Anda di halaman 1dari 22

Makalah Asuhan Keperawatan

Klien BPH

Dosen Pembimbing :

Suci Fitriana, S.Kep., Ns., M.,Kep

disusun oleh :

1. Rika Puspita Sari (1602031)


2. Robi Indrayana (1602032)
3. Septiana Artikasari (1602034)
4. Sisca Agilia Savitri (1602035)

D3 Keperawatan II A
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2017/2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan agar dapat memberikan suatu pengetahuan.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing atas
bimbingannya sehingga penyusunan malakah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Dengan BPH”. Penyusun berharap makalah ini dapat mendukung proses kegiatan
belajar mengajar di ruang kelas.
Penyusun menyadari sepenuhnya makalah ini tentu banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun. Harapan penyusun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
terutama bagi para mahasiswa keperawatan.

Klaten, November 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iv
BAB IPENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 3
BAB IITINJAUAN TEORI .................................................................................................. 4
A. Definisi ............................................................................................................... 4
B. Etiologi ............................................................................................................... 4
C. Tanda dan Gejala................................................................................................ 6
D. Patofisiologi ....................................................................................................... 7
E. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan ................................................................................................. 9
G. Pencegahan ....................................................................................................... 11
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN .............................................................................. 13
A. Pengkajian ........................................................................................................ 13
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................... 14
C. Intervensi .......................................................................................................... 15
D. Evaluasi ............................................................................................................ 17
BAB IVPENUTUP .............................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan
dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti
merasakan keluarnya urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang
batuk, jogging atau berlari. Bahkan ada juga yang mengalami kesulitan
menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum berkemih. Semua gejala ini
disebut dengan inkontinensia urin. Fungsi kandung kencing normal memerlukan
aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras
neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas
dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab
neurogenik dari gangguan kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada
berbagai derajat (Afriana, Wdayanti2017)
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pada laki-laki yang berbentuk seperti
kacang kenari, kelenjar prostat terletak di dasar kandung kemih dan mengelilingi
uretra posterior, salah satu gangguan pada prostat adalah terjadinya pembesaran
yang lazimnya terjadi pada pria di atas 50 tahun. Pembesaran kelenjar prostat
dapat mengganggu mekanisme normal buang air kecil. Salah satu tindakan
dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan melakukan pembedahan
terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan dilakukan dengan cara
melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai simpai prostat tanpa
membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan prostat yang
mengalami pembesaran
Ironinya sebagian besar orang menyepelekan dan menganggap gangguan ini
hanya sebatas tanda bahwa mereka berangkat menjadi tua. Dan hampir setiap
pria yang berusia 50 tahun ke atas mengalami pembengkakan prostat yang
disebut dengan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).Hiperplasia prostat jinak

1
(benigna prostatic hyperplasia, BPH) adalah pertumbuhan tak-ganas stroma
dan kelenjar epitel prostat yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat.
Pada kasus yang parah, kelenjar ini tumbuh perlahan selama beberapa
dekade, yang semula berukuran 20 gram untuk ukuran normal orang dewasa dan
akhirnya dapat mencapai ukuran 10 kali lipatnya. Hiperplasia prostat jinak
adalah penyakit terkait usia yang sering dijumpai. Sebagian besar pria tidak
memperlihatkan gejala, tetapi gejala dan tanda klinis terjadi hampir sepertiga
pria berusia lebih dari 65 tahun, dan setiap tahun lebih dari 400.000 pria di
Amerika Serikat menjalani TURP (Mutaqqin, Sari 2014).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan rumusan masalah :

1. Bagaimana definisi BPH ?


2. Bagaimana etiologi penyakit BPH ?
3. Bagaimana tanda dan gejala BPH ?
4. Bagaimana patofisiologi BPH ?
5. Bagaimna pemeriksaan diagnostic BPH ?
6. Bagaimana penatalaksanaan BPH ?
7. Bagaimana pencegahan BPH ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan BPH ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Tujuan penulis ini mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan


pada pasien BPH sesuai dengan diagnosa yang muncul.

2
2. Tujuan Khusus

Secara khusus penulis ini bertujuan agar mahasiswa dapat :

a. Menjelaskan definisi BPH.


b. Menjelaskan etiologi penyakit BPH.
c. Menjelaskan tanda dan gejala BPH.
d. Menjelaskan patofisiologi BPH.
e. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic BPH.
f. Menjelaskan penatalaksanaan BPH.
g. Menjelaskan cara pencegahan BPH.
h. Menjelaskan asuhan keperawatan BPH.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Umum
Penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit
BPH dan asuhan keperawatan dengan BPH.

2. Manfaat Khusus
Secara khusus penulisan makalah ini diharapkan pembaca :
a. Memahami definisi BPH.
b. Memahami etiologi penyakit BPH.
c. Memahami tanda dan gejala BPH.
d. Memahami patofisiologi BPH.
e. Memahami pemeriksaan diagnostic BPH.
f. Memahami penatalaksanaan BPH.
g. Memahami cara pencegahan BPH.
h. Memahami asuhan keperawatan BPH.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Hiperplasia Prostat adalah pembesaran prostat yang jinak yang bervariasi
berupa hyperplasia kelenjar atau hyperplasia fibromuskuler. Namun orang sering
menyebut dengan hipertrofi prostat namun secara histologist yang domain adalah
hyperplasia. BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan
menyebabkan gejala urtikaria. Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic
hypertrophy merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat yang
secara umum terjadi pada pria lebih dari 50 tahun dan menyebabkan obstruksi
uretra. (Afriana,Wdayanti, 2017)
Benigna prostat hiperplasia adalah terjadinya pelebaran pada prostat yang
menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung kemih
dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering kencing dan retensi urin( Aulawi,
2014).Pembesaran kelenjar prostat dapat mengganggu mekanisme normal buang
air kecil. Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan
dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai
simpai prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan
prostat yang mengalami pembesaran.

B. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2014), beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya BPH yaitu :
1. Dihydrostestosteron adalah pembesaran pada epitel dan stroma kelenjar
prostat yang disebabkan peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
andorogen.

4
2. Adanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen
dimana terjadi peningkatan estrogen dan penurunan testosteron sehingga
mengakibatkan pembesaran pada prostat.

3. Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor


atau fibroblast growth faktor dan penurunan transforming factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma


dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem, meningkatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel sehingga menyebabkan
proliferasi sel sel prostat.

Menurut Afriana dan Wdayanti, (2017) terdapat teori –teori terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testoteron menjadi dehidrosteron
(DHT) dalam sel prostat menjadi factor terjadinya penetrasi DHT kedalam
inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehinggan menyebabkan
terjadinya sintesa protein.
2. Teori Hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hyperplasia
yang disebabkan oleh sekreesi androgen yang berkurang, esterogen
bertambah relative atau absolute. Esterogen berperan pada kemunculan
dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Factor interaksi stroma dan epitel.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast
growth factor dapat menstimulasi sel stroma dana ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak.
4. Teori kebangkitan kembali atau reinduksi dari kemampuan membentuk
jaringan prostat.

5
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan –lahan. Pada tahap
awal setelah terjaid pembesaran prostat, resistensiurin pada leher buli-buli
dan pada daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalandetrusor ini disebut fase kompensasi.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang imbul akibat BPH disebut sebagai syndrome
prostatisme. Syndrome prostatisme dibagi menjadi dua :
1. Gejala Obstruktif.
a. Hesistensi yaitu memulai kencing yang lama dan mengejan yang
disebabkan oleh otor destruksor buli-buli memerlukan waktu beberapa
lama meningkatkan tekanan intravesikel untuk mengatasi adanya
tekanan didalam uretra prostat.
b. Intermittency (kencing terputus-putus) disebabkan otot destrussor
tidak dapat mempertahankan intravesikel.
c. Pancaran urin lemah
d. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
e. Hematuri (kencing bercampur darah)

2. Gejala Iritasi
a. Urgency, yaitu perasaan ingin buang air kecil yan tidak bisa di tahan.
b. Frekuensi buang air kecil lebih sering dari biasanya pada malam hari.
c. Dysuria, nyeri pada saat buang air kecil.
d. Denyut nadi cepat.
e. Gelisah
f. Peningkatan suhu tubuh.
g. Tekanan darah menurun.

6
Derajat berat BPH menurut Afriana dan Wdayanti, (2017) dibedakan
menjadi 4 stadium :

a. Stadium I
Adanya obstruksi tetapi kandung kemih masihmampu mengeluarkan
urin.
b. Stadium II
Adanya retensi urin tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urin
walaupun tidak sampai kandung kemih kosong, terdapat rasa nyeri
saat buang air kecil.
c. Stadium III
Setiap buang air kecil urin tersisa sekitar 150 cc dan disuria saat buang
air kecil, diimbangi dengan mengejan.
d. Stadium IV
Terjadi retensi urin total, kandung kemih tampak penuh dan merasa
kesakitan, urin menetes secara periodik.

D. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30- 40
tahun. Bila perubahan mikroskopik berkembang akan tejadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hyperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular
pada prostat.

Menurut Muttaqin dan Sari (2014) Kelenjar prostat akan mengalami


hiperplasia seiring dengan pertambahan usia, pada proses penuaan
menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika terjadi
pembesaran prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran

7
urine. Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada
intravesikal.
Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot detrusor
dan kandung kemih akan bekerja lebih kuat saat memompa urine, penegangan
yang terjadi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli
buli berupa : pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya selula,
sekula, dan diventrivel kandung kemih. Tekanan yang terjadi terus menerus
dapat menyebabkan aliran balik urine ke ureter dan bila terjadi terus menerus
mengakibatkan hidroureterhidronefrosis, dan kemunduran fungsi ginjal.

Patofisiologi dari masing –masing gejala :


1. Penurunan dan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra
adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Resistensi akut disebabkan
oleh edema yang terjadi pada prostat yang membesar
2. Intermittency (pengeluaran urin terputus-putus), terjadi karena detrusor
tidak dapat mengatasi pengeluaran urin.
3. Frekuensi pengeluaran urin menurun terutama pada amlam hari.
4. Inkontinensia.
5. Terjadi hematuri, urin bercampur darah karena pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
6. Kemudian infeksi saluran kemih dapatterjadi akibat statis urin, dimana
urin tertampung dalam saluran kemih sehingga kemungkinan besar
terdapat organisme infektif.
7. Pada saat pengeluaran urin pasien harus mengedan.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Afriana dan Wdayanti, (2017) pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan :
1. Pemeriksaan sedimen urin

8
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
2. Tes kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebakan infeksi atau kuman terhadap
beberapa anti mikroba yang telah diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari tahu kemungkinan terdapat batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan menunjukkan bayangan kandung kemih yang penuh.
4. Tes IVP ( Intra Vena Pielografi )
Mengetahui kemungkinn kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
yang menyebabkan membesarnya kelenjar prostat.
5. Ultrasonografi
Mengetahui seberapa besar pembesaran volume kandung kemih, dan
keadaan patologi.
6. Systocopy
Mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat.

F. Penatalaksanaan
Rencana tindaklanjut yang diberikan tergantung pada penyebabnya,
keparahan obstruksi dan kondisi pasien. Jika pasien masuk Rumah Sakit
dengan kondisi darurat/ tidak bis aberkemih maka yang dilakukan pertma kali
adalah kateterisasi.
Jenis terapi pada BPH di antaranya :
1. Observasi
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia (sering kencing malam hari) menghindari obat-obat
dekongestan, tidak diperbolehkan mium alcohol,dan lainnya.

9
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenegika, yaitu menhambat reseptor pada otot polos di
leher vesika prostat sehingga terjadi relaksasi dan menurunkan tekanan
pada uterus pars prostatika. Sehingga gangguan aliran air seni dan
gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim reduktase, yaitu pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.

3. Terapi Bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikas. Indikasi absolute untuk
terapi bedah yaitu :
a. Retensi Urin berulang.
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih.

4. Kateterisasi Urin
Tindakan tersebut dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami
gangguan perkemihan karena retensi urin. Kateterisais urin adalah
tindakan memasukana selang karet atau plastic melalui uretra kedalam
kandung kemih. Pemasangan kateter menyebabkan urin mengalir lancer
pada pasien yang tidak mampu mengontrol buang air kecil atau pasien
yang mengalami obstruksi pada saluran kandung kemih. Ukuran diameter
kateter ditulis dalam satuan Ch (Charier) atau F/Fr (French atau bukan
forley) dimana 1 Ch atau 1 Fh sama dengan 0,3 mm atau dengan ata lain 1
mm sama dengan 3 Ch atau 3 F. pada ornag dewasa biasa dipakaikan
kateter logam, karet, ataupun silicon. Kateter yang sering dijumpai adalah
kateter foley, yaitu kateter yang menetap.

10
5. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)
Yaitu procedure menangani BPH dengan cara memasukkan instrument
melalui uretra. Satu atau dua buah insisidibuat pada prostat dan kapsul
prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
konstruksi uretra. Cara ini diidikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30gram) dan efektif dalam menangani banyak kasus BPH.

6. TransUretra Reseksi Prostat (TURP)


Yaitu suatu operasi pengankatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupan endoskop
dengan lubang tabung 10-3-F unrtuk pembedahan uretra yang dilengkapi
alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan
merupakan tindakan invansive yang masih dianggap aman dan tingkat
morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai
efek merugikan terhadap potensi kesembuha. Operasi ini dilakukan pada
prostat yang emngalami pembesaran 30-60 gr, kemudian di reseksi.

G. Pencegahan
1. Menghindari minum-minuman keras dan merokok.
2. Rajin berolahraga.
3. Konsumsi makanan gizi seimbang. Terutama makanan yanga banyak
mengandung serat dan protein yang rendah lemak. Contoh makanan
berserat yang bermanfaat mencegah BPH :
a. Beras merah
b. Kacang hijau
c. Gandum
d. Apel

11
e. Brokoli
f. Bayam
g. Kubis

Makanan dengan protein tinggi, seperti :

a. Ikan
b. Telur
c. Susu rendah lemak
d. Dada ayam
e. Keju

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Afriana dan Widayanti, 2017) pengkajian melakukan
Pengkajian pada penderita BPH berupa identitas klien riwayat penyakit
sekarang dan penyakit terdahulu. Identitas atau biodata klien dan keluarga
diperlukan untuk melengkapi data-data yang diperlukan tenaga kesehatan atau
pihak rumah sakit.
1. Identitas Pasien
Adapun hal yang perlu dikaji yaitu Nama, Tempat Tanggal Lahir (TTL),
Umur, Jenis Kelamin, dan lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Dilihat dengan menanyakan keluhan yang dirasakan pasien.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Dapat diketahui dengan menanyakan apakah pasien mempunyai
penyakit terdahulu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dilihat dengan menanyakan apakan dari pihak keluarga
mempunyai riwayat penyakit menurun.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien,
Dalam hal ini dilihat pasien dalma keadaan sadar atau tidak sadar.
b. Sistem Pernapasan,
Dalam hal ini dilihat pasien memiliki gangguan dalam respirasi atau
tidak.
c. Sistem Sirkulasi,

13
pada pemeriksaan ini keadaan umum yang muncul yaitu tekanan
darah meningkat ataupun menurun pasca TURP. Pemeriksaan
lanjutan yaitu cek Hb.
d. Sistem neurologi
Pada pemeriksaan ini biasanya terdapat keadaan umum, salah satunya
pada daerah kaudal mengalami pusing.
e. Sistem gastrointestinal
Pada pemeriksaan ini biasanya anastesi menyebabkan pasien
mual,muntah. Yang harus dilakukan cek bising usus dan cek massa
pada abdomen.
f. Sistem Urogenital
Pada tahap ini biasanya pasien setelah tindakan TURP, pasien akan
mengalami hematuri dan restensi urin.
g. Sistem musculoskeletal
Pengecekan pada bagian otot desturess bekerja dengan baik atau
tidak.

B. Diagnosa Keperawatan
Dalam penangan penyakit BPH dapat dilakukan perencanaan :
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (penyakit)
2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic (prostat)
3. Retensi urin b.d tekanan uretra tinggi
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d fungsi ginjal
5. Ansietas b.d ancaman status kesehatan terkini

14
C. Intervensi
Fokus intervensi keperawatan untuk mengatasi pasien dengan BPH
(Benign Prostatic Hypertrophy) adalah :

1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (penyakit)


Tujuan : mengurangi nyeri pada pasien BPH.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang
b. Mampu mengontrol nyeri
c. Melaporkan nyeri berkurang setelah dilakukan manajemen nyeri

Intervensi :

a. Monitor penerimaan pasien terhadap manajemen nyeri


b. Berikan pemahaman tentang manajememn pengobatan.
c. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri.
d. Monitor tanda-tanda vital pasien.
e. Berikan teknik pengurangan kecemasan.

2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic (prostat)


Tujuan : meningkatkan intensitas pengeluaran urin
Kriteria Hasil :
d. Intake cairan input dan output dalam batas normal
e. Bebas dari infeksi saluran kencing
f. Tidak ada splasme kandung kemih.

Intervensi :

f. Lakukan kateterisasi urin pada pasien


g. Lakukan perawatan selang kateter
h. Manajemen nyeri untuk mengurangi nyeri
i. Monitor intake output dan input cairan
j. Lakukan control infeksi pada saluran kemih

15
k. Manajemen pengobatan

3. Retensi urin b.d tekanan uretra tinggi


Tujuan : memperlancar pengeluaran urin
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada residu urin
b. Keseimbangan input output cairan
c. Kandung kemih kosong penuh

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kandung kemih


b. Lakukan kateterisasi urin
c. Lakukan perawatan selang perkemihan
d. Manajemen pengobatan terhadap pasien
e. Berikan terapi relaksasi

4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d fungsi ginjal


Tujuan : menghindari ketidakseimbangan cairan dalma tubuh.
Kriteria hasil :Keseimbangan input dan output cairan selama 24 jam
Intervensi :
a. Manajemen hipervolemia pada pasien
b. Monitor elektrolit/cairan pasien
c. Lakukan control infeksi yang mungkin terjadi

5. Ansietas b.d ancaman status kesehatan terkini


Tujuan : mengurangi tingkat kecemasan
Kriteria hasil :
a. Mampu mengidentifikasi gejala cemas.
b. Mampu menunjukkan teknik untuk mengoontrol cemas.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

16
Intervensi :

a. Berikan teknik relaksasi sebagai pengurang kecemasan


b. Berikan dukungan emosional pada pasien.
c. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
d. Berikan bimbingan antisipatif untuk mengurangi kecemasan.

D. Evaluasi
1. Pasien mampu mengontrol nyeri dari penyakit BPH
2. Status kesehatan pasien meningkat
3. Pasien mampu mengontrol kecemasan terhadap penyakit.
4. Keseimbangan intake output dan input normal
5. Pengeluaran urin denga lancer dan output yang normal tidak terdapat
sumbatan.

17
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) adalah pembesaran prostat yang
mengenai uretra dan menyebabkan gejala urtikaria. Hipertrofi prostat jinak
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat yang
secara umum terjadi pada pria lebih dari 50 tahun dan menyebabkan obstruksi
uretra. Penyebabnya ialah Adanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron
dan estrogen dan lainnya. Adapun tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
BPH yaitu pancaran urin lemah, hematuri, disturi, mengajan ketika kencing,
terasa nyeri saat buang air kecil dan lainnya.

Tes yang dilakukan untuk mengecek BPH yaitu dengan cek sedimen
urin, cek ultrasonografi, tes kultur urin, dan lainya. Penatalaksanaan yang
diberikan bagi penderita BPH yaitu terapi bedah, terapi medikatosa, pemasangan
kateter urindan lainnya. Adapun pencegahan yang harus dilakukan yaitu dengan
menghindari konsumsi alcohol dan meroko, juga mengkonsumsi makanan yang
tinggi serat dan protein.

B. Saran
Untuk menghindari terkena penyakit BPH disarankan untuk banyak olah
raga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengetahui tanda dan gejala
untuk antisipasi agar tidah terkena penyakit BPH tersebut. Diharapkan pembaca
dapat mengaplikasikan bagaimana tindakan yang harus dilakukan jika sudah
terkena penyakit BPH tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afrian, N. & Widayanti, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &


Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish.

Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing

Mehmet, C & Michael F. (2015). Sehat Tanpa Dokter : Panduan Lengkap


Memahami Tubuh agar Tetap Sehat Awet Muda. Yogyakarta : B First.

Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: salemba Medika.

Sinaga, S & Putri, D. (2014). Jurnal Obstretika Sekentia. Vol. 2 No. 2. Hal. 178-191

19

Anda mungkin juga menyukai