lebih besar dari sudut kritisnya. Gelombang datang,
gelombang bias, gelombang pantul terletak pada suatu bidang datar
Pada gambar ini dijelaskan mengenai konsep pemantulan gelombang yang
dipergunakan dalam penyelidikan seismik

Gambar 2.32 Seismic Reflection Surveying

Geophone adalah alat yang mengubah gerakan tanah (perpindahan) ke


tegangan , yang dapat direkam di sebuah stasiun perekaman. Penyimpangan ini
tegangan diukur dari garis dasar disebut seismik respon dan dianalisis untuk
struktur bumi.

Geophone merupakan sebuah transducer pergerakan tanah yang sangat


sensitif. Sebuah geophone mengubah energi seismik, atau vibrasi, menjadi
tegangan listrik yang dapat diukur secara akurat. Ketika terjadi vibrasi yang
menyebabkan geophone atau magnet yang berada di dalam geophone bergerak,
lilitan akan tetap diam karena kelembamannya. Pergerakan magnet relatif

Page | 92
terhadap lilitan ini menimbulkan tegangan listrik yang proporsional terhadap
kecepatan relatif lilitan terhadap magnet.

Geophone bekerja berdasakan hukum Faraday, dimana pada sebuah


kumparan akan terjadi arus listrik apabila pada kumparan tersebut terjadi
perubahan fluk magnet terhadap waktu. Besarnya tegangan yang terjadi
berbanding lurus dengan besarnya perubahan fluk terhadap waktu tersebut.

Gambar 2.33 Geophone

Page | 93
Gambar 2.34 Hasil Output Geophone

2.6.2.3. Georadar
Georadar (GPR), kadang-kadang disebut penyelidikan radar tanah,
georadar, radar tanah, georadar echo atau “georadar” adalah teknik geofisika
eksplorasi bawah permukaan non-invasif menggunakan gelombang
elektromagnetik untuk karakterisasi dan pemantauan. Hal ini banyak digunakan
untuk menemukan obyek terpendam, karakterisasi dan pemantauan lingkungan,
pertanian, penyelidikan arkeologi, forensik dan deteksi dan karakterisasi
persenjataan, air tanah, infrastruktur jalan dan ranjau darat, pertambangan,
dampak es, deteksi gua dan terowongan, lubang, pengendapan, karst dan berbagai
aplikasi lainnya. Hal ini dapat dioperasikan dari permukaan dengan tangan,
kendaraan ataupun pesawatt. Georadar memiliki resolusi tertinggi dari semua
metode
geofisika untuk pencitraan bawah permukaan dengan resolusi sampai skala
centimeter.
Resolusi dikendalikan oleh panjang gelombang propagasi gelombang
elektromagnetik dalam tanah. Resolusi meningkat seiring dengan meningkatnya
frekuensi (panjang gelombang lebih pendek). Kedalaman penyelidikan bervariasi

Page | 94
dari kurang dari satu meter dalam tanah pada mineral tanah liat montmorillonite
sampai lebih dari 5.400 meter pada kutub es. Kedalaman investigasi meningkat
dengan menurunnya frekuensi tetapi dengan mengurangi resolusi. Kedalaman
investigasi di pasir jenuh air tawar bebas sekitar 30 meter. Kedalaman investigasi
(dan resolusi) dikendalikan oleh sifat-sifat listrik melalui kehilangan konduksi,
konstanta dielektrik dalam air, reaksi elektrokimia pada tanah liat-antarmuka air
mineral, dan adanya mineral magnetik besi. Kehilangan penyebaran adalah akibat
dari heterogenitas spasial ukuran panjang gelombang di dalam tanah (sebagai
perbedaan antara es dan sebuah bola salju dalam cahaya hamburan. Detectabilitas
objek di dalam tanah tergantung pada ukuran, bentuk, dan orientasi relatif
terhadap antena, kontras dengan host media, dan Radiofrequency kebisingan dan
gangguan.
RADAR adalah akronim diciptakan pada tahun 1934 untuk Radio Detection and
Ranging (Buderi, 1996). Survei pertama georadar telah dilakukan di Austria pada
tahun 1929 sampai dengan kedalaman gletser (Stern, 1929, 1930).

Gambar 2.35 Prinsip dasar penyelidikan Georadar

Radar pada prinsipnya berkaitan dengan metode refleksi seismik. Sebuah


pemancar (TX) memancarkan sinyal di daerah penyelidikan . Sinyal terpantul
dideteksi dan direkam oleh penerima (Rx). Tidak seperti metode seismik,
instrumen radar menggunakan gelombang elektromagnetik, bukan gelombang
akustik. EM-gelombang tidak menembus sedalam gelombang suara tetapi akan

Page | 95
menghasilkan resolusi yang jauh lebih tinggi. Sasaran dengan impedansi listrik
berbeda dengan media sekitarnya akan dideteksi dan dicatat. Instrumen radar
permukaan sebagian besar digunakan untuk mendeteksi dan melokalisasi target
logam dan nonlogam untuk perkiraan kedalaman 30m.
The RAMAC / GPR secara kontinyu memancarkan sinyal ke media
penyelidikan. Jumlah scan per satuan panjang waktu ditetapkan dalam perangkat
lunak. Biasanya, akuisisi yang dibuat dalam profil di atas permukaan media dapat
sekaligus dilihat pada komputer laptop untuk mengendalikan pengukuran.
Lateral dan vertikal resolusi hasil bervariasi antara 0,01-1,0 meter,
tergantung pada pilihan dari frekuensi antena. Antena frekuensi yang lebih tinggi
memberikan resolusi yang lebih tinggi tapi kurang penetrasi, dan sebaliknya.
Hiperbolik permukaan refleksi dari titik reflektor.

Secara umum peralatan georadar terdiri dari dua komponen utama yaitu
peralatan pemancar gelombang radar (transmitter) dan peralatan penerima
pantulan / refleksi gelombang radar (tranceiver). Sistem yang digunakan adalah
merupakan sistem aktif dimana dilakukan ‘penembakan’ pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik (pada interval gelombang radar) untuk kemudian dilakukan
perekaman intensitas gelombang radar yang berhasil dipantulkan kembali.
Pengukuran dan perekaman terdapat selisih waktu (Δt), ini kemudian akan
membentuk suatu pola penampang gelombang radar yang khas untuk tiap interval
meter kedalamannya. Pola-pola refleksi ini mencerminkan perbedaan nilai
dielektrik massa / benda² terhadap gelombang radar yang mengenainya.
Kedalaman pengukuran dapat disesuaikan dengan tujuan kegiatannya yaitu
dengan mengatur frekuensi gelombang radar yang digunakan.

Page | 96
Gambar 2.36 Skema pengukuran dengan metode georadar dan penampang
grafik radar yang dihasilkan

PENERAPAN GEORADAR
Georadar dapat digunakan untuk kegiatan penelitian sebagai berikut:
A. Pertanian dan Kehutanan
 Perbaikan dan pembuatan saluran drainase
 Penataan lapangan golf
 Keberadaan air didalam tanah (soil water content)
 Keberadaan akar pohon
 Keberadaan metal dalam tiang listrik kayu atau pohon

B. Arkeologi
 Bangunan tertimbun dan pondasi
 Ploting lokasi makam lama / kuno
 Penelitian tentang keberadaan bangunan bersejarah
 Pencarian artefak
C. Mendeteksi benda-benda dalam tanah (terkubur)
 Mendeteksi pipa plastik (PVC), pipa logam dan kabel
 Mendeteksi saluran air / limbah
 Mendeteksi jalur pipa gas dan pipa air

Page | 97
D. Penerapan pada konstruksi bangunan (beton dan paving / lantai)
 Mendeteksi kabel listrik dalam lantai
 Mengukur ketebalan ubin / lantai
 Menentukan letak rongga dalan lantai
E. Penerapan dalam ilmu lingkungan
 Deliniasi pencemar (polutan / kontaminan)
 Pemantauan pengendalian pencemaran dengan cara remediasi
 Pemetaan saluran limbah dibawah tanah
 Keberadaaan tangki / tempat penampungan limbah dibawah tanah
F. Penerapan pada ilmu forensik (kriminalitas)
 Pencarian benda² yang dikubur
 Pencarian terowongan bawah tanah
 Pencarian barang bukti yang dikubur dibawah lantai / tegel
G. Penerapan pada ilmu geologi dan geoteknik (terutama untuk perencanaan dan
konstruksi)
 Pencarian letak jalur pipa air / drainase, untuk perbaikan sistem drainase
 Mendeteksi lokasi galian / tambang tua
 Mendeteksi struktur karst (sinkhole, gua) pada batugamping
 Stratigrafi (tatanan batuan / tanah) dan struktur tanah
H. Penerapan pada ilmu hidrologi dan batimetri
 Pembuatan profil batimetri / penampang dasar laut / sungai/ danau
 Pemetaan zona infiltrasi / intrusi air laut
 Keberadaan muka airtanah (mat)
I. Penerapan untuk kondisi lingkungan es dan bersalju
 Pencarian korban longsoran salju
 Eksplorasi minyak dan gas bumi di daerah kutub
 Memperkirakan bencana longsoran salju
 Penerapan pada ilmu glasiologi
 Penetuan ketebalan lapisan es pada jalan diatas es
 Mendeteksi keberadaan obyek didalam es

Page | 98
 Manajemen lokasi wisata es
 Penentuan ketebalan salju
J. Penerapan pada sistem keamanan dan militer
 Penentuan letak kabel dan sensor / penyadap didalam tembok
 Pencarian letak terowongan bawah tanah
 Mendeteksi gerakan dari korban yang tertimbun runtuhan gedung
 Pemetaan lokasi ranjau darat
 Penentuan lokasi proyektil dan selongsong peluru yang terkubur
K. Penerapan dan penambangan sedimen placer
 Struktur dan stratigrafi geologi pada sedimen placer
 Penentuan bentuk dan arah penyebaran urat kimberlite (intan)
 Pencarian deposit nikel laterit
L. Penerapan pada kegiatan tambang
 Keberadaan struktur kekar / retas pada batuan
 Perencanaan keselamatan tambang pada tambang dalam (terowongan) dan
pemetaan struktur batuan pada tambang dalam (terowongan)
M. Pemantauan kondisi jalan, bangunan dan jembatan
 Pengukuran ketebalan aspal atau timbunan
 Evaluasi keretakan lantai jembatan
 Penelitian kerusakan jalan / perkerasan jalan

PERALATAN
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian Georadar
1. Georadar Unit, yang terdiri dari antenna, Processing Unit, Pengukur Jarak,
Baterai, dan kabel-kabelnya.
2. Laptop untuk mengoperasikan geordar unit dengan software Ramac dan
Rad Explorer.
3. GPS untuk menentukan koordinat lokasi.
4. Kamera digital untuk dokumentasi kegiatan
5. PC Komputer untuk pengerjaan laporan

Page | 99
6. Meteran untuk mengukur jarak

Gambar 2.37 A. Georadar Unit, B. Laptop, C. GPS, D. Baterai Georadar Unit.

Gambar 2.38 Pengambilan data georadar pada lantai basement gedung

Setelah selesai proses pengambilan data lapangan, tahap berikutnya adalah


pemrosesan data lapangan tersebut menjadi data yang siap dianalisis. Pemrosesan
data georadar dilakukan dengan menggunakan software RadExplorer.

Page | 100
Gambar 2.39 Perbandingan antara data lapangan (kiri) dan data yang telah
diproses (kanan).

Pemrosesan data bertujuan untuk mengurangi frekuensi noise,


menajamkan image, dan menempatkan zero time pada tempatnya sehinga
didapatkan image georadar yang mudah untuk diinterpretasi gambaran bawah
permukaannya. Pemrosesan data yang dipakai meliputi DC Removal, Spatial
Interporation, Background Removal, Bandpass Filtering, Trace Edit, Reflection
Strength, dan Time Zero Adjustment. Data yang telah diproses ini selanjutnya
ditampilkan dalam 2 jenis tampilan, yaitu tampilan yang menunjukkan image
refleksi/pantulan dan tampilan yang menunjukkan kekuatan pantulan (reflection
strength).
Data yang telah selesai diproses dengan berbagai tahap data prossesing,
menghasilkan data yang siap untuk diinterpretasi dan dianalisis. Interpretasi
dilakukan dengan mengamati karakter keterusan, kekuatan, dan pola pantulan
pada image georadar serta dibandingkan dengan desain obyek atau data
pendukung yang diteliti.

SURVEI KEDALAMAN PONDASI GEDUNG

Page | 101
Peralatan yang kami persiapkan adalah GEORADAR UNIT dengan spesifikasi :
1. FREKWENSI 100 MHz
 Untuk penelitian dengan kedalaman sedang (maksimal sekitar 40m)
dengan resolusi sedang-rendah, diameter lubang yang dapat terdeteksi
minimal 1m (menyesuaikan kekontrasan obyek dengan sekitarnya) .
 Ukuran alat (L x W x H): 1.25 x 0.78 x 0.20 m. Berat: 25.5 kg.
 Dapat dioperasikan pada lahan yang memiliki lebar minimal 1m dan
panjang lintasan minimal 2,5m (panjang lintasan yang terdeteksi 1m)
dengan kondisi permukaan relatif rata dan kemiringan sekitar 450 .

Data yang telah selesai diproses dengan berbagai tahap data prossesing,
menghasilkan data yang siap untuk diinterpretasi dan dianalisis. Interpretasi
dilakukan dengan mengamati karakter keterusan, kekuatan, dan pola pantulan
pada image georadar serta dibandingkan dengan desain obyek yang diteliti, dalam
hal ini pondasi bangunan.
Dari hasil pengamatan image georadar, secara garis besar menunjukkan pola
yang relatif mirip, yaitu adanya pola refleksi yang relatif kuat pada bagian tengah
lintasan, sementara pada awal maupun akhir lintasan pola refleksinya melemah
dan menunjukkan pola yang melengkung ke bawah. Lebih jelas lagi bila
menggunakan image kekuatan refleksi (reflection strength), dimana pada bagian
tengah terlihat warna merah dan berangsur menjadi putih dan akhir biru pada
bagian tepi kiri dan kanan image georadar. Gambaran ini diinterpretasikan
disebabkan oleh adanya benda yang mempunyai nilai impedan akustik lebih tinggi
dibanding sekitarnya, sehingga kecepatan gelombang yang melewati benda
tersebut menjadi lebih cepat dan lebih jelas. Benda tersebut diperkirakan
merupakan pondasi bangunan, sedangkan di sekitarnya terdapat material urugan
yang nilai impedansi akustiknya lebih rendah.
Image georadar di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu
image georadar pada pondasi di bagian luar (baris a dan d), serta image georadar
pada pondasi di bagian dalam (baris b dan c). Image georadar pada pondasi bagian
luar menunjukkan pola refleksi yang tidak terlalu kuat pada bagian tengah.
Kekuatan refleksinya juga tidak terlalu kuat, yang ditunjukkan warna yang

Page | 102
dominan putih. Hal ini diperkirakan karena proses scanning georadar hanya
melewati sedikit pondasi sumuran yang ada dan bentuk memanjang kolom yang
tegak lurus dengan arah scanning georadar sehingga bidang pantulnya hanya
kecil.

Gambar 2.40 Ilustrasi lintasan georadar pada pondasi bagian luar (baris a dan
baris d).
Sementara itu image georadar pada pondasi bagian dalam menunjukkan
pola refleksi yang relatif kuat pada bagian tengah. Kekuatan refleksinya juga
relatif kuat, yang ditunjukkan warna yang dominan merah. Hal ini diperkirakan
karena proses scanning georadar melewati lebih banyak bagian pondasi sumuran
yang ada disebabkan karena bentuk memanjang kolom yang sejajar dengan arah
scanning georadar atau karena diameter pondasi sumuran yang terscan lebih besar
sehingga bidang pantulnya relatif lebih besar.
Namun demikian, bila diamati lebar refleksi yang kuat lebih lebar
dibandingkan bagian pondasi yang terkena scanning. Hal ini disebabkan karena
kecepatan gelombang di bagian pondasi jauh lebih besar dibanding sekitarnya,
sehingga gelombang yang dipantulkan oleh pondasi tersebut sudah dapat direkam
oleh antena georadar meskipun posisi antena belum sampai di atas pondasi atau
sebaliknya antena masih bisa merekam gelombang pantul dari pondasi meskipun
posisinya sudah meninggalkan pondasi. Hal ini terlihat dari pola melengkung dari
bagian tepi image georadar.

Page | 103
Interpretasi secara umum dari image georadar, terutama dari pengamatan
kekuatan refleksi, akan terlihat 2 kenampakan yang diinterpretasi sebagai sloof
dan pondasi sumuran sebagaimana terlihat pada model pada Gambar dibawah.
Refleksi dari sloof tidak dapat dipisahkan antara sloof atas dan sloof bawah
karena resolusi vertikal georadar dengan frekuensi 100 MHz ini tidak cukup untuk
membedakan kedua sloof tersebut.

Gambar 2.41 a. Georadar, b. Interpretasi bentuk pondasai, c. Desain teknis


pondasi)

2.6.2.4. Geolistrik
Geolistrik adalah metode geofisika aktif yang menggunakan arus listrik
untuk menyelidiki material di bawah permukaan bumi. Metode ini dikenal dengan
geolistrik, atau geoelectric. Istilah “electrical resistivity”, “DC resistivity”, dan
“VES (vertical Electric Sounding)” juga mengacu kepada metode geofisika aktif
ini. Revolusi dan evolusi dalam teknologi instrumentasi dan teknik prosesing
komputer telah menyumbangkan andil yang sangat besar dalam perkembangan
dari survey geolistrik ini. Perkembangan terakhir dari "multi-channel electrical
resistivity system" and "computer-processing modeling" telah menigkatkan
fleksibilitas, kecepatan, dan efesiensi pekerjaan di lapangan pada survey geolistrik
konvensional. Selain itu, perkembangan terakhir metode ini juga dapat
memfasilitasi aplikasi geofisika ini untuk menyelidiki lingkungan di bawah
permukaan bumi yang lebih kompleks. Sehingga dapat dikatakan bahwa survey
geolistrik dapat membantu dalam memotong waktu dan biaya yang diperlukan
dalam eksplorasi mineral. Survey Geolistrik dapat diaplikasikan pada:
1. Eksplorasi Air Bawah Tanah

Page | 104
2. Eksplorasi Batubara
3. Eksplorasi Emas
4. Eksplorasi Batubesi (Iron Ore)
5. Eksplorasi Mangan
6. Eksplorasi Chromites

2.6.2.5. Sondir
Metoda sounding/sondir terdiri dari penekanan suatu tiang pancang untuk
meneliti penetrasi atau tahanan gesernya. Alat pancang dapat berupa suatu tiang
bulat atau pipa bulat tertutup dengan ujung yang berbentuk kerucut dan atau suatu
tabung pengambil contoh tanah, sehingga dapat diperkirakan (diestimasi) sifat-
sifat fisis pada strata dan lokasi dengan variasi tahanan pada waktu pemancangan
alat pancang itu. Metoda ini berfungsi untuk eksplorasi dan pengujian di
lapangan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui elevasi lapisan “keras” (Hard
Layer) dan homogenitas tanah dalam arah lateral. Hasil Cone Penetration Test
disajikan dalam bentuk diagram sondir yang mencatat nilai tahanan konus dan
friksi selubung, kemudian digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi
yang diletakkan pada tanah tersebut.
Di Indonesia alat sondir sebagai alat tes di lapangan yang sangat terkenal
karena di negara ini banyak dijumpai tanah lembek (misalnya lempung) hingga
kedalaman yang cukup besar sehingga mudah ditembus dengan alat sondir. Di
dunia penggunaan Sondir ini semakin populer terutama dalam menggantikan SPT
untuk test yang dilakukan pada jenis tanah liat yang lunak dan untuk tanah pasir
halus sampai tanah pasir sedang/kasar. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
mengetahui perlawanan penetrasi konus (qc), hambatan lekat (fs) tanah dan
friction ratio (rf) untuk memperkirakan jenis tanah yang diselidiki.

2.6.2.6. SPT

Page | 105
SPT atau singkatan dari Standar Penetration Test adalah sebuah prosedur
pengujian yang dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan atau perlawanan tanah
atau batuan terhadap penetrasi tabung SPT atau tabung baja sehingga diperoleh
jumlah pukulan untuk memasukkan tabung SPT tersebut sedalam 30 cm kedalam
tanah yang masih belum terganggu atau diperoleh nilai SPT (N).
Dengan melihat pada nilai SPT akan dapat diperkirakan kondisi batas
tanah dan lapisan keras serta dapat dikorelasikan dengan sifat – sifat maupun
variasi tanah yang diuji. Hasil pengujian akan berguna dalam perencanaan letak
dan jenis pondasi.

2.7.Geohidrologi

Hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti ilmu mengenai batuan)
merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan pergerakan air
tanah dalam tanah dan batuan di kerak Bumi (umumnya dalam akuifer). Istilah
geohidrologi sering digunakan secara bertukaran. Beberapa kalangan membuat
sedikit perbedaan antara seorang ahli hidrogeologi atau ahli rekayasa yang
mengabdikan dirinya dalam geologi (geohidrologi), dan ahli geologi yang
mengabdikan dirinya pada hidrologi (hidrogeologi).
Semua material yang membentuk bumi digolongkan ke dalam material
geologis yaitu batuan, tanah, air, minyak bumi dan sebagainya. Material geologis
bisa berbentuk padat, gas maupun cair.

2.7.1. Teori Dasar


Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah
berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es
dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Page | 106
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

- Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,


dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan
menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-
bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan,
salju, es.
- Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan.
- Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut. (sumber: Wikipedia.org)

Page | 107
Gambar 2.42 Siklus Hidrologi

2.7.2. Sifat Hidrolis Batuan


Dalam pelapukan batuan secara kimiawi, salah satu penyebab pelapukan
tersebut adalah reaksi air yang bercampur dengan karbondioksida(dari udara)
yang kemudian membentuk asam-asam karbon. Gerakan air di dalam batuan ini
dapat mempengaruhi proses pembentukan batuan bumi.
1. Porositas
Porositas merupakan perbandingan antara volume ruang natar butir
terhadap volume total batuan. Porositas tergantung pada kebundaran, sorting dan
kompaksi. Batuan dengan butir yang semakin membundar dan sorting yang baik
menyebabkan porositas yang besar, sedang kompaksi akan memperkecil porositas.
2. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan material batuan untuk mengalirkan
fluida (air). Batuan dengan porositas yang besar, mampu menyimpan air, tapi
belum tentu mampu mengalirkan air (permeabel), contohnya batu lempung. Tapi
sebaliknya batuan yang permeabel tentu mempunyai porositas. Permeabilitas

Page | 108
tergantung pada sifat cairan pori (viskositas), rasio ruang antar butir, bentuk dan
susunan pori batuan atau struktur tanah. Parameter Permeabilitas ada dua :
 Konduktivitas Hidrolik (K), satuan cm/s atau m/s. Nilai K tidak
konstan, tergantung pada media dan fluida (viskositas dan densitas fluida yang
tergantung pada tekanan dan temperatur)
 Permeabilitas Intrinsik (k), satuannya cm2 atau m2. Nilai k hanya
tergantung pada sifat fisik batuan/tanah.

Hubungan antara Konduktivitas Hidrolik (K) dengan Permeabilitas


Intrinsik (k) adalah : k .
K 

Dimana : K = Konduktivitas Hidrolik (L/t)


k = Permeabilitas Intrinsik (L2)
= Berat unit cairan (m/L3)
 = Viskositas (m/L2)
3. Transmisivitas
Nilai permeabilitas tiap satu meter akifer, menggambarkan kemampuan
akifer untuk membawa air secara kuantitatif.

T=K.d

Dimana : T = Transmissivitas
K = Konduktivitas Hidrolik
d = Tebal akuifer

4. Storativitas
Spesifik Lapangan (Sy) untuk unconfined aquifer atau volume air yang
dapat dikeluarkan dari akifer tertekan.
Dengan kata lain, Storativitas merupakan volume air yang dapat
dikeluarkan dari akifer per unit kemiringan permukaan potensial muka air tanah
per satu satuan luas akifer.

2.7.3. Akuifer

Page | 109
Pada pengukuran geofisis sering terdapat perbedaan antara nilai-nilai yang
ditentukan terhadap material tertentu (di laboratorium) dan terhadap massa (di
lapangan). Sebuah pelaksanaan mengenai hal ini adalah pengukuran kecepatan
seismik (sonik). Apabila jumlah diatas dan patahan bertambah pada suatu massa
satuan, maka kecepatan seismik melalui masa tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan kecepatan melalui material. Semakin banyak diaklas kita temukan dalam
masa batuan, maka semakin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan batuan
disebuah tempat penggalian dengan bantuan metode mekanik daripada
menggunakan bahan peledak. Dengan bantuan pengukuran kecepatan secara
seismik, kita dapat menentukan apakah suatu masa batuan itu “tersayatkan”
(rippable) atau tidak. Beberapa metode seismik di permukaan bumi.
Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer tertutup
lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai muka air
tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured). Lapisan
pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan
tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa
muka air tanah. Permukaan air tanah di sumur dan air tanah bebas adalah
permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah bebas adalah batas antara zone
yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi (tak jenuh) di atas zone
yang jenuh. Akuifer jenuh disebut juga sebagai phriatic aquifer, non artesian
aquifer atau free aquifer (Wuryantoro, 2007).

Gambar 2.43 Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)

Page | 110
b. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak di bawah
lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar daripada
tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan pembatasnya,
karena confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan atas dan bawahnya.

Gambar 2.44 Akuifer tertekan (Confined Aquifer)

c. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)


Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang
dibawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer di sini terletak
antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.

Gambar 2.45 Akuifer bocor (Leakage Aquifer)

Page | 111
d. Akuifer melayang (Perched Aquifer)
Akuifer disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi terbentuk sebuah
akuifer yang terbentuk di atas lapisan impermeable. Akuifer melayang ini
tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan air tanah, karena
mempunyai variasi permukaan air dan volumenya yang besar.

Gambar 2.46 Akuifer melayang (Perched Aquifer)


2.7.4. Penyelidikan Geofisika Untuk Eksplorasi Air Tanah
Air tanah yang merupakan salah satu sumber akan kebutuhan air bagi
kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kebutuhannya pun terus meningkat
sehingga pencarian untuk mendapatkan sumber air tanah tersebut ikut
berkembang seiring berkembangnya zaman dan penerapan Geofisika yang
semakin maju.
Dalam usaha untuk mendapatkan susunan mengenai lapisan bumi,
kegiatan penyelidikan melalui permukaan tanah atau bawah tanah haruslah
dilakukan agar bisa diketahui ada tidaknya lapisan pembawa air (akuifer).
Ketebalan dan kedalamannya serta untuk mengambil contoh air sehingga
diketahui bagaimana kualitas airnya. Meskipun penyelidikan air tanah tidak dapat
langsung diketahui, tetapi penyelidikan permukaan tanah adalah awal
penyelidikan yang cukup penting. Paling tidak dapat memberikan gambaran
mengenai lokasi dimana air tersebut.
Beberapa metode penyelidikan permukaan yang dapat dilakukan secara
geofisika adalah : Metode geologi, Metode Gravitasi, Metode Magnet, Metode
Seismik dan Metode Listrik. Dari metode – metode tersebut, secara geofisika,

Page | 112
metode listriklah yang paling banyak digunakan ditunjang dengan hasil yang
cukup baik.
Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
mengenai lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air
tanah dan mineral pada kedalaman tertentu. Pendugaan geolistrik ini didasarkan
pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang
berbeda apabila dialiri arus listrik. Air tanah mempunyai tahanan jenis yang lebih
rendah daripada batuan mineral. Beberapa penelitian yang terkait dengan
pendugaan geolistrik ini diantaranya : penyelidikan untuk mengetahui sebaran
mineral batu bara.
Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis
(resistivity) dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui
elektroda arus (current electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda
potensial. Beda potensial antara dua elektroda tersebut diukur dengan volt meter
dan dari harga pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis semua batuan.
Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan elektroda dengan jarak
tertentu maka akan diperoleh harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang
sesuai dengan jarak elektroda. Harga tahanan jenis dari hasil perhitungan
kemudian diplot terhadap kedalaman (jarak elektroda) pada kertas ‘log–log’ yang
merupakan kurva lapangan. Selanjutnya kurva lapangan tersebut diterjemahkan
menjadi jenis batuan dan kedalamannya.
Dengan memindahkan elektroda dengan jarak tertentu maka akan
diperoleh harga-harga tahanan
jenis pada kedalaman yang sesuai dengan jarak elektroda. Harga tahanan
jenis dari hasil perhitungan kemudian diplot terhadap kedalaman (jarak elektroda)
pada kertas ‘log–log ’ yang merupakan kurva lapangan. Selanjutnya kurva
lapangan tersebut diterjemahkan menjadi jenis batuan dan kedalamannya
Pengukuran resitivitas suatu titik sounding dilakukan dengan jalan
mengubah jarak elektrode secara sembarang tetapi mulai dari jarak elektrode kecil
kemudian membesar secara gradual. Jarak antar elektrode ini sebanding dengan
kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektrode maka
makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki. Interpretasi data resistivitas

Page | 113
didasarkan pada asumsi bahwa bumi terdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan
ketebalan tertentu dan mempunyai sifat kelistrikan homogen isotrop, dimana batas
antar lapisan dianggap horisontal.
Survei resistivitas akan memberikan gambaran tentang distribusi
resistivitas bawah permukaan. Harga resistivitas tertentu akan berasosiasi dengan
kondisi geologi tertentu. Untuk mengkonversi harga resistivitas ke dalam bentuk
geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga resistivitas untuk setiap
tipe material dan struktur daerah survey. Harga resistivitas batuan, mineral, tanah
dan unsur kimia secara umum telah diperoleh melalui berbagai pengukuran dan
dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses konversi. Nilai resistivitas sebenarnya
dapat dilakukan dengan cara pencocokan (matching) atau dengan metode inversi.
Pada penelitian ini dilakukan dengan metode inversi, menggunakan program
IPI2WIN.
Sehingga setelah melakukan serangkaian metode – metode geofisika
tersebut, pada akhirnya dapat ditemukanlah sumber air tanah atau akuifer yang
kita inginkan dengan akurat. Kemudian pengeboran untuk mengambil dan
menjangkau air tanah tersebut bisa dilakukan dengan metode yang lebih lanjut.

2.8. Peta Topografi


2.8.1. Sejarah Pembuatan Peta
Peta merupakan gambaran dua dimensi dari suatu obyek yang dilihat dari
atas yang ukurannya direduksi. Hakekat dari interpretasi peta topografi adalah
sebagai pelengkap ilmu geologi dengan latihan teknik penafsiran geologi melalui
peta topografi.
Pengertian dari peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk
penyebaran dan ukuran dari roman muka bumi yang kurang lebih sesuai dengan
daerah yang sebenarnya.
Unsur-unsur yang penting terdapat dalam suatu peta topografi meliputi :

1. Relief

Page | 114
Adalah beda tinggi suatu tempat atau gambaran kenampakan tinggi rendah
suatu daerah serta curam landainya sisi-sisi perbukitan. Jadi menunjukkan
perbedaan tinggi rendahnya permukaan bumi.
Sebagai contoh :
 bukit
 lembah
 daratan
 lereng
 pegunungan
Relief terjadi antara lain karena perbedaan resistensi antara batuan terhadap
proses erosi dan pelapukan (eksogen) juga dipengaruhi gejala-gejala asal dalam
(endogen) perlipatan, patahan, kegiatan gunung api dan sebagainya. Dalam peta
topografi penggambaran relief dengan :
 Garis hachures
Yaitu garis-garis lurus yang ditarik dari titik tertinggi ke arah titik yang lebih
rendah disekitarnya dan ditarik searah dengan lereng. Semakin curam lerengnya
maka semakin rapat pula garisnya sebaliknya garis akan renggang jika reliefnya
landai.
 Shading (bayangan)
Bayangan matahari terhadap earth feature dan biasanya dikombinasi dengan
peta kontur. Pada daerah yang curam akan memberikan bayangan gelap
sebaliknya daerah yang lancai berwarna cerah.

 Tinting (pewarnaan)
Warna-warna tertentu. Semakin tinggi reliefnya warna akan semakin gelap.

 Kontur
Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama.
Peta ini paling penting untuk geologi karena sifatnya kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif : hanya menunjukkan pola dan penyebarannya bentuk-bentuk roman
muka bumi.

Page | 115
Kuantitatif : selain menunjukkan pola dan penyebaran bisa juga mengetahui
ukuran baik secara horisontal maupun vertikal sehingga jelas gambaran tida
dimensinya.
2. Drainage
Drainage pattern/pola pengaliran atau pola penyaluran adalah segala macam
bentuk-bentuk yang hubungannya dengan penyaluran air baik di permukaan
maupun di bawah permukaan bumi. Sebagai contoh sungai-sungai, danau atau
laut dan sebagainya. Sungai-sungai itu sendiri dipermukaan bumi ada yang
terpolakan dan tidak terpolakan. Hal ini tergantung dari batuan dasar yang
dilaluinya.
Dalam hal ini pola/pattern didefinisikan sebagai suatu keseragaman di dalam :
 bentuk (shape)
 ukuran (size)
 penyebarannya/distrubusi

Hubungan antar relief, batuan, struktur geologi dan drainage dalam macam-
macam pola penyaluran :
a. Dendritik
Mencerminkan sedimen yang horisontal atau miring, resistensi batuan seragam,
kemiringan lereng secara regional kecil. Bentuk pola penyaluran seperti pohon.
Contohnya pada daerah dengan sedimen lepas, daratan banjir, delta, rawa, pasang
surut, kipas-kipas alluvial, dll.
b. Parallel
Umumnya mencirikan kemiringan lereng yang sedang-curam tetapi juga
didapatkan pada daerah-daerah dengan morfologi yang parallel dan memanjang.
Contohnya pada lereng-lereng gunung api. Biasanya akan berkembang menjadi
pola dendritik atau trellis.
c. Trellis
Terdapat pada daerah dengan batuan sedimen yang terlipat, gunung api, daerah
dengan rekahan parallel. Contohnya pada perlipatan menujam, patahan parallel,
homoklin dan sebagainya.

Page | 116
d. Rectangular
Mengikuti kekar-kekar dan patahan.
e. Radial
Mencerminkan gunung api kubah (dome). Terdapat pula pola yang sentripetal
(kebalikan dari radial).
f. Annular
Mencerminkan struktur kubah yang telah mengalami erosi bagian puncaknya.
Dari contoh-contoh pola pengaliran tersebut merupakan pola dasar penyaluran
yang sangat membantu untuk penafsiran suatu struktur geologi.

3. Culture
Yaitu segala bentuk hasil budi daya manusia. Misalnya perkampungan, jalan,
persawahan dan sebagainya. Culture membantu geologi dalam penentuan lokasi.
Pada umumnya pada peta topografi, relief akan digambarkan dengan warna
coklat, drainage dengan warna biru dan culture dengan warna hitam.

4. Kelengkapan Peta Topografi


Pada peta topografi yang baik harus terdapat unsur/keterangan yang dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan penelitian atau kemiliteran, yaitu :
a. Skala
Merupakan perbandingan jarak horisontal sebenarnya dengan jarak pada peta.
Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta adalah menunjukkan jarak-
jarak horisontal. Ada 3 macam skala yang biasa dipakai dalam peta topografi.
1. Representative Fraction Scale (Skala R.F.)
Ditunjukkan dengan bilangan pecahan. Contohnya 1 : 10.000. Artinya 1 cm di
dalam peta sama dengan 10.000 cm di lapangan (sama dengan 100 meter di
lapangan). Kelemahan dari skala ini bila peta mengalami pemuaian/penciutan
maka skala tidak berlaku lagi.
2. Graphic Scale
Yaitu perbandingan jarak horisontal sesungguhnya dengan jarak dalam
peta, yang ditunjukkan dengan sepotong garis. Contohnya:

Page | 117
0 300 m
Skala ini adalah paling baik karena tidak terpengaruh oleh pemuaian maupun
penciutan dari peta.
3. Verbal Scale
Dinyatakan dengan ukuran panjang. Contohnya 1 cm = 10 km ato 1 cm = 5 km.
Skala ini hampir sama dengan skala R.F.
Dari ketiga macam skala tersebut di atas, yang umum/paling banyak digunakan
dalam peta geologi atau topografi adalah kombinasi skala grafis dan skala R.F.

b. Arah Utara Peta


Salah satu kelengkapan peta yang tidak kalah penting adalah arah utara,
karena tiap peta yang dapat digunakan dengan baik haruslah diketahui arah
utaranya. Arah utara ini berguna untuk penyesuaian antara arah utara peta dengan
arah utara jarum kompas.
Ada 3 macam arah utara jarum kompas, yaitu :
1. Arah Utara Magnetik (Magnetic North = MN)
2. Grid North
3. True North (rapikan lagi)
c. Legenda
Pada peta topografi banyak digunakan tanda untuk mewakili bermacam-macam
keadaan yang ada di lapangan dan biasanya terletak di bagian bawah dari peta.
d. Judul Peta
Judul peta merupakan nama daerah yang tercantum dalam peta dan berguna untuk
pencarian peta bila suatu waktu diperlukan.
e. Converage Diagram
Maksudnya peta tersebut dibuat dengan cara atau metoda yang bagaimana, hal ini
untuk dapat memperkirakan sampai sejauh mana kebaikan/ketelitian peta,
misalnya :
- Dibuat berdasarkan foto udara
- Dibuat berdasarkan pengukuran di lapangan

Page | 118
f. Indeks Administrasi
Pembagian daerah berdasarkan hukum pemerintahan, hal ini penting untuk
memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau mengadakan
penelitian/pemetaan.

g. Index of Adjoining Sheet


Menunjukkan kedudukan peta yang bersangkutan terhadap lembar-lembar peta
disekitarnya.
h. Edisi Peta
Dapat dipakai untuk mengetahui mutu daripada peta atau mengetahui kapan peta
tersebut dicetak atau dibuat.
2.8.2. Pembuatan Peta Topografi
Penggambaran Peta topografi haruslah ada unsur-unsur di bawah ini.
1. Skala.
Adalah perbandingan jarak antara dua titik pada peta dengan jarak sebenarnya
(dua titik di lapangan). Makin besar skala, maka makin teliti dan detail yang
diperhatikan. Jarak yang ada pada peta adalah jarak horizontal, jarak yang
sebenarnya harus diperhatikan adalah jarak kelerengan.
Cara penggambaran skala :
a. Skala Fraksional, yaitu penggambaran dengan angka
pecahan.
Misalnya : 1:50.000 dan 1:1.000.
b. Skala Grafis, yaitu penggambaran dengan sepotong garis.
Misalnya :
0 1/2 1 km
c. Skala Verbal, yaitu skala yang dinyatakan dalam satuan jarak.
Misalnya : 1 cm = 10 km, artinya 1 cm pada peta sama dengan 10 km di
lapangan.
2. Arah utara.

Page | 119
Pada setiap peta, harus diketahui arah utara. Dalam hal ini, dikenal tiga
macam arah utara, yaitu :
a. Arah Utara Magnetit (MN), yaitu arah utara yang ditunjukkan oleh
kompas.
b. Arah Utara Sebenarnya (TN), yaitu arah utara yang sesuai dengan sumbu
bumi/arah utara geografis.
c. Arah Utara Grid (GN), yaitu arah utara tepi peta.
Pada kebanyakan peta topografi, batas pinggiran peta (GN) berimpit dengan
arah utara yang sebenarnya (TN), dalam hal ini GN = TN. Arah utara
magnetit tidak pernah berimpit dengan arah utara geografis, sehingga
membentuk deklinasi magnetit yang biasanya tergantung pada posisi
geografis tempat yang bersangkutan dan menurut waktu dalam musim yang
berlainan. Untuk itu perlu koreksi.
3. Legenda.
Adalah penjelasan mengenai tanda dan simbol yang dipergunakan pada peta.
4. Indeks peta dan nomor lembar peta.
Yaitu pembagian wilayah suatu negara menjadi kotak-kotak yang akan dibuat
peta topografi. Setiap negara mempunyai aturan tertentu. Pembagian menjadi
kotak-kotak tersebut dikenal dengan sistem QUODRALE. Dalam lembar peta
topografi, tidak semua indeks dicantumkan, tetapi pada peta dan indeks peta
disebelahnya. Hal ini berguna untuk mencari peta disebelahnya.
5. Judul peta.
Biasanya memakai daerah atau tempat atau pulau yang digambarkan pada
peta tersebut.
6. Coverage diagram.
Adalah diagram yang meunjukkan bagaimana peta yang dibuat dan
bagaimana cara memperoleh data. Kalau dalam satu lembar peta dibuat
dengan satu cara, maka biasanya hanya berupa tulisan.
7. Indeks administrasi.
Adalah batas administrasi dari daerah yang dipetakan .
8. Edisi peta

Page | 120
Menunjukkan tahun pembuatan peta.
9. Lain-lain.
a). Grafik konversi ukuran panjang.
b). Glosari (istilah pada peta).
c). Sistem proyeksi yang dipakai.
d). Tergantung kepentingan

2.8.3. Simbol-Simbol
Gambaran konvensional permukaan bumi dinyatakan dengan simbol.
Simbol ini bisa berupa:
a. Satu dimensional : titik, garis
b. Dua dimensional : bentuk-bentuk luas
c. Tiga dimensional : bentuk-bentuk isi

Page | 121
aa

Page | 122
Gambar 2.47 Simbol Simbol

2.8.4. Profil dan Interpretasi


Interpretasi peta topografi untuk melihat daerah mana saja yang banyak
dihuni penduduk dan daerah mana saja yang jarang dihuni penduduk untuk itu di
buat lah peta Topografi. Peta topografi adalah peta yang menggambarkan
penyebaran, bentuk dan ukuran dari roman bumi (earth feature), yang meliputi:
a. Relief, yaitu beda tinggi dari suatu tempat dengan tempat lainnya pada
suatu daerah, dan juga curam landainya lereng-lereng yang ada. Termasuk
dalam pengertian ini adalah bentuk-bentuk : bukit, lembah, dataran, tebing,
gunung, pegunungan dan lain sebagainya.
b. Drainage, yaitu pola-pola pengaliran, termasuk di sini semua jalan-jalan
seperti sungai, danau, rawa-rawa, laut dan sebagainya.

Page | 123
c. Culture, yaitu semua bentuk-bentuk hasil karya manusia, seperti : kota,
desa, jalan raya, jalan KA, jalan setapak, batas administrasi daerah dan
sebagainya.
Dalam menggambar relief, dapat dipakai berbagai cara, antara lain:
a). Dengan Garis Kontur
Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama.
b). Garis Hachures
Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang tinggi ke titik yang lebih
rendah disekitarnya, dan ditarik searah dengan lereng. Makin curam
lerengnya, makin rapat
garis yang ditarik.
c). Pewarnaan
Yaitu dengan cara mewarnai daerah yang mempunyai kisaran ketinggian
tertentu.
d). Pembayangan yaitu dengan cara membuat bayangan dari tempat yang lebih
tinggi.
Dari keempat macam penggambaran relief, yang paling baik adalah cara
garis kontur, karena selalu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sebab dari cara
tersebut dapat ditentukan perhitungan besarnya ketinggian suatu tempat.

2.9. Peta Geologi


2.9.1. Pemetaan Geologi
Peta geologi pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk
menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur
geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya.
Peta geologi juga merupakan gambaran teknis dari permukaan bumi dan sebagian
bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya yang merupakan
gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang
pasti.

Page | 124
Peta geologi dibuat berdasarkan suatu peta dasar (peta topografi/rupabumi)
dengan cara memplot singkapan-singkapan batuan beserta unsur struktur
geologinya diatas peta dasar tersebut. Pengukuran kedudukan batuan dan struktur
di lapangan dilakukan dengan menggunakan kompas geologi. Kemudian dengan
menerapkan hukum-hukum geologi dapat ditarik batas dan sebaran batuan atau
satuan batuan serta unsur unsur strukturnya sehingga menghasilkan suatu peta
geologi yang lengkap.

2.9.2. Simbol-simbol Peta-Peta Geologi


Gambaran konvensional permukaan bumi dinyatakan dengan simbol.
Simbol ini bisa berupa:
a. Satu dimensional : titik, garis
b. Dua dimensional : bentuk-bentuk luas
c. Tiga dimensional : bentuk-bentuk isi
Utamanya simbol dari peta geologi ini berisikan tentang keadaan kontur dari suatu
wilayah.

Gambar 2.48 Simbol Peta

2.9.3. Pembuatan Profil Geologi dan Interpretasi

Page | 125
Peta geologi selalu harus disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya
melalui pengukuran di lapangan. Penelitian lapangan dapat memberikan banyak
petunjuk. Seorang ahli geologis harus berusaha agar petunjuk-petunjuk ini dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemakai. Berbagai hasil
pengukuran dan perhitungan dialihkan ke dalam sejumlah tabel dan grafik.
Pekerjaan tersebut dilengkapi dengan peta-peta dan profil-profil Geologi Teknik,
semua ini penting sekali, karena pada peta dan profil tersebut dapat disajikan
dengan baik berbagai faktor geologis yang terkait. Kita dapat membedakan dua
jenis peta geologi :
1. Peta khusus yang dibuat untuk pemerintah dan berisi ciri-ciri teknik
geologis yang sangat penting untuk tujuan teknik sipil.
2. Peta teknik geologis yaitu dari tempat-tempat pembangunan.

Gambar 2.49 Penggambaran profil geologi

Page | 126

Anda mungkin juga menyukai