Asuhan Keperawatan Apendiksitis-1
Asuhan Keperawatan Apendiksitis-1
APENDIKSITIS
Kelompok 2 :
Dosen :
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat karena yang merupakan
usus buntu sebenarnya adalah sekum (monica, 2005).
Apendiksitis akut adalah nyeri atau tidak enak disekitar umbilikus berlangsung antara 1
sampai 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah (titik Me Burney)
dengan disertai mual, anoreksia, dana muntah (Lindseth, 2006).
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronink
apendiks dillihat secara makroskopik dan mikroskopik dan keluhan dapat menghilang setelah
dilakukan tindakan medis seperti apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik (Pieter, 2005).
Dari masing-masing pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apendiksitis terjadi
karena adanya infeksi pada apendiks yang diakibatkan oleh adanya obstruksi atau terjadi karena
infeksi bakteri.
2. ETIOLOGI
Apendiksitis umunya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal menjadi faktor
pencetusnya, diantaranya karena adanya obstruksi. Obstruksi ini bisa disebabkan karena adanya
ulserasi pada mukosa, obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras) penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menyebabkan media bagi bakteri untuk berkembang biak. Dalam feses
manusia sangat memungkinkan sekali tercemar oleh bakteri E. Coli inilah yang sering kali
menyebabkan infeksi yang berakibat pada peradangan apendiks, pemberian barium, bebagai
macam penyakit cacing, tumor dan strikur karena fibrosis pada dinding usus.
3. PATOFISOLOGI
Proses Perjalanan Penyakit
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut
dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
apendiksitiss perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendukularis,
peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis, keadaaan tersebut ditambah dengan adanya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2003).
4. MANIFESTASI KLINIK
Tanda awal: nyeri mulai dari epigastrium/region umbilikus disertai mual dan anoreksia.
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney: Nyeri
tekan, nyeri lepas dan defans muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak berlangsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing Sign).
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Brumberg)
e. Nyeri kanan bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk, mengedan.
f. Nyeri pada saat fleksi ekstremitas dan rotasi internal hip kanan (tanda obturator)
g. Nyeri didapatkan pada saat ekstensi pada ekstremitas kanan (tanda psoas)
h. Nafsu makan menurun
i. Demam yang tidak terlalu tingggi
j. Biasanya terdapat kontipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
Gejala-gejala permulaan pada apendiksitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung
lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri tekan sekitar titik Mc Burney,
kemudian dapat timbul spasme oto dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan
dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri tekan sekali hilang secara
dramatis untuk sementara (muttaqin, 2013).
a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sebelum operasi
1) Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis sering kali belum
jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh dilakukan bila dicurigai adanya apendiksitis
ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan retal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit lainnya. Pada kebanyakan kasus, diagnose ditegakkan
dengan lokasi nyeri didaerah kanan bawah.dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotic
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan antibiotik, kecuali apendiksitis
ganggrenosa atau apendiksitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotik dapat menyebabkan abses atau perporasi.
b. Operasi
Apendisitis merupakan tindakan medis dimana apendiks di buang, jika apendiks mengalami
perporasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik. Apendiktomi di
lakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dengan posisi semi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pasa perporasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien di peroleh pulang.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
Ditemukan leukositosis 10.000 sampai 18.000/mm3 , kadang-kadang dengan pergeseran ke kiri
leukositosis lebih dari 18.000/mm3 disertai keluhan atau gejala dari empat jam mencurigakan
perforasi sehingga diduga bahwa tingginya leukositosis sebanding dengan hebatnya peradangan.
2) Radiologi
Pemeriksaan radiologi akan sangat berguna bagi kasus atipikal. Pada 55% kasus apendisitis
stadium awal akan ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal, gambaran yang
lebih spesifik adanya masa jaringan lunak di perut kanan bawah dan mengandung gelembung-
gelembung udara. Selain itu gambaran radiologist yang ditemukan adanya fekalit, pemeriksaan
barium enema dapat juga dipakai pada kasus-kasus tertentu. Apendikogram untuk menemukan
positif atau tidaknya terjadi apendiksitis.
3) Pemeriksaan penunjang lainya
a. Pada copy flurossekum dan ileum terminasi tampak irritable.
b. Pemeriksaan colok dubur : menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi, bisa dicapai dengan jari
telunjuk.
6. KOMPLIKASI
Perforasi usus adalah komplikasi yang paling umum. Drainase bedah dan antibiotik diperlukan jika
perforasi terjadi. Peritonitis dapat terjadi setelah perforasi.
a. Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi pada usia muda sekali atau terlalu
tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2 tahun antara 40-75% kasus di atas 60 tahun
ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat
tajam sesudah 24 jam. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,50C tampak
toksis, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukkan
abses.
b. Peritonitis
Adalah trombofebitis septic pada system vena portal ditandai dengan panas tinggi 39 0C -400C
menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang.
1) Tromboflebitis supuratif dari system portal, jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang
hebat.
2) Abses sufrenikus dan fortal sepsis intraabdominal lain.
3) Obstruktif intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi, resiko tinggi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi atau rupture pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
b. Kekurangan volume cairan yang berhungan dengan muntak praoperasi, pembatasan pasca
operasi.
c. Nyeri (akut) yang berhungan dengan adanya insisi bedah.
d. Kurang pengetahuan yang berhungan dengan perjalanan penyakit.
C. Perencanaan Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders unruk membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tingkatan elektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai, kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilakukan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan, sedangkan
evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun keberhasilan asuhan
keperawatan pada klien dengan appendiktomi adalah klien mampu merawat diri sendiri
dan tidak ada komplikasi. (Carpenito-Moyet,Lynda Juall,2006)
Bararah, Taqiyah dan Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan : panduan lengkap menjadi
perawat professional. Jakarta: Presetasi Pustaka Jakarta