Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Narkotika No. 22/1997, narkotika dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Narkotika Golongan I : hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan ,
tidak untuk terapi, potesi sangat tinggi untuk menyebabkan
ketergantungan (contohnya : heroin, kokain, ganja)
2. Narkotika golongan II : digunakan untuk terapi pilihan terakhir dan
IPTEK, berpotensi tinggi untuk menyebabkan ketergantungan
(contohnya : morfin, petidin)
3. Narkotika golongan III : digunakan untuk terapi dan IPTEK,
berpotensi ringan untuk menyebabkan ketergantungan (contohnya :
kodein).
Psikotropika
Terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi. Zat psikotropika golongan I terdiri dari 26
macam
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amphetamine. Zat psikotropika
golongan II terdiri dari 14 macam.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. . Zat
psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK,
DUM). Zat psikotropika golongan IV terdiri dari 60 macam.
- Jenis-jenis psikotropika:
1. Psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan
dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat. Contoh :
LSD,MDMA, dan mascalin.
2. Psikotropika yang berkhasiat tetapi dapat menimbulkan
ketergantungan seperti Amfetamin.
3. Psikotropika dari kelompok hipnotik sedative, seperti
Barbiturat. Efek ketergantungan sedang.
4. Psikotropika yang efek ketergantungannya ringan,seperti
Diazepam,Nitrazepam.
Pelepasan noradrenalin
Opioid menghambat pelepasan noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor
(mu) yang berlokasi didaerah noradrenalin.
Pelepasan asetikolin
Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi di daerah striatum oleh respetor
(delta), di daerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor (mu). Pelepasan
dopamin diinhibisi oleh aktivitas reseptor (kappa)
B. STIMULAN
1. Mekanisme kerja metafetamin :
a) Meningkatkan aktivitas neurotransmitter norepinefrin dan
dopamine dengan cara memblokade re-uptake-nya di ujiung
saraf
b) Neurotransmitter bekerja pada sistem saraf simpatis
meningkatkan kewaspadaan , meningkatkan denyut jantung,
dan meningkatkan pernafasan, dll.
2. Mekanisme kerja kokain
a) Menghambat insisiasi dan konduksi pada susunan saraf tepi
sehingga member efek anastesi
b) Merangsang langsung pada susunan saraf pusat, dan
c) Menghambat re-uptake katekolamin pada sinaps sehingga
kadar katekolamin di dalam otak meningkat sehingga member
efek euforik.
C. HALUSINOGEN
Walaupun banyak sekali zat halusinogen yag bervariasi
dalam efek farmakologisnya, LSD dapat dianggap sebagai prototip
umum halusinogen. Efek farmakologis dasar dari LSD masih
kontroversial, walaupun biasanya diterima bahwa efek utama adalah
pada system serotoninergic. Kontorversi adalah tentang apakah LSD
bekerja sebagai antagonis atau agonis; data pada saat ini menunjukkan
bahwa LSD bekerja sebagai agonis parsial di reseptor serotonin
pascasinaptik. Sebagian besar halusinogen diabsorbsi setelah ungesti
oral, walaupun beberapa jenis halusinogen diingesti melalui inhalasi,
dihisap seperti rokok, atau penyuntikan intravena. Toleransi untuk
LSD dan halusinogen lain berkembang dengan cepat dan hamper
lengkap setelah tiga sampai empat hari pemakaian kontinu. Toleransi
juga pulih dengan cepat, biasanya dalam empat sampai tujuh hari.
Tidak ada ketergantungan fisik pada halusinogen, dan tidak ada gejala
putus halusinogen. Tetapi, suatu ketergantungan psikologis dapat
terjadi pada pengalaman yang menginduksi tilikan (insight during
experiemce) dimana pemakai mungkin menghubungkannya dengan
episode pemakaian halusinogen.