Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

MALFORMASI VASKULER
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia

Oleh :

Azizah Malik, S.Ked


110610015

Preseptor :
dr. M. Yusuf, Sp.S (K)

BAGIAN ILMU NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2015

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
karunia dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Referat
dengan judul: “Malformasi Vaskuler” dalam rangka memenuhi salah satu tugas
dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Neurologi Rumah Sakit
Umum Cut Meutia. Shalawat serta salam juga disanjung tinggikan kepada
Rasulullah SAW, beserta keluarga dan para sahabat.
Dalam menyelesaikan Referat ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
dr. M. Yusuf, Sp.S (K) selaku pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari segala
pihak agar tercapai hasil yang lebih baik nantinya. Penulis berharap semoga
referat ini mendapat keridhaan dan berkah dari Allah SWT sehingga dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Lhokseumawe, Juli 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Anatomi dan fisiologi pembuluh darah ............................................. 5
2.1.1 Struktur pembuluh-pembuluh darah ............................................. 6
2.1.2 Sistem pembuluh darah .................................................................. 13
2.2 Malformasi Vaskuler ............................................................................ 15
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 15
2.2.2 Klasifikasi....................................................................................... 16
2.2.3 Diagnosis........................................................................................ 27
2.2.4 Terapi ............................................................................................. 27
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................. 28
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Malformasi vascular adalah anomali kongenital perkembangan pembuluh

darah yang terjadi selama perkembangan janin. Penyebab pasti dari kelainan ini

belum diketahui. Lesi ini tidak selalu terlihat pada awal kelahiran sampai minggu

bahakan bertahun-tahun setelah kelahiran, lesi ini biasanya akan tumbuh secara

proporsional sesuai dengan pertumbuhan. Malformasi vascular harus dibedakan

dengan tumor pembuluh darah (hemangioma) karena memiliki penyebab yang

berbeda, pola pertumbuhan, terapi dan prognosis yang berbeda (Gloviczki, 2005)

Malformasi vaskuler relatif jarang ditemukan pada pasien, prevalensinya

yaitu 1,5% dari total populasi. Malformasi yang paling banyak ditemukan adalah

malformasi vena dengan prevalensi 1 : 5000-10000 angka kelahiran hidup. Untuk

malformasi kapiler terjadi 0,3 % dari kelahiran hidup. Diagnosis dan menajemen

dari malformasi vaskuler ini membutuhkan pendekatan multidisipliner (Gloviczki,

2005)

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah

2.1.1 Struktur Umum Pembuluh-Pembuluh Darah

Pembuluh darah biasanya terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut:

1. Tunika intima

Tunika interna terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan

dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas jaringan

penyambung jarang halus yang kadang-kadang mengandung sel otot polos yang

berperan untuk kontraksi pembuluh darah.

2. Tunika media

Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar

(sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu

membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas elastin, biasanya berlubang-

lubang sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui lubang-lubang yang terdapat

dalam membran dan memberi makan pada sel-sel yang terletak jauh di dalam

dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering ditemukan membrana elstika

externa yang lebih tipis yang memisahkan tunika media dari tunika adventitia

yang terletak di luar.

5
3. Tunika adventitia

Tunika adventitia terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-serabut

elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum (pembuluh dalam

pembuluh) bercabang-cabang luas dalam adventitia.

4. Vasa vasorum memberikan metabolit-metabolit untuk adventitia dan tunika

media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya terlalu tebal untuk

diberi makanan oleh difusi dari aliran darah.

6
Bagian-bagian dari pembuluh darah:

1. Aorta

Tunica intima: endothelium - sel berbentuk poligonal selapis, subendothelium

serabut elastis, kolagen, fibroblast, sel-sel otot polos. Serabut elastis membentuk

membrana elastica interna, tidak sejelas pada arteri ukuran medium, dan terlihat

berlubang-lubang.

Tunica media: membrana fenestrata - dibentuk oleh serabut elastis, sel-sel otot

polos tampak pada jaringan ikat diantara membrana fenestrata.

Tunica adventitia: jaringan ikat longgar tipis vasa vasorum

2. Arteri

Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Arteri besar atau arteri elastis

Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya. Arteri

jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Intima, dibatasi oleh sel-sel

endotel. Pada arteri besar membrana basalis subendotel kadang-kadang tidak

terlihat. Membrana elastika interna tidak selalu ada. Lapisan media terdiri atas

serangkaian membran elastin yang tersusun konsentris. Tunika adventitia tidak

menunjukkan membrana externa, relatif tidak berkembang dan mengandung

serabut-serabut elastin dan kolagen.

b. Arteri ukuran sedang, arteri muskuler

Arteri ukuran sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-sel

ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan.

7
c. Arteriola.

Arteriola merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), bergaris tengah

kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit. Memiliki tunika

intima dengan tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak mempunyai

membrana elastik interna. Lapisan media adalah lapisan sel-sel otot polos yang

tersusun melingkar. Lapisan adventitia tipis, tidak berkembang dengan baik dan

tidak menunjukkan adanya membrana elastik externa.

1. Histofisiologi Arteri

Arteri besar juga dinamakan pengangkut karena fungsi utamanya adalah

mengangkut darah. Fungsi arteri ukuran sedang sebagai arteri penyalur yaitu

untuk menyediakan darah pada berbagai organ. Perubahan arteriosklerosis pada

umumnya mulai pada lapisan subendotel, berjalan ke tunika media. Lesi lapisan

intima dan lapisan tengah yang ditemukan pada arteriosklerosis yang disertai

dengan destruksi jaringan elastin dan akibatnya kehilangan elastisitas adalah

akibat gangguan sirkulasi yang berat.

2. Anastomosis Arteriovenosa

Hubungan langsung antara sirkulasi arteri dan vena. Anastomosis

arteriovenosa ini tersebar di seluruh tubuh dan umumnya terdapat pada

pembuluhpembuluh kecil berfungsi mengatur sirkulasi pada daerah tertentu,

terutama pada jari, kuku, dan telinga. Sistem ini mempunyai peranan pengaturan

sirkulasi pada berbagai organ dan berperanan pada beberapa fenomena fisiologi

seperti menstruasi, perlindungan terhadap suhu yang rendah, dan ereksi.

Anastomosis

8
arteriovenosa banyak dipersyarafi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis.

Selain mengatur aliran darah pada berbagai organ, anastomosis ini mempunyai

fungsi termoregulator yang khususnya terbukti pada kulit ekstremitas.

3. Vena

Tunica intima: endothelium - selnya pipih selapis, subendothelium - jaringan

ikat tipis langsung berhubungan dengan tunica adventitia.

Tunica media: tidak ada.

Tunica adventitia: jaringan ikat longgar dengan serabut colagen yang

membentuk berkas-berkas longitudinal, sel fibroblast tampak diantaranya. Selsel

otot polos tampak pula.

Vena biasanya digolongkan menjadi:

a. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri

atas endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan lapisan

adventitia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan penyambung

yang kaya akan serabut-serabut kolagen.

b. Vena ukuran kecil atau sedang dan mempunyai garis tengah 1 – 9 mm.

Tunika intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi hal ini

pada suatu saat mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas berkas-berkas kecil

otot polos yang bercampur dengan serabut-serabut kecil kolagen dan jala-jala

halus serabut elastin. Lapisan kolagen adventitia berkembang dengan baik.

c. Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik.

Tunika media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak

jaringan penyambung. Tunika adventitia adalah lapisan yang paling tebal dan

9
pada pembuluh yang paling besar dapat mengandung berkas-berkas longitudinal

otot polos. Di samping perbedaan lapisan ini, vena ukuran-kecil atau sedang

menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 2 lipatan

semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke dalam lumen. Mereka

terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi pada kedua sisinya oleh

endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena anggota badan (lengan dan

tungkai). Mereka mendorong darah vena ke arah jantung berkat kontraksi otot-

otot rangka yang terletak di sekitar vena.

4. Kapiler

Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim,

melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah rata-

rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm. Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3

jenis menurut struktur dinding sel endotel.

a. Kapiler kontinu. Susunan sel endotel rapat.

b. Kapiler fenestrata atau perforata ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel

endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan-jaringan dimana

terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan darah, seperti

yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin.

c. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40 μm),

sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh sel– sel

endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel dengan

dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas fogositosis. Kapiler

sinusoid terutama ditemukan pada hati dan organ-organ hemopoetik seperti

10
sumsum tulang dan limpa. Struktur ini diduga bahwa pada kapiler sinusoid

pertukaran antar darah dan jaringan sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan

makromolekul dapat berjalan dengan mudah bolak-balik antara kedua ruangan

tersebut. Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya)

membentuk jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil.

Arteriol bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai

lapisan otot polos yang tidak kontinu, yang disebut metarteriol. Metarteriol

bercabang menjadi kapiler-kapiler yang membentuk jala-jala. Konstriksi

metarteriol membantu mengatur, tetapi tidak menghentikan sama sekali sirkulasi

dalam kapiler, dan mempertahankan perbedaan tekanan dalam dua sistem. Suatu

cincin sel-sel otot polos yang disebut sfinkter, terdapat pada tempat asal kapiler

dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini dapat menghentikan sama sekali aliran

darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak berfungsi semua secara serempak, dan

jumlah kapiler yang berfungsi dan terbuka tidak hanya tergantung pada keadaan

kontraksi metarteriol tetapi juga pada anastomosis arteriovenosa yang

memungkinkan metarteriol langsung mengosongkan darah kedala vena-vena

kecil. Antar hubungan ini banyak sekali pada otot rangka dan kulit tangan dan

kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis arteriovenosa berkontraksi, semua

darah harus berjalan melalui jala-jala kapiler. Bila ia relaksasi, sebagian darah

mengalir langsung ke vena bukan mengalir ke dalam kapiler. Sirkulasi kapiler

diatur oleh rangsang syaraf dan hormon.

Tubuh manusia luas permukaan jala-jala kapiler mendekati 6000 m². Garis

tengah totalnya kira-kira 800 kali lebih besar daripada garis tengah aorta. Suatu

11
unit volume cairan dalam kapiler berhubungan dengan luas permukaan yang lebih

besar daripada volume yang sama dalam bagian sistem lain. Aliran darah dalam

aorta rata-rata 320 mm/detik; dalam kapiler sekitar 0,3 mm/detik. Sistem kapiler

dapat dimisalkan dengan suatu danau di mana sungai-sungai masuk dan keluar;

dindingnya yang tipis dan alirannya yang lambat, kapiler merupakan tempat yang

cocok untuk pertukaran air dan solut antara darah dan jaringan-jaringan.

5. Morfologi Dasar Permeabilitas Kapiler

Tempat pertukaran zat-zat antara darah dan jaringan dan sebaliknya.

Permeabilitas kapiler dalam berbagai organ berbeda bermakna. Misalnya, pada

glomerulus ginjal, mereka kira-kira 100 kali lebih permeabel daripada

kapilerkapiler jaringan otot. Pada keadaan-keadaan abnormal, seperti peradangan,

penyuntikan bisa ular atau lebah, dan sebaginya, permeabilitas kapiler sangat

meningkat. Keadaan ini jelas merubah permeabilitas hubungan antara sel-sel

endotel. Dalam keadaan seperti ini, zat-zat koloid setebal elektron dapat

ditemukan berjalan dari lumen kapiler dan venula kecil masuk ke jaringan

sekitarnya dengan menembus hubungan sel-sel endotel. Leukosit dapat

meninggalkan aliran darah dengan lewat antara sel-sel endotel, dan masuk ruang

jaringan dengan proses yang dinamakan diapedesis.

6. Sistem Vaskuler Limfe

Pembuluh limfe, merupakan saluran tipis yang dibatasi endotel berperan dalam

pengumpulan cairan dari ruang-ruang jaringan dan mengembalikannya ke darah.

Cairan ini dinamakan cairan limfe. Limfe hanya beredar dalam satu arah, yaitu ke

arah jantung. Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai pembuluh tipis

12
dengan ujung buntu. Mereka terdiri atas satu lapisan endotel. Pembuluh yang tipis

ini bergabung dan berakhir sebagai 2 batang besar, yaitu ductus thorasicus dan

ductus limphaticus dexter, yang mengosongkan limfe ke dalam peralihan vena

jugularis interna dengan vena jugularis interna dexter. Di antara pembuluh-

pembuluh limfe terdapat kelenjar-kelenjar limfe. Dengan pengecualian sistem

syaraf dan sumsum tulang, sistem limfe ditemukan pada hampir semua organ.

Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan vena kecuali mereka

mempunyai dinding yang lebih tipis dan tidak mempunyai batas yang nyata antara

ketiga lapisan (intima, media, dan adventitia). Seperti vena, mereka mempunyai

banyak katup-katup interna. Akan tetapi, katup-katup ini lebih banyak pada

pembuluh limfe. Antara katup-katup pembuluh limfe melebar dan mempunyai

bentuk noduler.

Seperti vena, sirkulasi cairan limfe dibantu oleh kerja gaya eksterna (misalnya

kontraksi otot-otot sekitarnya) pada dindingnya. Gaya-gaya ini bekerja secara

tidak kontinu, dan aliran limfe terutama terjadi sebagai akibat adanya banyak

katup dalam pembuluh ini dan irama kontraksi otot-otot polos yang terdapat

dalam dindingnya. Duktus limfaticus ukuran besar mempunyai struktur yang

mirip dengan vena dengan penguatan otot polos pada lapisan media. Pada lapisan

ini, berkasberkas otot tersusun longitudinal dan sirkuler, dengan serabut-serabut

longitudinal lebih banyak. Tunika Adventitia relatif kurang berkembang.

2.1.2 Sistem Pembuluh Darah

Pembuluh darah mungkin merupakan salah satu organ yang mempunyai

peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di

13
mana pembuluh darah memegang peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik

dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2005). Di setiap sistem, masing-masing

dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial, sistem kapiler dan sistem

venosa.

Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi sistemik,

yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa darah jantung yang penuh

berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta yang besar kemudian

bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri yang ukurannya lebih kecil

dan membawa darah dari percabangan aorta keseluruh tubuh, kecuali arteri paru-

paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2005). Di target organ, pembuluh darah

arteri bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil

yang disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana

darah dilepaskan ke dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang

berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan ruang

interstisial (Guyton, 2000). Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler.

Secara berangsur-angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama

makin besar.

Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur yang

membawa darah dari jaringan kembali ke jantung (Guyton, 2000). Secara

histoanatomik, ketebalan dinding ketiga sistem ini berbeda, sesuai dengan fungsi

utamanya masing-masing. Aorta dan pembuluh darah arteri, karena fungsinya

untuk menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, mengalami tekanan yang

14
tinggi. Sehingga pembuluh darah arteri memiliki dinding vaskuler yang kuat dan

darah mengalir dengan cepat ke jaringan-jaringan.

Arteriol yang berfungsi sebagai katup pengatur dari sistem arteri, memiliki

dinding otot yang kuat yang dapat menutup sama sekali arteriol tersebut sehingga

memungkinkannya untuk berdilatasi beberapa kali, dengan demikian dapat

mengubah aliran darah ke kapiler. Kapiler, karena fungsinya sebagai penukar

cairan dan bahan gizi, memiliki dinding yang sangat tipis dan permeabel terhadap

zat yang bermolekul kecil. Selanjutnya dari kapiler darah kemudian berlanjut

menuju venula-venula yang kemudian bergabung menjadi pembuluh darah vena.

Vena, karena berfungsi mengalirkan darah kembali ke jantung, memiliki tekanan

dinding yang sangat rendah dan sebagai akibatnya dinding vena tipis. Tetapi

walaupun begitu, dinding vena berotot yang memungkinkannya untuk mengecil

dan membesar, sehingga vena mampu menyimpan darah dalam jumlah kecil atau

besar tergantung kepada kebutuhan badan.

2.2 Malformasi Vaskuler

2.2.1 Definisi

Malformasi vaskuler adalah kelompok abnormal pembuluh darah yang

terjadi selama perkembangan janin.

Pada gestasi minggu ke-3, mulai tampak system vascular yang terdiri dari

jaringan yang menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitive. Saat ini

darah belum bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.

Selanjutnya system vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses

penggabungan dan diferensiasi seluler dan sebagai puncaknya terjaddi pemisahan

15
arteri vena. Menurut wallard (1922) proses ini terjadi melalui 3 tahap (Rutherford,

2005) :

1. Undifferentiated Stage (Stage I)

Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitive bergabung menjadi

jaringan kapiler yang lebih terorganisi. Arteri dan vena belum bisa dikenali.

2. Retiform stage (stage II)

Jaringan kapiler yang terbentuk pada stage I bergabung menjadi struktur

jalinan atau pleksusu yang lebih besar yang menjadi progenitor dari arteri dan

vena.

3. Maturation stage (stage III)

Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri

telah tampak. Jaringan kapiler yang ada bertahan hingga dewasa diperkirakan dari

sisa-sisa ruang darah pada stage I.

Berdasarkan tori Wallard, dapat disimpulkan pada stage I terjadi

malformai kapiler dan vena perifer, sedangkan stage ii terjadi mikrofistula

malformasi arteri vena (AVM) dan vena embrional, dan stage iii terjadi

makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya.

2.2.2 Klasifikasi

Malformasi vaskuler diklasifikasikan berdasarkan tipe pembuluh darah dan

sifat aliran, yaitu (Rutherford, 2001):

16
1. Kelainan dengan aliran lambat (slow flow)

2. Kelainan dengan aliran cepat, termasuk malformasi arteri, fistel arteri

vena, dan malformasi arteri vena.

1. Malformasi vena

Malformasi vena salah satunya terdiri dari vena bagian superfisial dan vena

bagian dalam yang pembentukannya abnormal dan yang terjadi pembesaran.

Kelainan ini yang paling sering ditemukan dan bersifat asimtomatik. Gejala klinis

biasanya ditemukan sesaat setelah lahir, namun bisa juga beberapa tahun setelah

kelahiran. Pertumbuhan dari malformasi vena ini lambat dan stabil, faktor

17
pencetus seperti operasi, trauma, infeksi, atau perubahan hormonal yang

berhubungan dengan pubertas, kehamilan atau menopause dapat menyebabkan

pertumbuan yang cepat. Lesi akibat dari malformasi vena dapat dijumpai pada

kulit, selaput lender atau system organ (otak, usus, hati, dan limpa) (Hua Wang et

al, 2004)

Penyebab pasti dari lesi ini belum diketahui, kemungkinan karena

kekurangan sel otot polos di dinding pembuluh darah menjadi faktor penting

kelainan ini. Sampai sekarang belum ada bukti bahwa penggunaan obat atau

paparan dari lingkungan menjadi penyebab dari malformasi vena (Claudio, 2006)

Gejala klinis

Gejala klinis dari malformasi vena, yaitu:

- Sudah ada sejak lahir, dan bersifat progresif

- Sering terjadi thrombosis karena aktivasi dari protein-C, protein-S atau

kelainan antitrombin lainnya.

- Warna kebiruan yang melibatkan jaringan subkutan

- Pada histologi dijumpai lapisan endotel yang tipis dan kaku.

Diagnosis

CT-Scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan luasnya malformasi

vena. MRI dapat melihat atresia vena besar dan lokasi vena yang abnormal serta

distribusi malformasi diantara jaringan lunak. Pemeriksaan radiologi biasa dapat

18
dipakai untuk evaluasi derajat osteolitis dan perpendekan atau pembesaran tulang.

Limfoskintografi dianjurkan bila ada kemungkinan terlibatnya system limfe.

Terapi

- Observasi

Observasi dilakukan apabila lesi kecil yang hanya berpengaruh pada

etstetika

- Bebat

Bebat digunakan untuk mengontrol pembengkakan dan nyeri pada lesi di

bagian ektremitas,

- Skleroterapi : digunakan untuk mengecilkan pembuluh darah yang abnormal

dengan cara suntikan pada daerah lesi, untuk lesi yang besar terapi yang

dingunakan yaitu dengan cara eksisi.

- Eksisi bedah

Eksisi bedah digunakan apabila lesi tersebut terlokalisasi.

- Low molecular weight heparin (LMWH)

LMWH digunakan untuk pasien yang memiliki koagulopati intravascular

local. Hal ini digunakan sebelum dan setelah prosedur bedah.

2. Malformasi arteriovena (AVM)

Malformasi arteriovena adalah suatu keabnormalan pada pembuluh darah

arteri bersambung dengan vena tanpa melalui pembuluh kapiler. Insidensinya

sekitar 11-21 kasus dalam 100.000 populasi.

Etiologi

19
- Faktor ektrinsik, berupa: tekanan darah sistemik, kemampuan jantung

memompa darah ke sirkulasi sitemik, kualitas pembuluh darah dan kualitas

darah yang menentukan viskositasnya.

- Faktor intrinsik, berupa: autoregulasi arteri serebral, faktor biokimiawi

regional (konsentrasi asam laktat dan ion hydrogen).

Patofisiologi

AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembulu darah

primitif pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun

dan melibatkan region permukaan otak dengan substansia alba.

AVM terdiri ddari tiga bagian yaitu feeding arteri, nidus dan darining vein.

Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembulub darah yang berbelit-

belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein

cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya.

AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama, yaitu

(Menon, 2005) :

1. Perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang interventrikular atau yang

paling sering pada parenkim otak. Jika rupture atau perdarah terjadi, darah

mungkin akan berpenetrasi ke jaringan otak atau ke ruang subarahnoid. Sekali

perdarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadi perdarahan berulang menjadi lebih

besar.

2. Pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami

kejang. Sekitar 15-40% pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami

20
pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau

menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar.

3. Beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan

minor akibat kekusutan pembuluh darah local. Deficit neurologis progresif dapat

muncul pada 6-12%.

Gejala klinis (Chao et al, 2006)

- Gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala dan kejang

mendadak.

- Vertigo, tuli progresif, penurunan penglihatan, dementia, dan halusinasi.

21
- Jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan

sirkulasi cairan otak terhambatyang dapat menyebabkan akumulasi cairan di

dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.

- Kaku kuduk akibat tekanan intracranial dan rangsangan pada meningen.

- Pembuluh darah rupture pada AVM menimbulkan gejala kehilangan

kesadaran, sakit kepala tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, gangguan

penglihatan, kelemahan otot, paralisis, hemiparesis, dan afasia.

Diagnosis

- CT-Scan: pemeriksaan awal untuk mengetahui lokasi perdarahan

- MRI: lebih sensitive dari CT-Scan karena dapat menunjukkan hilangnya

sinyal pada area korteks.

- Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spsifik dari pembuluh AVM dapat

menggunkan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam pembuluh

darah.

Gambaran umum

Lokasi:

a. Bisa terjadi dimanapun di bagian otak dan medulla spinalis

b. 85% di supratentorial, 15% di fossa posterior

c. Jarang: multiple AVM

Ukuran:

a. Bervariasi mulai dari mikroskopik higga besar

22
Terapi

1. Farmakologi

Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami

pasien seperti sakit kepala atau kejang. Fenitoin dapat diberikan untuk

mengontrol kejang.

2. Non farmakologis

a. Operasi reseksi

Tindakan ooperatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang rupture dan

diperkiran memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan

dengan unruptured AVM.

b. Radiosurgery

Radiosurgery dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut

dengan gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran <2cm,

sedangkan pada lesi yang lebih besar terapi ini kurang responsif.

c. Terapi konservatif

Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau resiko terapi terlalu

besar, tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat

dilakukan pada pasien.

3. Malfomasi limfatik

Malformasi limfatik adalah kumpulan saluran abnormal dan ruangan berisi

cairan getah bening. Normalnya system limfatik mengumpulkan kelebihan cairan

23
dari jaringan dan mengangkutnya dari pembuluh darah kecil kemudian dibawa

kembali ke system vena. Pada pasien dengan malformasi limfatik pengangkutan

kelebihan cairan dari pembuluh darah kecil berlangsung lambat sehingga

menumpuk dan melebarkan pembuluh darah yang berakibat pembengkakan di

area sekitar bahkan dapat meluas ke jaringan lunak dan otot (Gloviczki, 2005)

Etiologi

Etiologi dari kelainan ini belum diketahui tetapi diduga akibat dari

kesalahan pembentukan dan perkembangan sitem limfatik selama masa

perkembangan janin.

Gejala klinis

a. Lesi paling sering ditemukan di leher dan di aksila namun dapat juga

ditemukan di area tubuh lainnya.

b. Ada dua jenis malformasi limfatik yang sering ditemukan, yaitu: malformasi

makrositik dan mikrositik.

c. Pada malformasi makrositik lesi yang ditemukan besar, lunak, ditemukan di

bawah kulit dan berwarna kebiruan.

d. Pada malformasi mikrositik lesi yang ditemukan kecil, lesi mengangkat

yang berisi cairan getah bening.

e. Lesi dapat membesar secara mendadak dan bersifat sementara pada kondisi

tertentu, seperti: trauma atau infeksi.

Diagnosis

24
Diagnosis malformasi limfatik dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Namun penegakkan diagnosis sering keliru dengan malformasi

vena sehingga diperlukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan

computed tomography Scanning (CT-Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis dan

menentukan luas lesi.

Terapi

a. Eksisi bedah

Eksisi bedah dilakukan pada lesi yang terlokalisir. Pada lesi yang sudah

meluas dan melibatkan banyak struktur penting maka eksisi bedah sulit untuk

dilakukan. Komplikasi dari eksisi ini adalah kerusakan pada struktur yang terlibat

dengan lesi, dapat menimbulkan jaringan parut.

b. Skleroterapi

Skleroterapi dilakukan dengan cara mengijeksi langsung agen iritasi berupa

alkohol atau picibanil pada lesi makrositik. 80% metode ini dilaporkan berhasil

mengecilkan lesi. Agen iritasi yang baru seperti Bleomisin masih dalam

penelitian.

c. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya dilakukan pada lesi yang tidak bisa dieksisi. Contoh

obat kemoterapi yang sering digunakan adalah Rapamycin.

4. Malformasi kapiler

Definisi

25
Malformasi kapiler sering disebut juga portwine stain yaiutu seperti datar

pada kulit yang berukuran besar tetapi dapat juga seperti pulau-pulau kecil dengan

warna kebiruan. Lesi ini ditemuka dimana saja diarea tubuh dan bisa mengenai

lebih dari satu tempat.

Portwine stain

Etiologi

Penyebab pasti dari kelainan ini belum diketahui tetapi diduga bahwa hal ini

muncul karena pembentukan abnormal pembuluh darah kecil pada kulit di awal

kehidupan embrio setelah pembuluh darah besar terbentuk.

Gejala klinis

26
Meskipun jumlah pembuluh darah dalam malformasi kapiler normal, tetapi

diameter pembuluh darah yang terkena jauh lebih besar daripada lesi yang terkena

akibatnya terjadi peningkatan aliran darah sehingga tampak pada permukaan kulit

warna keunguan akan terus membesar dan menebal.

Periode timbulnya gejala bervariasi pada setiap individu bahkan bisa tertunda

sampai umur 40, 50, atau 60 tahun. Malformasi kapiler yang lesinya di tulang

belakang dapat dikaitkan dengan sindrom Cobb.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis dari malformasi kapiler dengan menggunakan MRI

untuk melihat sejauh mana luas otak yang terkena.

Terapi

Beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengobati kelainan kapiler,

diantaranya:

a. terapi laser dengan flashlamp yang menjadi pengobatan standar untuk

kelainan ini. Dengan terapi ini akan meringankan secara signifikan yaitu

antara 15%-20% menghilangkan dari lesi. Terapi ini juga dapat menjaga

kulit dari penebalan dari waktu ke waktu.

b. Prosedur bedah dilakukan ketika pertumbuhan berlebih sampai ke

jaringan lunak atau sampai ke tulang.

27
2.2.3 Diagnosis

Malformasi vaskuler didiagnosis dengan cara pemeriksaan fisik dan

dengan pemeriksaan penunjang (CT, MRI). Dalam beberapa kasus, angiogram

diperlukan untuk membantu dalam perencanaan terapi.

2.2.4 Terapi

Terapi untuk malformasi vaskuler ini tergantung pada jenis dan lokasi lesi.

Untuk lesi yang hanya terdapat pada permukaan kulit terapi laser bisa digunakan.

Lesi yang lebih dalam memerlukan pembedahan.

28
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Malformasi vaskular disebabkan oleh kelainan perkembangan dari sistem

vaskular. Kelainan harus diklasifikasikan berdasarkan struktur pembuluh darah

dominan dan ada atau tidaknya arteriovenous shunting. Evaluasi oleh tim

multidisiplin diperlukan. Duplex scanning, CT-angiography, atau magnetic

resonance imaging dapat mengetahui jenis dan luas lesi. Shunting arteriovenosa,

jika terdeteksi, dapat diobati dengan menggunakan transkateter emboliterapi. Pada

malformasi vena dapat diterapi dengan skleroterapi perkutan, sedangkan lokal

malformasi kapiler kulit merespon dengan baik untuk terapi laser. Malformasi

vaskuler dengan aliran cepat (hight shunt) dapat menyebabkan komplikasi yang

serius, meskipun sudah dilakukan terapi kombinasi radiologi-bedah. Amputasi

mungkin satu-satunya pilihan untuk pengobatan yang optimal. Pada pasien

dengan Klippel-Trenaunay sindrom, manajemen konservatif menjadi pilihan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Chao, et al, 2006, cerebral Amyloid Angiopaty: CT and MRI finding, rad vol.26.

Claudio P, et al, 2006, immunodetection of the signal tranducer and activator of

transcription-3 in canine hemangioma.

Gloviczki P, 2005, Vascular Malformation: Elseiver Journal. pp; 198-213

Guyton, Arthur C, 2010, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11, Jakarta: EGC
Hua Wang, et al, 2004, Transformation of vascular endothelial cells by a point

mutation in the gene from human intramuscular hemangioma, oncogen.

Menon S, et al , 2005, Arteriovenosus malformation in mandible. Pp; 61

Rutherford RB, 2001. Congenital vascular malvormation, Philadelpia: WB

Sanders.

Rutherford RB, 2005, Arteriovenosus Fistuls, Vascular Malformation and

Vascular tumor, Philadelpia: Elseiver sander.

30

Anda mungkin juga menyukai