Anda di halaman 1dari 14

DISKUSI TOPIK

MASALAH ADNEKSA KELOPAK

Disusun oleh:

Muhammad Yuke Prastyo 1306376231

Masayu Siti Gumala Sari 130xxxxxxx

NARASUMBER

Dr. Yuni Irawati, SpM(K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

FERBRUARI 2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................4

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23

2
BAB II

PENDAHULUAN

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelopak Mata

2.2 Kelainan Anatomi

2.3 Kelainan Kongenital

2.4 Inflamasi dan Infeksi

Gangguan inflamasi dan infeksi yang sering terjadi pada kelopak mata adalah blefaritis,
hordeolum, kalazion, dan moluskulum kontagiosum.

a. Blefaritis
Blefaritis adalah inflamasi subakut atau kronik pada batas kelopak mata dan
menjadi penyakit yang paling sering terjadi serta dapat menyebabkan gangguan yang
dapat mengancam penglihatan. Penyebab blefaritis disebabkan oleh berbagai faktor
sekresi tepi kelopak mata abnormal, organisme tepi kelopak mata, serta disfungsi
precorneal tear film. Secara anatomi blefaritis diklasifikasikan menjadi blefaritis
anterior dan posterior.
Blefaritis anterior merupakan inflamasi pada sisi anterior gray line tepi kelopak
mata, terutama pada area bulu mata dan folikel. Penyebab blefaritis anterior diakitkan
dengan faktor metabolik kelenjar seroboik dan juga akibat infeksi Staphylococcus
aureus. Blafaritis seroboik disebabkan karena kelenjar Zeis terlalu banyak
mensekresikan lipid yang kemudian dipecah oleh Corynebacterium acne. Sementara,
blefaritis stafilokokus dikaitkan oleh infeksi oleh Staphylococcus aureus yang
kemudian menghasilkan komponen imun sel termediasi yang menimbulkan respon
imun sehingga menyebabkan infiltrate kornea perifer dan mata merah. Gejala yang
dikeluhkan pasien biasanya adalah mata terasa panas, fotopobia, krusta, serta
kemerahan yang biasanya lebih memburuk pada pagi hari. Pada blefaritis seroboik
ditandai dengan batas kelopak mata anterior hiperemis dan berlemak, serta bulu mata
yang saling menempel dengan scale yang terbentuk lembut dan biasanya berada pada
pada batas kelopak dan bulu mata. Sementara, pada blefaritis stafilokokus terdapat
tanda khas berupa scale yang kerasa dan berkerak pada dasar bulu mata, dan sering
berkemang menjadi konjungtivitis, serta menyebabkan instabilitas air mata atau mata
kering. Tatalaksana yang diberikan meliputi menjaga higenitas kelopak mata dengan
mengompres air hangat hingga krusta melunak pada dasar bulu mata, pembersihan
krusta dan kelopak mata dengan sampo saat membersihkan rambut. Serta pada blefaritis
stafilokokus dapat diberikan antibiotik topikal berupa natrium fusid, basitrasin,
kloramfenikol, atau oral azirtromisin 500 mg perhari selama 3 hari.

Gambar. Blefaritis seroboik

Gambar. Blefaritis ulcerative


Blefaritis posterior adalah inflamasi pada sisi posterior yang seringkali
berkaitan dengan disfungsi kelenjar meibomian (kelebihan sekresi lemak) atau
gangguan sekresi kelenjar meibomian. Abornamalitas kelenjar meibomian seringkali
menyebabkan perubahan sekresi kelenjar secara kronik sehingga menyebabkan
penabalan dan stagnansi kelenjar Meibomian, penurunan lemak polar (vikositas
menjadi rendah) pada sekret mata sehingga penyebaran air mata tidak merata dan
lapisan air mata menjadi tidak stabil, peningkatan pertumbuhan bakteri, mata kering
terevapoasi, serta inflamasi permukaan okular. Selain itu, bakteri juga dapat
menghasilan enzim lipolitik yang menyebabkan gangguan integritas lapisan air mata.
Gejala yang ditemukan sangat mirip seperti blefaritis anterior dengan tanda khas
berupa lubang kelenjar Meibomian yang dipenuhi oleh gumpalan minyak akibat sekresi
berlebihan kelenjar Meibomian. Tanda lainya adalah mata hiperemis, talangiektasis, air
mata berminyak, bebusa, dan berbuih yang terakumulasi pada batasa kelopak mata dan

5
kantus medial. Tatalaksana yang diberikan adalah pembersihan kelopak mata,
pemberian tetrasiklin (doksisiklin 100 mg) sistemik selama 6-12 minggu.

Gambar. Blefaritis posterior (meibomitis kronik)

b. Hordeolum
Hordeolum adalah inflamasi akut purulen pada kelopak mata dan seringkali
akibat infeksi Staphylococcus aureus. Hordeolum eksterna disebabkan inflamasi
supuratif akut pada folikel silia, kelenjar zeis atau moll. Predisposisi hordeolum
eksterna adalah anak-anak hingga dewasa muda, dan pasien dengan mata teganf akibat
ketidak seimbangan otot atau masalah refraksi, kebiasaan menggesek atau mengucek
kelopak mata, blefaritis kronik, serta diabetes melitus. Gejala yang muncul berupa nyeri
akut, pembengkakkan kelopak mata, mata berair ringan dan fotopobia, lesi terlokalisir,
keras, hiperemis yang diakitkan dengan edema pada fase selulitis. Kemudian pada tahap
abses ditandai dengan adanya pus pada kelopak mata.

Gambar. Hordeolum eksterna


Hordeolum interna adalah kondisi inflamasi supuratif pada kelenjar Meibomian
akibat sumbatan duktus. Gejala yang ditimbula mirip dengan hordeolum eksterna,
namun nyeri lebih terasa tajam akibat pembengkakkan dalam pada jaringan ikat.

6
Gambar. Hordeolum interna
Tatalaksana dengan kompres 2-3 kali pada fase selulitis. Apabila sudah
terbentuk pus dilakukan insisi untuk mengeluarkan pus. Antibiotil lokal tetes (3-4 tetes
perhari) dan salep mata (saat tidur) dapat diberikan untuk mengontrol infeksi. Selain
itu dapat diberikan analgesik dan anti-inflamasi untuk mengurangi nyeri dan edema.

c. Kalazion
Kalazion adalah lesi radang grnulomatosa steril akibat obstruksi kelenjar
Meibomian atau zeis. Lemak yang terektravasasi menyebabkan radang granulomatosa
pada area sekitarnya. Gejala yang drasakan pasien terjadi pada fase subakut hingga
kronik mulai dari munculnya nodul bulat yang tidak nyeri dan semakin membersar
secara progresif pada beberapa minggu. Pada fase lesi akut diikuti oleh edema dann
eritema pada nodul. Lesi akut dapat beresolusi spontan atau berkembang menjadi lesi
kronik. Lesi akut biasanya susah dibedakan tampilanya dengan hordeolum. Pada
pemeriksaan histopatologi akan ditemukan area sirkular yang dikelilingi sel epiteloid
dan didapatkan sel sbesar berinti jamak, serta lemak ekstrasel. Namun, pemeriksaan
histopatologi jarang dilakukan kecuali pada kalazion rekuren untuk membedakanya
dengan karsinoma Meibomian. Tatalaksana dimulai dengan kompres hangat setiap hari
untuk membantuk resolusi pada lesi akut. Pada lesi kronik dilakukan pembedahan
dengan insisi vertical pada tarsal plate dan kuretase isi kalazion.

Gambar. Kalazion

7
d. Moluskum kontagiosum
Moluskum kontagiosum adalah infeksi infeksi poxvirus pada kulit yang paling
sering terjadi pada anak berusia 2 hingga 4 tahun dengan transmisi melalui kontak atau
inokulasi. Gejala yang dimbul adalah lesi multiple, pucat, berlilin, dengan materi seperti
keju yang dapat dikeluarkan dari dalam nodul. Lesi bisanya dapat menyebabkan
konjungtivitis sekunder. Lesi umunya beresolusi secara spontan dalam 3 hingga 12
bulan sehinga tidak diperlukan tatalaksana kecuali pada konjungtivitis sekunder dapat
dialkukan eksisi, kauterisasi, ablasi kimia, atau krioterapi.

Gambar. Moluskum kontagiosum


2.5 Alergi

Alergi pada kelopak mata seringkali menunjukkan gejala yang akut, diantaranya yang
paling sering terjadi adalah edema akut, dermatitis kontak, dan dermatitis alergi.

a. Edema akut
Edema akut seringkali disebabkan oleh gigitan serangga atau paparan serbuk
sari dengan gejala berupa edema periocular bilateral dengan onset akut dan sering
disertai kemosis. Pada keadaan yang akut dapat diberikan antihistami, namun secara
umum tidak diperlukan tatalaksana khusus.

Gambar. Edema akut

b. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon inflamasi yang disebabkan oleh penggunaan
obat tetes mata, kosmetik, logam, atau iritan lainya. Pada pemeriksaan ditemukan kulit
kelopak mata yang bersisik, angular fissuring, dan edema, serta ditemukan kemosis,

8
dan konjungtivitis. Tatalaksana berupa menghindari allergen, kompres dingin, serta
antihistamin topical maupun oral.

Gambar. Dermatitis kontak

c. Dermatitis atopik
Dermatitis atopic atau ekzim adalah kondisi idiopatik yang sering ditemukan
pada pasien dengan asma dan dermatitis. Pada pemeriksaan akan ditemuka penebalan
kelopak mata, krusta, dan fisura pada kelopak mata. Seringkali juga terjadi blefaritis
atau keratokonjuntivitis. Tatalaksana yang diberikan berupa pemberian emolie untuk
melembabkan kelopak mata dan steroid ringan topical untuk meringankan edema
seperti hidrokortison 1%.

Gambar. Dermatitis atopik

2.6 Trauma

Trauma kelopak mata dapat berupa kontusio akibat kekerasan tumpul, tajam, ataupun
luka bakar. Langkah awal kasus trauma adalah dengan stabilisasi keadaan vital pasien,
anamnesis mekanis trauma, dan pemeriksaan fisik sederhana untuk melihat ada komplikasi
pada tajam dan luas lapang penglihatan.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan oftalmologi (visus, pupil, kondisi otot ekstraokular,


adanya diplopia, pemeriksaan kondisi tulang wajah terutama regia orbita, kelopak mata, jarak
interkantus, dan integritas tendon kantus, serta sistim lakrimal), pemeriksaan laboratorium
(darah perifer lengkap, dan factor pembekuan), serta pencitraan (USG dan CT scan).

Pada kontusio, kelopak mata dan konjungtiva mengalami edema hebat dan ekimosis
sehingga memerluka tatalaksana konservatif berupa kompres dingin. Pada luka terbua, area

9
luka dibersihkan terlebih dahulu, diberikan antitetanus, serta dilakukan penjahitan. Pada luka
bakar terlebih dahulu ditentukan derajat luka karena akan menentuka tatalaksana. Pada luka
derajat satu, luka diberihkan terlebih dahulu dengan air mengalir atau normal salin. Pada luka
derajat dua dilakukan pembersihan luka, pengankatan jaringa epitel yang telah mati, dan
diberikan penisilin setiap tiga jam setiap harinya. Pada luka bakar derajat tiga dilakukan
pembersihat luka dan penutupan luka dengan graft.

Gambar. Manajemen trauma

2.7 Tumor

a. Tumor jinak
 Nevus
Nevus melanositik adalah tumor jinak yang sering dijumpai dan memiliki struktur
yang sama dengan nevus pada area tubuh lainya. Nevus awalnya tidak berpigen,
kemudian berpigmmen dan membesar saat memasuki ujia remaja. Nevus jarang
menjadi ganas dan dapat dieksisi untuk alasan kosmetik.
 Kista ductal
Merupakan kista yang berbentuk ulat dati kelenjar moll yang terjadi pada sudut
mata. Kita ini berisi cairan jernih yang dapat ditransluminasi. Apabila kista cukup
besar dan berat dapat menimbulkan ektropion. Tatalaksana dengan marsupialisasi
dan seringkali berprognosis baik.

Gambar. Kista duktal


 Hemangioma

10
Hemangioma adalah tumor jinak vaskuler pada kelopak mata yang paling sering
ditemui. Hemangioma ditemukan ketika bayi lahir ataupun setelah lahir, tumbuh
secara cepat, dan berinvolusi spontan pada usia 7 tahun. Sekitar 70% kasus
hemangioma menyerang perempuan. Tumor ini berbatas jelas, terletak di
superfisial dan berwarna merah. Apabila lesi terletak lebih dalam, hemangioma
dapat berwarna kebiruan atau keunguan. Komplikasi dari hemangioma dapat
berupa amblyopia refraktif, strabismus, dan anisometropia sekunder. Tatalaksana
dilakukan apabila tumor menghalangi lapang pandang atau menyebabkan
astigmatisme yang signifikan. Pada pasien cukup diobservasi karena 70% kasus
akan remisi secara spontan. Selain itu dapat diberikan injeksi steroid intralesi atau
interferon alfa untuk resolusi secara cepat. Selain itu dapat dilakukan eksisi parsial
apabila terapi diatas gagal.

Gambar. Hemangioma
 Xanthelasma
Xanthelasma adalah kelainan metabolisme lemak lokal yang mengahasilkan deposit
lipoprotein. Xanthelasma biasa terjadi secara bilateral pada kantus medial/ paling
sering ditemukan pada pasien dengan diabetes, peningkatan kadar lipoprotein, serta
wanita postmenapouse. Pada pemeriksaan dapat dijumpai adanya plak bewarna
kuning-putih jernih yang berdistribusi merata. Pasien jangan mengalami keluhan,
kecuali masalah komestik. Rekurensi terjadinya plak setelah operasi cukup tinggi.

Gambar. Xanthelesma

b. Tumor ganas

 Karsinoma sel basal


Karsinoma sel basal adalah keganasan tersering pada kelopak mata sebagai tumor
fibroepiteleal. Sebanyak 95% karsinoma kelopak mata adalah tipe sel basal.

11
Karsinoma sel basal biasanya tumbuh secara lambat dan tidak disertai nyeri, namun
dapat menimbulkan ulserasi. Meskipun jarang bermetastasis, karsinoma sel basal
dapat menginvasi dan mendekstruksi jaringan di sekitarnya, misalnya kelenjar
getah bening. Insidensinya meningkat seiring usia, dimana 60% kasus terlokalisasi
pada kelopak bawah mata. Faktor risiko terjadinya karsinoma sel basal meliputi
paparan sinar ultraviolet, zat karsinogenik seperti arsen, hingga kerusakan kulit
yang parah. Karsinoma sel basal muncul dari lapisan baal epirdermis dan lapisan
kelenjar sebasea yang pertumbuhan lokalnya mendekstruksi jaringan. Tatalaksana
yang dilakukan adalah eksisi dengan menyertakan batas sehat. Semakin dini
ditemukan maka eksisis akan semakin mudah. Apabila tidak dapat dilakukan
pembedahan, maka dilakukan terapi radiasi atau krioterapi dengan cairan nitrogen.

Gambar. Karsinoma sel basal


 Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah keganasan pada kelopak mata tersering kedua.
Karsinoma berawal dari epidermis yang kemudian berkembang cepat dan
menimbulkan destruksi jaringan. Tumor dapat bermetastais menuju kelenjar limfe
regional. Terapi dilakukan dengan eksisi lesi komplit.

12
Gambar. Karsinoma sel skuamosa
 Adenokarsinoma
Adenokarsinoma merupakan keganasan kelenjar meibom dan kelenjar zeis. Pasien
biasanya mnegeluhkan pembengkakan tanpa rasa nyeri pada kelopak atas mata dan
bersifat mobile terhadap kulit permukaan. Pada stadium dini adenokarsinoma dapat
mengalami metasatsis ke kelenjar limfe. Terapi dengan pengangkatan tumor secara
komplit.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK, Wagner P. The eyelids. In: Ophthalmology. USA: Thieme Stuttgart; 2009.
p. 35-64
th
2. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4 ed. New Age International: New
Delhi;2007. p.339-61
3. Ilyas S. Ikhtisar ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 3-3-0
4. Parson JH. Disease of the lids. In: Parsons’ disease of the eye. 21th ed. USA: Elsevier;
2011. p. 439-60
5. Faucett DC. Essential blepharospasm. In: Yanoff ophthalmology. 4th ed. USA:
Elsevier; 2014. P. 1278-312

Anda mungkin juga menyukai