Anda di halaman 1dari 26

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

A. Latar Belakang Masalah

Orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya memperlakukan peserta

didik sebagai objek, khususnya pendidikan di jenjang SD/MI. Artinya guru yang

memiliki otoritas tertinggi keilmuan dalam proses pembelajaran dan bersifat aktif,

sedangkan peserta didik yang menuntut ilmu dari guru dan bersifat pasif, duduk di

bangku melihat ke papan tulis, mendengarkan dan memperhatikan guru yang yang

sedang menerangkan materi pelajaran, seolah hanyaguru yang menjaidi sumber

belajar. Terkadang dalam proses pembelajaran guru mengatur peserta didik sesuai

kehendaknya, sehingga peserta didik merasa terpaksa dan tidak bebas.

Pendidikan merupakan aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi

pembangunan bangsa suatu negara. Pendidikan juga merupakan salah satu

komponen penting dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Menurut UU No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan, spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan juga merupakan faktor pembentukan karakter dan pola pikir

manusia. Bagi suatu negara, pendidikan merupakan aset yang sangat berharga.

Oleh karena itu diperlukan para penerus bangsa yang berkualitas dan senantiasa

mampu menghadapi tantangan zaman.


Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM tersebut, maka diperlukan

tindakan nyata untuk meningkatkan pula kualitas pendidikan yang dimulai dari

pendidikan dasar hingga menengah. Pendidikan yang diberikan di sekolah

meliputi ilmu pengetahuan, bahasa dan bahkan matematika. Mateatika merupakan

salah satu mata pelajaran yang sudah pasti ada di sekolah bahkan dalam

kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan berbagai perhitungan

matematika. Pendidikan matematika memiliki kompetensi besar dalam peran

strategis untuk menyiapkan sumber daya manusia menghadapi era globalisasai da

industrialisasi. Potensi ini dapat terwujud jika pendidikan matematika mampu

melahirkan peserta didik yang cakap dalam matematika dan berhasil

menumbuhkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, inisiatif dan adaptif

terhadap perubahan dan perkembangan.

Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan daya nalar dan

komunikasi. Menurut Johnson dan Rising (1972) dalam Wati (7), bahwa

matematika ialah pola berpikir, mengorganisasikan, pembuktian secara logis,

karena matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah dengan cermat, jelas

serta tingkat keakuratan yang refresentasinya menggunakan simbol berupa bahasa

simbol. Di dalam matematika juga terdapat konsep sebelum mempelajari materi

selanjutnya, maka dapat dinyatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang erat

keterkaitannya baik antar konsep matematika dengan ilmu yang lain maupun

dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataannya, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam

memahami konsep-konsep tertentu yang diajarkan. Pandangan umum yang biasa


dilakukan adalah teacher centered. Dengan kata lain bahwa proses pembelajaran

matematika di kelas masih menekankan pada peran guru dan siswa sebagai

penerima materi. Kebanyakan guru dalamemberikan materi pada siswa masih

terpaku pada tahap prosedural sehingga dalam kegiatan siswa tidak secara aktif

dapat menerima kesempatan untuk mengembangkan proses berpikirnya. Dengan

demikian muncul anggapan bahwa matematika bukan mata pelajaran yang

menarik dan menyenangkan, dan tentunya akan sangat berpengaruh pada siswa

dalam minat belajar matematika serta berimbas pada prestasi siswa termasuk

kemampuan pemahaman siswa dalam matematika.

Sesuai dengan pernyataan Ruseffendi (1991:15), bahwa matematika bagi

anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang enggan untuk

disenangi atau mata pelajaran yang dibenci. Oleh karena itu, menjadi seorang guru

matematika harus cermat dalam memilih dan mengembangkan metode dalam

kegiatan belajar mengajarnya dan disesuaikan dengan bahasan yang akan

disampaikan agar pemahaman siswa atau perkembangan kognitifnya meningkat.

Seorang tokoh beraliran konstruktivisme menyumbangkan pemikirannya

yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif

individu yaitu teori tantang tahapan perkembangan individu, ialah Piaget.

Menurutnya bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahapan yaitu

(1) sensory motor, (2) pre operational, (3) concrete operational, (4) formal

operational. Sesuai dengan karakteristiknya siswa SD/MI berada pada fase

operasional kongkret, dimana siswa membangun pengetahuannya berdasarkan

manipulasi mereka terhadap objek-objek yang kongkret.


Siswa belajar melalui proses aaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan

asimilasi dan akomdasi. Asimilasi merupakan proses bergabungnya stimulus

kedalam struktur kognitif. Sedangkan akomodasi adalah berubahnya pemahaman

sebagai hasil dari stimulus yang diperoleh. Siswa yang berinteraksi dengan

lingkungan kemudian merespon berbagai stimulus, stimulus yang diterima oleh

siswa akan menjadi pengetahuan baru bagi siswa artinya struktur kognitif siswa

menjadi meningkat. Sedangkan stimulus yang ditolak tidak akan menjadi

pengetahuan bagi siswa dan struktur kognitifnya tidak meningkat.

Pada pembelajaran matematika kelas V Madrasah Ibtidaiyah, didalamnya

tercakup berbagai materi yang sangat penting untuk dipelajari siswa, sehingga

kelak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Maka

dari itu guru sebagai pendidik dituntut untuk memiliki kreatifitas dan

keterampilan dalam mengelolapembelajaran. Salah satunya adalah dengan

menentukan model dan pendekatan yang sesuai untuk pembelajaran siswa kelas V

Madrasah Ibtidaiyah agar siswa dapat memahami konsep yang terkandung dalam

materi tersebut sehingga apa yang telah mereka pelajari menjadi pengetahuan

yang tertanam di dalam dirinya.

Menyikapi pentingnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tadi, perlu

diadakan perubahan dalam proses pembelajaran dari konvensional ke arah yang

dinamis. Pembelajaran yang dinamis yang akan menuntun siswa ke arah

keberhasilan dalam belajarnya. Pada pembelajaran dinamis peran guru adalah

sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mengerahkan potensi yang

dimiliki sehingga dapat memahami konsep yang dipelajari.


Pada pendekatan konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat di transfer oleh

seseorang, melainkan melalui proses interpretasinya masing-masing, pengetahuan

tersimpan dalam struktur kognitifnya, didapat melalui proses mengkonstruksi

secara fisik dan mental dalam lingkungan fisik dan mental.

Pendekatan konstruktivisme memperlihatkan bahwa kegiatan belajar

merupakan proses aktif dalam membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal

(Janawi, 2013: 207). Dalam pendekatan konstruktivisme, siswa membangun

sendiri pengetahuannya bukan ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematika

untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan cara pengkonstruksian

pengetahuan melalui berbagai sumber belajar. Dengan menerapkan pendekatan

konstruktivisme akan menjadi salah satu solusi terbaik untuk mempelajari

matematika, sehingga siswa dapat memaknai secara mendalam tentang materi

yang dipelajari dan tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal.

Berdasarkan study pendahuluan yang di lakukan di MIN 1 Kota Bandung

diperoleh informasi bahwa kurangnya kemampuan siswa dalam meningkatkan

pemahaman matmatika. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam

Pembelajaran Matematika Melalui Penerapan Pendekatan

Konstruktivisme”
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan, maka

permasalahan dapat di rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung pada

pembelajaran Matematika sebelum menerapkan pendekatan

konstruktivisme?

2. Bagaimana aktivitas siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung dalam

pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan

konstruktivisme?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung

pada pembelajaran Matematika melalui penerapan pendekatan

konstruktivisme?

C. Batasan Masalah

Dengan pertimbangan luasnya ruang lingkup dalam penelitian ini, maka

peneliti membatasi permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung, semester

genap tahun ajaran 2017/2018.

2. Materi yang diberikan adalah materi matematika kelas V semester genap.

3. Penerapan pendekatan konstruktivisme pada pembelajaran matematika

berdasarkan tahapan pendekatan konstruktivisme.

4. Indikator pemahaman konsep siswa yang diukur adalah kemampuan

siswa dalam menjawab tes pemahaman konsep yang terdiri dari 7 soal

uraian. Tes yang dilaksanakan berdasarkan indikator pemahaman konsep


meliputi: (1) Kemampuan menafsirkan (2) Kemampuan menafsirkan (3)

Kemampuan memberi contoh (4) keampuan mengklasifikasikan (5)

Kemampuan menjelaskan (6) Kemampuan membandingkan (7)

Kemampuan menyimpulkan.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan penelitian ini diarahkan

untuk mengetahui:

1. Pemahaman siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung pada pembelajaran

Matematika sebelum menerapkan pendekatan konstruktivisme?

2. Aktivitas siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung dalam pembelajaran

Matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme?

3. Peningkatan pemahaman siswa kelas V MIN 1 Kota Bandung pada

pembelajaran Matematika melalui penerapan pendekatan

konstruktivisme?

E. Manfaat Penelitan

1. Bagi siswa, agar berperan aktif serta memberikan kesan demokratis dan

bermakna, karena siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga

dapat tertanam dalam dirinya dan dapat diaplikasikan pada kehidupan

dunia nyata.

2. Bagi guru, mampu mengembangkan kemampuannya dalam merencanakan

dan mengelola pembelajaran dengan baik sehingga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa.


3. Bagi peneliti, memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas proses

pembelajaran matematika serta mengetahui hasil sebelum dan setelah

menggunakan pendekatan konstruktivisme.

F. Kerangka Pemikiran

Hasil belajar matematika di MIN 1 Kota Bandung, selama ini belum

mencapai maksimal. Pelaksanaan proses pembelajaran pada siswa masih lamban

dalam menerima konsep matematika dari guru. Bahkan keterlambatan dalam

pemahaman tersebut, guru memberikan waktu tambahan saat kegiatan

pembelajaran matematika berlangsung.

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman,

yaitu kemampuan menyangkut, menangkap makna suatu konsep dengan pikiran

dan kata-katanya sendiri (Sagala, 2014:157). Seseorang dapat dikatakan dapat

memahami apabila ia bisa menjelaskan dan menguraikan lebih rinci suatu hal

dengan menggunakan kalimatnya sendiri. Pemahaman konsep diantaranya

mengasah kemampuan menafsirkan, kemampuan merangkum, kemampuan

memberi contoh, kemampuan mengklasifikasikan, kemampuan menjelaskan,

kemampuan membandingkan dan kemampuan menyimpulkan. Dari uraian

indikator tersebut maka tes yang dilakukan adalah tes tertulis berupa uraian .

Salah satu upaya yang harus dimiliki seorang guru agar dapat meningkatkan

pemahaman siswa adalah keterampilan guru mengajar yang harus didukung

dengan berbagai metode, model, dan pendekatan pembelajaran yang sudah pasti

harus dikuasai. Maka, dibutuhkan pendekatan pembelajaran siswa untuk dapat

meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. Pendekatan yang digunakan


dalam proses pembelajaran matematika tersebut adalah pendekatan

konstruktivisme, karena dengan pendekatan konstruktivisme selain guru

memberikan informasi dan pemahaman terhadap siswa, pendekatan in siswa

mengkonstruk sendiri pengetahuannya di dalam benaknya baik secara individu

maupun bersama teman (diskusi) dalam usaha mengembangkan kemampuan

penalarannya seperti yang dikemukakan Walace, Engel dan Mooney (dalam

2011: Bambang dan Rusdy)

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan

ide-ide abstrak beserta simbol-simbol yang tersusun secara hierarki dan

memerlukan penalaran deduktif, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan

mental yang tinggi. Hal ini tertuang di dalam kurikulum matematika SD/MI

(Depdiknas, 2006:109) secara lengkap, bahwa pengertian matematika adalah:

“Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik


mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama….”

Berdasarkan pengertian matematika yang bersifat objek abstrak sebagaimana

yang telah dikemukakan, maka pembelajaran matematika di SD/MI tentunya

harus disesuaikan dengan karakteristik siswa di SD/MI, sebelum siswa

memanipulasi simbol-simbol abstrak, matematika harus dipahami terlebih dahulu,

hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (Rostika et al.2005:22) bahwa “Setiap

konsep abstrak dalam matematika yang baru dipahami siswa, perlu segera

diberikan penguatan supaya mengendap, melekat dan tahan lama tertanam,

sehingga menjadi miliknya dalam pola pikirnya maupun pola tindaknya”


Hal ini harus diupayakan mengingat karakteristik siswa SD/MI yang masih

berada pada tahap operasional konkrit, serta sebagai upaya dalam mencapai tujuan

pembelajaran matematika yaitu, melatih cara berpikir secara sistematis, logis,

kritis, kreatif dan konsisten.

Pendekatan konstruktivisme adalah suatu proses belajar mengajar dimana

siswa secara aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh

struktur kognitif yang telah dimilikinya. Kelebihan daripada pendekatan

konstruktivisme ialah (1) Dapat membiasakan siswa secara mandiri dalam

memecahkan masalah, (2) Menciptakan kreatifitas untuk belajar sehingga tercipta

suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif, (3) Terjalin kerja sama dan siswa

terlibat langsung dalam melakukan kegiatan, (4) Dapat menciptakan pembelajaran

lebih bermakna karena timbulnya kebanggaan siswa menemukan sendiri konsep

yang sedang dipelajari dan siswa akan merasa bangga dengan hasil temuannya,

(5) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif. Disamping kelebihannya, pendekatan

konstruktivisme juga memiliki kelemahan diantaranya yaitu (1) Sulit mengubah

keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan

tradisional, (2) Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan

pelajaran dan memilih atau menggunakan media, (3) Siswa dan orangtua mungkin

memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru

(2013: Eka, dkk).

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran matematika dengan pendekatan

konstruktivisme meliputi 4 tahapan, antara lain :

1. Pengungkapan Pengetahuan Awal


2. Eksplorasi

3. Diskusi dan Penjelasan Konsep

4. Pengembangan dan Aplikasi Konsep

Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah “suatu proses belajar

mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya,

yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya” (Karli dan Sri

Yuliariatiningsih. 2004 : 4). Dalam kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada

model konstruktivisme, seorang pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengamatan


sebelumnya;
2. Menekankan pada kemampuan minds – on dan hands – on;
3. Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan
konseptual;
4. Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif;
5. Mengutamakan terjadinya interaksi sosial.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan

kontruktivisme dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif

mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang berdasarkan pengalamannya. Proses

pengkonstruksian pengetahuan yang dilakukan oleh siswa dengan

menghubungkan pengetahuan awal dengan informasi baru. Dengan demikian

siswa dapat menemukan konsep dari apa yang mereka pelajari.


Sejalan dengan pandangan di atas, Tobin dan Timon (dalam Lalik, 1997: 19)

mengatakan bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi

empat kegiatan, antara lain (1) berkaitan dengan prior knowledge siswa, (2)

mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences), (3) terjadi interaksi sosial

(social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense

making).

Petunjuk tentang proses pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme

juga dikemukakan oleh Dahar (1989: 160), sebagai berikut: (1) siapkan benda-

benda nyata untuk digunakan para siswa, (2) pilihlah pendekatan yang sesuai

dengan tingkat perkembangan anak, (3) perkenalkan kegiatan yang layak dan

menarik serta beri kebebasan anak untuk menolak saran guru, (4) tekankan

penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya, (5) anjurkan para siswa

untuk saling berinteraksi, (6) hindari istilah teknis dan tekankan berpikir, (7)

anjurkan mereka berpikir dengan cara sendiri, dan (8) perkenalkan kembali materi

dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah untuk

membantu meningkatkan pemahaman siswa dalam kemampuan menemukan,

memahami dan menggunakan informasi atau pengetahuan terhadap isi atau materi

pembelajaran. (2010: Benny dan Edy) Sehingga pendekatan konstruktivisme

dirasa dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman konsep siswa.


Pemahaman diartikan dari kata understanding (Sumarno, 1987). Derajat

pemahaman ditentukan oleh tingkat keterkaitan suatu gagasan, prosedur atau fakta

matematika yang dipahami seseorang secara menyeluruh jika hal-hal tersebut

membentuk jaringan dengan keterkaitan yang tinggi. Dan konsep diartikan

sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan

objek (Depdiknas, 2003: 18)

Menurut Polya pemahaman dibagai menjadi empat bagian yaitu:

1. Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat dan menerapkan sesuatu

secara rutin atau perhitungan sederhana.

2. Pemahaman induktif, yaitu dapat mencoba sesuatu dalam kasus sederhana

dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.

3. Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu.

4. Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa

ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.

Berdasarkan ranah hasil belajar ada tiga tingakatan yaitu, hasil belajar

kognitif, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor. Dari kesimpulan

tersebut maka peneliti hanya mengambil ranah hasil belajar kognitif dan hanya

pada indikator pemahamannya saja.


Dari uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai

berikut:
Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Menggunakan
Indikator Pemahaman
Pendekatan Konstruktivisme

1. Pengungkapan Pengetahuan 1. Menjelaskan

Awal 2. Membandingkan
3. Memberi contoh
2. Eksplorasi
4. Menyimpulkan
3. Diskusi dan Penjelasan 5. Merangkum

Konsep 6. Menafsirkan
7. Mengklasifikasikan
4. Pengembangan dan Aplikasi

Konsep

Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa


G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan, peneliti mengemukakan bahwa

“UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME”

H. Langkah-Langkah Penelitian

1. Menentukan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas V MIN 1 Kota Bandung yang beralamat

di Jalan Sindangsari No 12 Kota Bandung. Adapun alasan peneliti memilih

lokasi tersebut karena terdapat permasalahan pada pembelajaran matematika

yang mendukung untuk dilakukannya penelitian.

2. Sumber Data

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MIN 1 Kota

Bandung Tahun Ajaran 2016/2017, sebanyak 43 orang, siswa laki-laki 21

orang dan siswa perempuan 22 orang

3. Menentukan Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

dan kuatntitatif. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari deskripsi

lembar observasi yang digunakan untuk memberikan gambaran proses

pembelajaran matematika melalui penerapan pendekatan konstruktivisme

kelas V MIN 1 Kota Bandung yang meliputi aktvitas guru dan siswa.

Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka dan


bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai data tentang penerapan

pendekatan konstruktivisme pembelajaran matematika.

4. Menentukan Metode dan Desain Penelitian

a. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Menurut Hopkins

(Rochiati 2012:11) Penelitian tindakan kelas adalah untuk

mengidentifikasi kelas yang dikombinasikan dengan prosedur penelitian

dengan tindakan sunbstantif atau sebuah tindakan yang dilakukan

mengunakan inkuiri atau usaha seseorang yang terlibat dalam sebuah

proses pembelajaran untuk lebih memahami agar timbulnya perbaikan

dan perubahan . Seperti pendapat Hopkins, bahwa tujuan penelitian

tindakan kelas ini adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pembelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan

masalah pembelajaran disekolah, juga untuk meningkatkan dan

memperbaiki praktik pembelajaran di sekolah, meningkatkan relevansi

pendidikan, meningkatkan mutu pendidikan dan efisiensi pengelolaan

pendidikan.

b. Desain Penelitian

Desain penelitisn dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-

masing terdiri dari dua tindakan dan tahapan pelaksanaannya sebagai

berikut:
1) Siklus I

a. Tahap Perencanaan

1) Menyusun rancangan pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan konstruktivisme, yaitu penyusunan

RPP dan bahan ajar terkait dengan materi matematika yang telah

disusun oleh peneliti.

2) Menyusun dan meyiapkan lembar observasi yang berkaitan

dengan aktivitas siswa dan aktivitas guru selama pembelajaran

berlangsung materi pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan konstruktivisme.

3) Menyiapkan soal tes untuk setiap siklus pada pembelajaran

matematika.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran menggunakan

pendekatan konstruktivisme dan peneliti membagikan bahan ajar

pada siswa setiap siklus berupa handout. Selama proses

pembelajaran berlangsung peneliti mengajar sesuai dengan RPP

yang berkaitan dengan materi ajar matematika.

c. Tahap Observasi

Kegiatan observasi dilakukan secara seksama dengan

dilaksanakannya tindakan. Observasi dilaksanakan untuk mengumpulkan

data berupa kegiatan guru dan aktivitas siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.
d. Tahap Refleksi

Selama pelaksanaan proses pembelajaran matematika peneliti

menganalisis informasi secara keseluruhan melalui format observasi dan

hasil evaluasi yang telah dilakukan. Selanjutnya memperbaiki proses

pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I untuk menyusun

tindakan yang akan peneliti lakukan di siklus II.

Adapun desain penelitian pada siklus II tindakan I dan tindakan II yaitu

sebagai berikut

2) Siklus II

a. Tahap Perencanaan

1) Menyusun rancangan pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan konstruktivisme, yaitu penyusunan

RPP dan bahan ajar terkait dengan materi matematika yang telah

disusun oleh peneliti.

2) Menyusun dan meyiapkan lembar observasi yang berkaitan

dengan aktivitas siswa dan aktivitas guru selama pembelajaran

berlangsung materi pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan konstruktivisme.

3) Menyiapkan soal tes untuk setiap siklus pada pembelajaran

matematika.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran menggunakan

pendekatan konstruktivisme dan peneliti membagikan bahan ajar pada


siswa setiap siklus berupa handout. Selama proses pembelajaran

berlangsung peneliti mengajar sesuai dengan RPP yang berkaitan dengan

materi ajar matematika.

c. Tahap Observasi

Kegiatan observasi dilakukan secara seksama dengan

dilaksanakannya tindakan. Observasi dilaksanakan untuk mengumpulkan

data berupa kegiatan guru dan aktivitas siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

d. Tahap Refleksi

Selama pelaksanaan proses pembelajaran matematika peneliti

menganalisis informasi secara keseluruhan melalui format observasi dan

hasil evaluasi yang telah dilakukan. Kemudian analisis apaka sudah ada

peningkatan pemahaman konsep pada siswa.

Perencanaaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

?
5. Menentukan Instrumen Penelitian

a. Lembar Observasi

Observasi dilaksanakan untuk mengetahui dan mengamati bagaimana

kinerja guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung

dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Alat bantu yang

digunakan dalam observasi ini adalah lembar observasi aktivitas siswa

dan lembar observasi aktivitas guru.

b. Tes

Untuk mengetahui dan mengukur pemahaman konsep siswa dengan

enggunakan pendekatan konstruktivisme digunakan instrumen tes yaitu

soal uraian yang terdiri dari tujuh soal. Penelitian ini dilaksanakan untuk

mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami pembelajaran

matematika menggunakan pendekatan konstruktivisme.

6. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka atau

bilangan berupa tes setiap siklus dan data kualitatif adalah lembar observasi.

Teknik pengumpulan data ini berupa:

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang memiliki ciri spesifik

bila dibandingkan dengan teknik lain. Menurut Sutrisno 1986 dalam

(Sugiyono: 2016) bahwa observasi ialah sesuatu yang kompleks yang

tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang


terpenting adalah proses pengamatan dan ingatannya. Langkah ini

dilakukan sesuai pengamatan peneliti secara sistematis, faktual dan teliti

yang sedang dijadikan pengamatan sasaran. Observasi dilaksanakan di

MIN 1 Kota Bandung, alat yang digunakan berupa lembar observasi.

Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktifitas siswa dan guru

selama proses pembelajaran matematika. Pengamatan ini dilakukan oleh

peneliti sebagai orang yang terlibat dalam pelaksanaan tindakan.

b. Tes

Tes merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk tulisan untuk

mencatat atau mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan target

penilaian Jacobs & Chase, 1992 (dalam 2014: 41). Jawaban dari tes

biasanya berupa tes tertulis, lisan maupun perbuatan.

Menurut Zainal dan Nasution (2001) mengungkapkan bahwa tes

adalah bentuk pertanyaan atau tugas yang dirancang untuk mendapatkan

informasi mengenai perangkat pendidikan atau perangkat psikologis

tertentu. Setiap butir pertanyaan atau tugas memiliki jawaban atau

ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian apabila suatu tugas

atau pertanyaan menuntut harus dikerjakan oleh seseorang, tetapi tidak

ada jawaban atau cara pengerjaan yang benar dan slah maka tugas atau

pertanyaan tersebut bukanlah tes. (Majid dan Firdaus, 2014: 41)

7. Analisis Data

a. Ketuntasan belajar individual

Untuk mengetahui ketuntasan individual yaitu menggunakan rumus.


Jumlah skor yang dicapai siswa
× 100%
Skor maksimal

b. Ketuntasan belajar klasikal

Ketuntasan belajar klasikal yaitu untuk mengetahui ketuntasan belajar

secara keseluruhan. Jika ketuntasan belajar mencapai 85% atau lebih

maka siswa secara keseluruhan dinyatakan tuntas belajar. Untuk

menghitung ketuntasan belajar secara klasikal yaitu menggunakan rumus:

Jumlah siswa yang tuntas


× 100%
Jumlah siswa

c. Adapun untuk mengetahui nilai rata-rata pemahaman konsep siswa

digunakan rumus.


𝑋 = ∑𝑋
𝑁

(Puti, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Aep S. Firdaus. 2014. PENILAIAN AUTENTIK Proses dan

Hasil Belajar. Bandung: Interes Media

Bambang Riyanto dan Rusdy A. Siroj JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA,

VOLUME 5. NO. 2 JULI 2011

Benny A. Pribadi dan Edy Sjarif. PENDEKATAN KONSTRUKTIVIK DAN

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PADA SISTEM PENDIDIKAN JARAK

JAUH. VOL 11. NO. 2. 2010

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kelas IV SD. Jakarta : Depdiknas.

Eka Jasumayanti, Suhardi Marli, Ngatiyo KORELASI ANTARA PENDEKATAN

KONSTRUKTIVISME DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA

PEMBELAJARAN IPS DI SD, VOL 2. NO 3 2013

Karli, H., dkk. (2001). Model-model Pembelajaran Implementasi Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Bandung bina Media Informasi.

Puti Nurma Gupita. 2016. UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA

DALAM PEMBELAJARAN IPA POKOK BAHASAN ENERGI

BUNYI MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN.

Rochiati Wiriaatmadja. (2012). METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Rostika, et al. (2005). “Peningkatan Kreativitas Mahasiswa PGSD dalam

Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media”. Jurnal

Pendidikan Dasar. Vol II, (4), 22-26.

Sugiyono. (2016). METODE PENELITIAN KUANTITATIF, KUALITATIF DAN

KOMBINASI (MIXED METHODS). Bandung: ALFABETA, cv.


LEMBAR OBSERVASI GURU

Hari/Tanggal :

Nama Sekolah :

Kelas :

Guru :

Pertemuan Ke- :

Siklus Ke- :

Perhatian : Observer mengisi kolom penskoran dengan memberi


tanda ceklis () pada kolom Ya / Tidak

Komentar
Kategori
No Aktifitas Guru Observer
Ya Tidak
1 Guru mengucapkan salam
2 Guru menyuruh ketua kelas
memimpin doa sebelum belajar
3 Guru mengabsen peserta didik
4 Guru melakukan kegiatan apersepsi
5 Guru memberikan pertanyaan
motivasi kepada peserta didik
6 Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai oleh siswa setelah proses
pembelajaran selesai
7 Guru membagikan bahan ajar
kepada siswa yang berisikan materi
tentang
8 Guru menjelaskan secara singkat
mengenai materi
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai