Anda di halaman 1dari 10

FORM H2.

10(VERSI 01)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL – UNIVERSITAS LAMBUNG


MANGKURAT – PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
1/10
GEDUNG FAKULTAS TEKNIK KAMPUS UNLAM BANJARMASIN 70123
TELP. 0511-3304503FAKS. 0511-3304503EMAIL psmts@teknikunlam.ac.id;
psmts@ft.unlam.ac.id
PRA-PROPOSAL TESIS

JDUDUL TESIS : STUDI STABILISASI TANAH GAMBUT DENGAN LIMBAH PECAHAN


BATA RINGAN
NAMA : DONY HERWANDI
NIM : 1620828310013
JURUSAN : REKAYASA GEOTEKNIK

LATAR BELAKANG :
Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas
daratan Indonesia (Subagjo, 1998; Wibowo dan Suyatno, 1998). Dari luasan tersebut sekitar 5,7 juta ha atau
27,8% terdapat di Kalimantan. Lahan gambut termasuk vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bagian dari
sumberdaya alam yang mempunyai fungsi untuk pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah intrusi
air laut, pendukung berbagai kehidupan keanekaragaman hayati, dan pengendali iklim (melalui kemampuannya
dalam menyerap dan menyimpan karbon). Salah satu pembangunan yang sudah dan sedang dilakukan di
Indonesia adalah dibidang transportasi, yaitu pembuatan jalan raya. Bagian terpenting dari konstruksi jalan
adalah jenis tanah yang digunakan sebagai tanah dasar (subgrade), karena tanah inilah yang akan mendukung
beban di atasnya, baik itu beban statis ataupun beban dinamis. Didalam prakteknya di lapangan sering dijumpai
masalah-masalah teknis yang berkaitan dengan tanah. Salah satu jenis tanah yang kurang menguntungkan untuk
konstruksi jalan adalah tanah gambut. Tanah gambut merupakan suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri
dari sisa-sisa tumbuhan, yang biasanya memiliki kompresibilitas yang tinggi dan daya dukung yang rendah.
Oleh karena itu, tanah gambut merupakan tanah dengan sifat kurang baik, yang sangat tidak ekonomis apabila
dijadikan tanah dasar (subgrade) suatu perkerasan jalan. Jika dilihat dari fakta di atas maka diperlukan suatu
perlakuan khusus terhadap tanah gambut yang berdaya dukung rendah dan mempunyai sifat ekspansif.
Perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan stabilitas dan kapasitas daya dukung tanah sering disebut dengan
stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah merupakan hal yang sangat penting bagi pembangunan suatu konstruksi
apabila tanah yang akan digunakan memiliki karakteristik yang tidak baik, seperti tanah gambut.
Maksud dari stabilisasi tanah adalah usaha untuk memperbaiki sifat-sifat tanah asli agar tanah tersebut
sesuai atau memenuhi syarat untuk dipergunakan sesuai fungsinya. Sifat-sifat tanah dapat diperbaiki secara
ekonomis dengan menggunakan bahan campuran.salah satu campuran dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan limbah sisa bongkaran Bata ringan yang banyak ditemukan pada perumhan – perumahan
menengah keatas yang melakukan rehab ataupun perbaikan.

Bata ringan adalah batu bata yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada bata pada umumnya.Bata
ringan dikenal ada 2 (dua) jenis: Autoclaved Aerated Concrete (AAC) dan Cellular Lightweight Concrete
(CLC). Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara ke dalam mortar
akan mengurangi berat beton yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan bata ringan AAC dengan CLC dari segi
proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf bertekanan tinggi sedangkan bata
ringan jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami. CLC sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved
Aerated Concrete (NAAC).( Wikipedia Indonesia ).

Bata ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material
bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh
Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Di Indonesia sendiri bata ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat
didirikannya Pabrikasi AAC di Karawang, Jawa Barat.

Bata ringan AAC adalah beton seluler dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia,
adonan AAC umumnya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta
sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi).Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan
mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai
pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8
persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan.Adonan beton aerasi ini lantas dipotong
sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau
diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183 derajat celsius. Hal ini
dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan.Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum,
air, dan alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada
di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-
gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya
menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen
akan terlepas ke atmosfer dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang
membuat beton ini menjadi ringan.

Bata ringan CLC adalah beton seluler yang mengalami proses curing secara alami, CLC adalah beton
konvensional yang mana agregat kasar (kerikil) diganti dengan gelembung udara, dalam prosesnya mengunakan
busa organik yang kurang stabil dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran adonan, foam/busa
berfungsi hanya sebagai media untuk membungkus udara. Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk
menghasilkan CLC juga standard, sehingga produksi dengan mudah dapat pula diintegrasikan ke dalam
pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam yang digunakan dan kepadatan yand
didapatkan dapat disesuaikan mulai dari 350 kg/m³ sampai 1.800 kg/m³ dan kekuatan dapat juga dicapai dari
serendah 1,5 sampai lebih 30 N/mm². Pasir sungai berukuran 2, 4, 6 dan 8mm dapat digunakan, tergantung
pada kepadatan yang diinginkan. Semen portland menawarkan kinerja paling optimal tetapi kebanyakan jenis
lain semen juga bisa digunakan. kepadatan beton bisa disesuaikan, berbagai ukuran dan maupun panel prefab
dapat diproduksi, di atas kepadatan dari 1.200 kg / m³ (setengah dari berat beton konvensional) untuk aplikasi
struktural dapat mengunakan rangka baja. Pada CLC Gelembung udara yang dihasilkan benar-benar terpisah
satu sama lain, sehingga penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu dilapisi dengan lapisan anti
korosi, beton dengan kepadatan diatas 1.200 kg/m3 juga tidak memerlukan pla-ster, seperti pada AAC, hanya
cukup di cat saja. Penyerapan air lebih rendah daripada di AAC dan masih cukup baik dibandingkan dengan
beton konvensional. CLC sama halnya dengan beton konvensional kekuatan akan bertambah seiring dengan
waktu melalui kelembapan alamiah pada tekanan atmosfer saja. Meskipun tidak seringan AAC, CLC tetap
menawarkan penurunan berat badan yang cukup besar dibandingkan dengan beton konvensional dan isolasi
termal 500% lebih tinggi dan tahan api. Paku dan Sekrup dapat dengan mudah dipaku ke CLC terus tanpa harus
menggunakan pen, CLC juga dapat dipotong atau digergaji. Bahkan panel dinding rumah seluruhnya dapat
dicetak hanya dalam sekali tuang. Beton CLC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari
isolasi atap rumah pada kepadatan serendah 350 kg / m³ sampai dengan produksi panel dan lantai beton dengan
kepadatan 1800 kg / m³.
FORM H2.10 (VERSI 01)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL – UNIVERSITAS LAMBUNG


MANGKURAT – PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL 5/2
GEDUNG FAKULTAS TEKNIK KAMPUS UNLAM BANJARMASIN 70123
TELP. 0511-3304503 FAKS. 0511-3304503 EMAIL psmts@ft.unlam.ac.id
PRA-PROPOSAL TESIS

PERUMUSAN MASALAH :
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah mengenai bagaimana pengaruh campuran Eceng Gondok
yang merupakan tumbuhan sungai dan merupakan limbah pada saat pembersihan sungai untuk stabilisasi jenis
tanah lempung lunak dan gambut dengan kadar campuran efektif dan dengan variasi jumlah campuran eceng
gondok. Perubahan yang akan dialami oleh tanah yang melingkupi perubahan nilai kadar air ( W ),berat jenis
tanah ( GS ),liquid limit ( LL ) dan nilai uji geser dengan tanah yang telah dicampur atau distabilisasi dengan
menggunakan eceng gondok sebagai bahan campuran tanah . Saat ini belum diketahui pengaruh penambahan
eceng gondok sebagai bahan yang efektif untuk stabilisasi tanah. Maka dari itu perlu diteliti seberapa besar
pengaruh eceng gondok sebagai bahan tambahan stabilisasi terhadap tanah.
TUJUAN PENELITIAN :

1. Mendapatkan nilai CBR dengan pengujian di laboratorium


2. Mengetahui peningkatan nilai uji geser langsung dengan variasi jumlah eceng gondok
3.Mengetahui nilai kadar air,liquid limit dan berat jenis tanah gambut setelah ditambahkan eceng gondok
dengan variasi persentasi yang berbeda
4.Diharapkan mendapatkan peningkatan nilai kepadatan setelah ditambahkan eceng gondok dengan variasi
jumlah
FORM H2.10 (VERSI 01)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL – UNIVERSITAS LAMBUNG


MANGKURAT – PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL 8/10
GEDUNG FAKULTAS TEKNIK KAMPUS UNLAM BANJARMASIN 70123
TELP. 0511-3304503 FAKS. 0511-3304503 EMAIL psmts@ft.unlam.ac.id
PRA-PROPOSAL TESIS

RENCANA KAJIAN PUSTAKA :


Stabilisasi Tanah Gambut
Sifat tanah gambut yang jelek membuat perlu dilakukannya stabilisasi. Stabilisasi pada intinya adalah
upaya untuk menurunkan batas cair (liquid limit), menurunkan kadar air optimum, menaikkan berat isi
kering maksimum, menaikkan nilai kepadatan dengan naiknya nilai CBR, dan menaikkan nilai ϕ dan
nilai c hasil dari pengujian triaksial. Penelitian stabilitas yang pernah dilakukan adalah oleh Boy
Irwandi (2000) yang melakukan stabilitas tanah gambut dengan campuran peatsolid dan tanah gambut
dengan campuran abu gambut, Subagio (1995) yang melakukan stabilisasi dengan semen Portland dan
geosta-A sebagai bahan tambah, Widik Cipthadi (1996) yang melakukan stabilisasi dengan bahan
kimia cair consolid, Vincentia Endah S. (1997) yang melakukan stabilisasi dengan bahan supercement,
dan Binawati Prihandajani (1996) yang melakukan stabilisasi dengan penambahan clean set tipe CS-10.
Perubahan parameter sifat fisik dan nilai CBR dapat diberikan pada tabel 2.37, 2.38, 2.39, 2.40, 2.41,
2.42, dan 2.43. Sedangkan untuk tes triaksial dengan perlakuan stabilisasi pernah dilakukan oleh Shelly
Anita (2002).
Eceng Gondok
Eceng gondok diketahui mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga dapat
tumbuh dengan cepat pada keadaan kurang subur serta dapat memanfaatkan pula kesuburan yang
tinggi. Disamping itu eceng gondok memiliki masa yang besar, tumbuh mengapung diatas permukaan
air sehingga mudah dipanen dibandingkan tanaman air lainya. Eceng gondok merupakan tanaman
pengganggu yang sulit diberantas. Tumbuhan ini hampir hidup di semua perairan daerah tropis maupun
subtropis, selama ini banyak kerugian yang dapat disebabkan eceng gondok, antara lain mengangu
irigasi dan pembangkit listrik tenaga air serta bidang perikanan (Sutikno 1997 dalam Fahmi 2009).
Akar Eceng Gondok
Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai
pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan
tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari
kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikal
yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1950).
Daun Eceng Gondok
Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya
terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil)
eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata)
dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat
penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil
dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO2 yang
akan terlepas ke dalam air (Pandey, 1980).
Tangkai Eceng Gondok
Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang
berperan untuk mengapaungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan
epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang
tebal disebut lapisan parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem
dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih
(Pandey, 1950).

RENCANA DAFTAR PUSTAKA :


1.Stabilisasi Tanah ( Ir. Darwis Panguriseng, MSc )
2.Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan ( Hary Christady Hardiyatmo )

1.Principles of Foundation Engineering 7th Edition


2. Foundation Design and Construction 7 Edition dan Pile Design and Construction Practice 5 Edition

Anda mungkin juga menyukai