Anda di halaman 1dari 24

KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman sekarang ini pengobatan tradisional yang menggunakan

bahan-bahan alam telah sangat berkembang hingga saat ini, dan sangat

menarik minat masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan

bahan-bahan alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan obat-obat sintesis. Oleh sebab itu perlu dilakukan

pemisahan senyawa bermanfaat dari tanaman untuk dapat di manfaatkan

secara maksimal.

Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tsweet (1980)

seorang ahli botani Rusia. Diambil dari bahasa Yunani (chromate = penulisan

dan grafe = warna). Yang berarti penulisan dengan warna. Kromatografi

adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi

dari komponen campuran tersebut diantara dua fase yaitu fase diam

(stationary) dan fase bergerak (mobile). Dimana dalam kromatografi fase

diam dapat berupa zat paat atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat

berupa zat cair atau gas.

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat

kelarutan senyawa yang akn dipisahkan. Kromatografi sebagai untuk

memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya,

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

misalnya senyawa flavonoid yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isoflovon

memiliki banyak manfaat.

Kromatografi kolom konvensional adalah salah satu metode kromatografi

klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Metode ini banyak

digunakan oleh peneliti-peneliti bahan alam pada umumnya dan juga

digunakan oleh percobaan-percobaan pratikan mahasiswa.

Adapun tujuan digunakannya metode ini adalah untuk memisahkan

senyawa-senyawa dalam jumlah banyak. Prinsip kerja dari kromatografi

kolom jenis ini adalah kecendrungan komponen kimia untuk terdistribusi ke

dalam fase diam atau fase gerak dengan proses elusi berdasarkan gaya

gravitasi.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini yaitu mengenai definisi


umum, bagaimana prinsip kerja alat kromatografi kolom konvensiona,
pengaruh penggunaan eluen dengan berbagai perbandingan terhadap
proses isolasi dan hasil yang dapat diperoleh dari metode kromatografi kolom
konvensional?
C. Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui
danmemahami cara penggunaan serta prinsip kerja kromatografi kolom
kovensional menggunakan fraksinasi kasardaun Jambu biji (Psidium guajava
L.).

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

D. Tujuan praktikum
1. Tujuan umum praktikum
Adapun tujuan umum dari praktikum ini yaitu untuk memisahkan
senyawa kimia secara fraksinasi kasardaun Jambu biji (Psidium
guajavaL.)menggunakankromatografi kolom konvensional berdasarkan
warna dantingkat kepolaran.
2. Tujuan khusus praktikum
Adapun tujuan khusus dari praktikum ini yaitu adalah untuk
mengetahui apakah memang pada sampel daun Jambu biji (Psidium
guajavaL.) terdapat senyawa kimia yang bermanfaat untuk pengobatan.
E. Manfaat praktikum
1. Manfaat teoritis
Memberi informasi mengenai metode kromatografi kolom
konvensional.
2. Manfaat praktis
Mendorong praktikan untuk menggunakan metode kromatografi
kolom konvensionaldalam mendeteksi senyawa pada daun jambu
biji(Psidium guajavaL.).

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB II

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

a. Klasifikasi Tanaman
Tanaman jambu mente diklasifikasikan sebagai berikut (Integrated
Taxonomic Information System, 2017) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
b. Morfologi Tanaman
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang
cukupbanyak. Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) ditemukan pada
ketinggian 1m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga
sepanjangtahun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m,
percabanganbanyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin,
berwarna coklatkehijauan. Jambu biji (Psidium guajava L.) tersebar
meluas sampai ke Asia Tenggaratermasuk Indonesia, sampai Asia
Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah danjenis tanaman ini cukup banyak,
diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies didunia. Tanaman ini (Psidium
guajava L.) mudah dijumpai di seluruh daerahtropis dan subtropis.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman inisangat adaptif dan


dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa seringditanam sebagai
tanaman buah, sangat sering hidup alamiah di tepi hutandan padang
rumput.(BPOM RI, 2008).
c. Nama Lain
Setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan dalam
penyebutannama jambu biji, diantaranya, Sumatra: glima breueh (Aceh),
glimeu beru(Gayo), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas,
jambu biji, jambubatu, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (sunda
), jambu klutuk,petokal, petokal, jambu krikil, jambu krutuk (jawa), jhambu
bhender(Madura). Nusa Tenggara: sotong (Bali), guawa (Flores),
goihawas (Sika).Sulawesi: Gayawas (Manado), boyawat (Mongondow),
koyamas (Tansau),dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makassar),
jambu paratukala(Bugis), jambu (Baree), Kujabas(Roti), biabuto (Buol).
Maluku: kayawase(Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu,
lutuhatu (Ambon),gayawa (Ternate, Halmahera).
d. Kandungan Kimia
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat
tinggi,terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai
antibakteri,kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin,
minyak atsiri,tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid. Flavonoid
adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbonyang umumnya
tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenisflavonoid yang
ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji-bijian. Hal ini juga
dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen,minuman atau
makanan. Saponin adalah jenis glikosida yang banyakditemukan dalam
tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih.Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentukbuih yang dapat
bertahan lama. Minyak atsiri adalah kelompok besarminyak nabati yang

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudahmenguap


sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakanbahan
dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan)alami.
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanamandan
digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam
bentukoksidasi, Tanin juga sebagai sumber asam pada buah. Alkaloid
adalahsebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklikdan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan
senyawayang berasal dari hewan)
e. Khasiat Tanaman
Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh
kita,baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu.
Dalampenelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji
memilikikandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, antiinflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik.
Pada umumnya daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan
untukpengobatan seperti diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi
dananak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil,
luka,sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah.
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu
zatflavonoid dari daun jambu biji yang dapat memperlambat
penggandaan(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab
penyakit AIDS.Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran
enzim reservedtransriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi
DNA di dalam tubuhmanusia

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

A. Teori Umum

1. Pengertian Kromatografi Kolom Konvensional


Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatukolom,
perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip
mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut
kromatogram (khopkar, 2008).
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom

sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat

tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu kran dibagian bawah kolom

untuk mengendalikan aliran zat cair, ukuran kolom tergantung dari banyaknya

zat yang akan dipindahkan. Secara umum perbandingan panjang dan

diameter kolom sekitar 8:1 sedangkan daya penyerapnya adlah 25-30 kali

berat bahan yang akan dipisahkan. Teknik banyak digunakan dalam

pemisahan senyawa-senyawa organic dan konstituen-konstituen yang sukar

menguap sedangkan untuk pemisahan jenis logan-logam atau senyawa

anorganik jarang dipakai (Yazid, 2005).

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-

analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase

gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk

molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung

padat atau dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding

kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan (Rohman, 2009).

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Saat ini kromatografi yang melibatkan kolom (tempat terdapatnya fase

diam seperti kromatografi cair kinerja tinggi dan kromatografi gas digunakan

secara lebih luas dibanding dengan kromatografi planar (Rohman, 2009).

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan

berupa pita pada bagian atas penjerap yang berada dalam kolom kaca,

logam atau bahkan plastik. Eluen (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui fase

diam dalam kolom dan hanya disebabkan oleh gaya gravitasi (Raymond,

2006).

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-

analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase dian dan fase

gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk

molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung

padat atau dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding

kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan (Rohman, 2009).

Kolom kromatografi atau tabung untuk penyaluran karena gaya tarik

bumi (gravitasi) atau system bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca

yang dilengkapi dengan kran (Raymond, 2006).

Sampel yang mengandung campuran senyawa dituangkan ke bagian

atas dari kolom, kemudian dielusi dengan pelarut sebagai fase gerak. Setiap

senyawa/komponen dalam campuran akan didorong oleh fase gerak dan

sekaligus ditahan oleh fase diam. Kekuatan senyawa ditahan oleh fase

diamakan berbeda dengan senyawa lainnya. Faktor-faktor yang

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi kolom adalah fase diam

yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam),ukuran kolom (diameter dan

panjang kolom), kecepatan alir elusi (Gritter,2001).

Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didasarkan

pada afinitas kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak

selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Pada sebagian

besar kromatografi kolom menggunakan fase diam yang bersifat polar

dengan fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan menjadi

lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan

waktu yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom

dapat ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan

mengisi fase diam pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol

keran (Sastrohamidjojo, 2005).

Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran 60-

230 mesh (63-250 µm), umumnya laju aliran sekitar 10-20 mL/cm2

penampang kolom perjam. Untuk partikel yang lebih kecil dari 200 mesh

diperlukan semacam pemompaan atau sistem bertekanan. Kemudian laju

dapat ditingkatkan sampai 2 mL atau lebih setiap menitnya, atau sampai

batas sistem tekanan (Rohman, 2009). Kolom yang terbuat dari gelas diisi

dengan fase diam berupa serbuk penyerap (seperti selulosa, silika gel,

poliamida). Fase diam dialiri (dielusi)dengan fase gerak berupa pelarut

(Gritter,2001).

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Keuntungan kromatografi kolom yaitu dapat digunakan untuk analisis

dan aplikasi preparative, digunakan unruk menentukan jumlah komponen

campuran digunakan untuk memisahkan dan purifikasi

substansi.Kerugian kromatografi kolom yaitu untuk mempersiapkan kolom

dibutuhkan kemampuan teknik dan manual, metode ini sangat

membutuhkan waktu yang lama (time consuming) (Rohman, 2009).

2. Tujuan Kromatografi Kolom Konvensional


Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang

masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan

senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan

partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60,

kieselgur, Al2O3, dan Diaion (Wijayakusuma, 2006)

3. Metode Pengemasan Fase Diam/Penjerap


Cara pembuatannya ada dua macam, yaitu (Wijayakusuma, 2006) :

a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi

kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.

b. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan

pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom

melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk

semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat,

setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben

kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terebih dahulu

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.

Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui

dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka

dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang

keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi (Tjitosoepomo, 2008).

Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi klasik

yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak.

Prinsip dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecenderungan komponen

kimia untuk terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak dengan

proses elusi berdasarkan gaya gravitasi. Kolom kromatografi atau tabung

untuk pengaloran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem

bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan

kran (Raymond, 2006).

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB III

PROSEDUR KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, vial, botol

coklat, statif, kolom, pipet tetes, gelas ukur, gelas arloji, corong, dan

gelas kimia.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu , aluminium foil, aquadest, etil

asetat, fraksi daun gamal, kapas, n-Heksan, silica gel kasar, dan tissue.

3. Cara Kerja (Anonim,2018)

1. Pengemasan Alat Isolasi

Kolom dipasang tegak lurus pada statif, kemudian dibebas

lemakkan dengan cara dibilas menggunakan methanol. Setelah itu

bagian dasar kolom dilapisi kapas dan siap untuk digunakan.

2. Pengemasan fase diam

Silica gel ditimbang berdasarkan perbandingan 1 gram ekstrak :

40 gram silica gel. Dalam praktikum ini pengemasan fase diam

menggunakan metode basah dimana silica gel disuspensikan

dengan eluen n-Hexan. Suspensi tersebut dimasukkan ke dalam

kolom lalu dimampatkan dan diketuk-ketuk sampai tidak terbentuk

gelembung udara.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

3. Proses pemisahan /isolasi

Ditimbang 1 gram fraksi daun gamal. Dimasukkan kedalam

cawan porselin kemudian dilarutkan dengan n-heksan.

Kolom yang telah dirangkai pada statif dan telah dimasukkan

silica gel, kemudian dimasukkan kertas saring dalam kolom pada

permukaan silika. Dimasukkan fraksi daun gamal ke dalam kolom

kemudian dimasukkan eluen n-heksan : etil asetat ke dalam kolom

mulai dari kepolaran rendah hingga kepolaran tinggi, mulai dari 10:0,

9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, dan 0:10. Masing-masing

eluen dibuat 50 mL. Ditampung dalam vial hingga mencapai volume

5 mL dan dipisahkan berdasarkan warna.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Data Pengamatan

1. Tabel berdasarkan pelarut

Perbandingan
Pelarut/eluen Vial ke- Warna
(mL)
n-heksan : etil asetat 10:0 1,2,4,5,6,10 Bening
,11,12,13,1
5,19,20,21,
22,27,29,30
,32

n-heksan : etil asetat 9:1 1,3,7,14,16, Bening


17,23,24,25
,26,28,33,
34

n-heksan : etil asetat 8:2 35+,36++,37+ Kuning


+,38++,39++

n-heksan : etil asetat 7:3 40,41,42,44 Hijau

n-heksan : etil asetat 6:4 43, 45-52 Hijau

n-heksan : etil asetat 5:5 53-60 Hijau

n-heksan : etil asetat 4:6 61-66, 73, Hijau muda


74

n-heksan : etil asetat 3:7 72-85 Hijau

n-heksan : etil asetat 2:8 86 Hijau


87-91 Kuning
92-96 Kuning pucat

n-heksan : etil asetat 1:9 97-106 Kuning pucat

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

n-heksan : etil asetat 0 : 10 107 Kuning


108-114 Hijau pucat

B. PEMBAHASAN

Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan

pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa,

baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan

tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya

apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan

hasil isolasinya terpisah secara sempurna.

Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-

komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan perbedaan sifat fisik

komponen yang akan dipisahkan. Kromatografi kolom adalah kromatografi

yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-

komponen dalam campuran. Alatnya dapat berupa pipa gelas yang

dilengkapi kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair.

Ukuran kolomnya tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan.

Meskipun tersedia berbagai macam kolom gelas namun kadang-kadang

buret juga dapat digunakan. Pada praktikum kali ini kolom yang digunakan

yaitu buret, dikarenakan tidak tersedianya kolom yang memadai

dilaboratorium.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Untuk proses isolasi. Kolom yang telah dirangkai pada statif dan telah

dimasukkan silica kemudian dimasukkan kertas saring dalam kolom pada

permukaan silica. Kemudian ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) di

masukkan kedalam kolom. Lalu pelarut n-Heksan : etil asetat di masukkan

kedalam kolom mulai dari kepolaran rendah hingga kepolaran tinggi ( 10 : 0,

9 : 1, 8 : 2, 7 : 3, 6 : 4, 5 : 5, 6 : 4, 7 : 3, 8 : 2, 9 : 1, dan 0 : 10). Kemudian

hasil isolasi ditampung pada masing-masing vial yang telah dikalibrasi

sebanyak 5 mL. Diamati warna yang dihasilkan dan dipisahkan sesuai warna

yang sama.

Alat kromatografi kolom yang sederhana terdiri dari kolom dan kaca

yang ada krannya atau bisa menggunakan buret. Fasa diam berupa

adsorben yang tidak larut dalam fase gerak ukuran partikel fasa diam yaitu

silica gel harus seragam. Adanya pengotor dalam fasa diam dapat

menyebabkan adsorbansi tidak reversible.

Adapun alasan digunakan eluen pada tingkat kepolaran yang rendah

terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolom yaitu karena jika yang

dimasukkan terlebih dahulu dalam pelarut polar, maka ditakutkan senyawa

non polar pada sampel akan tertarik juga, sementara kita akan melakukan

proses pemisahan antara senyawa polar dan non polar, dan pada akhir dari

proses isolasi tidak ada lagi senyawa non polar yang akan ditarik jika pelarut

non polar digunakan lebih akhir. pelarut non polar digunakan lebih akhir.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Alasan digunakan kapas yaitu agar silika gelnya tidak bisa turun pada

kolom. Dan alasan digunakannya kertas saring yaitu untuk menahan residu

tau fraksi. Dan alasan digunakan satu jenis silica agar tidak terjadi kerapatan

yang berlebihan yang dapat mengakibatkan senyawa-senyawa tidak dapat

turun.

Dari proses penampungan hasil isolasi pada vial diperoleh hasil bahwa

pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 10:0 pada vial 1, 2, 4, 5,

6, 10, 11, 12, 13, 15, 19, 20, 21, 22, 27, 29, 30 dan 32 tidak berwarna yaitu

bening. Untuk perbandingan 9:1 pada vial 1, 3, 7, 14, 16, 17, 23, 24, 25, 26,

28, 33 dan 34 tidak berwarna (bening). Untuk perbandingan 8:2 vial 35, 36,

37, 28 dan 39 berwarna kuning. Untuk perbandingan 7:3 pada vial 40, 41, 42

dan 44 berwarna hijau. Untuk perbandingan 6:4 pada vial 43, 45, 46, 47, 48,

49, 50, 51 dan 52 berwarna hijau. Untuk perbandingan 5:5 diperoleh isolate

berwarna hijau pada vial 53-60, pada perbandingan 4:6 pada vial 61-66, 73

dan 74berwarna kuning. Untuk perbandingan 3:7 pada vial 72-85 berwarna

hijau. Untuk perbandingan 2:8 pada vial dengan nomor 86 diperoleh warna

hijau, vial 87-91 berwarna kuning dan vial dengan nomor 92-96 berwarna

kuning pucat. Untuk perbandingan 1: 9 pada vial nomor 97-106 berwarna

kuning pucat. Untuk perbandingan 0:10 pada vial 107 berwarna kuning dan

vial nomor 108-114 diperoleh warna isolate hijau pucat. Untuk penentuan

eluen yang baik dilihat dengan warna yang pekat dimana menunjukkan

banyaknya senyawa yang ditarik.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Dari hasil isolasi didapatkan ada sebanyak 20 fraksi yaitu pada vial 40,

41, 42, 44, 43, 45 ,46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59 dan

60 ke 20 hasil fraksi ini kemudian yang akan ditotolkan pada lempeng KLT,

diamati di bawah sinar UV254 dan UV366 dan dari hasil penotolan dapat

diperoleh hasil noda yang sangat baik digunakan sebagai perbandingan

eluen untuk sampel daun jambu biji (Psidium guajava L.)

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan hasil isolasi didapatkan ada

sebanyak 20 fraksi yaitu pada vial 40, 41, 42, 44, 43, 45 ,46, 47, 48, 49, 50,

51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59 masing-masing terbagi pada perbandingan

7;3, 6:4 dan 5:5. Semakin terang warna yang dihasilkan maka semakin polar

dan pekat fraksi yang diperolah seperti warna hijau pekat dan sebaliknya

semakin pudar warna yang dihasilkan maka fraksi juga kurang polar dan

encer.

B. Saran

Diharapkan kepada asisten untuk selalu mendampingi selama proses

pratikum, supaya pratikan bisa lebih berhati-hati, cermat, dan tidak ceroboh

dalam melaksanakan percobaan agar didapatkan hasil yang baik dan

menghindari kesalahan.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Penuntun dan Buku Kerja Fitokimia II. Universitas Muslim
Indonesia; Makassar.

Badan POM RI, 2008, Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan POM;
Jakarta.

Gritter J.R, dkk., 2001, Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung.

Khopar, S,M., 2002, ‘Konsep Dasar Kimia Analitik’, UI-Press, Jakarta.

Raymond G. Reid and Satyajit D. sarker., 2006, Isolation of Natural


Products by Low-Pressure Column Chromatography, In sarker, Sd.,
Latif, Z., and Gray, Al. (Ed).Natural Products Isolation. Humana
Press Inc. Totowa : New Jersey.

Rohman, Abdul., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu :


Jakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong., 2008, Taksonomi Tumbuhan Rendah


(Taksonomi Tumbuhan Khusus), Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.

Wijaya, Kusuma Hembing, 1996, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia,


Jilid IV, Pustaka Kartini, Jakarta.

Yazid, E., 2005, ‘Kimia Fisika Paramedis’, Andi, Yogyakarta.

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

LAMPIRAN 1. SKEMA KERJA

Masukkan Kapas pada Ujung Kolom

Tepatkan Kertas Saring diatas Kapas

Timbang 40 gr Silika Gel, Suspensikan dengan n-hexan

Letakkan diatas lapisan kapas dan kertas saring,


ratakan dengan batang pengaduk

Letakkan kertas saring diatas suspensi silika yang telah mampat

Masukkan ekstrak yang telah disuspensikan dengan n-hexan : etil asetat,


diatas kertas saring

dimulai dengan eluen perbandingan 10:0, jika eluen sebelumnya telah


habis dilanjutkan dengan perbandingan eluen 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5,
4:6, 3:7, 2:8, 1:9 dan 0:10

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

LAMPIRAN 2. GAMBAR TANAMAN

Spesies/jenis (tumbuhan utuh) Simplisia (bagian yang digunakan)

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

LAMPIRAN 3. GAMBAR PRAKTIKUM

Gambar 1. Perbandingan eluen 10:0

Gambar 2. Perbandingan eluen 9:1

Gambar 3. Perbandingan eluen 6:4

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171
KROMOTOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Gambar 4. Perbandingan eluen 5:5

Gambar 5. Perbandingan eluen 7:3

Gambar 6. Perbandingan eluen 3:7

Gambar 7. Perbandingan eluen 2:8

CHAERUNNISA NI’MAWATI YUNUS


15020150171

Anda mungkin juga menyukai