Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

PERANAN PEMERIKSAAN SPUTUM UNTUK DIAGNOSIS


TUBERCULOSIS PARU

Dibuat Oleh:

Celine Citra Surya

11.2016.113

Dokter pembimbing

dr. Ganda E M Tampubolon, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RSUD TARAKAN

Periode 15 Januari 2018 – 24 Maret 2018


BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil tahan asam (BTA)
yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
udara. Sumber penularan adalah pasien TB dengan BTA positif. Pada waktu pasien batuk atau
bersin, kuman tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan dalam ruangan, sedangkan sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman TB.1

Daya penularan pasien TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang keluar dari parunya.
Penyakit TB biasanya menyerang paru-paru (TB paru), namun dapat juga menyerang bagian tubuh
yang lain (TB ekstra paru). TB paru memiliki manifestasi klinis berupa batuk lama (>2 minggu),
batuk berdahak, batuk darah, nyeri dada, sesak napas, keringat malam, penurunan berat badan, dan
hilang nafsu makan. Sedangkan TB ekstra paru memberikan gejala sesuai dengan organ yang
terkena infeksi TB.1

Diagnosis pasti TB paru didapatkan dari pemeriksaan mikroskopis adanya basil


tuberculosis dan kultur kuman pada media tertentu yang memakan waktu berminggu-minggu.
Pada pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi pasien TB paru memberikan gambaran khas namun
belum bisa menegakkan diagnosis secara pasti.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “
Global Emergency” . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah
terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali
lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.3

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di
Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi
HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.3

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan
China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di
Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada
seluruh kalangan usia.3

Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh dunia


Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia4

Etiologi Tuberkulosis

Pada jaringan, bakteri M. tuberculosis akan tampak halus, berbentuk lurus seperti
batang dengan ukuran sekitar 0,4 x 3 μm (lihat Gambar 2).5

Mycobacteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram negatif. Bila
diwarnai dengan pewarna dasar, mereka tidak dapat didekolorisasi oleh alkohol, terlepas dari
pengobatan dengan yodium. Bakteri TB sejati ditandai dengan sifat "tahan asam" yaitu, etil
alkohol 95% yang mengandung asam hidroklorida 3% (asam-alkohol) secara cepat akan
menyebabkan dekolorisasi semua bakteri kecuali Mycobacteria. Teknik pewarnaan Ziehl
Neelsen merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam.3
Sebagian besar dinding bakteri Mycobacteria terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid pada dinding bakteri inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut sebagai bakteri tahan asam dan
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraselular
yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis bakteri akan
disenangi oleh karena banyak mengandung lipid.6

Gambar 2. Bakteri Mycobacterium tuberculosis pada Pewarnaan Ziehl-Neelsen5

Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis complex.3
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru.3
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex

Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BTA

a. Tuberkulosis Paru BTA Positif (+)


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberculosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotik spectrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan biakan positif.

Berdasarkan Tipe Penderita

a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah
d. Kasus Lalai Berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling ± 1 bulan dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat.
e. Kasus Gagal
 Adalah penderita dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah penderita dengan BTA negatif, gambaran radiologik positif menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan
f. Kasus Kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus Bekas TB
 Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologik menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung.
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik.3

Gambaran Klinik Tuberkulosis Paru

Gejala klinik TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.

a. Gejala Respiratorik
 Batuk > 3 minggu
Kuman TB akan mengiritasi pada bronkus sehingga menjadi batuk. Awal mula
batuk kering kemudian menjadi batuk berdahak, jika sudah kronis akan menjadi batuk
berdahak dan darah karena pembuluh darah sekitar bronkus sudah pedah.
 Sesak nafas
Sesak nafas muncul jika bakteri TB sudah meliputi setengah bagian paru
 Nyeri dada
Nyeri dada terjadi jika bakteri TB sudah mencapai pleura sehingga terjadi pleuritis
akibatnya jika terjadi gesekan kedua pleura saat inspirasi / ekspirasi akan menyebabkan
nyeri dada.
b. Gejala Sistemik
 Demam
Biasanya sub febris (37-38 OC). Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali.
 Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.4

Diagnosis Tuberkulosis Paru


Pemeriksaan Bakteriologi
Bahan Pemeriksaan Spesimen

Pemeriksaan bakteriologi untuk menentukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang


sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari sputum (dahak), cairan pleura, cairan cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, BAL (Broncho Alveolar Lavage), urin, feces, dan jaringan biopsy (termasuk biopsy
jarum halus/BJH).3

a. Waktu Pengumpulan Spesimen


Pemeriksaan sputum secara mikroskopis pada 3 spesimen yang dikenal dengan SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Sputum yang baik untuk diperiksa adalah mukopurulen, bukan
ingus juga bukan ludah, jumlahnya 3-5ml tiap pengambilan.3

Pada orang dewasa pemeriksaan harus diperiksa 3 spesimen sputum dalam waktu 2 hari
berturut-turut yaitu :

1) Sewaktu hari -1 (dahak sewaktu pertama)


 Kumpulkan dahak specimen pertama pada saat pasien berkunjung ke Unit Pelayanan
Kesehatan.
 Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan dahak pada
hari berikutnya.
2) Pagi hari -2 (dahak pagi)
 Pasien mengeluarkan dahak specimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun
tidur dan membawa specimen ke laboratorium.
3) Sewaktu hari -2 (dahak sewaktu kedua)
 Kumpulkan dahak specimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke
laboratorium pada hari kedua saat membawa dahak pagi.8

Tetapi kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk non produktif, maka dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien
dianjurkan minum air sebanyak ± 2 liter dan dianjurkan melakukan reflek batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat mukolitik ekspektoran atau inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit.4
b. Tempat Pengumpulan Sputum
Pengumpulan sputum dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung
atau di ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi kemungkinan penularan akibat
percikan sputum yang infeksius.
Jangan mengambil sputum di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, misalnya:
 Kamar kecil / toilet
 Ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium, dsb)
 Ruang tunggu, ruang umum lainnya

Syarat pot sputum yang ideal :3


 Sekali pakai.
 Bahan kuat, tidak bocor dan tidak mudah pecah.
 Tutup berulir, dapat menutup rapat.
 Plastik jernih/ tembus pandang.
 Mulut lebar, diameter 6 cm.
 Dapat ditulisi dengan pena

Pot sputum yang tidak dianjurkan:3


 Tidak tembus pandang
 Terlalu kecil
 Tutup tidak berulir

Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan menggunakan pewarnaan metode Ziehl-Neelsen menggunakan larutan


carbon fuchsin untuk pewarnaan awal (warna merah) dan larutan methylene blue sebagai
pewarnaan akhir (warna biru). BTA terlihat jelas berwarna merah terang dengan latar
belakang biru tanpa ada sisa-sisa zat warna fuchsin.
Interpretasi pemeriksaan sputum 3 kali yaitu3
 2 kali positif, 1 kali negative  mikroskopik positif
 1 kali positif, 2 kali negative  ulang BTA 3 kali, kemudian
 Bila 1 kali positif, 2 kali negative  mikorskopik positif
 Bila 3 kali negative  mikorskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dengan skala IUATLD (International Union Againts


Tuberculosis and Lung Disesase) yaitu

Tabel 2. Skala IUTLD


Pembacaan dibawah Mikroskop Pelaporan hasil

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang Negative

1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang Tulis jumlah BTA yang ditemukan

10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang 1+

1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang 2+

>10 BTA dalam 1 lapangan pandang 3+

Pemeriksaan Biakan Kuman TB

Pemeriksaan biakan metode kovensional terdiri dari media agar (agar based media) yaitu
Middlebrook agar dan media telur (egg based media) yaitu Lowenstein Jensen. Kedua media
tersebut merupakan media padat dan memerlukan 3-8 minggu untuk masa intubasi. Media
cair lebih cepat menimbulkan pertumbuhan kuman. Pada dasarnya metode biakan merupakan
kombinasi antara media cair dan media padat atau kombinasi bifasik (padat dan cair), guna
media padat untuk memaksimalkan sensitifitas deteksi kuman. Saat ini cara tersebut
merupakan standar baku emas untuk biakan kuman.5
Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa cara untuk mengetahui
pertumbuhan kuman yang lebih cepat dan lebih dini. Beberapa diantaranya adalah
 BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan BACTEC adalah metode radiometric. Kuman TB
memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Cara ini telah banyak digunakan karena pertumbuhan
kuman dapat dideteksi dalam 5-10 hari.3

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,


hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai aktif akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal, laju endapan darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endapan darah mulai
turun kearah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
a. Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
b. Gama globulin meningkat
c. Kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan tersebut diatas nilainya juga tidak spesifik.4

Pemeriksaan Uji Tuberkulin


Uji tuberculin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk pasien anak-anak.
Efektifitas dalam menemukan infeksi TB dengan uji tuberculin adalah > 90%.
Penderita anak umur < 1 tahun yang menderita TB aktif, maka uji tuberculin positif 100%,
umur 1-2 tahun 92%, umur 2-4 tahun 78%, umur 4-6 tahun 75%, umur 6-12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberculin
semakin kurang spesifik.3
Cara melakukan uji tuberculin, dengan mantoux test, menggunakan spuit tuberculin 1
cc dan disuntikkan 0,1 cc PPD RT 23. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½
bagian lengan bawah kanan/kiri bagian depan, disuntikkan intradermal (diantara jaringan
kulit). Penilaian uji tuberculin dilakukan 48-72 jam setelahpenyuntikan kemudian diukur
diameter dari indurasi yang terjadi.3
Penilaian hasil uji tuberculin test :
 indurasi 0-4 mm, maka uji mantoux 11adiolog
Artinya : tidak ada infeksi TB
 indurasi 5-9 mm, maka uji mantoux meragukan
Artinya : infeksi masih meragukan
 indurasi >10 mm, maka uji mantoux positif
Artinya : terinfeksi TB

Gambar 2. Injeksi Tuberkulin5

Pemeriksaan Radiologi TB

Foto thorax memegang penting sebagai pendeteksi TB paru dini. TB sering kali
didapatkan pada foto thorak yang awalnya diperiksa untuk kepentingan medical check-up dan
pemeriksaan untuk toleransi operasi. Pada pasien dengan sputum BTA positif, foto thorak
berperan penting dalam menilai luas lesi serta komplikasi yang terjadi. Pada akhir
pengobatan TB, foro thorak berperan dalam penilaian sekuele diparu serta di pleura.7
Gambaran radiologic yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Banyangan berawan/nodular disegmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologic yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif :

a. Fibrotik pada segmen apical atau posterior lobus atas


b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Kompleks ranke
d. Fibrotoraks atau fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
e. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
f. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Gambar 3. Bayangan bercak milier Bayangan berawan/nodular

Luas lesi yang tampak pada foto thorak untuk kepentingan pengobatan (terutama pada kasus
BTA negative) yaitu :
 Lesi minimal
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga
2 depan (volume paru yang terletak diatas chondrostema.junction dari iga kedua depan dan
prosesus spinosus dari vertebra thorakalis 4 atau korpus vertebra thorakalis 5) serta tidak
dijumpai kaviti
 Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan Khusus3
a. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA TB. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian
dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan
sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB.
Bahan pemeriksaan deteksi TB dari bahan specimen dari paru atau luar paru sesuai
dengan organ yang terlibat.

b. Pemeriksaan Serologi
 ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibody menetap dalam waktu yang
cukup lama.

 ICT (Immuno Chromatografi Tuberkulosis)


Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibody TB dalam serum.
Uji ini merupakan uji diagnostic TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma TB.

 PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)


Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
 Mycodot
Uji ini mendeteksi antibody anti mikrobakterial didalam tubuh manusia. Uji
ini merupakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang
berbentuk sisir plastic. Sisir ini kemudian dicelupkan kedalam serum penderita,
dan bila didalam serum terdapat antibody spesifik anti liproarabinomanan
dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.

 IgG TB
Uji ini adalah dengan mendeteksi antigen IgG dengan antigen spesifik untuk
TB. Diluar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB
ekstraparu tetapi kurang baik untuk diagnose TB pada anak.3

Pemeriksaan Lain
 Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada penderita efusi pleura yang membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
adalah uji rivalta positif dan kesan cairan eksudat serta terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.3

 Pemeriksaan Histopatologi Jaringan

Bahan diperoleh melalui biopsy paru dengan TBLB (Trans Bronchial Lung
Biopsy), TTB (Trans Thoracal Biopsy), biopsy paru terbuka, biopsy pleura, biopsy
kelenjar getah bening dan biopsy organ lain diluar paru. Dapat dilakukan biopsy
aspirasi dengan jarum halus (BJH). Diagnosis pasti infeksi TB hasilnya berupa
granuloma dengan perkejuan.3
Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF8,9

Tes GeneXpert adalah tes molekuler untuk TB yang mendiagnosa TB dengan mendeteksi
adanya bakteri TB, serta menguji ketahanan terhadap obat Rifampisin. Di India, dimana tes ini
mulai banyak digunakan, dikenal dengan CB-NAAT.
Tesnya adalah tes molekuler yang mendeteksi DNA bakteri TB. Tes ini menggunakan sampel
sputum dan bisa memberi hasil dalam waktu kurang dari 2 jam. Ia juga bisa mendeteksi mutasi
genetik yang terkait dengan resistansi terhadap obat Rifampisin.
Genexpert dikembangkan oleh Foundation for Innovative New Diagnostics (FIND) yang
bekerja sama dengan Perusahaan Cepheid dan fakultas kedokteran dan kedokteran gigi
Universitas New Jersey. Dana untuk penelitian dan pengembangan Genexpert diberikan oleh
NIH.
Genexpert ini telah ada pada tahun 2004 dan pengembangan uji GeneXpert berasarkan
ketentuan dari Genexpert telah selesai pada tahun 2008. Telah dilakukan studi validasi klinis
pertama pada tahun 2009 dilakukan di sejumlah besar negara termasuk Afrika Selatan dan
India untu menilai pelaksanaan GeneXpert. Data dari penelitian ini kemudian diserahkan ke
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk dievaluasi pada bulan September 2010. Pada bulan
Desember 2010 WHO mendukung teknologi Genexpert dan mengeluarkan sebuah
rekomendasi dan panduan bagi sejumlah negara untuk memasukan tes baru ke dalam program
mereka.
WHO merekomendasikan agar tes ini diagunakan sebagai tes diagnosis awal pada awal
pada orang-orang yang dicurigai menderita TB MDR atau TB terkait HIV. Hal ini juga
direkomendasikan sebagai tes lanjutan untuk mikroskopi di tempat dimana TB dan TB MDR
kurang diperhatikan, teruatama pada specimen BTA negatif, karena kurang akurasi mikroskopi
smear. WHO juga menekankan bahwa tes ini tidak menghilangkan kebutuhan akan kultur
mikrokopi konvensional dan uji sensitivitas obat, karena inimasih diperlukan untuk memantau
kemajuan pengobatan dan untuk mendeteksi jenis resistensi obat lainnya. GeneXpert
MTB/RIF tidak dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan, karena mendeteksi bakteri
hidup dan mati.
Kelebihan GeneXpert dalam tes ini adalah untuk diagnosis, rehabilitas bila dibandingkan
dengan mikroskop sputum dan kecepatan mendapatkan hasilnya bila dibandingkan dengan uji
kultur. Untuk diagnosis TB, walaupun mikroskop sputum dapat cepat dah murah, tetapi
seringkali tidak dapat diandalkan. Hal ini sangat tidak dapat diandalkan bila orang HIV positif.
Meskipun budaya memberikan diagnosis yang pasti, untuk mendapatkan hasilnya biasanya
membutuhkan waktu berminggu-mingu daripada GeneXpert.
Genexpert juga mempunyai kelemahan seperti masa simpan katrids hanya 18 bulan,
pasukan listrik yang dibutuhkan harus stabil, intrumen perlu dikalibrasi ulang setiap tahun,
biaya untuk perawatan, dan suhu dalam penyimpanan alat.
Sistem GeneXpert terdiri dari alat GeneXpert, komputer dan Disposible
catridge (Boehme, 2009). Alat ini membersihkan, mengkonsentrasikan dan mengamplifikasi
(dengan cepat, real time PCR) dan mengindentifikasi target asam nukleat dalam gen M.
tuberculosis dan memberikan hasik dari sampel sputum yang tidak perlu diproses hanya dalam
waktu kurang lebih 2 jam, dengan minimal penggunaan tangan. Genexpert MTB/RIF
menggunakkan catridge yang berisi semua elemen yang dibutuhkan untuk reaksi, termasuk
reagen lyophilized, liquid buffer serta wash solution dan bekerja dengan cara menangkap
bakteri setelah proses pencucian kemudian DNA bebas dan masuk ke chamber pembuangan .
Genexpert MTB/RIF dirancang dengan sistem tertutup untuk mengurangi atau mengeliminasi
resiko kontaminasi amplikon. Sekali tertutup, catridge jangan pernah dibuka kembali oleh
karena itu sebaiknya ctridge tidak dibuka apabila perseiapan untuk pemeriksaan menggunakan
Genexpert belum selesai.

Masing-masing instrumen GeneXpert berisi 4 modul yang dapat diakses


secara individu. Ukuran instrumen yang lain berisi antara 1-72 modul. Masing- masing
modul terdiri dari jarum suntik untuk mengambil atau mengeluarkan cairan, sebuah
ultrasonik untuk melisiskan sel, sebuah thermocycler, dan optical sign untuk meneteksi
komponen.
Single use catridge berisi
a) chamber untuk menyimpan sampel dan reagen,
b) valve body berisi sebuah plunger dan syringe barrel,
c) sebuah sistem rotary valve untuk mengendalikan pergerakan diantara chamber,
d) sebuah ruang untuk menangkap, menyatukan, mencuci, dan melisis sel,
e) reagen lyophilized real-time PCR dan buffer pencuci,
f) tabung reaksi PCR yang terintegrasi yang secara automatis diisi instrumen.
Prosedur Pemakaian GeneXpert MTB/RIF8,9

Pemakaian GeneXpert secara manual sangat mudah: buffer ditambahkan pada


sampel sputum dengan perbandingan volume yang telah ditentukan (2:1), masukkan
sampel ke dalam catridge chamber kemudian catridge dimasukkan ke dalam GeneXpert.
Setelah itu, semua proses yang terjadi secara automatis: GeneXpert pada awalnya
menangkap M. tuberculosis dari sampel sputum pada filter membran. Inhibitor mencuci
sel organisme yang ditangkap dengan buffer kemudain dilisiskan dengan sumber energi
ultrasonik dan DNA yang terlepas dielusi (dialirkan) melalui saringan memberan. Solusi
DNA akhirnya dicamour dengan reagen PCR kering kemudian dipindahkan ke dalam
tabung PCR untuk real time PCR dan dideteksi. Hasilnya dapat diketahui dalam waktu
kurang lebih 2 jam. Adanya semua lima sinyal fluoresesnsi menunjukkan rifampicin
sensitif terhadap DNA M. tuberculosis. Jika 2-<5 sinyal fluoresensi diindikasikan bahwa
M. tuberculosis resisten rifampicin. Jika sinyal fluoresensi tidak ada atau hanya 1
mengindikasikan tidak adanya DNA M. tuberculosis.

Sensitivitas GeneXpert MTB/RIF lebih baik daripada pemeriksaan


mikroskopis dan sensitivitasnya sama dengan kultur media padat. Hal ini dibuktikan pada
saat sesudah dilakukan validasi klinis pada pasien di daerah Afrika Selatan, India, Peru,
Jerman dan Azerbaijan. Ada sekitar 4.500 spesimen sputum dari 1.500 suspek TB.
Hasilnya GeneXpert mempunyaispesifitas dan sensitivitas tinggi untuk mendeteksi DNA
M. tuberculosis pada hampir semua apusan sputum positif dan kultur positif. Sedangkan
resiste rifampicin dideteksi dengan akurasi yang tinggi.
Gambar 4. Prosedur Pemakaian GeneXpert MTB/RIF8,9
Kesimpulan

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis complex. . Mycobacteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram
negative. Bakteri TB sejati ditandai dengan sifat "tahan asam". Teknik pewarnaan Ziehl Neelsen
merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Tuberkulosis (TB)
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World
Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “ Global Emergency”.
Untuk mengenali Tuberkulosis terdapat gejala respiratorik dan gejal sistemik untuk menunjang
pada saat dilakukan anamnesis. Selain itu pemeriksaan sputum sebaga pemeriksaan penunjang
membantu dalam penetuan diagnosis. Pemeriksaan sputum dapat dilakukan dengan pemeriksaan
sputum langsung, PCR, dan GeneXpert.
Daftar Pustaka

1. Diah, Pad, Muhammad dan Nina. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru Kasus Kambuh
Pada Wanita Usia 32 Tahun di Wilayah Rajabasa. Fk Lampung. Bagian Paru. RS
Abdoel Moeloek Lampung. 2016
2. H. Kautsar. Hubungan Antara Gambaran Radiologis Pasien TB Paru Post Primer
Dengan Uji Serologis IgG Anti-TB. Surakarta. 2010
3. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002.
4. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.
5. Brooks FG,Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA.Jawetz,Melnick &
Adelberg’s medical microbiology. 26th ed. United States: McGraw-Hill; 2013. p. 313-
5.
6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-1. Jakarta: InternaPublishing; 2014. h.
863-78.
7. M. Ana. Uji Diagnostik Gambaran Lesi Foto Thorax Pada Penderita dengan Klinis
Tuberkulosis Paru. Mutiara Medika. Vol.10.No.2. 2010
8. Xpert MTB implementation techinacl and operational ‘how-to’: practica considerations.
World Health Organization. 2014.p. 34-7.
9. Genexpert test. Diunduh dari: https://www.tbfacts.org/xpert-tb-test/ Tanggal: 06 Maret
2016.

Anda mungkin juga menyukai