Dosen Pembimbing :
Ns. Vivi Yosafianti Pohan, M.Kep
Disusun Oleh :
1. Nita Febrianingrum (G0A016016) 9. Ulil Albab (G0A016024)
2. Nurul Hidayah (G0A016017) 10. Risaldi Prabowo (G0A016025)
3. Vidia Fitria D. (G0A016018) 11. Agung Tilaksono (G0A016026)
4. Sri Rahayu (G0A016019) 12. Nurul Afwa S. (G0A016027)
5. Fanisa Azka Q. (G0A016020) 13. Siti Fatimah (G0A016028)
6. Niken Tresih R.T (G0A016021) 14. Indira Imtiyazun (G0A016029)
7. Elya Miftah A. (G0A016022) 15. Ayu Nadia (G0A016030)
8. Erik Nufia (G0A016023)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN ANAK, dengan materi
Asuhan Keperawatan Anak dengan Kejang Demam. Dalam penyusunan tugas atau materi ini,
tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan anda semua, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan. Baikitu yang datang dari diri penulis
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongandari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.Pada akhirnya penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung tersusunnya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................................1
C. Metode Penulisan......................................................................................................1
D. Sistematika Penulisan................................................................................................2
B. Pengertian..................................................................................................................5
C. Klasifikasi..................................................................................................................5
D. Etiologi......................................................................................................................6
F. Manifestasi Klinik......................................................................................................8
G. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................................9
H. Penatalaksanaan.......................................................................................................10
I. Pengkajian Fokus......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
D. Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
1. BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan
2. BAB II : Konsep dasar, terdiri dari anatomi dan fisiologi, pengertian, klasifikasi,
etiologi/predisposisi, patofisiologi dan pathwasy keperawatan, manifestasi
klinik,pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, pengkajian focus, diaganosa
keperawatan, focus interfensi dan rasional
3. BAB II : Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI
6
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari
beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang
berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat
demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh,
rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada
tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam,
hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang
mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses
patologik ekstrakranium.
3. Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan
pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada
daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls
yang akan dikirim ke cortex cerebri.
2. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau
batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1. N. I : Nervus Olfaktorius
2. N. II : Nervus Optikus
3. N. III : Nervus Okulamotorius
4. N. IV : Nervus Troklearis
5. N. V : Nervus Trigeminus
6. N. VI : Nervus Abducen
7. N. VII : Nervus Fasialis
8. N. VIII : Nervus Akustikus
9. N. IX : Nervus Glossofaringeus
10. N. X : Nervus Vagus
11. N. XI : Nervus Accesorius
12. N. XII : Nervus Hipoglosus
7
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent.
Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre
dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1. Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2. Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3. Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsy. Epilepsy menerangkan
suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non metabolic yang
disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya. (Sylvia A.price)
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Kejang demam (kejang tonik-
klonik demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh mencapai
>38°C. Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ektrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling
sering pada anak usia 17-23 bulan menurut NANDA (2015).
C. KLASIFIKASI
8
Kejang tonik- klonik
Absence
Kejang mioklonik ( epiylepsi bilateral yang luas )
Kejang atonik
Kejang klonik
Kejang tonik
1. Intrakranial :
Trauma ( Perdarahan ) : perdarahan subarachnoid , subdural atau ventrikuler
Infeksi : bakteri, virus , parasit misalnya meningitis
Kongenital : disgenesis , kelainan serebri
2. Ekstrakranial :
Gangguan metabolik : Hipoglikemia , hipokalsemia , hipomagnesia , gangguan
elektrolit , ( Na dan K ) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
Toksit : intoksikasi anestesi local , sindroma putus obat.
Kongenital ganggaun metabolisme asam atau basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
D. ETIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi
neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak dan juga
dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau elektrolit terganggu. (Sylvia A.price)
9
Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan
dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat
predisposisi familial.
1. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkritis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot.Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain
akan di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan protaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami
spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh
penutupan lidah dan spasma bronkus.
10
2. Pathways
Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga
Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan cepat
F. MANIFESTASI KLINIK
11
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut living stone juga dapat kita
jadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria
antara lain:
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
12
H. PENATALAKSANAAN
1. Dirumah Sakit
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan di anak diazepam intravena secara
perlahandengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya
0,5-0,75 mg/kg BB, di atas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan
adalah 0,3 mg/kg BB/kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada
anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5
tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan.
2. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian
dapatdiberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam
ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskular.
3. Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiper ektensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan
intubasi endotrakel atau trakeostomi.
4. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
5. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial juga pemberian cairan yang mengandung natrium
(Na Cl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata untuk anak terlihat pada tabel
sebagai berikut:
13
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
6. Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu tuhuh) ke benda yang
mempunyai derajat lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan
penghantar panas yang banyak seperti anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan
paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti dileher. Tindakan ini dapat
dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg / Kg BB/
hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
7. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan
untuk mengurangi edem otak seperti deksametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik. Posisi kepala hiperektensi tetapi lebih tinggi dari anggota tuhuh
yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang lebih
15° (posisi tubuh pada garis lurus).
8. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tekhnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan
fenobartial dengan dosis pertama 8-10 mg / kg BB / hari (terbagi dalam 2 kali
pemberian), hari berikutnya 4-5 mg / kg BB / hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.
9. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran nafas, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan kultur jaringan,
pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak
dengan kejang demam.
14
2. Penatalaksanaan Di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan muculnya, maka orang tua atau
pengauh anak perlu diberikan bekal untuk memberikan tindakan awal pada anak yang
mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain:
1. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman seperti
dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti
gelas, pisau.
2. Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut lidah anak
menekuk atau tergigit maka diberikan tong spatel yang dibungkus dengan kassa atau
kain bersih.
3. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi pertukaran
oksigen lingkungan.
4. Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka sebagai pertolongan awal dapat diberikan
antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60 mh / tahun / kali (maksimal sehari 3
kali).Kalau memungkinkan sebaiknya orangtua atau pengasuh di rumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat serangan
kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk berat badan kurang
dari 10 kg, Kalau berat badan lebih dari 10 Kg maka dapat dberikan dosis 10 mg.
Untuk dosis rata-rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6 mg / KgBB.Kalau beberapa
menit kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam makasegera bawa
anak ke rumah sakit.
15
I. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1. Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang
dialami oleh anak (suhu rektal diatas 38° celcius).
2. Demam ini dilatar belakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar
kranial seperti tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian
status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih
menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa seperti bermain dengan teman
sebaya, pergi sekolah.
b. Pengkajian fungsional
16
tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan asupan
mineral.
Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi diatas anak juga dapat
mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat
sering kambuhnya penyakit sehimgga anak lebih banyak berdiam diri bersama
ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat
dirumah sakit anak terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di
sekitar, jarang menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar seperti
meloncat, berlari.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh
lidah, spasme otot bronkus.
b. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah
17
1. Risiko tinggi Hasil yang Monitor jalan nafas, Frekwensi pernafasan
obstruksi diharapkan: frekwensi yang meningkat tinggi
jalan nafas frekwensi pernafasan, irama dengan irama yang cepat
berhubungan pernafasan pernafasan tiap 15 sebagai salah satu
dengan meningkat 28-35 menit pada saat indikasi sumbatan jalan
penuutupa x/mnt, irama penurunan kesadaran nafas oleh benda asing,
faring oleh pernafasan reguler contohnya lidah.
lidah, dan tidak cepat,
spasme otot anak tidak terlihat Tempatkan anak
Posisi semifowler akan
bronkus. terengah-engah. pada posisi
menurunkan tahanan
semifowler dengan
tekanan intra abdomen
kepala hiperekstensi.
terhadap paru-paru.
Hiperektensi membuat
jalan nafas dalam posisi
lurus dan bebas dari
hambatan.
18
Kolaborasi Diazepam membantu
pemberian anti menurunkan tingkat fase
kejang. Contohnya depolarisasi yang cepat
pemberian diazepam di sistem persarafan
dengan dosis rata- pusat sehingga terjadi
rata 0,3 penurunan penurunan
mg/KgBB/kali spasma otot dn
pemberian. persarafan perifer.
Hasil yang
2. Risiko diharapkan:
gangguan jaringan perifer Kaji tingkat Kapiler kecil mempunyai
perfusi (kulit) terlihat pengisian kapiler volume darah yang
jaringan merah dan segar, perifer. relative kecil dan cukup
berhubungan akral teraba sensitive sebagai tanda
dengan hangat. terhadap penurunan
penurunan Hasil pemeriksaan oksigen darah.
oksigen AGD: PH darah
darah. 7,35-7,45, PO2
80-104 MmHg, Pemberian oksigen Oksigen tabung
PCO2 35-45 dengan memakai mempunyai tekanan
MmHg, HCO3° masker atau nasal yang lebih tinggi dari
21-25. bicanul dengan dosis oksigen lingkungan
rata rata 3liter/menit. sehingga mudah masuk
ke paru-paru.
Rangsangan akan
Hindarkan anak dari
meningkatkan fase
rangsangan yang
eksitasi persyarafan
berlebihan baik
yang dapat menaikan
suara, mekanik
kebutuhan oksigen
maupun cahaya.
jaringan.
Tempatkan pasien
Meningkatkan jumlah
19
pada ruangan udara yang masuk dan
dengan sirkulasi mencegah hipoksemia
udara yang jaringan
baik(ventilasi
memenuhi ¼ dari
luas rungan).
20
DAFTAR PUSTAKA
Sukarmin, Sujono Riyadi. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Anak.Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Nurarif, Amin Huda. Hardhi Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Yogyakarta : MediAction.
21