Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AIK IV

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

Dosen Pengampu : H. Rusdi Santosa, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Alvi Laila Hidayati ( 1604003 )


2. Amanda Thoetik Syhabil M. ( 1604004 )
3. Fahmiya Khusnul Khotimah ( 1604018 )
4. Ines Damarjati ( 1604024 )

PROGRAM STUDI D III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Klaten, Januari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3

A. Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim ................................................3


1. Pengertian IPTEKS ...........................................................................5
2. Konsep IPTEKS dalam Islam ...........................................................6
3. Fakta IPTEKS dalam Al – Qur`an ....................................................8
B. Hubungan Ilmu, Agama dan Budaya ......................................................10
1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ...........10
2. Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini .................11
3. Hubungan Agama dengan Kebudayaan ............................................11
C. Hukum Sunnatullah (Kausalitas) ............................................................12
1. Pengertian Sunatullah........................................................................12
2. Pandangan Dasar Tentang Sunatullah ...............................................13
3. Ketentuan Sunatullah ........................................................................15
BAB III PENUTUP ............................................................................................17
A. KESIMPULAN .......................................................................................17
B. SARAN ...................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan sebagaikhalifatullah yangtujuannya untuk
menjadi pemimpin di dunia beserta isinya ini sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Allah, baik itu yang tersurat dalam Al Qur’an
dan Al Hadits mupun yang tersirat dalam Sunnatullah (fenomena
alam).Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Banyak disebutkan dalam Al Qur’an ayat-ayat yang
menganjurkan manusia untuk senantiasa mencari ilmu. Allah senantiasa
meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.
Yang terpenting adalah ilmu itu tujuannya tidak boleh keluar dari
nilai-nilai islami yang sudah pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada
kemaslahatan manusia. Seluruh ilmu, baik ilmu-ilmu teknologi maupun
ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah,
dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan konsekuensi
dari konsep ilmu dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu
itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat, artinya
penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui orang.
Jadi pada hakikatnya umat Islamlah yang paling berkewajiban
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai tanda
ketaatannya terhadap Allah SWT.
Namun satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat
Islam seluruh dunia saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek,
padahal untuk kebutuhan kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih iptek dapat membantu
dan mempermudah manusia dalam memahami (mema’rifati ) kekuasaan
Allah dan melaksanakan tugas kekhalifahan.

1
Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali
kepada ajaran Islam yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam
bangkit untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal iptek, karena
sebenarnya dalam sejarah dijelaskan bahwa umat Islam pernah memegang
kendali dalam dunia intelektual, jadi sangat mungkin jika saat ini umat
Islam bangkit dan meraih kembali kejayaan Islam tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Ipteks ?
2. Bagaimana Ipteks dalam pandangan islam ?
3. Apa hubungan ilmu agama dan budaya dalam Ipteks ?
4. Apa yang dimaksud dengan hukum sunatullah ?

C. TUJUAN
1. Mampu menjelaskan tentang ipteks.
2. Mampu menjelaskan ipteks dalam pandangan islam.
3. Mampu menjelaskan hubungan ilmu, agama dan budaya dalam ipteks.
4. Mampu menjelaskan hukum sunatullah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim


Salah satu jabatan termulia manusia selain sebagai hamba Allah
(`abdullah) sebagaimana diamanatkan oleh Allah ialah pengutusan
manusia sebagai khalifatullah. Dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah [2]: 30
disebutkan:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”
Dari ayat di atas dapatlah dipahami bahwa khalifah berarti wakil,
pengganti, pengemban tugas dan kewajiban, suksesor. Manusia sebagai
khalifah Allah diberikan amanah dalam dua hal penting. Pertama, tugas
manusia untuk selalu memelihara bumi dari pengerusakan secara sengaja
dan kerusakan yang disebabkan oleh alam sehingga bumi diwariskan
kepada generasi penerus dalam keadaan tetap lestari. Kedua, kewajiban
manusia untuk selalu menciptakan perdamaian dengan penuh cinta kasih
dan menghindari pertumpahan darah. Hal ini sejalan dengan visi Risalah
Islamiyyah untuk selalu menebar rahmat kepada alam.
Kedua tugas dan kewajiban manusia di atas sejalan dan terkait erat
dengan konsep pemikiran IPTEKS dan Peradaban. Tugas manusia untuk
menjaga, merawat, dan memelihara bumi dari berbagai macam
pengerusakan yang dilakukan oleh ulah manusia yang tak
bertanggungjawab dengan melakukan eksploitasi berlebihan dapat
mengancam keselamatan umat manusia. Islam merupakan agama yang
sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Banyak disebutkan dalam Al

3
Qur`an ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk senantiasa mencari
ilmu. Allah senantiasa meninggikan derajat orang-orang yang berilmu,
sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al Mujadalah [58]: 11, Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang -
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Yang terpenting adalah ilmu itu tujuannya tidak boleh keluar dari
nilai - nilai islami yang sudah pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada
kemaslahatan manusia. Seluruh ilmu, baik ilmu-ilmu teologi maupun
ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah,
dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu itu suci.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
konsekuensi dari konsep ilmu dalam Al Qur‟an yang menyatakan bahwa
hakikat ilmu itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat,
artinya penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui orang. Namun
satu fenomena yang paling memilukan yang dialami umat Islam seluruh
dunia saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan iptek, padahal untuk
kebutuhan kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu keharusan yang
tidak dapat ditawar, terlebih-lebih iptek dapat membantu dan
mempermudah manusia dalam memahami (mema‟rifati) kekuasaan Allah
dan melaksanakan tugas kekhalifahan. Realitas tersebut sebenarnya tidak
akan terjadi jika umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang hakiki.
Untuk itulah sudah saatnya umat Islam bangkit untuk mengejar
ketertinggalannya dalam hal iptek, karena sebenarnya dalam sejarah
dijelaskan bahwa umat Islam pernah memegang kendali dalam dunia
intelektual, jadi sangat mungkin jika saat ini umat Islam bangkit dan
meraih kembali kejayaan Islam tersebut.

4
1. Pengertian IPTEKS
Mengenai kata Ipteks orang berbeda pendapat, ada yang
menganggap merupakan singkatan dari dua komponen yaitu “ilmu
pengetahuan” dan “teknologi” dan ada pula yang memasukkan unsur
seni di dalamnya sehingga singkatannya menjadi ipteks.Mengenai
definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang di susun secara
logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat. Lebih
jauh Zalbawi Soejati mendefinisikan ilmu pengetahuan atau sains
sebagai sunnatullah artinya adalah ilmu yang mengarah perhatiaannya
kepada perilaku alam (bagaimana alam bertingkah laku).
Menurut Ali Syariati dalam buku Cakrawala Islam yang ditulis
oleh Amin Rais, Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang dunia fisik
dan fenomenanya. Ilmu merupakan imagi mental manusia mengenai
hal yang kongkret. Ia bertugas menemukan hubungan prinsip,
kausalitas, karakteistik di dalam diri manusia, alam, dan entitas-entitas
lainnya. Sedangkan kata teknologi berasal dari bahasa Yunani
"teknikos" berarti "teknik". Apabila ilmu bertujuan untuk berbuat
sesuatu, maka teknologi bertujuan untuk membuat sesuatu. Karena itu
maka teknologi itu berarti suatu metode penerapan ilmu untuk
keperluan kehidupan manusia. Menurut Zalbawi Soejati, teknologi
adalah wujud dari upaya manusia yang sistematis dalam menerapkan
atau memanfaatkan ilmu pengetahuan / sains sehingga dapat
memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Dari
beberapa definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia
tentang alam empiris yang disusun secara logis dan sistematis.
Sedangkan Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan
tersebut, yang tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia.
Berkaitan dengan terma teknologi ini, Achmad Baiquni menambahkan
bahwa dalam perjalanan umat manusia menuju masyarakat industrial,

5
proses yang menyertainya akan menimbulkan pergeseran nilai dan
benturan budaya yang tidak dapat dielakkan karena memang budaya
santai dari masyarakat agraris yang bertenaga hewani berlainan dengan
budaya tepat waktu pada masyarakat industrial yang tenaganya serba
mesin, dan nilai-nilai bergeser pada saat wanita, yang semula sangat
terikat dengan rumah dan keluarga, merasa bebas menggunakan
kendaraan bermesin sebagai sarana transportasi dan pesawat telpon
sebagai alat komunikasi. Dengan keimanan dan ketakwaan dapatlah
dipilih nilai-nilai baru dan budaya baru yang sesuai dengan ajaran
agama. Untuk definisi seni, dalam Ensiklopedia Indonesia diartikan
sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia,
dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang
dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni
lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).
Berbicara mengenai seni, identik dengan istilah estetika yaitu cabang
filsafat yang berurusan dengan keindahan, entah menurut realisasinya
entah menurut pandangan subyektif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa seni identik dengan rasa yang timbulnya dari
dalam jiwa, namun demikian gejala keindahan yang ditimbulkan oleh
seni bisa juga didekati dari sudut sains. Sebuah lukisan misalnya dapat
dianalisa menurut pembagian bidang, jadi menurut matematika.
Komposisi warna dapat dianalisa secara eksperimental menurut efek
psikologis.

2. Konsep IPTEKS dalam Islam


Sudah menjadi pemikiran yang umum bahwasanya agama yang
identik dengan kesakralan dan stagnasi tidak sejalan atau bahkan
bertentangan dengan ipteks yang notabene selalu berkembang dengan
pesat. Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi ketika agama tidak
hanya dilihat dari ritualitas-ritualitas belaka namun juga melihat nilai-
nilai spiritualitas yang hakiki. Menurut Harun Nasution, tidak tepat

6
anggapan yang mengatakan bahwa semua ajaran agama bersifat mutlak
benar dan kekal. disamping ajaran-ajaran yang bersifat absolut benar
dan kekal itu terdapat ajaran-ajaran yang bersifat relatif dan nisbi, yaitu
yang dapat berubah dan boleh diubah. Dalam konteks Islam, agama
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, memang terdapat dua
kelompok ajaran tersebut, yaitu ajaran dasar dan ajaran dalam bentuk
penafsiran dan penjelasan tentang perincian dan pelaksanaan ajaran-
ajaran dasar ituAllah SWT menciptakan alam semesta dengan
karakteristik khusus untu tiap ciptaan itu sendiri. Sebagai contoh, air
diciptakan oleh Allah dalam bentuk cair mendidih bila dipanaskan 100
C pada tekanan udara normal dan menjadi es bila didinginkan sampai 0
C. Ciri-ciri seperti itu sudah lekat pada air sejak air itu diciptakan dan
manusia secara bertahap memahami ciri-ciri tersebut. Karakteristik
yang melekat pada suatu ciptaan itulah yang dinamakan “sunnatullah”.
Dari Al Qur‟an dapat diketahui banyak sekali ayat yang
memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta,
mengkaji dan meneliti ciptaan Allah. Disinilah sesungguhnya hakikat
Iptek dari sudut pandang Islam yaitu pengkajian terhadap sunnatullah
secara obyektif, memberi kemaslahatan kepada umat manusia, dan
yang terpenting adalah harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman.
Allah SWT. secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang ilmu,
baik dalam bentuk uraian maupun dalam bentuk kejadian, seperti kasus
mu‟jizat para Rasul. Manusia yang berusaha meningkatkan daya
keilmuannya mampu menangkap dan mengembangkan potensi itu,
sehingga teknologi Ilahiyah yang transenden ditransformasikan
menjadi teknologi manusia yang imanen. Studi Al Qur‟an dan Sunnah
menunjukkan bahwa karena dua alasan fundamental, Islam mengakui
signifikansi sains:
a. Peranan sains dalam mengenal Tuhan
b. Peranan sains dalam stabilitas dan pengembangan masyarakat
Islam

7
Dari sini dapat dilihat bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan
dan teknologi digunakan sebagai sarana untuk mengenal Allah dan
juga untuk melaksanakan perintah Allah sebagai khalifatullah fil Ard
sehingga sains tersebut harus membawa kemaslahatan kepada umat
manusia umumnya dan umat Islam khususnya. Melihat banyaknya
jenis bentuk seni yang ada, maka ulama berbeda pendapat dalam
memberi penilaian. Dalam hal menyanyi adan alat musik saja jumhur
mengatakan haram namun Abu Mansyur al Baghdadi
menyatakan:"Abdullah bin Ja'far berpendapat bahwa menyanyi dan
alat musik itu tidak masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah
lagu untuk dinyanyikan para pelayan". Namun menurut Quraish
Shihab dalam bukunya Lentera Hati menyatakan bahwa seniman dan
budayawan bebas melukiskan apa saja selama karyanya tersebut dinilai
sebagai bernafaskan Islam. Melihat berkembangnya seni yang ada
penulis memandang pendapat Quraish Shihab lebih araif dalam
menyikapi perkembangan zaman yang mana kebutuhan masa kini tentu
saja lebih komplek sifatnya dibandingkan dengan kebutuhan pada
masa awal Islam.

3. Fakta IPTEKS dalam Al – Qur`an


Setelah membahas ipteks dalam Islam secara global, disini akan
dipaparkan beberapa fakta ilmiah dalam Al Qur‟an. Al Qur‟an
merupakan satusatunya mu‟jizat yang tak lekang dimakan zaman. Al
Qur‟an ini bersifat universal untuk seluruh umat manusia. Salah satu
sifat asli Al-Qur‟an yang membedakannya dari bible adalah bahwa
untuk mengilustrasikan penegasan yang berulang-ulang tentang
kemahakuasaan Tuhan, kitab tersebut merujuk kepada suatu
keragaman gejala alam.
Diantara aspek-aspek terpenting dari pemikiran ini, bahwa al-
Qur'an berisi informasi tentang fakta-fakta ilmiah yang amat sesuai
dengan penemuan manusia, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

8
a. Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air QS. Al-Anbiya [21]:
30,
Artinya: “dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
Mengapakah mereka tiada juga beriman?
b. Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-
Qur'an disebut dengan ad-Dukhan) QS. Fushshilat [41]: 11
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan
langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya
dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya
menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Selain fakta ilmiah yang disebutkan diatas juga tampak dari


penamaan surat-surat dalam Al Qur‟an antara lain: An-Nahl, An-Naml,
Al-Hadid, AdDukhan, An-Najm, Al-Qomar dan masih banyak lagi
yang lainnya. Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di dalam al-Qur'an,
amatlah jelas bahwa al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia
tentang berbagai hal. Untuk mengetahui secara detail dan seksama,
maka manusialah yang harus berusaha untuk memecahkan berbagai
problematika keilmuan yang didapati dalam kehidupan ini dengan
berlandaskan pada ajaran al-Qur'an. Dengan berlandaskan kepada al-
Qur'an, manusia akan mengetahui hasil penelitiannya mengenai alam
melalui "pengkomparasian (pencocokan)" dengan al-Qur'an", apakah
sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh al-Qur'an atau sebaliknya.
Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas, terdapat pula ayat yang
mengisyaratkan tentang teknologi kepada umat manusia. Al-Qur'an
tidak menghidangkan teknologi suatu ilmu yang murni dan lengkap,
tetapi hanya menyinggung beberapa aspek penting dari hasil teknologi
itu dengan menyebutkan beberapa kasus atau peristiwa teknik. Perlu

9
diingat bahwa alQur'an bukan buku teknik sebagaimana juga ia bukan
bukusejarah (walaupun banyak juga kisah di dalamnya), buku-buku
astronomi, fisika dan lain-lain, melainkan kitab suci yang berisi
petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Disamping banyak tentang
ilmu pengetahuan dan teknologi, Al-Qur'an juga membahas tentang
seni, hal ini dapat dilihat pada firman Allah QS. AsySyu‟ara‟ [26]: 149,

Artinya: “Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini”.

Ayat di atas menunjukkan seni pahat yang dilakukan oleh kaum nabi
Shaleh yaitu memahat gunung untuk dijadikan rumah.

B. Hubungan Ilmu, Agama dan Budaya


1. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi
memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup
manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan
transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella
(Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi
tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh
Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif
karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat
manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di
Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan hidup seperti
laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan
dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian
tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya
bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi
internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber
crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat
penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan

10
agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed,
1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a) berseberangan atau bertentangan,
b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c) tidak bertentangan satu sama lain,
d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan
iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.

2. Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini


Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam
pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini.
Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan
nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa
pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat
membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih
untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan
yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah
diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan
bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa
(Furchan, 2009).

3. Hubungan Agama dengan Kebudayaan


Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal
yang mengandung kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan
kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem religi ada pada setiap
masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan
kepercayaan terdapat di hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi

11
meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang lebih tinggi
kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan
yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan
dengan kekuatan- kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan yang lahir
dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai masa
munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan
manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau
ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan
dianut oleh umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa
budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama
(Sutardi, 2007).

C. Hukum Sunnatullah (Kausalitas)


1. Pengertian Sunatullah
Sunnatullah merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari
dua kata, yaitu sunnah dan Allah. Dengan digabungkannya dua kata
tersebut, maka menjadi susunan idhafahyaitu susunan kata yang terdiri
dari kata yang disandari (mudhaf) dan kata yang disandarkan (mudhaf
ilaihi). Kata sunnat berkedudukan sebagai mudhafdan kata Allah
berkedudukan sebagai mudhaf ilaihinya. Di dalam bahasa Arab, kata
sunnah dengan fi'il madhi (kata kerja untuk masa lampau)-nya sanna
ini mempunyai beberapa arti. Di antaranya adalah, thariqah (jalan,
cara, metode), sirah (peri kehidupan, perilaku), thabi`ah (tabiat,
watak), syari`ah (syariat, peraturan, hukum) atau dapat juga berarti
suatu pekerjaan yang sudah menjadi tradisi (kebiasaan). Menurut
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah, sunnah adalah kebiasaan yang
dilakukan kedua kalinya seperti apa yang dilakukan pertama kalinya.
Sedangkan menurut Ar Razi, sunnah adalah jalan yang lurus dan
tauladan yang diikuti. Di antara pendapat kedua tokoh Islam dan

12
beberapa pendapat lain tentang arti kata sunnah, makna sunnah
berkisar pada jalan yang diikuti. Dan secara umum, kata sunnat
digunakan oleh al-Qur‟ān sebagai cara atau aturan. Sedangkan kata
Allah adalah nama bagi Dzat Tuhan Yang Maha Esa, Kata Allah telah
dikenal sejak masa pra Islam oleh orang-orang Arab. Ia adalah salah
satu tuhan (dewa) orang Mekkah, tuhan yang menempati posisi
tertinggi dan tentu saja tuhan (yang dianggap) sebagai pencipta. Jadi,
sunnatullāh dapat diartikan sebagai cara Allah memperlakukan
manusia, yang dalam arti luasnya bermakna ketetapan-keteapan atau
hukumhukum Allah yang berlaku untuk alam semesta (Rahmat Taufiq
Hidayat, 1996: 135). Sedangkan, di antara beberapa pengertian secara
terminologis adalah bahwa Sunnatullāh adalah sebagai jalan yang
dilalui dalam perlakuan Allah terhadap manusia sesuai dengan tingkah
laku, perbuatan dan sikapnya terhadap syariat Allah dan Nabi-Nya
dengan segala implikasi nilai akhir di di dunia dan akhirat.

2. Pandangan Dasar Tentang Sunatullah


Terma Sunnatullah yang banyak disebutkan di dalam al-Qur‟an
merupakan terma bagi aturan global yang berlaku dan ditetapkan oleh
Allah terhadap seluruh komponen alam semesta. Mulai dari yang
terkecil sampai yang terbesar, dari yang bersifat materi maupun yang
immateri, seluruhnya berjalan di atas aturanaturan ini. Dan secara
umum, aturan tersebut berdiri diatas hukum sebab-akibat (kausal) atau
premis dan hasil akhir (conclution).
Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui jika terma Sunnatullah ini
seringkali disandingkan/dikolokasikan dengan istilah hukum alam
(causality) ala pemikiran Barat atau bahkan dianggap sama oleh
sebagian umat Islam. Padahal, di antara kedua terma tersebut terdapat
perbedaan yang sangat mendasar dan substansial. Di dalam konsep
Barat, hukum kausalitas tersebut menafikan adanya ”kekuasaan” dan
”kehendak” di luar kehendak dan kekuasaan manusia. Dalam arti

13
murni didasarkan atas potensi suatu benda atau usaha manusia saja.
Sedangkan di dalam Islam, justru faktor di luar diri manusia dan benda
itulah yang menentukan hasil akhir dari hukum kausalitas
tersebut.Dengan demikian, hukum kausalitas di dalam Islam diyakini
bahwa pada hakikatnya bukanlah sebab-sebab itu yang membawa
akibat. Namun, akibat itu muncul adalah karena Allah SWT
menghendaki demikian. Sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur`an
surat Ali – Imran ayat 83
Artinya: “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agam
Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit
dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allah-lah mereka dikembalikan”.
Dengan demikian, hukum kausalitas di dalam Islam tidak hanya
berjalan secara horisontal dalam dua arah, antara depan dan belakang,
antara sebab dan akibat, akan tetapi berjalan dalam tiga arah.
Horisontal dan vertikal, depan dan belakang serta atas. Sudut
”belakang” adalah peristiwa atau usaha dari potensi suatu benda atau
manusia. Sedangkan sudut vertikal adalah kekuasaan dan kehendak
Allah. Dan sudut ”depan” adalah hasil akhir (conclution). Di dalam al-
Qur‟an banyak sekali disebutkan kejadian-kejadian yang
”menyimpang” jika dilihat dari perspektif hukum kausalitas barat.
Inilah sebenarnya yang menunjukkan adanya ”Faktor” penentu di luar
diri manusia dalam setiap kejadian dan peristiwa yang terjadi. Dan hal
seperti ini, di dalam Islam juga disebut sebagai Sunnatullah. Kembali
kepada al-Qur‟ān, di dalam al-Qur‟ān terdapat ayat-ayat yang
menerangkan tentang varian prinsip-prisip kausalitas, beberapa di
antaranya adalah:
a. Ayat yang membicarakan pola-pola (sunnah-sunnah) Allah yang
tidak berubah di dalam alam semesta.
 Surat Al-Isra [17]: 77

14
Artinya: “(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu
ketetapan yang terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus
sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi
ketetapan Kami itu”.
 Surat Al-Ahzab [33]: 38
Artinya: “Tidak ada suatu keberatan pun atas nabi tentang
apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah
menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada
nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan
Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku”.
b. Ayat-ayat yang menunjukan bahwa baik penciptaan ataupun sebab-
sebab kejadian di dalam alam mengikuti ukuran tertentu, dan setiap
wujud alam memiliki rentang kehidupan yang terbatas dan pasti.
 Surat Ar-Rahman [55]: 5
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut
perhitunan‟.
 Surat Al-Hijr [15]: 21
Artinya: “Dan tidak ada sesesuatupun melainkan pada sisi
Kami-lah khazanah (sumber)-nya dan Kami tidak
menurunkannya kecuali dengan ukuranukuran yang
tertentu”.

3. Ketentuan Sunatullah
Sunnatullah adalah hubungan ilmiah, dan dapat diterangkan secara
ilmiah dan logika Sunnatullah adalah hukum kausal, hubungan sebab
akibat yang terjadi di alam, yang dapat diterangkan secara ilmiah.
Misalnya seseorang sakit, kemudian dia (si sakit) memakan obat,
lantas sembuh. Ini adalah sunnatullah, hubungan sebab akibat, jika
makan obat maka bakteri penyebab sakit akan mati dan, penyakit yang
disebabkan oleh bakteria tersebut akan hilang atau sembuh. Jika tidak
makan obat kemungkinan sembuh dengan segera itu kecil. Dengan

15
mengetahui hubungan sunnatullah di alam di alam maka kita harus
tidak meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan si sakit, tetapi
tetap Allah swt karena dengan sunnatullah yang berlaku dialamlah
yang menyebabkan si sakit sembuh setelah makan obat. Obat disini
hanyalah usaha manusia. Dengan makan obat maka hubungan sebab
akibat berlaku, dan menyembuhkan si sakit.
Sunnatullah sesuatu yang dapat diukur, diperhitungkan dan
diramalkan Dengan mengetahui adanya sunnatullah di alam kita dapat
membedakan mana ramalan atau prediksi ilmiah dengan ramalan yang
menyebabkan syirik. Ramalan Cuaca, Ramalan akan terjadi Gerhana
matahari, adalah contoh-contoh ramalan prediksi ilmiah yang didapat
melalui penelitian dan perhitungan ilmiah. Tetapi jika ramalan nasib
memakai kartu, ramalan nasib dengan bintang berdasarkan tanggal
lahir, astrologi adalah contoh-contoh ramalan yang dapat jatuh kepada
kemusyrikan.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan
manusia tentang alam empiris yang disusun secara logis dan
sistematis. Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan
tersebut, yang tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan
manusia. Seni merupakan penjelmaan rasa indah yang terkandung
dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat
komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera.
2. Ipteks dalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai religi dan yang
pasti tujuannya adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
3. Sebenarnya antara agama dalam hal ini Islam tidak ada
pertentangan sama sekali, bahkan di Al Qur’an banyak disinggung
ayat-ayat yang berbicara tentang ipteks.
4. Dalam realitas sejarah, dunia intelektual Islam pernah menikmati
masa keemasannya, demikian juga dengan seni.
5. Untuk meraih kembali masa kegemilangan tersebut maka
diperlukan langkah-langkah kongkrit antara lain dengan
mempelajari iptek yang tujuannya untuk kemaslahatan manusia,
dan yang utama adalah sebagai sarana mendekatkan diri kepada
Allah sehingga ipteks tidak bebas nilai.

B. SARAN
Penulis menyarankan kepada penulis selanjutnya untuk mengkaji aspek
lainnya,dan kami mengharapkan kritik dan sarannya yang dapat
membangun bagi kami dari para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al Baghdadi, Abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal,


Musik & Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991

Bucaille, Maurice. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain.


Mizan Bandung. 1998.

Ghulsyani, Mahdi. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung.


1998.

Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987.

Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan.


Bandung. 1999.

Soejoeti, Zalbawi, et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 1998.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Dep


Dik Bud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999.

Tim Penyusun Ensiklopedia Indonesia. Ensiklopedia Indonesia. PT.


Ikhtiar BaruVan Hoeve. Jakarta. jilid V

Ahmad Warson Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia,


Pustaka Progressif. Surabaya, 2002.

Rahmat Taufiq Hidayat. Khazanah Istilah Al Quran, Mizan, Bandung,


1996.

18

Anda mungkin juga menyukai