Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bahasa yang digunakan seseorang dalam lingkungan masyarakat
setidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan
penggunaannya. Pemakaian bahasa seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik antara lain,
faktor-faktor sosial, misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat
ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya. Di samping itu, pemakaian bahasa
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasi, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa
apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa, atau secara lebih
operasional dikatakan Fishman (1972, 1976),”.....study of who speak what
language to whom and when” (Chaer, 2004:4).
Lampung adalah gerbang pulau Sumatra. Beragam etnis tinggal di sini.
Jawa, Banten, Minang, Bali, Jawa, Sunda, Batak, Cina, dan etnis asli Lampung
sendiri. Hal ini bisa dipahami karena Lampung memiliki posisi strategis untuk
disinggahi beragam latar belakang masyarakat. Kondisi ini juga disebabkan
karena Lampung pernah dijadikan tujuan program transmigrasi dari Jawa. Oleh
karena itu, masyarakat Lampung adalah masyarakat yang heterogen dan terbuka.
Posisi Propinsi Lampung yang strategis dan terbuka mendorong terjadinya
interaksi antarsuku, ras, etnis, dan budaya dari para penduduknya. Interaksi ini
terjadi dengan sendirinya sejalan dengan bertambahnya keragaman latar belakang
budaya yang ada dan membentuk polanya sendiri. Di sisi lain, interaksi
antaranggota etnis juga tetap berjalan. Hal ini berarti selain adanya interaksi antar
etnis dan budaya juga terjadi pemertahanan budaya masing-masing. Pemertahanan
budaya ini juga mudah dilihat. Sepanjang jalan Lintas Sumatra didapati pola
bangunan yang masih kental dengan nuansa etnis terrtentu. Pembentukan keluarga
melalui pernikahan juga masih mempertimbangkan kesamaan suku dan etnis.
Keunikan tersebut adalah kedudukan pasar.
Pasar di Untung Lampung dapat dikatakan mewakili etnis tertentu. Pasar
yang berukuran kecil dan sporadis/tidak permanen, beberapa didominasi etnis

1
Batak dan Jawa. Sedangkan lokasi pasar yang besar, yaitu pasar Tugu, Pasar
Tengah, Pasar Kedaton, Pasar Telukbetung, Bandarjaya, Pekalongan, , Kalianda,
dan Metro dapat dikatakan sebagai pasar yang ramai. Pasar Untung ini memiliki
karakter yang berbeda. Pasar Untung banyak disewa oleh penduduk beretnis Bali
dan pedagang beretnis Jawa. Berlawanan dengan pernyataan sebelumnya bahwa
pasar mewakili etnisnya, pasar, di saat yang sama, adalah miniatur interaksi antar
berbagai elemen masyarakat di suatu daerah. Hal ini disebabkan karena setiap
penduduk memerlukan pasar untu mendapatkan kebutuhannya sehingga membuka
interaksi antarpenjual dan pembeli. Ini berarti adanya interaksi antar suku.
Situasi pasar tersebut sangat menarik karena ternyata pasar yang masuk
dalam kategori besar di Lampung justru didominasi oleh dua etnis yang
merupakan pendatang pada awalnya. Etnis Bali, selain memiliki ciri khas rumah
makan sebagai sumber pencarian anggota etnisnya ternyata dapat membangun
eksistensi di pasar ini. Begitu juga dengan etnis Jawa. Menonjol dengan pertanian
tidak membuat etnis ini kehilangan pasar sebagai tempat mereka berinteraksi.
Keadaan ini adalah fenomena sosial yang sangat menarik dan perlu diamati lebih
jauh. Adapun melalui fokus akademik peneliti yang berbasis pada komunikasi
budaya melalui bahasa, secara linguistik hal ini dapat diteliti fenomena
kebahasaannya yang bertujuan untuk melihat sisi-sisi budaya Minang dan Jawa
dalam interaksi sehari-hari antara pedagang dan pembeli dan antara para pedagang
itu sendiri. Apakah mereka masih menggunakan bahasa Jawa dan Bali? Kapan
mereka lakukan? Untuk itu, perlu diadakan penelitian yang berjudul:
ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE JAWA-BALI
WACANA PERCAKAPAN DI PASAR UNTUNG
Penelitian ini menganalisis fenomena kebahasaan yang terjadi sehari-hari
di pasar dan melihat refleksi budaya yang dimiliki masyarakatnya, terutama
kebudayaan Bali dan Jawa sebagai pendatang yang cukup dominan di
Bandarlampung. Kedua etnis ini dikenal memegang teguh karakter budayanya
walaupun mereka tidak lagi berada di daerah asal mereka. Melalui analisis ini
diharapkan dapat dilihat apa saja upaya mereka dalam mempertahankan budaya
Bali atau Jawa.

2
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1. Apa saja bentuk percakapan antarpedagang di Pasar Untung?
2. Apa saja bentuk percakapan antara pedagang dan pembeli di Pasar Untung?
3. Kode/bahasa apa yang dipakai saat mereka melakukan percakapan?
4. Apakah terjadi alih kode atau campur kode saat melakukan percakapan?

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Menurut Sumarsono (2004:16), sosiolinguistik terbagi atas sosiolinguistik


mikro dan sosiolinguistik makro. Sosiolinguistik mikro lebih menekankan
perhatian pada interaksi bahasa antar penutur di dalam suatu kelompok guyub
tutur, sedangkan sosiolinguistik makro menitikberatkan perhatian pada interaksi
antar penutur dalam konteks antar kelompok. Analisis atau deskripsi
Sosiolinguistik mikro relatif lebih dekat dengan orientsi linguistik, tetapi dengan
cakupan tetap lebih luas dari analisis linguistik. Sebaliknya, sosiolinguistik makro
yang mempunyai objek dengan skala lebih luas dan lebih besar, memperhatikan
komunikasi antar kelompok dalam suatu masyarakat bahasa, bahkan sampai
tingkatan bangsa dalam sebuah negara, sosiolinguistik makro juga memperhatikan
kontak bahasa antar kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, pemertahanan
bahasa minoritas, dan hal-hal yang menyangkut kelompok penutur yang
jumlahnya banyak.
Malmaker (1992: 61-61) membedakan campuran sistem linguistik ini
menjadi dua:
a. Alih kode (code switching), yaitu beralih dari satu bahasa ke dalam bahasa
lain dalam satu ujaran atau percakapan; dan
b. Campur kode (code mixing/interference), yaitu penggunaan unsur-unsur
bahasa, dari satu bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain.
Campur kode atau interferensi mengacu pada penggunaan unsur formal
kode bahasa seperti fonem, morfem, kata, frase, kalimat dalam suatu konteks dari
satu bahasa ke dalam bahasa yang lain (Beardsmore, 1982: 40). Alih kode dan
campur kode dalam konteks dan situasi berbahasa dapat dilihat dengan jelas, juga
tataran, sifat, dan penyebabnya.

4
A. Pengertian Campur Kode dan Alih Kode
Nababan (1991: 31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup
juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu, misalnya
ragam formal ke ragam lain, misalnya ragam akrab; atau dari dialek satu ke dialek
yang lain; atau dari tingkat tutur tinggi, misalnya kromo inggil (bahasa jawa) ke
tutur yang lebih rendah, misalnya, bahasa ngoko, dan sebagainya.
Penggunaan dua bahasa (atau lebih) dalam alih kode menurut Suwito
(1996:80) ditandai oleh : (a) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-
fungsi secara tersendiri sesuai konteksnya, (b) fungsi masing-masing bahasa
disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Ciri-ciri itu
menunjukan bahwa di dalam alih kode, masing-masing bahasa masih mendukung
fungsinya secara esklusif, dan peralihan kode terjadi apabila penuturnya merasa
bahwa situasi relevan dengan peralihan kodenya. Tanda-tanda demikian oleh oleh
Kachru (dalam Suwito, 1996:80) disebut ciri-ciri unit kontekstual.
Suwito (1996:81) membedakan alih kode menjadi dua yaitu alih kode
intern dan alih kode ekstern : Apabila alih kode itu terjadi antara bahasa-bahasa
daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa
daerah, atau antar babarapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih
kode seperti itu bersifat intern. Apabila yang terjadi adalah antara bahasa asli
dengan bahasa asing maka disebut alih kode ekstern. Menurut Suwito, apabila
dalam suatu peristiwa tutur tertentu terdapat peralihan kode antar bahasa dalam
satu negara atau masih serumpun, maka peralihan kode tersebut bersifat intern.
Sedangkan apabila peralihan kode yang terjadi tersebut antar bahasa asli dengan
bahasa asing atau tidak serumpun, maka peralihan kode tersebut bersifat ekstern.
Dalam prakteknya mungkin saja dalam suatu peristiwa tutur tertentu terjadi alih
kode intern dan ekstern secara beruntun apabila fungsi kontekstual dan situasi
relevansinya dinilai oleh penutur cocok umtuk melakukannya.
Menurut Abdul Chaer dan Leony Agustina (1995: 141) alih kode adalah
peristiwa pergantian bahasa atau berubahnya satu ragam bahasa ke ragam lainnya
karena sebab-sebab tertentu. Penyebabnya bisa karena adanya orang ketiga yang
baru datang, situasi percakapan yang berubah, atau karena berubahnya topik
pembicaraan. Campur kode bercampurnya dua kode; satu kode menjadi dasar

5
percakapan sedangkan kode lainnya hanya digunakan serpihan-serpihannya saja
tanpa menggunakan fungsi atau keotonomiannya sebagai kode yang otonom.
(1995:151)

B. Tujuan Campur Kode


Nababan (1989:32) menegaskan bahwa suatu keadaan berbahasa menjadi
lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa
dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan
demikian, hanya kesantaian penutur, atau kebiasaanya yang dituruti. Tindak
bahasa yang demikian disebut campur kode. Dalam situasi berbahasa yang formal,
jarang terdapat campur kode. Ciri yang menonjol dari campur kode ini adalah
kesantaian atau situasi informal.
Suwito (1996:90) mengidentifikasikan alasan terjadinya campur kode
antara lain ialah : (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, dan (c)
keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dalam hal ini pun ketiganya saling
bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih. Ukuran untuk identifikasi peranan
adalah sosial, registral, dan edukasional. Campur kode yang terjadi ditunjukan
untuk mengidentifikasi peranan penutur, baik secara sosial, registral, maupun
edukasional. Misalnya dalam pemakaian bahasa jawa pemilihan variasi bahasa
dan cara mengekpresikan variasi bahsa itu dapat memberi kesan tertentu baik
tentang status sosial ataupun tingkat pendidikan penuturnya. Identifikasi ragam
ditentukan oleh bahasa yang digunakan untuk bercampur kode yang akan
menempatkan penutur dalam hierarki status sosial. Identifikasi keinginan untuk
menjelaskan dan menafsirkan tampak dalam sikap terhadap penutur. Penutur yang
bercampur kode dengan unsur-unsur bahasa Inggris dapat memberi kesan bahawa
si penutur “ orang masa kini”, berpendidikan cukup dan mempunyai hubungan
yang luas.

6
C. Wujud Campur Kode
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat didalamnya, Suwito
(1996: 92) membedakan wujud campur kode menjadi beberapa macam, antara
lain:
1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Kata merupakan unsur terkecil
dalam pembentukan kalimat yang sangat penting peranannya dalam tata
bahasa, yang dimaksud kata adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri, terdiri
dari morfem tunggal atau gabungan morfem.
2. Penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa: Frasa adalah gabungan dua kata
atau lebih yang sifatnya tidak prediktif, gabungan itu dapat rapat dan dapat
renggang.
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster: Baster merupakan hasil
perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda membentuk satu makna (Harimurti,
1993: 92).
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata: Perulangan kata
merupakan kata yang terjadi sebagai akibat dari reduplikasi.
5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom: Idiom
merupakan konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, tiap-tiap anggota
mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau
dengan pengertian lain idiom merupakan konstruksi yang maknanya tidak
sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

D. Komunikasi Interkultural
Dalam perspektif wacana, komunikasi interkultural dapat dilihat ketika
dua penutur dari dua budaya yang berbeda bergabung dalam suatu percakapan.
Setiap budaya memiliki pola wacana yang berbeda dan hal ini sering
menyebabkan terjadinya kesalahfahaman. Aspek-aspek wacana yang
mempengaruhi keberhasilan komunikasi antar budaya sebagai berikut.
a. Ideologi, yaitu nilai budaya, agama, dan keyakinan-keyakinan
b. Bentuk wacana; fungsi bahasa dan komunikasi non verbal
c. Sosialisasi; bagaimana belajar menjadi anggota masyarakat budaya tertentu
(Scollon and Scollon 1995: 148)

7
d. Face system atau organisasi masyarakat secara sosial, bagaimana hubungan
kekerabatan, konsep diri, hubungan dalam dan luar kelompok, dan konsep
komunitas dan masyarakat (Scollon and Scollon 1995:127).

8
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data berbentuk wacana lisan
yang diambil dengan merekam percakapan antar sesama pedagang dan ketika
terjadi transaksi jual beli. Rekaman ini berbentuk audio dan catatan. Adapun
rekaman data yang dimasukkan dalam tulisan ini adalah rekaman dalam bentuk
catatan. Informan atau penutur ujaran yang menjadi sumber data diambil secara
acak. Data ini kemudian ditranskripsikan agar menjadi lebih teratur dan lebih
mudah dianalisis lalu dipilah-pilah agar terpilih data yang diperlukan karena besar
kemungkinan dalam proses perekaman terjadi gangguan-gangguan percakapan,
adanya ujaran-ujaran yang tidak signifikan, dan juga karena data berbentuk ujaran
dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Setelah terseleksi, data dianalisis
dengan menggunakan kerangka teori yang relevan. Hasilnya akan ditemukan
sejumlah pengelompokan jenis-jenis wacana lisan yang terjadi, kode/bahasa yang
digunakan, dan ada atau tidak adanya alih kode dan campur kode dalam
percakapan tersebut.

B. Pendekatan untuk Analisis Data


Pendekatan yang dapat memenuhi tujuan penelitian ini adalah pendekatan
sosiolinguistik. Eggins&Slade (1997) mengatakan bahwa pada awalnya
pendekatan ini berasal dari beberapa disiplin ilmu, tapi dalam prakteknya banyak
berorientasi pada penggunaan bahasa dalam konteks social kehidupan manusia
sehari-hari.

9
Fungsi ujaran Fungsi ujaran respon
pembuka
Mendukung mengkonfrontasi
Tawaran Penerimaan Penolakan
Perintah Konfirmasi Menolak
Pernyataan Menyetujui Tidak setuju
Pertanyaan Menjawab Menidakkan/membantah

C. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu
Prapenelitian yang terdiri dari penelusuran referensi dan survey lokasi
pengambilan data, yang kedua peneliitian itu sendiri adalah pengambilan,
pengolahan, dan analisis data.
Analisis data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah analisis
struktur wacana percakapan. Setelah melakukan analisis terhadap strukturnya baru
dilanjutkan dengan analisis secara sosiolinguistik. Analisis data ini adalah analisis
urutan dari transkrip percakapan yang akan menunjukkan apakah ada interpretasi
makna sosial dari ujaran atau percakapan. Apakah ada keberadaan budaya dari
etnis Jawa dan Minang yang tergambar dari transkrip percakapan tersebut.
Transkrip yang telah dianalisis ini kemudian dikubungkan dengan
situasinya, apakah percakapan terjadi antar pedagang, antara penjual dan pembeli,
dan untukpembeli bisa dipilah lagi menjadi pelanggan-bukan pelanggan, beretnis
sama-berbeda etnis. Dari sini hipotesis penelitian tentang pilihan kode, hubungan
sosial antar anggota pasar, dapat dibentuk.

10
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Struktur Wacana


Analisis struktur wacana akan menjawab pertanyaan penelitian ini yaitu
pertanyaan pertama dan kedua. Berikut salah satu percakapan di pasar Untung.
Tabel 1. Fungsi ujaran di pasar
Giliran Penutur Ujaran Fungsi ujaran
1 Pembeli Bude kude ini bude ? Pertanyaan
2 Penjual Nike siyu geg Jawaban
3 B2 Kalau yang ini ? pertanyaan
4 J Mekejang siyu niki kueh-kueh jawaban
tiyang
5 B2 Mekejang siyu ya Pernyataan
6 B Iki piro bude? Pertanyaan
7 J Sewu mbak jawaban
8 J Setunggal sewu pernyataan
9 B2 Lo mau ini berapa? Pertanyaan
10 Teman B2 Saya satu aja Konfirmasi
11 B2 Bude ini satu ya Konfirmasi
12 B2 Ni saya beli dua Konfirmasi
13 B3 Ti telor puyuh ti Tawaran
14 B2 Mana lagi ? pertanyaan
15 B Ini lagi.. ini berapa bude ? pertanyaan
16 J Seribu satu jawaban
17 J Kuehnya macem-macem Pernyataan
seribu aja
18
19 B Ini singkong ya? Pertanyaan
20 B2 Bukan, bolu itu mah… Pembantahan
21 B ooo bolu keju Jawaban
22 J Singkong yang diujung… Jawaban dan
23 B oohh singkong yang diujung Pernyataan
24 B2 Bude semuanya ini sus ya ? Pertanyaan
25 J He..eh Pernyataan
26 B2 Lima eh lima, enam pernyataan
27 J Mbak baru satu ya pernyataan
28 B2 Mana lagi? Pertanyaan
29 B kalian mau yang mana lagi? pertanyaan
30 B2 Mau yang mana? Pernyataan
31 B2 Nom ini nom Pernyataan
32 B4 Berapa satunya? Pertanyaan
33 J Seribu jawaban

11
34 B4 Seribuan ya? Pertanyaan
35 B5 Ini loh .. eh Pertanyaan
36 J Ini sayurnya tiga ribu Pernyataan
37 B2 Ini bude berapa itu, hitung perintah
ulang !
38 J Ta itung ya… Satu, dua tiga, konfirmasi
ini lapan ribu
39 B5 setunggal iki punten bude? pertanyaan
40 J Setunggal sewu mas jawaban
41 B5 serebuan Bantahan
42 J Dah ini aja Pernyataan
43 B5 Telo ngewuan Pernyataan
44 J terimakasih Menutup percakapan
45 B3 Tengkyu Menutup percakapan

Pada percakapan awal, percakapan dimulai oleh pembeli menggunakan


bahasa Bali kemudian direspon oleh penjual menggunakan bahasa Bali juga. Pada
percakapan kedua pembeli menggunakan bahasa jawa dan direspon juga
menggunakan bahasa jawa, penjual yang menginisiasi percakapan. Fungsi yang
muncul adalah Pertanyaan, Pernyataan, bantahan, perintah, dan konfirmasi .
Berikut rekapitulasi jumlah fungsi ujaran dari masing-masing pihak.

Rekapitulasi Fungsi Ujaran 1.Bukan Pelanggan


Per Men Me Per Perin Me pem Pe Pe
Ta g ni nya tah Lak banta neri No
nya iya dak ta sanak han ma lakan
an kan kan an an an
Penjual 0 0 0 4 0 0 0 0

Pembeli 1 6 0 0 2 0 0 0 0

Rekapitulasi Fungsi Ujaran 2.Pelanggan


Per Men Me Per Perin Me Me Ta Pe Pe
Ta g ni nya tah Lak No War neri No
nya iya dak ta sanak lak an ma lakan
an kan kan an an an
Penjual 5 0 0 5 2 0 0 1 0 1

Pembeli 3 6 3 0 2 0 0 0 1 0 1

12
Dari analisis struktur, terlihat bahwa ujaran berpasangan tidak selalu
berbanding secara simetris.

B. Analisis Sosiolinguistik
Wacana percakapan adalah refleksi interaksi sosial dari masyarakat yang
menggunakannya. Wacana ini dapat menjelaskan kepada pendengarnya sikap para
penutur dalam berinteraksi. Suatu saat penutur menjadi bagian dari dunia yang
tidak terpisah-pisah oleh budaya dan tradisi tertentu tetapi di saat lain mereka
menarik diri ke dalam keanggotaan etnis atau ras tertentu.
Inilah yang terjadi dalam percakapan antara pedagang di pasar dan antara
pedagang dengan pembeli. Untuk menganalisis fenomena ini, data wacana
percakapan ini dapat dianalisis dengan pendekatan sosiolinguistik. Pendekatan
sosiolinguistik yang dimaksud adalah pendekatan yang menggunakan fenomena
adanya alih kode dan campur kode dalam percakapan.
Alih kode adalah peristiwa pergantian bahasa atau berubahnya satu ragam
bahasa ke ragam lainnya karena sebab-sebab tertentu (Abdul Chaer dan Agustina
1995). Romaine (1995) mendefinisikan alih kode sebagai pemilihan kode yang di
dalamnya penutur mengganti ragam ujaran berdasarkan konteks dan domain
pmbicaraan, biasanya perubahan ragam standar ke ragam daerah, tetapi juga dari
satu bahasa ke bahasa yang lain.
Pada bagian ini disajikan bagian dari korpus data sebagai contoh analisis
pola-pola alih kode.
Transkrip 1 Percakapan di pasar untung suropati labuhan dalam,tanjung
senang Bandar Lampung
Pembeli (B) : bude kangkungnya berapa?
Penjual (J) : seribu lima ratus
Penjual (J) : piro mas ?
(Berapa mas?) berbicara kepada pembeli lain
B2 : nggak bisa seribu aja tah bude?
J : aku tawari tiga malah nyempruk e … ojo seng gede-gede
(Berbicara kepada B “aku menawarkan tiga malah merengut.. tidak boleh yang
besar-besar”)

13
B2 : seribu aja ya
J : jangan geh..
B2: boleh sih bude
J : dua setengah
J: ya ojo
(berbicara kepada B “ya tidak boleh”)
J : ngene carok ngene loh..
(berbicara kepada rekan kerja “begini ngambilnya gini loh)
J : neng njobo tiga puluh loh mas
(berbicara dengan B “diluar sana harganya mencapai tiga puluh mas”)
J : males isuk-isuk’i sibuk arep tuku koyo ngono
(berbicara dengan rekan J “capek pagi-pagi sibuk mau beli yang seperti itu”)
B2: nih bude dua aja
J : kan digowo balek arepan
(berbicara dengan rekan J “kan mau diabawa pulang”)
B2 : kalau genjernya berapa bude? Sama aja ya ?
J : ambil dua ?
B2 : iya
J : yaudah.. mana kembangnya atau genjernya ?
B2 : nggak lah itunya aja lah kangkungnya aja lah
B : loh katanya genjer
B2 : ngak jadi mau Tanya aja
J : nggak jadi ?
B2 : nggak Tanya aja
J : kalau genjer itu vitaminnya di kembang
B2 : berapa tadi bude ?
J : dua setengah
B2 : makasih bude

Pada ekstrak percakapan di atas, ada empat peserta percakapan. Satu


penjual (J), dan dua pembeli (B dan B2) dan rekan J. B2 adalah langganan si
penjual sementara B tidak. Dalam waktu yang hampir bersamaan kedua pembeli

14
ini datang membeli kangkung kepada penjual. Pada pembeli B, si penjual tetap
menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda halnya dengan pembeli B2 si penjual
menggunakan bahasa Jawa. Dengan begitu secara otomatis J melakukan alih kode
dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa karena menyesuaikan dirinya kepada
pembeli dan rekannya. Jadi faktor pelanggan yang datang dan beretnis Dayak
mendorong penjual untuk melakukan alih kode situasional.

C. Jenis-jenis Alih Kode


Alih kode terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu
1)Alih kode Situasional,
Alih kode yang terjadi berdasarkan situasi dimana penutur menyadari
bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam situasi dan bahasa lain.
2)Alih Kode Metaforikal.
Alih kode metaforikal adalah alih kode yang terjadi jika ada pergantian
topic.
Percakapan yang terjadi antarpedagang atau antarpembeli dan penjual di
kedua pasar ini adalah Alih Kode Situasional, yaitu alih kode untuk mencapai
tujuan sesaat sesuai dengan setting sosial percakapan, dalam hal ini tujuannya
adalah berjual beli dengan seting di pasar, situasinya informal. Tingkat formalitas
semakin menurun bila penjual bertemu dengan penjual, atau penjual bertemu
dengan pelanggan.

15
BAB V
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Kode atau ragam bahasa yang dipakai oleh masyarakat pengguna pasar adalah
Bahasa Indonesia ragam informal.
2. Kode yang digunakan antar para pedagang di pasar Untung adalah bahasa
Jawa, Bali dan bahasa Indonesia.
3. Kode yang digunakan oleh sesama pedagang di pasar Untung adalah bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa.
4. Bahasa Jawa dan Bali digunakan untuk interaksi intra etnis.
5. Alih kode dan campur kode serta interferensi terjadi bila percakapan terjadi
antar etnis. Bila bertemu dengan penutur beda etnis, mereka menggunakan
bahasa Indonesia, tetapi bila bertemu dengan penutur etnis yang sama, kode
beralih ke bahasa Jawa atau Bali.
6. Alih kode sangat mudah terjadi di etnis Jawa.
7. Etnis Bali lebih tertutup dalam menunjukkan identitas budaya melalui
bahasanya.
8. Dengan tingkat yang berbeda, kedua suku ini masih mempertahankan budaya
mereka melalui bahasa mereka.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer dan Leony Agustina. 1995. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal.


Rineka Cipta.Jakarta.

Abdul Chaer. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Edwards, John. 1985. Language, Society, and Identity. Basil Blackwel Ltd
Oxford.

Eggins, Suzanne and Diana Slade. 1997. Analysing Casual Conversation. Cassell.
London

Goebel, Zane.2002. “Code Choice in interethnic interactions in two Urban


Neighborhoods of Central Java, Indonesia”. International Journal of the
Sociology of Language.158 (69-87)

Harimurti Kridalaksana. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics.Longman Group.


London.

J Gumperz, John.1982. Discourse Strategies. Cambridge University Press.


Cambridge.

Nababan, P.W.J. 1989. Sosiolinguistik dan Pengajaran Bahasa. PELBS 2.


Bambang Kaswanti Puwo.ed. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar . Jakarta: PT. Gramedia.

Romaine, Suzanne. 1995. Bilingualism. Blackwell Cambridge.

Scollon, Ron and Suzanne Wong Scollon. 1995. Intercultural Communication; A


Discourse Approach.Blackwell. Cambridge.

17
KAPITA SELEKTA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE


PERCAKAPAN DI PASAR UNTUNG

Dosen Pengampu : Andri Wicaksono, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

Nama : Septi Ayu Kulsum


NPM : 151210117

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG
2018

18
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini untuk tugas mata kuliah Kapita Selekta Bahasa Dan Sastra Indonesia. Makalah
ini disusun untuk mendeskripsikan tentang Alih Kode Dan Campur Kode
Percakapan Di Pasar Untung

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu


dalam penulisan makalah ini khususnya Bapak/ Ibu yang telah membimbing
penulis dengan sabar demi menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap makalah
yang sederhana dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari
lebih jauh tentang Alih Kode Dan Campur Kode Percakapan Di Pasar
Untung.Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak penulis harapkan perbaikan makalah ini.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis

19
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1


B. Perumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan .............................................................................................................. 3

BAB II KAJIAN TEORI


A. Pengertian Campur Kode dan Alih Kode ........................................................ 5
B. Tujuan Campur Kode ...................................................................................... 6
C. Wujud Campur Kode........................................................................................ 7
D. Komunikasi Interkultural ................................................................................ 7

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ................................................................................................ 9
B. Pendekatan untuk Analisis Data ....................................................................... 9
C. Prosedur Penelitian ........................................................................................... 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1


A. Analisis Struktur Wacana ................................................................................ 11
B. Analisis Sosiolinguistik ................................................................................... 13
C. Jenis-jenis Alih Kode ...................................................................................... 15

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai