Anda di halaman 1dari 9

KUALITAS BIJI KAKAO

Hasil Pembahasan Kelompok 11 .


Nama Anggota :
1. Iklil Hilal (1609035004)
2. Bibit Satriono (1609035008)
3. Jerio Madre (1609035025)
Program Studi : Teknik Industri

1. Rumusan Masalah
Setelah membaca text book berjudul Strategi Kebijakan Mutu dan Standar
Produk Ekspor dalam Meningkatkan Daya Saing (Studi Kasus Produk Ekspor Biji
Kakao ) yang akan dianalisa, yg menjadi focus analisa kami adalah dari paragraph
berikut “Dari 23 produk ekspor, komoditas yang memiliki daya saing tinggi
berdasarkan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) adalah biji kakao.
Walaupun RCA biji kakao Indonesia tinggi, tetapi eksportir sering kehilangan daya
saing. Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, sekitar 70% produksi biji
kakao belum memenuhi SNI. Ketidaklayakan biji kakao tersebut karena petani tidak
melakukan fermentasi terlebih dahulu sehingga rasa serbuk kakao yang dihasilkan
kurang enak. Selain itu, biji kakao masih banyak tercampur kotoran, seperti sisa kulit,
sampah, dan kerikil.” Namun pada text book tersebut tidak dijelaskan secara rinci apa
saja yg menjadi standar kualitas biji kakao yg baik secara terperinci dan hubungan yg
jelas antara metrology industry dengan pengendalian kualitas. jadi kami melakukan
analisa dan pembahasan untuk sedikit menambahkan isi text book tersebut.

2. Pembahasan
a. Keadaan Produksi kakao Indonesia
Produksi kakao Indonesia mencapai 1.315.800 ton per tahun atau setara
dengan 15% dari total produksi kakao dunia. Indonesia menempati posisi ketiga
penghasil kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal
1.462.000 ha dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir areal perkebunannya
meningkat pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8% per tahun (Karmawati
et al., 2010). Kakao Indonesia mampu menyumbangkan devisa bagi negara
sebesar US$ 668 juta per tahun atau nomor tiga dari sector pertanian setelah
kelapa sawit dan karet (Anonim, 2010a).

b. Hubungan metrology industry dengan pengendalian kualitas


Metrologi industri adalah kegiatan untuk menghubungkan hasil-hasil
pengukuran melalui standar pengukuran, standar alat ukur dan membandingkan
hasil-hasil kalibrasi tersebut dengan persyaratan pengukuran (seperti akurasi,
presisi, kesalahan terbesar, dll) yang ditetapkan sebagai persyaratan proses
produksi untuk mencapai karakteristik produk yang diinginkan oleh pelanggan.
Artinya, untuk menciptakan suatu produk ekspor yang kompetitif, suatu
perusahaan atau produsen harus melakukan optimasi produk dengan cara
merancang produk agar memiliki karakterisasi yang memenuhi spesifikasi dan
regulasi. Hal ini dapat terjadi jika adanya proses pengukuran dan pengujian mutu
barang pada laboratorium pengujian yang berkompeten. Laboratorium penguji
dikatakan kompeten, jika sudah terakreditasi oleh Badan akreditasi dan semua
alat-alat ukur yang digunakan pada alur produksi atau pengujian dalam suatu
industri harus melalui proses kalibrasi yang kompeten pula. Laboratorium
Kalibrasi yang berkompeten, jika sudah terakreditasi oleh badan akreditasi dan
semua peralatan standar yang digunakan tertelusur ke Satuan Internasional (SI)
melalui Lembaga Metrologi Nasional (National Metrology Institute – NMI). Jadi
peran kalibrasi dalam perdagangan global memang tidak bersifat langsung.
Kalibrasi itu sendiri merupakan bagian dari kegiatan metrology industri. Dari
uraian di atas, kalibrasi merupakan ujuk tombak dari benar atau tidaknya suatu
pengukuran yang dilakukan. Hal ini dikarenakan, peran kalibrasi yang tidak
terlepas dari sifat ketertelusuran pengukuran. Ketertelusuran pengukuran adalah
sifat hasil pengukuran yang dapat menghubungkannya dengan standar-standar
nasional atau internasional melalui rantai perbandingan yang tidak terputus yang
semuanya memiliki nilai ketidakpastian (uncertainty). Artinya, tujuan kalibrasi
adalah menjamin ketertelusuran pengukuran hasil uji produk sehingga jaminan
atas hasil dari pengukuran dan atau pengujian dapat dipertanggungjawabkan.
Manfaat kalibrasi mencakup antara lain untuk mendukung sistem mutu yang
diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang
dimiliki, dan mengetahui seberapa jauh perbedaan (penyimpangan) antara nilai
benar dengan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur. Pelaksanaan standarisasi dan
pengawasan mutu dilakukan melalui kegiatan pengujian di laboratorium penguji,
untuk mengetahui produk telah memenuhi persyaratan atau standar yang diacu.
Untuk itu kompetensi laboratorium pengujisangat diperlukan bahkan sangat
menentukan terhadap kebenaran hasil uji produk.Produksi dan Kontrol Kualitas
(QC) amatlah erat kaitannya dengan "kesesuaianstandar" dalam hal "pengukuran",
dimana nilai ukur yang didapat dari hasil pengukuran seharusnya sama, atau
diharapkan mendekati (tetapi masih dalam batas toleransi metoda pengukuran)
"nilai benar". Nilai ukur yang diharapkan dapat diperoleh tersebut, hanya bisa
direalisasikan melalui cara memberikan "sifat mampu telusur" terhadap nilai ukur
dimaksud, dengan melakukan "kalibrasi" terhadap alat ukur yang digunakan untuk
melakukan pengukuran.

c. Karakteristik untuk Standar mutu kualitas kakao.


Beberapa karakteris fisik biji kakao yang masuk dalam standar mutu meliputi,
1. Kadar air
Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat
diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil
(yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan
terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai
kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya
sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan
cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya.
Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 -7 %. Jika lebih tinggi dari
nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika
kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh.
2. Ukuran biji
Seperti halnya kadar air, ukuran biji kakao sangat menentukan randemen
hasil lemak. Makin besar ukuran biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari
dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per
100 g contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6 – 7 %. Ukuran biji
rata-rata yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0 – 1,2 gram atau setara
dengan 85 – 100 biji per 100 g contoh uji. Ukuran biji kakao kering sangat
dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama
perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan Tabel 5
menunjukkan klasifikasi mutu biji kakao atas dasar ukuran biji per 100 g contoh
uji.
3. Kadar kulit
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell).
Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao
(kulit + keping) pada kadar air 6 – 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum
adalah antara 11 – 13 %. Namun, nilai kadar kulit umumnya tergantung pada
permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia membeli biji kakao dengan
kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan memperhitungkan koreksi harga
jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar
kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak.
4. Kandungan benda asing
Kontaminasi benda asing ke dalam massa biji kakao harus dihindari karena
dapat menimbulkan masalah yang serius. Kontaminasi benda padat ke dalam massa
biji umumnya terjadi saat pengolahan salah satunya jika pengeringan dilakukan
dengan cara penjemuran. Semestinya, kontaminasi benda asing padat dapat
dipisahkan pada saat proses sortasi, yaitu saat pemilahan ukuran biji.
Tercampurnya benda asing pada biji kakao yang saat ini dianggap sebagai
masalah serius, terutama oleh konsumen Amerika, adalah kontaminasi oleh
serangga. Kontaminasi ini umumnya terjadi pada saat penggudangan. Telur atau
larva serangga, yang semula tidak nampak, berkembang menjadi serangga pada
saat biji kakao saat disimpan di dalam gudang. Kontaminasi ini ditengarai juga
terjadi selama pengangkutan sebelum sarana pengangkut (kapal) mencapai
pelabuhan negara tujuan. Oleh karena itu, konsumen biji kakao Amerika sampai
saat ini masih menerapkan aturan yang disebut “Automatic Detection”, yaitu suatu
kebijakan penahanan secara otomatis atas semua kapal yang mengangkut biji
kakao dari Indonesia. Muatan biji kakao boleh dibongkar dari kapal jika proses
refumigasi sudah selesai dilakukan. Aturan ini sangat merugikan eksportir karena
seluruh beban yang timbul dari penerapan aturan tersebut menjadi beban eskportir
Indonesia.

d. Standar Mutu Biji Kakao Nasional


Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap
partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut
dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur
dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 1991). Standar
ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan (labelling), cara pengemasan dan rekomendasi.
Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao
(Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan.
Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis
mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan
menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk
Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat
khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji
kakao yang akan diekspor, dan syarat khusus merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu .
1. Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor dibedakan berdasarkan ukuran
biji kakao, tingkat kadar air dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji
kakao ini dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6 - 7
%). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini diklasifikasikan dalam 5
tingkatan, sedangkan tingkat kekeringan dan kontaminasi ditentukan secara
laboratoris atas dasar pengujian kadar air.

Tabel 1. Mutu Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji Kakao


Ukuran Jumlah Biji per 100 gram
AA Maks 85
A 86 - 100
B 101 - 110
C 111 - 120
>120
Sumber: SNI 01 - 2323 – 2008

Tabel 2. Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao


Jenis Uji Persyaratan
Serangga hidup Tidak ada
Kadar air maks. 7,5 % fraksi massa
Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing Tidak ada
Kadar benda asing Tidak ada
Sumber : SNI 01 - 2323 - 2008
Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan
oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap rendemen hasil, kadar air juga
berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat
penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi, sangat
rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh
konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita rasa dan aroma dasar yang
tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu
ekspor adalah sebesar 6 - 7%. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak
aman disimpan dalam waktu lama. Sebaliknya jika kadar air terlalu rendah, maka biji
kakao cenderung menjadi rapuh. Cara menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6 - 7%
adalah dengan pengeringan yaitu dengan bantuan sinar matahari, dengan alat
pengering atau kombinasi keduanya. Kombinasi pengeringan kakao dengan
menggunakan sinar matahari dan panas buatan lebih baik dilakukan karena tidak
tergantung cuaca dan bahan bakar yang dikonsumsi.
2. Syarat Khusus Standar Mutu Biji Kakao
Syarat ini lebih terkait dengan masalah cita rasa dan aroma serta masalah
kebersihan yang terkait dengan kesehatan manusia. Setelah dilakukan klasifikasi mutu
umum, biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua tingkat mutu, yaitu Mutu I,
Mutu II, dan Mutu III.

Sumber : SNI 01 - 2323 – 2008


3. Dokumen SNI Kakao

Nomor SNI : SNI 2323:2008


Judul : Biji kakao
SNI Ini Merevisi :
1. SNI 01-2323-2002 Biji kakao
Acuan Normatif SNI :
1. [berlaku] SNI 19-0428-1998 Petunjuk pengambilan contoh padatan
Bibliografi :
1. ISO 1114:1977, Cocoa beans � Cut test
2. ISO 2451:1973, Cocoa beans � Specification
3. ISO 2291:1980 (E), Cocoa beans - Determination of moisture content (routine
method)
4. ISO 2292:1973 (E), Cocoa beans � Sampling
5. FAO, Model ordinance, 1972
LPK :
1. LP 003 IDN - Balai Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang Provinsi Sulawesi
Selatan(14 SNI lainnya)
2. LP 028 IDN - Laboratorium Cabang Surabaya PT Sucofindo (PERSERO) (75
SNI lainnya)
3. LP 031 IDN - UPT Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Provinsi Riau (19
SNI lainnya)
4. LP 110 IDN - Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar (65 SNI lainnya)
5. LP 220 IDN - UPT Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Medan (25 SNI
lainnya)
6. LSPr-001-IDN - Pusat Pengujian Mutu Barang (56 SNI lainnya)
7. LSPr-022-IDN - Sucofindo ICS (144 SNI lainnya)
8. LP 458 IDN - UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Barang Provinsi
Lampung (4 SNI lainnya)
9. LP 459 IDN - Balai Besar Karantina Pertanian Makassar(2 SNI lainnya)
10. LP 481 IDN - UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB)
Provinsi Aceh (4 SNI lainnya)
11. LSPr-032-IDN - Balai Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang (BPPMB)
Makassar (6 SNI lainnya)
12. LP 553 IDN - UPT Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Provinsi Bali
(3 SNI lainnya)
13. LP 592 IDN - Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (9 SNI lainnya)
14. LSPr-039-IDN - UPT Balai Pengujian Standar dan Mutu Barang (BPSMB) Riau
(9 SNI lainnya)
15. LP 774 IDN - UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Provinsi
Kalimantan Timur (3 SNI lainnya)
16. LP 802 IDN - Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (2 SNI lainnya)
17. LP 805 IDN - PT Bumitangerang Mesindotama (5 SNI lainnya)
18. LP 1055 IDN - UPTD Balai Pembinaan dan Pengawasan Mutu Barang, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu (5 SNI lainnya)

e. Standar Mutu Kakao Internasional


Food and Drugs Administration (FDA) dari USA memprakarsai
penyusunan standar mutu kakao internasional dengan mengadakan pertemuan
antara produsen dan konsumen beberapa kali pada tahun 1969 di Paris. Pertemuan
tersebut menyepakati ditetapkannya Standar Kakao Internasional. Standar ini
sedikit banyak telah diadopsi oleh hampir semua negara penghasil kakao di dunia
terutama yang mengekspor biji kakao ke Amerika. Secara umum persyaratan yang
tercantum dalam standar mutu kakao Indonesia sudah sesuai dengan yang
ditentukan dalam Standar Mutu Kakao International. Beberapa batasan umum
yang menggolongkan biji kakao yang layak untuk diperdagangkan di pasaran
internasional (Cocoa merchantable quality) adalah sebagai berikut:
 Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air 7 %), bebas
dari biji smoky, bebas dari bau yang tidak normal dan bau
asing serta bebas dari bukti-bukti pemalsuan.
 Biji kakao harus bebas dari serangga hidup
 Biji kakao dalam satu kemasan harus mempunyai ukuran
seragam, bebas dari biji pecah, pecahan biji dan pecahan kulit
serta bebas dari benda-benda asing.
Menurut data AIKI (Asosiasi Kakao Indonesia), volume ekspor biji kakao
Indonesia ke AS sekitar 100.000 ton per tahun, namun kualitasnya masih rendah,
bahkan sampai berjamur karena proses pengeringannya tidak benar. Sedangkan
untuk produk kakao olahan tidak mengalami hambatan karena kualitasnya sudah
memenuhi standar internasional.

3. Kesimpulan
Metrologi industri adalah kegiatan untuk menghubungkan hasil-hasil
pengukuran melalui standar pengukuran, standar alat ukur dan membandingkan hasil-
hasil kalibrasi tersebut dengan persyaratan pengukuran (seperti akurasi, presisi,
kesalahan terbesar, dll) yang ditetapkan sebagai persyaratan proses produksi untuk
mencapai karakteristik produk yang diinginkan. Dengan mengetahui standar kualitas
yg baik kita dapat membandingkan hasil produk yg dihasilkan petani dengan standar
kualitas yg ada sehingga dengan demikian kita dapat melihat kekurangan yg ada pada
produk yg tidak memenuhi standar dan dan dapat di lakukan pencegahan di dalam
proses produksinya sehingga meningkatkan nilai jual dan kualitas di masa yg akan
datang.

Anda mungkin juga menyukai