Anda di halaman 1dari 2

Namun, banyak aspek yang dilupakan oleh pemerintah Negara berkembang dalam mencermati

instrument ULN ini. Setidaknya terdapat beberapa alasan kritis yang menyebabkan ULN
memeiliki implikasi yang sangat serius terhadap Negara berkembang. Pertama, tidak seperti
yang dipahami oleh banyak kalangan, ULN tidak datang dalam wujud uang melainkan sebagian
besar justru dalam bentuk barang atau teknologi. Kedua,karena yang datang dalam bentuk barang
atau teknologi, kemungkinan besar barang atau teknologi itu tidak lagi sesuai dengan program
yang digunakan, baik menyangkut kesesuaian maupun kualitas dari teknologi yang
bersangkutan. Ketiga, sudah menjadi persyaratan bahwa setiap program yang disetujui selalu
disertai dengan konsultan asing dengan bayaran yang sangat mahal, padahal uang tersebut
diambilkan dari ULN itu sendiri. Keempat, hampir pasti di balik kesepakatan pemberian ULN
dibarengi dengan kesanggupan dari Negara berkembang untuk berbagi kebijakan (ekonomi)
sesuai dengan kepentingan lembaga donor (dan Negara maju).
Dengan segala kelemahan ULN tersebut terjadilah peristiwa-peristiwa memilukan yang
bertebaran di Negara berkembang, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Mengenai operasi PMA (lewat MNCs/multinational corporation) dalam praktiknya tidak
jauh berbeda dari ULN, juga merupakan alat Negara maju untuk mencengkeram perekonomian
Negara berkembang. Dalam kajian teoretik, MNCs merupakan organisasi yang memfasilitasi
pergerakan modal Internasional. Keputusan dari PMA sendiri mendeskripsikan sebuah
imperialisme, dimana pada waktu yang bersamaan keputusannya tidak saja merefleksikan
kekuatan eksternal tetapi juga bentuk organisasinya itu sendiri sudah merupakan konsekuensi
dari imperialisme. PMA ini mengontrol seluruh produksi lintas Negara dan sekaligus mengatasi
hambatan-hambatan politik. Keputusan-keputusan strategis biasanya diambil di perusahaan
induk (center), sedangkan kebijakan-kebijakan taktis cukup dibuat di perusahaan cabang di
Negara berkembang (Evans, 1979:34-35). Karena alasan inilah biasanya PMA sangat berkuasa
sehingga secara tidak langsung mengikis kedaulatan/otonomi sebuah Negara untuk mengaturnya.
Jika sebuah Negara (berkembang) berusaha membatasi operasi PMA, maka mereka langsung
mengancam akan memindahkan usahanya ke Negara lain yang lebih longgar aturannya. Dalam
posisi seperti ini, umumnya pemerintah Negara tidak berkutik dan membatalkan mengeluarkan
kebijakan restriktif tersebut.
Pada dekade 1960-an dan 1970-an banyak Negara berkembang yang mulai melirik
foreign direct investment (FDI/PMA) sebagai alternatif penyelesaian kekurangan investasi
domestik.
Operasi PMA tersebut tentu saja dalam penyelenggaraannya memerlukan organisasi
perusahaan yang besar, di mana perusahaan-perusahaan itu menyebar produksinya di banyak
Negara (berkembang). Oleh karena karakteristik semacam itulah, perusahaan besar tersebut
sering disebut MNCs.

Anda mungkin juga menyukai