Pada tahap pertama akan dilakukan isolasi kapang yang terdapat pada tanah dan batu bara. Hasil yang
diperoleh ditunjukkan pada grafik
di samping. Hasil yang diperoleh
adalah didapatkan 7 buah isolat
jamur dari tanah yaitu 3 buah isolat
Ascomycota, 1 buah isolat
Zygomycota dan 3 buah isolat
Basidiomycota. Sementara
diperoleh 5 isolat kapang dari batu
bara yaitu berupa 4 buah isolat
Ascomycota dan 1 buah isolat
Basidiomycota. Hasil isolasi kapang
ini menunjukkan, 5 buah isolat
kapang yang terdapat pada batu
bara merupakan kapang indigenus
yang sudah teradaptasi secara
alami pada substrat batu bara.
Proses biosolubisilasi terjadi karena
ada aktivitas enzim ekstraseluler
dengan batubara. Enzim ekstraseluler ini dihasilkan oleh jamur atau kapang dan akan mendegradasi
substrat pada batu bara. Setelah itu tahap selanjutnya adalah tahap seleksi kapang. Hal ini bertujuan
untuk menghasilkan produk biosolubilisasi batu bara yang berkualitas paling baik. Isolat kapang kemudian
akan di inkubasi pada medium MSS + batubara 5% + sukrosa 0,1% + ekstrak ragi 0,01% dengan agitasi
150 rpm dan pada suhu ruang. Isolat yang dipilih adalah Trichoderma asperellum dikarenakan aktivitas
enzimatik yang paling aktif. Enzim yang dijadikan acuan pada tahap ini adalah fenoloksidase, peroksidase,
dan Mangan Peroksidase (Mn-P).
Joshua Andrian K / 10414026
Kolonisasi Autoklaf Senyawa fenolik & aromatik Kolonisasi Iradiasi Senyawa fenolik & aromatik
Bakteri
Batubara
Khamir
Kapang
A T.asperellum);
4
B C (Batubara mentah); D (Batubara mentah +
T.asperellum)
C
-1 Suhu ruang dan agitasi 150 rpm
0 2 7 14 21 28
Waktu (Hari) D
Joshua Andrian K / 10414026
Dilakukan enumerasi bakteri pada 4 perlakuan, yaitu Batubara steril (A) ; Batubara steril +
T.asperellum (B) ; Batubara mentah (C) ; dan Batubara mentah + T.asperellum dan dengan suhu
ruang dan agitasi 150 rpm. Dapat dilihat pada perlakuan (B) dan (A) tidak ditemukan bakteri
indigen karena batu bara disterilkan terlebih dahulu. Lalu dari perlakuan (C) dan (D) dilakukan
identifikasi bakteri indigen dengan hasil sebagai berikut. Setelah itu diambil bakteri yang paling
tinggi enumerasinya yaitu
10.00 isolat BM1, BM3, dan BM5.
BM1
8.00 Lalu dilakukan analisis
Log CFU/ml
BM2
6.00 identifikasi dengan 16
BM3 sRNA. BM1 & BM3 adalah
4.00
BM4 Bacillus thuringensis,
2.00 sementara BM5 Bacillus
BM5
0.00 megaterium.
0 2 7 14 21 28 BM6
waktu (hari) BM7
8.00
BM1
6.00
Log CFU/ml
BM2
4.00 BM3
2.00 BM4
BM5
0.00
0 2 7 14 21 28 BM6
waktu (hari) BM7
1
Joshua Andrian K / 10414026
Lalu selanjutnya dilakukan enumerasi jamur dengan data sebagai berikut. Ditemukan kapang
indigen pada batu bara perlakuan (C), namun tidak pada (A) dan (B). Hal ini disebabkan oleh
dilakukannya sterilisasi pada batu bara perlakuan (A) dan (B). Namun ada suatu anomali, yaitu
tidak ditemukannya kapang pada batu bara perlakuan (D). Hal ini disebabkan oleh interaksi
antagonis dengan T.asperellum. T.asperellum dapat menghasilkan suatu antifungal yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur lainnya.
0 2 7 14 21 28
T.asperellum - - - - - -
KPC22 - - - - - -
A
(Batubara KPC724 - - - - - -
steril) KPC04 - - - - - -
KPC21 - - - - - -
B KPC22 - - - - - -
(Batubara KPC724 - - - - - -
steril +
T.a.) KPC04 - - - - - -
KPC21 - - - - - -
T.asperellum - - - - - -
KPC22 - +++ - - - -
C
(Batubara KPC724 - + - - - -
mentah) KPC04 ++ - - - - -
D KPC22 - - - - - -
(Batubara KPC724 - - - - - -
mentah +
T.a.) KPC04 - - - - - -
KPC21 - - - - - -
A (Batubara steril); B (Batubara steril + T.a.); C (Batubara mentah); D (Batubara mentah + T.a.)
Suhu ruang dan agitasi 150 rpm
Pada grafik diatas, pada batu bara perelakuan (A) tidak ditemukannya aktifitas mikroba, dikarenakan tidak
adanya akibat sterilisasi dengan autoklaf dan radiasi. Lalu pada batu bara perlakuan (B) menunjukkan
adanya proses oleh T.asperellum yaitu pembentukan senyawa fenolik (data absorbansi λ = 250 nm) dan
aromatic (data absorbansi λ = 450 nm) pada hari ke – 7 (grafik meningkat). Namun grafik kembali turun
dari hari ke – 7 sampai hari ke – 28, kecuali pada grafik fenollik yang cenderung konstan. Hal ini
dikarenakan fenol merupakan senyawa korosif dan beracun, sehingga produksinya dapat mengakibatkan
negative fed – back terhadap pertumbuhan kapang, oleh karena itu produksinya dihambat. Pada batu
Joshua Andrian K / 10414026
bara perlakuan (C), terjadi kasus yang sama (data absorbansi perlakuan C lebih rendah daripada data
basorbansi dari perlakuan B). Hal ini dapat dikarenakan adanya mikroba yang dapat mendegradasi lignin
menjadi fenol, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Lalu pada batubara perlakuan (D), juga terjadi kesamaan
grafik absorbansi dengan grafik absorbansi perlakuan B. Namun pada perlakuan D, nilai data absorbansi
lebih tinggi daripada nilai absorbansi perlakuan B maupun C. Hal ini dapat terjadi, karena perpaduan
antara kapang Trichoderma asperellum dengan mikroba indegeous dalam batubara mentah.
Berdasarkan grafik diatas juga dapat dilihat kandungan asam humat dan asam vulat. Pada batubara
perlakuan (A) asam humat dan fuvat selalu konstan karena tidak ada mikroba yang mendegradasinya.
Secara umum asam humat dan fulvat selalu berbanding terbalik, dikarenakan Penurunan nilai absorbansi
asam humat disebabkan oleh adanya penguraian asam humat yang terlarut menjadi senyawa turunannya
seperti asam fuvat atau terdipolimerisasi menjadi gugus-gugus fenolik, karbosilik, enolik, alifatik dan
lainnya. Lalu dilihat juga fraksinasi produk biosolubilisasi batu bara yang hasilnya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan hasil
fraksinasi produk dapat
dilihat batubara yang
paling efektif dalam
mensolubilisasi batu
bara adalah batu bara
dengan perlakuan (D)
karena aktivitas
enzimatik mikroba yang
paling tinggi (lignin
peroksidase) yang
mampu mengurai lignin
menjadi senyawa
karbon yang diinginkan
dalam biosolubilisasi
batu bara. Dari
penelitian ini dapat
ditemukan mekanisme
biosolubilisasi batu
A : lignit steril; B : lignit steril + T.asperellum; C : lignit mentah; D : lignit mentah + T.asperellum bara, yaitu dengan
jamur akan
Joshua Andrian K / 10414026
mengkolonisasi batu bara dan menghasilkan enzim seperti LiP, MnP dan LaC, namun enzim membutuhkan
surfaktan atau lipoprotein yang dapat menempel di permukaan hidrofobik batubara, dan enzim dapat
memasuki dan mendegradasi lignin atau substrat pada batu bara, dan dapat ditentukan alur baru
penelitan yaitu dengan mekanisme 18sRNA untuk identifikasi T.asperellum yang dapat digunakan untuk
biosolubilisasi batubara dengan bantuan protein atau chealator supaya mekanisme kerjanya lebih efektif.
Daftar Pustaka
Aditiawati, P., Sugoro, I, Sasongko, D., dan Indriani, D.A. (2011) : Biosolubilisasi Batubara Hasil
Iradiasi Gamma oleh Trichoderma sp. Jurnal Aplikasi Isotop dan Radiasi,
Hammel K.E. 1996. Extracelluler free radical biochemistry of ligninolytic fungi. New J Chem. 20 :
195-198
Sugoro, I, Sasongko, D., Indriani, D.A., dan Aditiawati, P. (2012) : Bioliquefaction of Lignite by
Trichoderma asperellum in Surface Culture
Sugoro, I., Astuti, D.I. , Sasongko, D., dan Aditiawati, P. 2012. Biosolubilisasi Lignit Mentah Hasil
Iradiasi Gamma dan oleh Trichoderma asperellum. Jurnal Aplikasi Isotop dan Radiasi