Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai dua musim

yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dalam siklus hidrologi hujan merupakan

faktor penting dalam menentukan kapasitas air yang ada di suatu Daerah Aliran

Sungai (DAS). Hujan yang turun di suatu daerah akan masuk ke dalam DAS tersebut,

mengalir ke dalam sungai, dan akhirnya ke laut. Hujan yang terjadi akan berbeda-

beda di setiap daerah, tergantung pada ketinggian daerah, iklim, musim, dan factor

-faktor lain yang menyebabkan itu turun. Intensitas dan durasi hujan juga

menentukan banyaknya jumlah air yang turun pada daerah tersebut.

Data curah hujan sangat penting untuk perencanaan teknik khususnya untuk

bangunan air misalnya irigasi, bendungan, drainase perkotaan, pelabuhan, dermaga,

dan lain-lain. Karena itu data curah hujan di suatu daerah dicatat terus menerus

untuk menghitung perencanaan yang akan dilakukan. Pencatatan data curah hujan

yang dilakukan pada suatu DAS dilakukan di beberapa titik stasiun pencatat curah

hujan untuk mengetahui sebaran hujan yang turun pada suatu DAS apakah merata

atau tidak. Diperlukan data curah hujan bertahun-tahun untuk mendapatkan

perhitungan perencanaan yang akurat, semakin 2 banyak data curah hujan yang ada

maka semakin akurat perhitungan yang akan dilakukan.

Namun terkadang di beberapa titik stasiun pencatat curah hujan terdapat

data yang hilang. Hilangnya data tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian dari

petugas pencatat curah hujan atau rusaknya alat pencatat curah hujan karena

kurangnya perawatan.

1
Untuk memperbaiki atau memperkirakan data curah hujan yang tidak

lengkap atau hilang, maka dapat dilakukan perhitungan dengan metode normal

ratio, metode inversed square distance dan metode rata-rata aljabar. Karena hujan

yang turun di suatu daerah di Indonesia juga akan turun secara periodik maka dapat

dihitung apabila ada data yang hilang pada masa tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menghitung curah hujan dari periode selama 10 tahun ?

2. Bagaimana menghitung aliran permukaan ?

1.3 Tujuan

Tujuan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui cara menghitung persebaran curah hujan dari periode selama 10

tahun ?

2. Mengetahui menghitung aliran permukaan ?

1.4 Manfaat

Manfaat pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi persebaran curah hujan (Daerah Aliran Sungai) pada data

curah hujan priode 2006 sampai 2016

2. Memberikan informasi besaran aliran permurkaan (Run Off) pada data curah

hujan priode 2006 sampai 2016.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi

kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat

berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga

tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau,

sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses

alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian

menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian lagi

mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam sungai,

danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi dan

seterusnya berputar yang disebut siklus hidrologi (Soemarto 1995).

Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air

dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh

kembali ke bumi yang merupakan konsep dasar keseimbangan air secara global dan

menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung

mulai dari tahap awal terjadinya proses penguapan (evaporasi) secara vertikal dan

di udara mengalami pengembunan (evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air

atau salju yang ada di gumpalan awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah

yang mengalir melaui akar tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah.

Dan didalam tanah terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami
transpirasi dengan butir tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh

air sehingga terbentuklah genangan air (Arsyad, 1985).

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi.

2.2 MORFOMETRI DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI)

Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait

dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses

pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah

luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien

kecuraman sungai. DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem

sungai. Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada

peta topografi. Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir

menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi

yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya

semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga

fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan

dengan menggunakan nilai nisbah memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan

('circularity ratio'/Rc). 'Elongation ratio' dihitung dengan rumus sebagai berikut: dimana:
dimana: Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang

dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari

nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan

orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah

percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi

debit yang terjadi juga semakin besar.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap

induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan

semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode

Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih

mudah untuk diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan

metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan

orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2),

demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling

besar (Gambar 1.3).

Jumlah alur sungai suatu orde dapat ditentukan dari angka indeks percabangan

sungai ('bifurcation ratio'), dengan persamaan berikut: Perhitungan Rb biasanya

dilakukan dalam unit Sub DAS atau Sub-sub DAS. Untuk memperoleh nilai Rb dari

keseluruhan DAS, maka digunakan tingkat percabangan Sungai Rerata Tertimbang

('Weighted Mean Bifurcation Ratio'/WRb), yang dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

dimana:

Rb= Indeks tingkat percabangan sungai; Nu= Jumlah alur sungai untuk orde

ke-u; Nu+1= jumlah alur sungai untuk orde ke-(u + 1)

Hasil persamaan tersebut dapat menyatakan keadaan sebagai berikut:


_Rb < 3: alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan

penurunannya berjalan lambat

_Rb 3 - 5 alur sungai mempunyai kenaikan dan penurunan muka air banjir tidak terlalu

cepat atau tidak terlalu lambat

_Rb > 5: alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, demikian pula

penurunannya akan berjalan dengan cepat

Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam

cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS.

Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap

luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti

semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran

sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam

suatu DAS.

2.3 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik

yang paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran. Pada

prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: Inlet time (t0)

yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju

aluran drainase. Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir

di sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang diperlukan. Waktu konsentrasi

(tc) dapat dihitung dengan rumus berikut


2.4 Analisa Data Curah hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan

hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan besarnya

curah hujan pada periode tertentu.

2.4.1. Curah Hujan Areal

Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah hujan

pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos pencatat

curah hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara lain:

A. Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran

dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana.

Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah

hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya

adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan

dengan mengambil nilai rata-rata pengukuran hujan di pos penakar hujan di

dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

................................................... (2-6)

Dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm)


n = banyaknya stasiun penakar hujan
Gambar 2.2 DAS dengan tinggi rata-rata

B. Cara Poligon Thiessen

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus

pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap

stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan

menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A,

dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang

dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara

menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh

yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap

garis penghubung antara dua pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai

berikut:

....................................... (2-7)
Dimana:
A = Luas areal (km2) d = Tinggi curah

hujan rata-rata areal d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

A1, A2, A3,...An = Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

Gambar 2.3 DAS dengan perhitungan curah hujan poligon


Thiessen.

C. Cara Isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah

hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar. Kemudian luas bagian

diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung

sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada rumus

berikut ini:
................................................... (2-8)

Dimana:

A = Luas areal (km2)

D = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang

bersangkutan

Gambar 2.4 DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet

2.4.2. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam

distribusi frekuensi curah hujan antara lain yaitu:

A. Normal
B. Log Normal

C. Gumbel

D. Log Pearson Type III

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk

analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan

persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx ............................................................... (2-9)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

Xi
X : Harga rata–rata dari
data 1 n

K : Variabel reduksi

n n
X i2 Xi
1 1

Sx : Standard Deviasi n 1

B. Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log

Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X ................................................. (2-10)


Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah


hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

log (Xi )
Log X : Harga rata – rata dari data 1
n
n n
(LogX i2 Log Xi )
1 1

SxLog X : Standard Deviasi n 1


K : Variabel
reduksi

C. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan

persamaan sebagai berikut:

XT = X + K.Sx ............................................................. (2-11)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya

curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).


n

Xi
X : Harga rata – rata
dari data 1
n
n n
X i2 Xi
1 1

Sx : Standard Deviasi n 1

K : Variabel reduksi.

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:


Yn
K YT ......................................................................... (2-
12)
Sn

Dimana:

YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T

Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

D. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person

Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = LogX + Ktr. S1 ............................................................. (2-


13)

Dimana:

Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.


n

LogXi

Log X : Harga rata – rata dari data, LogX i 1


n

n
2
Log X i Log X
i 1

S1 : Standard Deviasi, S1 = n 1
Ktr : Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai

Cs
n
n. LogXi LogX 3

dengan periode ulang T. Cs i 1


3

(n 1)(n 2).Si

II.3. Analisa Debit Banjir

Adapun beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan debit banjir

rencana antara lain yaitu:

A. Metode Haspers

Keterkaitan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini

dinyatakan dalam bentuk persamaan dasar seperti berikut:

QT = α.β .q.A. Rn ................................................. (2-14)

................................................. (2-15)

................................................. (2-16)

dimana:

QT = Debit banjir rencana dengan kata ulang T tahun (m2/det) α =

Koefisien Pengaliran β = Koefisien Reduksi q = Intensitas curah hujan

(m3/Km2/det) A = Luas Daerah Aliran Sungai (Km2) t = Waktu konsentrasi

(jam)

B. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :
Qmax = α . β . rT . A ................................................. (2-

17) dimana:

Qmax = Debit banjir maksimum (m3/detik) α = Koefisien pengaliran untuk

masing-masing periode ulang tertentu

β = Koefisien Reduksi

rT = hujan rancangan (mm)

A = Luas DAS/ Catchment area (km2)

Koefisien aliran (α) berkisar antara 0,42 – 0,62 dan Melchior menganjurkan untuk

memakai α = 0,52.

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

................................................. (2-18)

C. Metode Mean Annual Flood ( MAF )

Dalam metode ini digunakan rumus:

................................................. (2-19)

..........(2-20)

Dimana:

= Debit banjir dengan periode T tahun

= Grown factor

MAF = Mean Annual Flood (Debit Banjir Tahunan Rata-rata)

AREA = Daerah Aliran Sungai


V = 1,02 – 0,0275 Log AREA

APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan = PBAR x ARF

PBAR = Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24 jam


ARF = Faktor reduksi

SIMS = Indeks kemiringan

LAKE = Indeks danau,jika tidak terdapat danau maka diambil nol

Tabel 2.1 Faktor reduksi AFR

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Tabel 2.2 Grown Factor (GF)

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali Harga PBAR


dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu:

R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + Rn ) ............................................ (2-21)

Dimana:

R = Hujan maksimum rata-rata

R1, R2, R3,...Rn = Hujan maksimum rata-rata di stasiun 1,2,3,...,n

n = Banyaknya stasiun pengamatan

Anda mungkin juga menyukai