Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
1
kedua-duanya. Diantara penyakit degenaratif, diabetes melitus adalah salah satu penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes mellitus sudah
menjadi ancaman utama bagi kesehatan umat manusia di abad 21. World Health
Organization (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes
diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Meningkatnya
prevalensi Diabetes Mellitus di beberapa negara berkembang, akhir-akhir ini banyak disoroti.
Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar,
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenaratif, seperti penyakit jantung koroner,
2
hipertensi, hiperlipedimia, diabetes mellitus dan lain-lain.

Diabetes Mellitus terdiri dari dua tipe yaitu Diabetes Mellitus tipe pertama yang
disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan life style atau gaya hidup. Secara umum,
hampir 80% prevalensi Diabetes Mellitus adalah Diabetes Mellitus tipe 2. Ini berarti gaya
hidup/life style yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi Diabetes
Mellitus. Bila dicermati, penduduk dengan obesitas mempunyai risiko terkena Diabetes
3
Mellitus lebih besar dari penduduk yang tidak obesitas.

Diabetes melitus merupakan kumpulan berbagai kondisi kelainan metabolisme,


ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh karena adanya interaksi kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Beberapa etiologi yang berperan menyebabkan kondisi
hiperglikemi pada pasien diabetes melitus meliputi penurunan sekresi insulin, penurunan
pemakaian glukosa oleh sel tubuh dan peningkatan produksi glukosa ke dalam darah.
Kelainan regulasi metabolisme pada pasien diabetes melitus dapat berujung pada komplikasi-
komplikasi lain seperti neuropati, retinopati, kelainan vaskular seperti ulkus diabetik, dan
4
lain-lain, bahkan dapat berujung pada mortalitas.

Diabetes dan komplikasinya telah menjadi penyebab awal kematian dibeberapa


Negara. Penderita diabetes melitus akan terus meningkat, diperkirakan akan menjadi 380 juta
penduduk pada tahun 2025, atau setara dengan 7,1% dari total penduduk dewasa, dan akan
meningkat lagi menjadi 439 juta penduduk pada tahun 2030. International Diabetes
Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan
telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun
2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi
kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus. Pada tahun 2013 diabetes telah menyebabkan 5,1 juta angka kematian di dunia.
Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita diabetes tertinggi pada
tahun 2013. Pada tahun 2011 pengeluaran biaya untuk terapi diabetes mellitus mencapai USD
5
465 miliar, dan diperkirakan akan meningkat sebesar USD 595 miliar pada tahun 2030.

Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2013 yang dikeluarkan oleh Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia,
6
prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,5%. Indonesia kini telah menduduki rangking
keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun
2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan
pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk
daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organisation, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
6
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Mellitus

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


1
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association, Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi
7
empat jenis, yaitu:
a. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau
“Insulin dependent” atau “Ketosis prone”. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena
onset Diabetes Mellitus tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia
11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari Diabetes Mellitus tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi
sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
berespons terhadap stimulus yang meningkatkan sekresi insulin.
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan bentuk Diabetes Mellitus yang lebih ringan,
terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang
dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan
kerja insulin, merupakan faktor resiko yang biasa terjadi pada Diabetes Mellitus tipe ini dan
sebagian besar pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya
penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel ß pankreas
terhadap glukosa.
Gejala Diabetes Mellitus tipe 2 mirip dengan tipe‐ 1, hanya dengan gejala yang samar.
Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang kadang komplikasi‐ dapat terjadi. Tipe
Diabetes Mellitus ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak anak yang obesitas.
c. Gestational Diabetes
Diabetes Mellitus ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan. Wanita
hamil yang belum pernah mengalami Diabetes Mellitus sebelumnya namun memiliki kadar
gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita Diabetes Mellitus gestasional. Diabetes
Mellitus gestasional biasanya terdeteksi pertama kali
pada usia kehamilan trimester
II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya‐ hilang dengan sendirinya
setelah melahirkan. Diabetes gestasional terjadi pada 3 5% wanita hamil.

d. Diabetes Mellitus tipe lain

Diabetes mellitus tipe lain terdiri dari:


1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di :
a) kromosom 12, HNF-α
b) kromosom 7, glukokinase
c) kromosom 20, HNF-α
d) kromosom 13,insulin promoter factor
e) kromosom 17, HNF-1β
f) kromosom 2, Neuro D DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, Eprechaunism, Sindrom Rabson
Mendenhall, diabetes lipoatrofik, dan lainnya.
3. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis
kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
4. Endokrinopati: akromegali, Sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
5. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxid, dan lainnya.
6. Infeksi: rubella kongenital, CMV.
7. Immunologi: sindrom Stiffman, antibodi antireseptor insulin.
8. Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom
Wolfram’s ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, porfiria, sindrom Prader Willi, dan
7
lainnya.

2.3. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
8
secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer.
9
Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan :
a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh, disertai peningkatan pengeluaran
glukosa oleh hati melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Karena
banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin maka terjadi
kelebihan glukosa ekstrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang ironis.
b. Ketika glukosa darah meningkat ke kadar di mana jumlah glukosa yang tersaring
melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorbsi maka glukosa muncul di urin,
keadaan ini dinamakan glukosuria.
c. Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya,
yang menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih).
d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang
selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya volume
darah secara mencolok. Kegagalan sirkulasi, jika tidak diperbaiki, dapat
menyebabkan kematian karena berkurangnya aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal
ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi.
e. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat
pergeseran osmotik air dari sel ke dalam cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul
polidipsia (rasa haus berlebihan) yang sebenarnya adalah mekanisme kompensasi untuk
melawan dehidrasi.
f. Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia
(asupan makanan yang berlebihan).
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis
trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besar-besaran
asam lemak dari simpanan trigliserida.
Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber
energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.
h. Efek insulin pada metabolisme protein adalah pergeseran netto menuju katabolisme
protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan lemah sehingga
terjadi penurunan berat badan.
Gambar 2.1. THE OMINOUS OCTET.
Delapan organ yang berperan dalam pathogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
1
octet) berikut:
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang.
Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1
agonis dan DPP-4inhibitor.
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang
menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam selotot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
plasma. Penigkatan FFAakan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebutsebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidindion.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2
hormon GLP1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau
disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambatkinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
enzim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan disbanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glucagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis,
DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter)
pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik
yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dariresistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat
adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
2.4. Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel.2.1. Diagnosis Diabetes Mellitus
1. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan

dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.*

Atau

2. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan OGTT.

Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan


glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan
*
dalam air.

Atau

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

4. HbA1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratoriummengunakan


metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar pemeriksaan DCCT.
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus
Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala
klasik DM yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2 ) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau mempunyai
riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas. Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil
pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun , kecuali pada
kelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak
memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring
dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan
diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa
darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada Tabel X di bawah ini.
Tabel 2.2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥200

sewaktu (mg/dl Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-125 ≥126

puasa (mg/dl) Darah kapiler <90 90-99 ≥100


Gambar 2.2. Langkah-langkah diagnostik Diabetes Melitus Tipe 2 dan gangguan toleransi glukosa 10
2.5. Tatalaksana Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes mellitus. Pengelolaan diabetes melitus dinulai dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani dalam beberapa waktu. Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan memberikan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segara diberikan
secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolic berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. a. Terapi Non Farmakologis

1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perluselalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer
yang meliputi:
o Materi tentang perjalanan penyakit DM.
o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
o Penyulit DM dan risikonya.
o Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
o Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
o Mengenal gejala dan penanganan awalhipoglikemia. o
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
o Pentingnya perawatan kaki.
o Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakandi Pelayanan Kesehatan Sekunder
dan / atauTersier, yang meliputi:
o Mengenal dan mencegah penyulit akut DM. o
Pengetahuan mengenai penyulit menahun
o Penatalaksanaan DM selama menderitapenyakit lain.
o Rencana untuk kegiatan khusus (contoh:olahraga prestasi).
o Kondisi khusus yang dihadapi (contoh:hamil, puasa, hari-hari sakit).
o Hasil penelitian dan pengetahuan masa kinidan teknologi mutakhir tentang DM.
O Pemeliharaan/perawatan kaki.

2. Terapi Nutrisi Makanan


A. Komposisi Makanan
a. Karbohidrat
o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
O Pembatasan karbohidrat total<130 g/hari tidak dianjurkan.
o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% totalasupan energi.
b. Lemak
o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan
tidakdiperkenankan melebihi 30% totalasupan energi.
o Komposisi yang dianjurkan:
O lemak jenuh < 7 % kebutuhankalori.
◊lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
c. Protein
o Kebutuhan protein sebesar 10 – 20%n total asupan energi.

o Sumber protein yang baik adalah ikan,udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayamtanpa kulit, produk susu rendah lemak,kacang-kacangan, tahu dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan proteinmenjadi
0,8 g/kg BB perhari atau 10%dari kebutuhan energi, dengan 65%diantaranya
bernilai biologik tinggi.
O Kecuali pada penderita DM yang sudahmenjalani hemodialisis
asupan proteinmenjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
d. Natrium
o Anjuran asupan natrium untukpenyandang DM sama dengan orangsehat yaitu
<2300 mg perhari.
o Penyandang DM yang juga menderitahipertensi perlu
dilakukan pengurangannatrium secara individual.
o Sumber natrium antara lain adalahgaram dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dannatrium nitrit.
e. Serat
o Penyandang DM dianjurkanmengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah
dan sayuran sertasumber karbohidrat yang tinggi serat.
o Anjuran konsumsi serat adalah 20-35gram/hari yang berasal dari
berbagaisumber bahan makanan.
f. Pemanis Alternatif
o Pemanis alternatif aman digunakansepanjang tidak melebihi batas aman
oPemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanistak
berkalori.
o Pemanis berkalori perlu diperhitungkankandungan kalorinya sebagai bagiandari
kebutuhan kalori, seperti glukosaalkohol dan fruktosa.

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlahkalori yang dibutuhkan penyandang


DM, antaralain dengan memperhitungkan kebutuhan kaloribasal yang besarnya 25-
30 kal/kgBB ideal.Jumlah kebutuhan tersebut ditambah ataudikurangi bergantung
pada beberapa faktoryaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, beratbadan, dan lain-lain.
Beberapa cara perhitunganberat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal (BBI)menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi:
 Berat badan ideal =90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah160 cm dan wanita di bawah 150
cm,
Rumus dimodifikasi menjadi:Berat badan ideal (BBI) =(TB dalam cm - 100) x 1kg.
BB Normal: BB ideal • } 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurutIndeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
denganrumus:BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*

O BB Kurang <18,5
o BB Normal 18,5-22,9
-
24,9
O Obes I 25,0-29,9
oObes II ≥30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhankalori antara lain:
O Jenis Kelamin
O Umur
O Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
O Stres Metabolik
O Berat Badan
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan
total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut
1
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral.
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue).
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin.
 Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.

 Tiazolidindion (TZD). Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome


Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti
yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer.
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
 Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose
dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Tabel 2.3 Profil obat antihiperglikemi yang tersedia di Indonesia

2. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan
agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali


dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi Berdasarkan


lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)

 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
 Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut DM

 Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin


c. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Pada
percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian
obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat
antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose combination, harus
menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu
apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral. Kombinasi
obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin
kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10
malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai
sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk
kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan umumnya 2 unit)
apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat
antihiperglikemia.oral dihentikan dengan hati-hati.
Gambar 2.3. Algoritme penatalaksanaan DM tkipe 2
2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus
11
diwaspadai :
a. Nefropati
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminaria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerulus dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal
yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi.
b. Neuropati
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik
non-proliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasia retina dan lebih lanjut lagi
dapat mengakibatkan kebutaan.
c. Penyakit Jantung Koroner
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah coroner harus
ditingkatkan terutama untuk mereka yang mimiliki risiko tinggi terjadinya kelainan
aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah
coroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat.
d. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan
ulkus diabetes merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya kaki
diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan,dll), neuropati dan adanya
penurunan suplai darah ke kaki merupakan hal yang harus diperhatikan pada pengelolaan
DM sehari-hari.
e. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keringat dingin,
detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat
terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma
penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun pada orang-orang tertentu sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang
terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat
12
berfungsi bahkan dapat rusak.
f. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan
tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah
(fatigue), dan pandangan kabur.
c. Komplikasi Makrovaskuler
Terdapat tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes, yaitu: penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada
Diabetes Mellitus tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini
adalah penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang umumnya juga menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau obesitas.
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin/sindrom metabolik
dan sering menyertai Diabetes Mellitus tipe 2. Sedangkan pada pasien Diabetes Mellitus tipe
1, hipertensi dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang
ditandai dengan mikroalbuminuria. Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel
dan meningkatkan risiko Penyakit Jantung Koroner. Hipertensi disertai dengan peningkatan
stres oksidatif dan aktivitas spesies oksigen radikal, yang selanjutnya akan memediasi
terjadinya kerusakan pembuluh darah akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas enzim
SOD. Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada keadaan
resistensi insulin/sindrom metabolik dan Diabetes Mellitus tipe 2.

Dasar terjadinya peningkatan risiko penyakit jantung koroner pada pasien Diabetes
11
Mellitus belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa :
1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada pasien Diabetes Mellitus dibanding
populasi non Diabetes Mellitus.
2. Pasien Diabetes Mellitus mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis,
penurunan fibrolisis dan peningkatan respons inflamasi.
3. Pada pasien Diabetes Mellitus terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi
integritas dinding pembuluh darah.
d. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c)
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya
11
komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.

Gambar. 2.4. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2


DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015.


Jakarta:PB Perkeni.2015.
2. Suyono, S. Diabetes melitus di Indonesia . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III,
edisi 5, Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.
1873-1879.
3. Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus di
Indonesia mencapai 21,3 juta Orang; 2009. Diakses pada :
http://www.depkes.go.id/article/print/414/tahun-2030-prevalensi-diabetesmelitus di-
indonesia-mencapai-213-juta-orang.html
4. Alvin C. Powers, “Diabetes Mellitus,” dalam Kasper, dkk., Harrison’s Principle of
th
Internal Medicine 16 (New York : McGraw-Hill, 2005), h. 2152
th
5. International Diabetes Federation.6 .IDF.2013.
6. Bernard, L. (Chairman Working Group). 2007. Clinical practice guidelines: Management
of diabetic foot infections. Medicine et maladies infectieuses, 37:14-25.
7. American Diabetes Association (ADA). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care; 2014. Citted from: http://care.diabetesjournals.org/content

8. Manaf, Asman. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Buku Ajar
Penyakit Dalam Jilid III. edisi 7. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam; 2009. 2350-2353.
9. Sherwood, Lauralee. Konsekuensi yang Berkaitan dengan Efek pada Metabolisme
Karbohidrat. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.
783-784.
10. Purnamasari, Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 7. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penertiban Ilmu
Penyakit Dalam; 2009. 2325-2326.
11. Waspadji, Sarwono. Komplikasi kronik Diabetes, Mekanisme Terjadinya, Diagnosis
dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 7. Jakarta:
Interna Publishing Pusat Penertiban Ilmu Penyakit Dalam; 2009. 2364-2367.
12. Departemen Kesehatan RI (DEPKES RI). Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta; 2007.

Anda mungkin juga menyukai