Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

APENDIKSITIS

Kelompok 2 :

Pandan Mardyaningsih (1610701008)

Aditya Wira Pratama (16107010)

Anida Karina (1610701027)

Asri Nurani (1610701029)

Dosen :

Ns. Ani Widyastuti

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NEGERI VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN D-III KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN

Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat karena yang merupakan
usus buntu sebenarnya adalah sekum (monica, 2005).
Apendiksitis akut adalah nyeri atau tidak enak disekitar umbilikus berlangsung antara 1
sampai 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah (titik Me Burney)
dengan disertai mual, anoreksia, dana muntah (Lindseth, 2006).
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronink
apendiks dillihat secara makroskopik dan mikroskopik dan keluhan dapat menghilang setelah
dilakukan tindakan medis seperti apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik (Pieter, 2005).
Dari masing-masing pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apendiksitis terjadi
karena adanya infeksi pada apendiks yang diakibatkan oleh adanya obstruksi atau terjadi karena
infeksi bakteri.

2. ETIOLOGI

Etiologi menurut Wijaya (2013) adalah :

Apendiksitis umunya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal menjadi faktor
pencetusnya, diantaranya karena adanya obstruksi. Obstruksi ini bisa disebabkan karena adanya
ulserasi pada mukosa, obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras) penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menyebabkan media bagi bakteri untuk berkembang biak. Dalam feses
manusia sangat memungkinkan sekali tercemar oleh bakteri E. Coli inilah yang sering kali
menyebabkan infeksi yang berakibat pada peradangan apendiks, pemberian barium, bebagai
macam penyakit cacing, tumor dan strikur karena fibrosis pada dinding usus.
3. PATOFISOLOGI
Proses Perjalanan Penyakit

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbangan lumen apendiks oleh hyperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan instralumen, tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan
ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.

Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut
dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
apendiksitiss perforasi.

Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendukularis,
peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis, keadaaan tersebut ditambah dengan adanya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2003).
4. MANIFESTASI KLINIK
Tanda awal: nyeri mulai dari epigastrium/region umbilikus disertai mual dan anoreksia.
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney: Nyeri
tekan, nyeri lepas dan defans muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak berlangsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing Sign).
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Brumberg)
e. Nyeri kanan bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk, mengedan.
f. Nyeri pada saat fleksi ekstremitas dan rotasi internal hip kanan (tanda obturator)
g. Nyeri didapatkan pada saat ekstensi pada ekstremitas kanan (tanda psoas)
h. Nafsu makan menurun
i. Demam yang tidak terlalu tingggi
j. Biasanya terdapat kontipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

Gejala-gejala permulaan pada apendiksitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung
lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri tekan sekitar titik Mc Burney,
kemudian dapat timbul spasme oto dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan
dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri tekan sekali hilang secara
dramatis untuk sementara (muttaqin, 2013).

a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sebelum operasi
1) Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis sering kali belum
jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh dilakukan bila dicurigai adanya apendiksitis
ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan retal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit lainnya. Pada kebanyakan kasus, diagnose ditegakkan
dengan lokasi nyeri didaerah kanan bawah.dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotic
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan antibiotik, kecuali apendiksitis
ganggrenosa atau apendiksitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotik dapat menyebabkan abses atau perporasi.
b. Operasi
Apendisitis merupakan tindakan medis dimana apendiks di buang, jika apendiks mengalami
perporasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik. Apendiktomi di
lakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dengan posisi semi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pasa perporasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien di peroleh pulang.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
Ditemukan leukositosis 10.000 sampai 18.000/mm3 , kadang-kadang dengan pergeseran ke kiri
leukositosis lebih dari 18.000/mm3 disertai keluhan atau gejala dari empat jam mencurigakan
perforasi sehingga diduga bahwa tingginya leukositosis sebanding dengan hebatnya peradangan.
2) Radiologi
Pemeriksaan radiologi akan sangat berguna bagi kasus atipikal. Pada 55% kasus apendisitis
stadium awal akan ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal, gambaran yang
lebih spesifik adanya masa jaringan lunak di perut kanan bawah dan mengandung gelembung-
gelembung udara. Selain itu gambaran radiologist yang ditemukan adanya fekalit, pemeriksaan
barium enema dapat juga dipakai pada kasus-kasus tertentu. Apendikogram untuk menemukan
positif atau tidaknya terjadi apendiksitis.
3) Pemeriksaan penunjang lainya
a. Pada copy flurossekum dan ileum terminasi tampak irritable.
b. Pemeriksaan colok dubur : menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi, bisa dicapai dengan jari
telunjuk.

6. KOMPLIKASI

Perforasi usus adalah komplikasi yang paling umum. Drainase bedah dan antibiotik diperlukan jika
perforasi terjadi. Peritonitis dapat terjadi setelah perforasi.

Komplikasi yang saling sering terjadi menurut wijaya (2013) adalah:

a. Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi pada usia muda sekali atau terlalu
tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2 tahun antara 40-75% kasus di atas 60 tahun
ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat
tajam sesudah 24 jam. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,50C tampak
toksis, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukkan
abses.
b. Peritonitis
Adalah trombofebitis septic pada system vena portal ditandai dengan panas tinggi 39 0C -400C
menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang.
1) Tromboflebitis supuratif dari system portal, jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang
hebat.
2) Abses sufrenikus dan fortal sepsis intraabdominal lain.
3) Obstruktif intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

7. ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKSITIS


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien
proses keperawatan dan merupakan suatu proses data yang sistematis dari sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Bararah,2013)
a. Pengkajian
Menurut Wijaya (2013) data dasar klien diperoleh dari data primer berdasarkan
Doengoes,2001 data dasar kiln meliputi :
1) Aktivitas atau istirahat:
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Eliminasi :
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus
4) Makanan/cairan:
Gejala : Anoreksia, mual muntah
5) Nyeri keamanan:
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney
Mc. Burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan),
meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau napas dalam (nyeri berhenti
tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada appendiks) keluhan berbagai
rasa nyeri atau gejala tidak jelas (yang berhubungan dengan lokasi
appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter)
Tanda : perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau telentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi
kiri diduga inflamasi peritoneal.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
7) Pernapasan
Tanda : Takpiea, pernapasan dangkal.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa klien keperawatan berdasarkan Doengoes (2001) dengan pendekatan diagnosa


keperawatan NANDA 2013:

a. Infeksi, resiko tinggi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi atau rupture pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
b. Kekurangan volume cairan yang berhungan dengan muntak praoperasi, pembatasan pasca
operasi.
c. Nyeri (akut) yang berhungan dengan adanya insisi bedah.
d. Kurang pengetahuan yang berhungan dengan perjalanan penyakit.

C. Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan berdasarkan Doengoes (2001) dengan pendekatan diagnosa


keperawatan NANDA 2013 adalah:

a. Infeksi, resiko tinggi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


utama, perforasi atau rupture pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi adanya infeksi dan
adekuatnya pertahanan utama. Kriteria Hasil: Meningkatkan penyumbangan luka
dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi drainase perulen, eritema, dan demam.
Intevensi:

1) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, meningkatnya nyeri abdomen.


Rasional : Dengan adanya infeksi/terjadi sepsis, abses, peritonitis.
2) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan
perawatan paripurna
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri
3) Lihat insisi balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein (bila dimasukan),
adanya eritema.
Rasional: Memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan/atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
4) Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien/orang terdekat.
Rasional: Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,
membantu menurunkan ansietas.
5) Ambil contoh drainase bila diindikasikan.
Rasional: Kultur perwarnaan Gram dan sensivitas berguna untuk mengidentifikasi
organisme penyebab dan pilihan terapi.
6) Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya pada rongga abdomen.
7) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.
Rasional: Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.
b. Kekurangan volume cairan yang berhungan dengan muntah praoperasi,
pembatasan pasca operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume
cairan dan dapat memperthaankan volume sirkulasi adekuat. Kriteria Hasil:
Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane
mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil dan secara individual haluaran urine
adekuat.
Intervensi:
1) Kaji tekanan darah dan nadi.
Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
2) Lihat membrane mukosa, kaji turgor kulit, dan pengisian kapiler.
Rasioanal: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
3) Awasi masukan dan haluran, catat warna urine/ konsentrasi, berat jenis.
Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
4) Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakaan usus.
Rasional: Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral.
5) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila memasukkan per oral.
Rasional: Menurunkan gaster/muntah.
6) Berikan perawata mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
Rasional: Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.
7) Pertahankan penghisapan gaster/usus.
Rasional: Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan
pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat
usus, mencegah muntah.
8) Berikan cairan IV dan elektrolit.
Rasional: Peritoneum beraksi saat infeksi/iritasi dengan menghasilkan sejumlah
besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan
hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
c. Nyeri (akut) yang berhungan dengan adanya insisi bedah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
hilang. Kriteria Hasil: Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol serta klien tampak
rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala 0-10. Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
telentang.
3) Dorong ambulasi dini.
Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik
dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4) Berikan aktivitas liburan.
Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5) Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional: Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain contoh ambulasi, batuk.
6) Berikan kantong es pada abdomen.
Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung
syaraf. Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan
kongesti jaringan.
d. Kurang pengetahuan yang berhungan dengan perjalanan penyakit.
Tujuan: Menambah pengetahuan klien tentang kesehatannya. Kriteria Hasil:
Berpatisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi, contoh mengangkat berat, olahraga,
seks, latihan, menyetir.
Rasional: Memberikan informasi pada klien untuk merencanakan kembali
rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
2) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
Rasional: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat
serta mempermudah kembali ke aktivitas normal.
3) Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hidari
edema.
Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat
defekasi.
4) Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan
kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi,
meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders unruk membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping.

Dalam melakukan tindakan keperawatan khususnya klien dengan appendiktomi yang


harus diperhatikan adalah penanganan terhadap nyeri dengan melakukan teknik relaksasi
napas dalam dan distraksi, mengobservasi keadaan cairan, perawatan luka dengan cara
ganti balutan, serta melakukan tindakan dengan teknik septik dan antiseptik. (Carpenito-
Moyet,Lynda Juall,2006)

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tingkatan elektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai, kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilakukan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan, sedangkan
evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun keberhasilan asuhan
keperawatan pada klien dengan appendiktomi adalah klien mampu merawat diri sendiri
dan tidak ada komplikasi. (Carpenito-Moyet,Lynda Juall,2006)

Menurut(Black and House,2009) Evaluasi pada gangguan apendiksitis :


Hasil yang biasa setelah apendiktomi tanpa komplikasi adalah penyembuhan dalam
beberapa minggu. Jika apendiks rupture, penyembuhan berlangsung lebih lama. Dengan
apendiks rupture, penyembuhan tidak dapat terjadi sampai infeksi telah dibersihkan dan
luka menjadi bersih. Penutupan sekunder dibutuhkan setelah luka menjadi bersih.
Beberapa insisi dibiarkan terbuka agar dapat sembuh melalui granulasi (regenerasi)
jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyah dan Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan : panduan lengkap menjadi
perawat professional. Jakarta: Presetasi Pustaka Jakarta

Doengoes, M.E, et.al. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Vol 8. Jakarta: EGC

Karya Tulis Ilmiah oleh:


Hana Afifah. (2014). Asuhan Keperawatan pada klien Ny. Y dengan Apendiksitis di
Ruang Mawar Lantai V Rumah Sakit Puri Cinere Depok. Jakarta: Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Anda mungkin juga menyukai