Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PNC

A. PENGERTIAN
Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Saifuddin dalam Astuti, 2009). Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan
perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (Mitayani, 2009). Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada
batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relative pendek darah sudah tidak keluar,
sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa
setelah keluarnya plasenta sampai alat alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara
normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama:
1. Perdarahan masa persalinan
2. Infeksi masa nifas
3. Tromboemboli
4. Depresi pasca persalinan

B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
· Uterus
· Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.

No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi


1. Segera setelah Pertengahan simpisis Terjadi
lahir dan umbilikus
2. 1 jam setelah Umbilikus Lembut
lahir
3. 12 jam setelah 1 cm di atas pusat
lahir
4. setelah 2 hari Turun 1 cm/hari Berkurang

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


- Lochea
· Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
· Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
· Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali
ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat,
dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali
dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6
sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
· Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
· Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam
2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada
1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post
partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi
bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3
minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
. Darah lengkap
Hb, Ht, Leukosit, trombosit.
· Urine lengkap

E. Komplikasi
1) Syok
2) Sepsis
3) Kegagalan fungsi
LAPORAN PENDAHULUAN

VE ( Ektraksi Vakum )

A.Pengertian
Ekstraksi Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tekanan
negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum ( ventouse ) dari malstrom.
Bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengejan ibu dan ekstraksi
pada bayi, serta mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vacum
ekstraktor.
Alat yang umumnya digunakan adalah vacum ekstraktor dari malmstrom. Prinsip dari cara
ini adalah bahwa kita mengadakan suatu vacum ( tekanan negative ) melalui suatu cup pada kepala
bayi. Dengan demikian akan timbul kaput secara artivisiil dan cup akan melekat erat pada kepala
bayi.
Pengaturan tekanan harus di turunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan
kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul
caput succedaneum.

B.Etiologi
1. Kelelahan pada ibu

2. Partus tak maju

3. Gawat janin

C.Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi
forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung
(eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan
posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat
dilakukan secara normal.
Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan
ekstraksi forsep/vacum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu.
Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan
intrakranial.

D. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada penggunaan vakum ekstraksi baik yang dialami oleh
ibu maupun janin antara lain :
Ibu : – robekan pada serviks uteri
– robekan pada dinding vagina, perineum
Anak : – perdarahan dalam otak
– kaput suksedaneum artifisialis yang biasanya akan hilang sendiri
Setelah 24-28 jam

E. Alat-alat Ekstraksi Vacum

1. Mangkok ( cup )
Mangkok ini dibuat untuk membuat kaputsuksedeniu buatan sehingga mangkuk dapat
mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat
dari bahan logam dan plastic. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastic kurang
traumatis dibanding dengan mangkuk logam. Mangkuk umumnya berdiameter 4 cm sampai
dengan 6 cm.
Pada punggung mangkuk terdapat:
a. Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
b. Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
c. Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction)
d. Pada vacuum bagian depan terdapat logam/ plastic yang berlubang untuk menghisap cairan
atau udara.
2. Rantai Penghubung
Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk dengan
pemegang.

3. Pipa Penghubung
Terbuat dari pipa karet atau plastic lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negative. Pipa
penghubung berfungsi penghubung tekanan negative mangkuk dengan botol.
4. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin
ikut tersedot ( air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll)
Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran :
a. Saluran manometer
b. Saluran menuju ke mangkuk
c. Saluran menuju ke pompa penghisap
5. Pompa penghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik

F. Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum


1. Ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ). Sekitar
vulva ditutup dengan kain steril
2. Setelah semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk dengan tonjolan
petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai mangkuk dengan
diameter terbesar yang dapat dipasang.

3. Dilakukan penghisapan dengan tekanan negative -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg
/cm2 tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negative yang
bertahap ini supaya kaput suksedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik

4. Dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit
ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
5. Bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal untuk
kemudian dilakukan episiotomi.
6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan
cara menarik pemegang sesuai dengan sumbu panggul. Ibujari dan jari telunjuk serta jari tangan
kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin. Selama ekstraksi ini,
jari-jari tangan kiri operator tersebut, memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran
paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur
dinaikan ( keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir, tekanan negative dihilangkan
dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian dilepas. Janin dilahirkan seperti
pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan secara aktif.

K. INDIKASI
Vakum ekstraksi diindikasikan pada ibu inpartu dengan kondisi :
• Partus tidak maju
• Gawat janin yang ringan
• Partus lama kala II: kelelahan ibu (dapat dilihat dengan dehidrasi ringan, nadi >100X/menit,
urine pekat)
• Toksemia gravidarum
• Ruptura uteri imminens
• Mempersingkat kala II pada ibu yang tidak boleh mengedan lama seperti ibu yang menderita
vitium cordis, anemia, koch pulmonum, asma.
• Udema porsio uteri
L. Kontraindikasi
1. Letak muka (kerusakan pada mata)
2. Kepala menyusul
3. Bayi premature (tarikan tidak boleh keras)
4. Gawat janin

M. Kegagalan
Ekstraksi vacum dianggap gagal jika:
1. Kepala tidak turun pada tarikan.
2. Jika tarikan sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit.
3. Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum.
4. Setiap aplikasi vacum harus dianggap sebagai ekstraksi vacum percobaan. Jangan lanjutkan
jika tidak terdapat penurunan kepala pada setiap tarikan.

N. Penyebab Kegagalan
1. Tenaga vacum terlalu rendah.
2. Tekanan negatif dibuat terlalu cepat.
3. Selaput ketuban melekat.
4. Bagian jalan lahir terjepit.
5. Koordinasi tangan kurang baik.
6. Traksi terlalu kuat.
7. Cacat alat, dan
8. Disproporsi sefalopelvik yang sebelumnya tak diketahui.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas /istirahat
a. Klien melaporkan adanya kelelahan
b. Klien melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan atau tehknik relaksasi
c. Adanya letargi
2. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg diantara kontraksi atau lebih.
3. Integritas Ego
a. Respon emosional dimana klien mengalami kecemasan akibat persalinan yang dialami.
b. Klien kelihatan gelisah.
c. Klien kelihatan putus asa
4. Eliminasi
a. Adanya keinginan berdefekasi pada saat kontraksi, disertai tekanan intra abdomen dan
tekanan uterus.
b. Dapat mengalami rabas vekal saat mengedan
c. Distensi kandung kemih
5. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Klien kelihatan meringis dan merintih akibat nyeri yang tidak terkontrol.
b. Timbul amnesia diantara kontraksi
c. Klien mengatakan nyerinya tidak mampu ia control.
6. Pernapasan
Terjadi peningkatan pernafasan.
7. Seksualitas
a. Cairan amnion keluar
b. Pembukaan belum penuh/penuh
c. Janin tidak maju

B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu dengan persalinan menggunakan vakum
ekstraksi adalah :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan persalinan mekanik, respon fisiologis
persalinan
2. Resiko tinggi trauma fetal berhubungan dengan tindakan vakum, persalinan lama
3. Resiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan disfungsi maternal
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan lama, keletihan
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan episiotomi
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan persalinan mekanik, respon fisiologis
persalinan
Kriteria hasil : klien mengatakan dapat beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan klien terhadap sentuhan fisik selama kontraksi
Rasional : sentuhan dapat bertindak sebagai destruksi, memberikan dukungan untuk tenaga dan
dorongan serta dapat membantu mempertahankan penurunan nyeri
b. Pantau frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi uterus
Rasional : mendeteksi kemajuan dan mengamati respon uterus normal
c. Informasikan klien awitan kontraksi
Rasional : klien dapat tidur dan atau mengalami amnesia parsial diantara kontraksi ini dapat
merusak kemampuannya untuk mengenali kontraksi saat kontraksi mulai dan dapat berdampak
negative pada kontrolnya
d. Beri lingkungan yang tenang dengan ventilasi adekuat, lampu redup, dan tidak petugas yang
tidak dibutuhkan
Rasional : lingkungan yang aman menimbulkan, memberi kesempatan optimal untuk istirahat
dan relaksasi diantara kontraksi
e. Tinjau ulang/berikan intruksi dalam tehknik pernafasan sederhana
Rasional : mendorong relaksasi dan memberi klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
2. Resiko tinggi trauma fetal berhubungan dengan tindakan vakum, persalinan lama
Kriteria hasil : Menunjukkan DJJ dalam batas normal, variabilitas baik, tidak ada deselarasi.
Intervensi :
a. Kaji DJJ secara manual atau elektrik, perhatikan variabilitas, perubahan periodic dan
frekuensi dasar. Periksa DJJ diantara kontraksi dengan menggunakan doptone. Jumlahkan
selama 10 menit, istirahat selama 5 menit dan jumlahkan lagi selama 10 menit. Lanjutkan pola
ini sepanjang kontraksi sampai pertengahan diantaranya dan setelah kontraksi
Rasional : Mendeteksi respon abnormal, seperti variabilitas yang dilebih-lebihkan, bradikardia
dan takikardia, yang mungkin disebabkan oleh stress, hipoksia, asidosis, atau sepsis
b. Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan
intrauterus bila tersedia
Rasional : tekanan istirahat lebih besar dari 30 mm Hg atau tekanan kontraksi lebih dari 50 mm
Hg menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam ruang intravilos.
c. Identifikasi faktor-faktor maternal seperti dehidrasi, asidosis, ansietas, atau sindrom vena
kava.
Rasional: Kadang-kadang prosedur sederhana (seperti membalikkan klien keposisi rekumben
lateral) meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke uterus dan plansenta serta dapat mencegah
atau memperbaiki hipoksia janin.
d. Perhatikan frekuensi kontraksi uterus. Beri tahu dokter bila frekuensi 2 menit atau kurang.
Rasional: kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidak memungkinkan oksigenasi
adekuat dari ruang intravilos.
e. Kaji malposisi dengan menggunakan maneuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal
(lokasi fontanel dan satura cranial). Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
Rasional: Menentukan pembaringan janin, posisi, dan presentasi dapat mengidentifikasi faktor-
faktor yang memperberat disfungsional persalinan.
f. Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam hubungannya dengan kolumna vertebralis
iskial.
Rasional: Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam untuk primipari atau kurang dari 2 cm/jam
untuk multipara, dapat menandakan CPD atau malposisi.
g. Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi pada klien PKA.
Rasional: Resiko cedera atau kematian janin/neonatal meningkat dengan melahirkan pervagina
bila presentasi selain verteks.
h. Siapkan untuk metode melahirkan yang paling layak bila janin pada presentasi kening dan
dagu.
Rasional: Presentasi ini meningkatkan risiko CPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak
janin masuk ke pelvis (11 cm pada kening atau presentasi wajah, 13 cm pada presentasi dagu.
3. Resiko tinggi maternal berhubungan dengan disfungsi maternal.
Kriteria hasil: menyelesaikan kelahiran tanpa komplikasi.
Intervensi :
a. Lakukan pemeriksaan vagina steril untuk menentukan persiapan dan kematangan serviks dan
posisi janin, ulangi sesuai indikasi dengan reaksi klien
Rasional: Penonjolan lunak, parsial, pemeriksaan berulang menentukan kemajuan persalinan,
tetapi untuk menghindari infeksi harus di batasi seminimal mungkin
b. Periksa TD dan nadi setiap 15 menit.
Rasional: Mengkaji kesejahteraan ibu dan mendeteksi terjadinya hipertensi dan hipotensi.
c. Palpasi fundus untuk mengevaluasi frekuensi dan durasi kontraksi observasi stimulasi
berlebihan. Catat intensitas tonus istirahat diantara kontraksi jika kateter digunakan.
Rasional: Pemantauan uterus eksternal menandakan frekuensi, bukan intensitas dari kontraksi.
Stimulasi yang berlebihan menyebabkan rupture uterus dan pelepasan plasenta premature.
d. Pantau masukan dan keluaran. Ukur berat jenis urin , palpasi kandung kemih.
Rasional: Penurunan resiko infeksi atau memberikan deteksi dini terjadinya infeksi adanya
kandungan mikonium, menandakan distress janin.
e. Perhatikan adanya kram abdomen, pusing, mual/muntah, adanya letargi, hipotensi dan
takikardi.
Rasional: Intoksikasi air dapat terjadi tergantung pada kecepatan atau jenis cairan yang
diberikan.
f. Bantu sesuai kebutuhan dengan pemasangan kateter intra uterus.
Rasional: Pemantauan internal secara adekuat memperbanyak intensitas dan frekuensi kontraksi
dan membantu mengidentifikasi stimulasi berlebihan dan kemungkinan rupture uterus karena
pemberian oksitosin berlebihan.
g. Observasi pencegahan yang aman berhubungan dengan penggunaan infus dan memberi label
yang tepat pada larutan oksitosin.
Rasional: Kesalahan atau fluktuasi dalam kecepatan pemberian dapat menyebabkan obat yang
diberikan kurang atau berlebihan mengakibatkan tidak adekuatan kontraksi atau terjadi ruptur
uterus.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan lama, keletihan
Kriteria hasil : klien mengatakan ansietas dapat diatasi, dapat rileks dengan situasi persalinan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas klien melalui isyarat verbal dan nonverbal
Rasional : mengidentifikasi tingkat intervensi yang perlu, ansietas yang berlebihan
meningkatkan persepsi nyeri dan dapat mempunyai dampak negative terhadap hasil persalinan.
b. Beri dukungan professional intrapartu kuntinu, informasikan kepada klien bahwa ia tidak
akan ditinggal sendirian
Rasional : rasa takut dapat semakin berat sesuai kemajuan persalinan.
c. Anjurkan tehknik pernapasan dan relaksasi
Rasional : membantu dalam menurunkan ansietas dan persepsi terhadap nyeri dalam korteks
serebral, menigkatkan rasa control.
d. Pantau DJJ dan tekanan darah ibu
Rasional : ansietas yang lama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan endrokrin, dengan
kelebihan pelepasan epineprin dan nonepineprin, meningkatkan tekanan darah dan nadi
e. Evaluasi pola kontraksi/kemajuan persalinan.
Rasional : meningkatkan intensitas kontraksi uterus, dapat meningkatkan masalah klien tentang
kemampuan pribadi dan hasil persalinan, selain itu meningkatkan epineprin, dapat menghambat
aktivitas miometrium. Stres yang berlebihan menguras glukosa sehingga pembentukan ATP
menurun untuk digunakan dalam kontraksi
f. Pantau tekanan darah dan nadi sesuai indikasi ( bila tekanan darah tinggi pada penerimaan
ulangi prosedur dalam 30 menit untuk mendapatkan pembacaan tepat saat klien rileks )
Rasional : stress mengaktifkan system adrenokortikol hipopisis-hipotalamik yang meningkatkan
retensi dan resorpsi natrium dan air dan meningkatkan ekskresi kalium, kehilangan kalium dapat
menurunkan aktivitas miometrik.
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut.
Rasional : stress, rasa takut mempunyai efek yang dalam pada proses Persalinan dan menambah
lamanya persalinan, dimana terjadi ketidakseimbangan epineprin dan nonepineprin yang dapat
meningkatkan disfunsi pola pole persalinan.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan episiotomy
Kriteria hasil : menunjukkan luka bebas dari drainase purulen. Bebas dari infeksi, tidak pebris
dan mempunyai aliran lokhial kateter normal
Intervensi :
a. Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi
seperti persalinan lama yang menggunakan alat mekanis.
Rasional : membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang dapat mengganggu kebutuhan
dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium dan memberi kecenderungan klien
terkena infeksi.
b. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi, catat adanya menggigil, anoreksia dan
malaise
Rasional : peningkatan suhu tubuh sampai 38,3 0c dalam 24 jam pertama menandakan adanya
infeksi.
c. Kaji lokasi dan kontraktifitas uterus, perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri
tekan uterus ekstrem
Rasional : fundus yang awalnya 2 cm dibawah umbilicus meningkat 1-2 cm/hari, kegagalan
miometrium untuk involusi pada kecepatan ini atau terjadinya nyeri tekan ekstrem menandakan
kemungkinan tahanan jaringan plasenta/infeksi
d. Catat jumlah dan bau rabas lokheal atau perubahan pada kamajuan normal dari rubra menjadi
serosa
Rasional : lokia secara normal mempunyai bau amis namun pada endometasis akan berbau
busuk, mungkin gagal menujukkan kemajuan normal dari rubru ke serosa sampai ke alba
e. Infeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam, perhatikan adanya nyeri tekan berlebihan,
kemerahan, eksudat purulen, edema, atau adanya laserasi.
Rasional : diagnosa dini dari infeksi local dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus
f. Kaji tanda-tanda ISK atau sistitis
Rasional : gejala ISK nampak pada hari kedua sampai dengan ketiga postpartum karena naiknya
infeksi ke traktus uretra, kekandung kemih dan kemungkinan ke ginjal
g. Berikan antibiotic spectrum luas, sampai laporan kultur / sensitifitas dikembalikan kemudian
ubah terapi sesuai indikasi
Rasional : mencegah infeksi dari penyebaran ke jaringan sekitar atau aliran darah. Pilihan
antibiotic tergantung pada sensitifitas organisme penginfeksi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
Intervensi
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istrahat. Catat lama persalinan dan jenis kelamin
Rasional : persalinan dan kelahiran lama akan sulit khususnya jika terjadi malam hari
peningkatan tingkat kelelahan
b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat. Organisasikan perawatan untuk
meminimalkan gangguan dan memberi istirahat serta periode tidur yang ekstra. Anjurkan untuk
mengungkapkan pengalaman melahirkan, berikan lingkungan yang tenang
Rasional : membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan ransang, jika
kebutuhan tidur tidak terpenuhi dapat memperpanjang proses perbaikan pasca partum
c. Memberikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai asi.
Rasional : kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI dan penurunan
repleks secara psikologis.
d. Berikan obat-obatan misalnya analgetic.
Rasional : mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai kebutuhan.
e. Anjurkan pembatasan jumlah dan lamanya waktu kunjungan
Rasionalnya : kelelahan berlebihan dapat diakibatkan dari penggunaan waktu kunjungan yang
sering dan teman-teman yang berarti.
LAPORAN PENDAHULUAN
RETENSIO URIN

A. Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih sepenuhnya
selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical
Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut
maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).

B. Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat, kelainan uretra
( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan persyarafan ( stroke, cidera tulang
belakang, multiple sklerosis dan parkinson). Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi
urine baik dengan menghambat kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung
kemih. (Karch, 2008)
C. Patofisiologi dan Patoflow
Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya
antara lain :
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik. Misalnya DM berat
sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah) menyebabkan kelemahan
pada otot detrusor..
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher
vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra,
sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
D. Tanda dan Gejala
1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung kemih
tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.
G. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. pielonefritis
3. hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang keluar.
b. Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.
c. Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang menunjukkan distensi
kandung kemih.
d. Kaji pola nutrisi dan cairan.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensi urine dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
1) Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3) Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.
2) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
4) Berikan tindakan kenyamanan
R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah intoleransi aktivitas dapat
teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai