Konsepsi Jiwa Dalam Islam Kuliah
Konsepsi Jiwa Dalam Islam Kuliah
A. PENDAHULUAN
Psikologi berusaha menelaah gejala-gejala jiwa manusia melalui pola perilaku yang muncul.
Perilaku yang positif mencerminkan jiwa yang sehat, sementara perilaku negatif mencerminkan jiwa
yang sebaliknya, negatif. Pola perilaku yang muncul merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji
karena menjadi dasar utama dalam mengkaji gejala-gejala kejiwaan yang ada. Namun yang tidak kalah
menariknya adalah kajian tentang hakekat jiwa itu sendiri.
Banyak sekali konsepsi jiwa yang dikemukakan oleh para ahli. Namun tidak banyak yang
berusaha untuk mengkaji konsepsi jiwa dalam perspektif Islam yang bersumber al-Qur’an dan as-
Sunnah. Padahal, sebagai sumber ajaran agama yang memiliki nilai-nilai luhur dan transenden, Islam
memiliki konsepsi jiwa yang sangat menarik dan bahkan sebagai umat Islam akan mengakuinya sebagai
sebuah kebenaran hakiki.
Namun yang menjadi permasalahan adalah bahwa dalam al-Qur’an sendiri, istilah-istilah yang
tersurat maupun tersirat tentang aspek psikis memerlukan sebuah kajian intens dan mendalam agar
mampu membedakan berbagai istilah yang ada. Dalam al-Qur’an disebutkan istilah an-nafs, al-qalb,
al-‘aql,dan ar-ruh. Istilah-istilah ini sering disebutkan dalam al-Qur’an dan harus menjadi perhatian
guna membentuk pribadi yang lurus dan konsisten (baik).
Kajian tentang istilah-istilah tersebut sangat penting agar kita mampu mengkaji sesuatu yang
menjadi sumber (sebab) munculnya berbagai perilaku manusia. Sumber inilah yang harus dikuasai
pemahamannya agar mampu ditata dan dikendalikan dengan baik guna mendapatkan pribadi yang
mendekati insan kamil sebagaimana harapan agar mampu mencontoh pribadi Rasulullah SAW.
Kajian singkat ini berusaha menemukan benang merah antara pendapat Muhammad Usman
Najatid an Adnan Syarif. Kajian ini menjadi menarik karena keduanya memiliki perspektif yang
berbeda. Perlu adanya sebuah diskusi guna mendapatkan satu pemahaman alternatif yang diharapkan
mampu menjembatani keduanya.
B. TELAAH TEORITIS
Meskipun berdasar pada satu ajaran, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, para ahli berbeda pendapat
dalam memandang jiwa manusia. Diantara para ahli yang mengemukakan pendapatnya adalah
Muhammad Usman Najati dan Adnan Syarif.
[1114] setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai Nil, Maka timbullah penyesalan dan
kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia
berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan
mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri.
148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (al-Baqarah)
- Dorongan spiritual
Dorongan yang berhubungan dengan aspek spiritual, seperti beragama, taqwa, cinta kebajikan,
kebenaran dan keadilan.
Sebagaimana hadits Rosululloh SAW:
Semua anak dilahirkan membawa (potensi) fitrah keberagamaan yang benar....
[1578] yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.
Mengendalikan dorongan
Dorongan-dorongan yang muncul bisa menjadi sesuatu yang positif, sebaliknya pula bisa
menjadi negatif bila berlebihan. Kemampuan untuk mengendalikan dorongan inilah yang akan
menyelamatkan manusia dari kerusakan kehidupannya. Pengendalian ini misalnya, makan, minum,
berpakaian, seksual, eksplorasi alam, sikap hidup, dan sebagainya.
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. (al-Maidah)
Penyimpangan dorongan
Dorongan merupakan hal yang harus ada dalam kehidupan individu. Namun manakala dorongan
itu tidak mampu dikendalikan, bahkan tenggelam dalam pemenuhan dorongan, dan justru
menjadikannya sebagai tujuan, maka indovidu telah berada dalam kekuasaan dorongannya sendiri.
Individu tersebut tidak mampu lagi mengendalikan dorongannya bahkan tenggelam di dalamnya.
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya[852] Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (al-Isra’)
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
Jika demikian, maka tidak ada hak bagi kita untuk mempelajari nafs ini. Dzat Allah SWT adalah
sesuatu yang transenden dan tidak bisa kita pikirkan.
Jika demikian, kita tidak bisa pula membahas nafs dalam arti ruh ini.
85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (al-Isra’)
185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga,
Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan. (ali Imran)
23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya Pastilah kami termasuk orang-
orang yang merugi. (al-A’raf)
3) Sebagai makhluk yang mengajak kepada kejahatan namun juga bisa mendapatkan rahmat-Nya..
53. Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf)
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang lalai. (al-A’raf)
Dari uraian tentang pengertian nafs sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, Adnan Syarif
menyimpulkan bahwa medan kajian psikologi (jiwa) tidak berada pada pengertian pertama dan kedua,
melainkan pada pengertian yang ke tiga, yaitu makhluk yang memiliki eksistensi yang istimewa dan
khusus. Dalam hal ini adalah darah.
Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa kamus bahasa arab yang mengartikan nafs sebagai
darah. Istilah imro’atun nufasaa’ yang berarti wanita yang baru melahirkan. Juga didasarkan kepada
sebuah hadits Rosululloh SAW:
“Sesuatu yang tidak memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah) itu tidak akan mengotori air jika ia mati di
dalamnya. Sebaliknya, segala sesuatu yang memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah), jika mati di dalam bejana
akan mengotorinya” (HR. An-Nakh’iy)
Sejak pertengahan abad 20, para ilmuwan kimia organik, secara berturut-turut, telah menemukan
bahwa setiap kekuatan akal, emosi, dan perilaku (gejala psikologis, kejiwaan, dan pikiran) tidak lain
merupakan hasil berbagai intervensi dan pengaruh yang bersifat fisikal melalui sejumlah materi
biokimiawi. Materi biokimiawi itu kemudian disaring oleh seluruh sel yang ada dan masuk semuanya
ke dalam darah atau pembuluh-pembuluh darah.
5
Sejak permulaan tahun 60-an, ilmu pengetahuan telah menemukan ratusan materi kimiawi di
dalam maupun di luar tubuh. Semuanya berperan dalam memunculkan berbagai gejala dan penyakit
kejiwaan; semuanya mengalir, mewujud, atau merasuk ke dalam darah. Pertanyaannya adalah, apakah
agar memiliki jiwa yang sehat bisa dilakukan dengan cara membersihkan atau mengubah darah?
Tidaklah mudah untuk melakukan hal tersebut. Materi-materi kimiawi yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala kejiwaan disaring oleh kelenjar buntu dan berbagai macam pusat saraf yang
mengalirkan materi-materi ini di dalam darah. Dengan demikian, darah merupakan tempat menetap dan
menyimpan ratusan materi kimiawi yang dihasilkan dari berbagai macam bagian tubuh seperti alat
pencernaan, kelenjar buntu, sel-sel syaraf yang tersebar di berbagai anggota tubuh dan otak.
C. DISKUSI
Dari uraian kedua pendapat di atas, Najati lebih menekankan bahwa jiwa merupakan sesuatu
yang abstrak (psikis) yaitu sebuah tenaga/dorongan, sedangkan Adnan Syarif berusaha memberikan
pengertian yang lebih kongkrit dengan mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang nampak (pisis)
yaitu darah. Namun demikian, penggunaan istilah biokimiawi sebagai unsur yang mempengaruhi darah
tetap saja membawa pada sesuatu yang sulit diamati oleh inderawi biasa (mendekati abstrak) dan
cenderung psikis pula. Namun, Adnan Syarif nampaknya lebih berusaha agar permasalahan kejiwaan ini
bisa didekati secara fisiologis sebagai salah satu alternatif dalam pemecahan masalah-masalah psikis. Di
sini, Adnan syarif berusaha melegitimasi adanya langkah-langkah fisiologis (pengobatan fisik) dalam
mengatasi permasalahan kejiwaan. Langkah penanganan yang seperti ini biasanya dilakukan oleh
seorang Psikiater yang tidak saja menguasai masalah-masalah psikologis, tapi juga masalah-masalah
pengobatan fisik (kedokteran).
Najati dalam memberikan alternatif guna mengatasi permasalahan kejiwaan lebih menekankan
pada kemampuan akal agar tidak terbawa oleh arus dorongan-dorongan yang tidak terkendali.
Sedangkan Adnan Syarif menambahkan bahwa tidak sekedar akal guna mengatasi permasalahan
kejiwaan, namun ada hal-hal fisiologis (biokimiawi) yang harus pula mendapatkan perhatian. Namun
yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bahwa keduanya mengabaikan aspek al-Qalb. Padahal
dalam al-Qur’an, al-Qalb juga merupakan istilah yang tidak bisa diabaikan sebagai salah satu unsur
psikologis yang membentuk perilaku manusia.
125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendaki langit. begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (al-
An’am)
[503] disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau
memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau
memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu
menjadi sesat.
Sebuah kata mutiara mengatakan bahwa ilmu itu di dada (ash-shadr), bukan
di buku tulis (ash-shutr)
11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (at-Taghabun)
110. Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang
dalam kesesatannya yang sangat. (al-An’am)
52. Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi,
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
53. Agar dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang
yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (al-Hajj)
12. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang
melampaui batas lagi berdosa,
13. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-
orang yang dahulu"
14. Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.
15. Sekali-kali tidak[1563], Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat)
Tuhan mereka. (al-Muthoffifin)
[1563] Maksudnya: sekali-kali tidak seperti apa yang mereka katakan bahwa mereka dekat pada
sisi Allah.
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (ar-Ra’du)
7) al-Qalb bisa menjadi sumber ketaqwaan jika senantiasa diajak oleh badan untuk beribadah
7
32. Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah[990], Maka
Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (al-Hajj)
[990] Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-
tempat mengerjakannya.
Hati merupakan organ yang berfungsi merombak sel darah merah yang telah berumur 120 hari.
Ini penting dilakukan agar sel darah merah tetap berada pada kondisi baik. Sel darah merah berfungsi
mengangkut O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh. Hati yang tidak berfungsi
dengan baik tidak akan bisa merombak sel-sel darah merah yang sudah udzur umurnya. Fungsi sebagai
pemasok O2 tidak berfungsi dengan baik, sebaliknya fungsi pengangkut CO2 ke luar tubuh juga tidak
berfungsi dengan baik. Akibatnya, tubuh tidak akan mendapatkan O2 secara optimal. Padahal O2 ini
sangat dibutuhkan oleh tubuh dengan kualitas yang terbaik. Di sisi lain, CO2 yang beracun akan
menumpuk di dalam darah.
Sel darah merah yang sudah dirombak oleh hati akan mengalir ke empedu yang salah satu
fungsinya adalah sebagai dzat yang membantu dalam pencernaan makanan di dalam usus halus. Dengan
demikian, bisa dikatakan bahwa kualitas sari pati makanan yang diserap oleh tubuh juga ditentukan oleh
kualitas hati sebagai organ yang memproduksi zat yang berguna dalam proses pencernaan makanan.
Dengan demikian, hati memiliki peran penting dalam menentukan kualitas darah dan tubuh
manusia. Dari fungsi ini nampak sekali adanya logika ilmiah bahwa hati telah berfungsi sejak pertama
kali manusia berwujud karena menjadi salah satu organ terpenting dalam menentukan kualitas dan
sirkulasi darah serta kualitas pertumbuhan tubuh manusia itu sendiri.
Jika Adnan Syarif mengatakan bahwa kondisi darah menentukan sikap dan perilaku manusia,
maka hati menjadi unsur terpenting dalam turut menentukan kualitas darah baik secara fisiologis
maupun psikologis. Meskipun tidak sepenuhnya bahwa ketika seseorang mengalami gangguan
kejiwaan, maka mengganti hati atau menyembuhkan hati secara medis bisa menjadi alternatif
penyembuhan jiwa manusia. Karena, sebagaimana diuraikan oleh Adnan Syarif, bahwa sirkulasi darah
tidak saja dipengaruhi hati, tapi juga oleh organ-organ lainnya. Pun pula bahwa hati juga menjadi
penentu kualitas pertumbuhan tubuh manusia.
D. SIMPULAN
Ruh yang tenang adalah ruh yang senantiasa berada dan terpelihara dalam dimensi lahut
(ilahiyah). Karena pada hakekatnya ruh adalah bagian dari Allah SWT. Ruh yang demikian berada pada
9
individu yang mampu membebaskan diri dari sifat-sifat nasut (insaniyah-jasadiyah). Memiliki konsepsi
hidup yang tenang dan mengarah hanya kepada Yang Transenden.
Konsepsi hidup yang tenang dan transenden tidak bisa dilepaskan dari ketenangan hati yang
berpengaruh kepada kesehatan nafs (sirkulasi darah) yang baik dan bersih serta sistim pencernaan yang
baik.
Ketenangan qalb ditentukan oleh kemampuan aql untuk bisa mengolah, mengatur, mengambil
keputusan, mengevaluasi segala tindakan secara tepat dan baik. Kemampuan ini didasarkan pada
keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, serta kebijakaksanaan dalam mengambil langkah. Aql
yang “sempit” tidak akan mampu mengambil keputusan secara tepat sesuai dengan logika dan fakta
yang ada. Inilah yang disebut bertentangan dengan Yang Transenden. Ketidakmampuan ini akan
mempengaruhi kinerja qalb sehingga mempengaruhi kinerja organ tubuh dan syaraf-syaraf pikir yang
ada. Dengan demikian, antara ruh, jasad, nafs, qalb dan aql memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Ketika kesemuanya secara serasi menuju memiliki keterkaitan yang sangat erat. Ketika kesemuanya
secara serasi menuju ke Yang Transenden, maka keharmonisan individu akan tercermin sebagai individu
yang paripurna.
==========000Bilaurain000=========