Epidemiologi
Faktor Sosioekonomi
Faktor sosioekonomi memegang peranan yang penting dalam
perkembangan prilaku anak. Gangguan prilaku tidak hanya
dijumpai pada keluarga yang kekurangan dalam ekonomi, tetapi
banyak juga dijumpai pada keluarga yang berkecukupan. Pada
keluarga miskin, sering kali anak menjadi pelampiasan amarah
orang tua karena kekecewaan orang tua akan hidupnya sebaliknya
pada keluarga yang kaya, anak cenderung tidak mendapat kasih
sayang dari orang tua akibat sibuknya orang tua.
Faktor Psikologis
Anak yang tumbuh didunia yang tidak baik, penuh dengan
kekerasan cenderung memiliki perkembangan emosi yang buruk,
mudah marah, frustasi, dan sedih. Anak ini cenderung buruk dalam
mengendalikan emosi, tidak memiliki rasa empati dan susah dalam
mengutarakan keinginannya secara wajar.
Faktor Neurobiologi
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pada ganguan
prilaku , didapati menurunnya kadar dopamine I2 –hidroxilase,
sebuah enzim yang mengubah dopamine menjadi norepinephrine.
Penemuan ini mendukung teori yang mengatakan bahwa fungsi
noradrenergik menurun pada gangguan prilaku. Pada gangguan
prilaku juga dikatakan bahwa kadar serotonin darah meningkat.
Penelitian membuktikan bahwa kadar serotonin darah memiliki
hubungan terbalik dengan kadar metabolit serotonin asam 5-
hidroksiindoliasetik (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal (CSF),
dan rendahnya kadar 5-HIAA di dalam cairan serebrospinal
berkorelasi dengan prilaku agresif dan kekerasan.
Faktor Neurologi
Berdasarkan studi yang dilakukan dengan menilai aktivitas
listrik otak saat istirahat dengan menggunakan EEG pada bagian
lobus frontalis, diketahui bahwa pada anak yang memiliki prilaku
agresif didapati peningkatan aktifitas listrik otak yang relatif
signifikan bila dibandingkan dengan anak lain tanpa prilaku
agresif. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa inteligensia
emosional anak laki-laki umumnya lebih rendah dari perempuan
demikian juga diketahi bahwa prilaku agresif lebih banyak
dijumpai pada anak laki-laki. Akan tetapi dari penelitian diketahui
bahwa tidak ada hubungan antara peningkatan aktifitas listrik otak
dengan intelegensia emosional. Studi ini memperkirakan bahwa
terdapat hubungan antara pola aktivasi EEG dengan prilaku agresif.
Kekerasan Pada Anak dan Pola Asuh yang Salah
Sudah secara luas dipercaya bahwa anak yang terpapar secara
kronis pada lingkungan kekerasan akan menunjukkan prilaku yang
agresif dan menyimpang. Anak-anak yang mendapat perlakuan
kekerasan umumnya akan mengeluarkan perasaan mereka lewat
prilaku-prilaku yang menyimpang.
Tingkat keparahan:
Ringan : beberapa jika ada masalah konduksi yang melebihi yang
diperlukan untuk membuat diagnosis dan gangguan konduksi
hanya menyebabkan bahaya kecil bagi orang lain
Sedang : jumlah masalah konduksi dan efek pada orang lain
berada di tengaha-tengah antara ringan dan berat
Berat : Banyak masalah konduksi yang melebihi dari yang
diperlukan untuk membuat diagnosis atau gangguan konduksi.
Menyebabkan bahaya yang cukup besar bagi orang lain.
Terapi
Tidak ada terapi yang dianggap kuratif untuk keseluruhan spektrum
prilaku yang berperan dalam gangguan konduksi. Program terapi
multimodalitas yang menggunakan semua kekuatan keluarga dan masyarakat
yang ada kemungkinan memberikan hasil yang terbaik dalam usaha
mengendalikan prilaku gangguan konduksi.
Suatu struktur ligkungan dengan aturan yang konsisten dan akibat yang
diperkirakan dapat membantu mengendalikan masalah prilaku. teknik ini
dapat diterapkan di lingkungan keluarga maupun di sekolah.
Medikasi dan psikoterapi individual berorientasi untuk meningkatkan
keterampilan memecahkan masalah dapat berguna. Medikasi sendiri dapat
menjadi terapi tambahan yang berguna untuk sejumlah gejala yang sering
timbul pada gangguan konduksi. Untuk gangguan agresi yang mungkin
muncul dapat diberikan anti-psikotik baik haloperidol, lithium,
carbamazepine dan clonidin.
Karena gangguan konduksi sering terjadi bersama-sama dengan
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, gangguan belajar, dan dengan
berjalannya waktu, gangguan mood dan gangguan berhubungan zat, terapi
tiap gangguan penyerta harus juga dilakukan.
Prognosis
Pada umumnya semakin cepat onset munculnya gangguan konduksi
maka prognosisnya akan semakin buruk. Orang dengan gangguan konduksi
umumnya akan terlibat juga dengan penyalahgunaan obat sehingga mungkin
akan dijumpai gangguan akibat penyalahgunaan obat pada ganguan konduksi
begitu juga halnya dengan gangguan mood. Gangguan konduksi dengan tipe
onset pada masa kanak diketahui memiliki onset yang lebih buruk dibanding
dengan gangguan kondusi dengan tipe onset remaja.
Faktor lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
prognosis penyakit ini. Lingkungan yang baik sangat membantu dalam
mendukung perbaikan prilaku anak.
REFERENSI
1. Kaplan, H I, Sadock B J. 2010. Gangguan Prilaku Mengacau: Gangguan
Konduksi dan Gangguan Mengacau yang Tidak Ditentukan. Dalam: Wiguna I M.
Editor. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua.
Tangerang: Binarupa Aksara. Hal 758-764.
2. Shaffer, D et al. 2000. Disorders Usually First Diagnosed in Infancy,
Childhood, and Adolescence: Conduct Disorder. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder. Fourt Edition. Text Revision. Washington DC:
American Psychiatry Association. Hal 93-99.
3. Karnik, N S, Steiner H. 2005. Disruptive Behavior Disorder. Dalam: Klykylo
W M, Kay, J L. Editor. Clinical Child Psychiatry. Edisi 2. England: Jhon Wiley &
Sons. Hal 191-199.
4. . Maslim, R. 2001. Gangguan Prilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya
Pada Masa Kanak dan Remaja. Dalam: Maslim R. Editor. Diagnosis Gangguan
Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 136-150.