Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut

secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut

sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Disisi lain

tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system kehidupan, baik

masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.

Sebagai suatu kesatuan tata air Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan

fungsi Hulu, Tengah dan Hilir. Bagian hulu berfungsi sebagai konservasi yang dikelola

untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara

lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,

kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Bagian tengah berfungsi untuk

pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi

kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air,

kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait

pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Bagian hilir

berfungsi untuk pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat

bagi kepentingan sosial dan ekonomi.

Untuk memperkirakan data curah hujan, maka dapat dilakukan perhitungan

dengan metode normal ratio, metode inversed square distance dan metode rata-rata

aljabar. Karena hujan yang turun di suatu daerah di Indonesia juga akan turun secara

periodik maka dapat dihitung apabila ada data yang hilang pada masa tertentu.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menghitung curah hujan dari periode selama 10 tahun ?

2. Bagaimana menghitung aliran permukaan ?

1.3 Tujuan

Tujuan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui cara menghitung persebaran curah hujan dari periode selama 10

tahun ?

2. Mengetahui menghitung aliran permukaan ?

1.4 Manfaat

Manfaat pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi persebaran curah hujan (Daerah Aliran Sungai) pada data

curah hujan priode 2006 sampai 2016

2. Memberikan informasi besaran aliran permurkaan (Run Off) pada data curah

hujan priode 2006 sampai 2016

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrogeologi atau siklus air tanah erat hubungannya dengan siklus air

meteorik. Siklus ini dapat berlangsung akibat panas dari radiasi sinar matahari. Kedua

siklus ini merupakan bagian dari siklus hidrologi di permukaan bumi. Proses-proses

utama yang berlangsung dalam siklus hidrologi meliputi proses evaporasi,

evapotranspirasi, kondensasi, presipitasi. dan penyerapan air hujan.

Evaporasi adalah proses penguapan air ke atmosfer dari tubuh-tubuh air yang

ada di bumi baik dari laut, sungai atau danau kemudian akan menjadi awan. Selain

evaporasi ada juga evapotranspirasi yang meruapakn gabungan dari proses evaporasi

dan transpirasi yaitu proses penguapan air yang terkandung di tanah yaitu soil moisture

dari zona perakaran dan aktivitas vegetasi (transpirasi) dengan proses evaporasi.

3
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang

lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya

air baik dalam berbentuk cair atau beku dari atmosfer ke permukaan bumi. Sebagian air

hujan tertampung di danau/rawa (depression storage), sebagian mengalir di darat

(overland flow), membentuk aliran permukaan (surface runoff/direct run off), sebagai

bagian dari aliran sungai (stream flow) dan sebagian lagi terserap (infiltrasi) di daerah

rechange menjadi air tanah.

Infiltrasi adalah proses air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-

pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler

atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal. Pergerakan air secara vertical

kebawah tanah menyebabkan terjadinya perkeloasi air tanah dan memasuki kawasan

confined aquifer. Selain itu, air yang kemudian diserap oleh akar tanaman kembali keatas

permukaan dan menyebabkan terjadinya proses evapotranspirasi.

2.2 Daerah Aliran Sungai

Menurut Mulyo (2004), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang

terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak sungai

yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk.

Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu drainage basin, semua airnya akan mengisi

sungai yang terdapat di dalam DAS tersebut. Oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan

daerah tangkapan hujan atau disebut catchment area. Semua air yang mengalir melalui

sungai bergerak meninggalkan daerah tangkapan sungai (DAS) dengan atau tanpa

memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai limpasan (run off).

Menurut Suripin (2001) Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan

sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang

jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada

sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan

4
menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk

perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam.

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara

alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut

ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah

berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau atau waduk,

dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup. Air

hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam

tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung

sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk

kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk

selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya

kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah.

Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang

baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya

pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) yang

kemudian akan mengalir ke sungai. Batas wilayah DAS diukur dengan cara

menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan

yang lain.

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu bagian hulu, tengah dan hilir.

Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran.

Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir

merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS

sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang dapat

mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS dikelola.

Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang

5
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Sub DAS

dapat pula didefinisikan sebagai suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk

secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai yang

membentuk bagian wilayah DAS. Komponen-komponen dari DAS yaitu sebagai berikut.

1. Luas DAS

DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas

daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta

topografi. Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat

memisahkan dan membagi air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut

ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan luas

DAS nya dapat diukur dengan alat planimeter. Peta yang digunakan akan

mempengaruhi ketelitian perhitungan luasnya. Adapun formula untuk

perhitungan luas yaitu:

Luas = Jumlah kotak x (skala)2

2. Panjang dan lebar

Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu

sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas

DAS dengan panjang sungai induk.

Lebar = Luas DAS : Panjang Sungai Induk

Kemiringan atau Gradien Sungai

Gradien atau kemiringan sungai dapat diperoleh dengan persamaan sebagai

berikut:

Gradien = Jarak Vertikal : Jarak Horisontal

Ket :

Jarak Vertikal = Beda tinggi antara hulu dengan hilir (m)

Jarak Horisontal = Panjang sungai induk (m)

6
3. Orde dan tingkat percabangan sungai

a. Orde Sungai

Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai. Orde

sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap

induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian makin banyak jumlah

orde sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula

alur sungainya.Tingkat percabangan sungai adalah angka atau indeks yang

ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.

b. Tingkat percabangan sungai

Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks

yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.

4. Kerapatan Sungai

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak

sungai di dalam suatu DAS.

5. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti penting

dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap

kecepatan terpusat aliran. Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air

hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin

singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi

banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi

yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk

DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah

memanjang dan kebulatan. Macam-macam benntuk Daerah Aliran Sungai:

a. DAS Berbentuk Bulu Burung

7
DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak-anak

sunga (sub-DAS) mengalir memanjang di sebalah kanan dan kiri sungai

utama. Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup

lama karena suplai air datang silih berganti dari masing-masing anak sungai.

b. DAS Berbentuk Radial

Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau nyaris lingkaran. Anak-

anak sungai (sub-DAS) mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi

terkonsentrasi pada satu titik secara radial, akibat dari bentuk DAS yang

demikian. Debit banjir yang dihasilkan umumnya akan sangat besar, dalam

catatan, hujan terjadi merata dan bersamaan di seluruh DAS tersebut.

c. DAS Berbentuk Paralel

Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup besar

di bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS

tersebut dapat memiliki karakteristik yang berbeda. Dan ketika terjadi hujan

di Kedua sub-DAS tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi terjadi

banjir yang relative besar.

d. Pola Pengairan Sungai

Sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai

dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai

mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola

tertentu. Pola itu tergantungan dari pada kondisi topografi, geologi, iklim,

vegetasi yang terdapat di dalam DAS bersangkutan.

2.3 Hujan

Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di

semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat

yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut

8
disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap).

Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan.

Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan laut yang naik

ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh sebagian di atas laut dan

sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian di tahan

tumbuh-tumbuhan (intersepsi), sebagian menguap kembali (evaporasi) dan sebagian

menjadi lembab. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian menguap melalui pori-pori

di dalam tanah (evapotranspirasi) dan demikian pula air yang ditahan tumbuh-

tumbuhan sebagian menguap(transpirasi), Air hujan yang menguap, yang meresap ke

dalam tanah, yang ditahan tumbuh-tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran

air di dalam sungai dan disebut air hilang (Soetedjo, 1970).

Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah

khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis

hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area penelitian

dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang memperhitungkan

parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana analisis hidrologi ini

ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran kebutuhan dan ketersediaan

air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam perencanaan lebih lanjut, secara

keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan data awal yang sangat diperlukan

dalam pengembangan selanjutnya.

2.4 Durasi Hujan


Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari hasil pencatatan

alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman ataupun harian). Dalam

perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan waktu konsentrasi,

khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi relatif pendek, mengingat akan

toleransi lamanya genangan. Jika kita diminta untuk menyiapkan perencanaan teknik

9
bangunan air, pertama-tama yang harus kita tentukan adalah berapa debit yang harus

diperhitungkan dimana besarnya debit rencana ditentukan oleh intensitas curah hujan.

Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam tiao satuan waktu, yang biasanya

dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda,

tergantung dengan lamanya curah hujan dan frekuensi kejadian. Pada umumnya

semakin besar durasi hujan t, intensitas hujannya semakin kecil. Jika tidak ada waktu

untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau karena disebabkan tidak adanya alat

untuk mngamati, maka dapat ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-

rumus berikut ini:

Talbot (1881)

Sherman (1905)

Inshiguro

Mononobe

dimana:
i = intensitas curah hujan (mm/jam).
t = waktu (durasi) curah hujan (Jam).

2.5 Catchment Area

Catchment area atau area tangkapan hujan adalah suatu area ataupun daerah

tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi

tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang mana polanya

disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah aliran air. Aliran air

tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai, tetapi

10
termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga

daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh

batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak

ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah

sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian (Sri Harto, 1993).

Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan (recharge area) dan

daerah yang lebih rendah merupakan daerah buangan (discharge area), yang

merupakan daerah pantai maupun lembah dengan suatu sistem aliran sungai. Secara

lebih spesifik daerah tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran

(watershed/catchment area) dimana aliran air tanah (yang saturated) menjauhi muka

air tanah.

Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase tambang

adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air permukaan (run off) di

tambah sejumlah pengaruh air tanah. Air hujan atau air permukaan yang mengalir ke

area penambangan tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi

oleh daerah disekitarnya. Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan

analisa peta topografi. Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan,

lokasi penimbunan, kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).

Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air

hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan

air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya produktivitas tidak menurun.

Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan

hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, dan

DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat

didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung

bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air

11
hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).

Menurut kamus Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi

yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan

seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan,

sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004).

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi (Suripin,

2004):

1. Luas dan bentuk DAS

Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan

bertambahnya luas DAS. Tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai

jumlah total dari DAS, melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya

akan berkurang dengan bertambahnya luasnya DAS. Ini berkaitan dengan waktu yang

diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke titik kontrol (waktu konsentrasi)

dan juga penyebaran atau intensitas hujan. Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola

aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan

dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang

bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama dan menerima hujan dengan

intensitas yang sama.

12
Gambar 2.1 Pengaruh Bentuk Das pada Aliran Permukaan

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran

permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau

melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama

dibandingkan dengan DAS yang melebar, sehingga terjadinya konsentrasi air dititik

kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. Faktor

bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan apabila hujan yang terjadi tidak

serentak diseluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang satu ke ujung lainnya. Pada

DAS memanjang laju aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di

hulu belum memberikan kontribusi pada titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan

di hilir telah habis, atau mengecil. Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran

permukaan dari semua titik di DAS tidak terpaut banyak, artinya air dari hulu sudah tiba

sebelum aliran di titik kontrol mengecil atau habis.

2. Topografi

Tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan

dan kerapatan parit dan atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai

pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan kemiringan curam

13
disertai parit atau saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran

permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang

jarang dan adanya cekungan-cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit

per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi,

sehingga memperbesar laju aliran permukaan.

3. Tata guna lahan

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien

aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya

aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukan ini

merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C

berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi

dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkkan bahwa

semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Nama sebuah DAS ditandai dengan

nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya

merupakan stasiun hidrometri. Dalam praktek, penetapan batas DAS sangat diperlukan

untuk menetapkan batas-batas DAS yang akan dianalisis. Penetapan ini mudah dilakukan

dari peta topografi. Peta topografi merupakan peta yang memuat semua keterangan

tentang suatu wilayah tertentu, baik jalan, kota, desa, sungai, jenis tumbuh-tumbuhan,

tata guna lahan lengkap dengan garis-garis kontur. Dari peta ditetapkan titik-titik

tertinggi di sekeliling sungai utama (main stream) yang dimaksud, dan masing-masing

titik tersebut dihubungkan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk garis utuh

yang bertemu ujung pangkalnya. Garis tersebut merupakan batas DAS di titik kontrol

tertentu (Sri Harto, 1993).

2.6 Curah Hujan Area

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam

perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik

14
curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang

diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan

dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data

curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi

pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk

penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir

adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan

pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam

mm. Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi

hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi

terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum

dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan area yang

diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di

dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut (Suripin, 2004).

Curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah

hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan area dari pengamatan curah hujan di

beberapa titik adalah sebagai berikut :

1. Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini adalah perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung

(arithmetic mean) pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua stasiun hujan mempunyai pengaruh

yang setara. Metode ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika topografi rata

atau datar, stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area tersebut serta hasil

penakaran masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata

seluruh stasiun hujan di seluruh area.

15
dimana :

R = curah hujan rata-rata DAS (mm)

R1, R2, Rn = curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = banyaknya stasiun hujan

2. Metode Poligon Thiessen

Metode ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini

memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi

ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis

sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan terdekat.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu

dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan

terdekat (Suripin, 2004).

Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya

terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh

daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobotan atau koefisien

Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai

yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

dimana :

C = Koefisien Thiessen

16
Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (Km2)

Atotal = Luas total dari DAS (Km2)

Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

a. Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus

penghubung.

b. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian

rupa, sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon

akan mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya

dibandingkan dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya, curah

hujan curah hujan pada stasiun tersebut dianggap representasi hujan pada

kawasan dalam poligon yang bersangkutan.

c. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas

total DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.

d. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :

dimana :

R = Curah hujan rata-rata DAS (mm)

A1 ,A2 ,...,An = Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (Km2)

R1 ,R2 ,...,Rn = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

N = Banyaknya stasiun hujan

17
Gambar 2.3 Metode Poligon Thiessen

3. Metode Rata-rata Isohyet

Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap stasiun hujan

dengan kata lain asumsi metode Thiessen yang menganggap bahwa tiap-tiap stasiun

hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Metode

ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur (Suripin, 2004). Prosedur penerapan

metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

a. Plot data kedalaman air hujan untuk tiap stasiun hujan pada peta.

b. Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik yang

mempunyai kedalaman air yang sama.

c. Hitung luas area antara dua garis isohyet yang berdekatan dengan

menggunakan planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata

hujan antara dua isohyet yang berdekatan.

d. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :

dimana :

18
R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis isohyet (mm)

A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh Isohyet (Km2 )

Cara ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata

jika stasiun hujannya relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat garis

isohyet. Peta isohyet harus mencantumkan sungai-sungai utamanya dan garis-garis

kontur yang cukup. Pada pembuatan peta isohyet harus turut mempertimbangkan

topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan.

Gambar 2.3 Metode Isohyet

19
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berikut adalah kesmpulan yang dapat ditarik dari pembahasan pada bab-bab
sebelumnya:
1. Persebaran rerata curah hujan selama periode 10 tahuan pada daerah DAS yaitu
memiliki intensitas hujan sebesar 94,27 mm/jam, curah hujan prediksi 80,15
mm/bulan.
2. Aliran permukaan yang didapatkan yaitu pada nilai debit run off nya sebesar
605,57 mm3/jam dan volume run off sebesar 358,46 liter.

5.2 Saran

Sebaiknya penjelasan materi kuliah lebih diperdalam agar mahasiswa dapat


lebih mengerti dan dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik dan benar dan juga
hubungan antara asisten dan praktikan lebih dipererat.

20

Anda mungkin juga menyukai