PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Roti manis adalah roti yang mempunyai rasa manis yang menonjol,
bertekstur empuk dan umumnya dapat ditambahkan bermacam isi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004). Roti merupakan produk pangan yang cukup populer di
Indonesia. Beberapa keunggulan roti sebagai makanan yang dapat langsung
dikonsumsi, roti tersedia dengan berbagai variasi rasa tawar maupun rasa manis,
praktis, baik untuk anak-anak hingga orang dewasa, mudah dikonsumsi kapan saja
dan dimana saja, lebih bergizi dan dapat diperkaya dengan zat gizi lainnya, dan
lebih elite (Sarono dan Yatim, 2008). Jenis dan bentuk roti tergantung dari
formulasi adonan dan cara membuatnya. Menurut U.S Wheat Associoates (1983),
berdasarkan formulasi roti, adonan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
adonan roti manis, adonan roti tawar dan adonan soft roll. Adonan roti manis
adalah adonan yang dibuat dari formulasi yang banyak menggunakan gula, lemak
dan telur.
Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena
proses karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis
menjadikan roti lebih awet (Sutomo, 2008). Gula pada proses pembuatan roti
berperan dalam pembentukan warna coklat akibat reaksi Maillard dan
karamelisasi, akibat perubahan warna kemungkinan akan mempengaruhi sifat
fisik pada roti seperti warna, tekstur, rasa, aroma, dan kesukaan. Gula tidak hanya
digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil
reaksi yang terjadi selama pemanasan berupa karamel dan produk Maillard.
Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan
tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan
2 memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula
reduksi dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).
Gula yang dipakai selama ini dalam pembuatan roti yaitu menggunakan
sukrosa. Gula yang digunakan dapat diganti dengan menggunakan fruktosa.
Fruktosa adalah gula yang ditemukan secara alami dalam buah-buahan, sayuran,
pohon buah, dan madu. Fruktosa memiliki rasa lebih manis daripada gula tebu
atau sukrosa (Poedjiadi, 1994).
Bakpao merupakan makanan tradisional Tionghoa. Dikenal sebagai
bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang dituturkan
mayoritas orang Tionghoa di Indonesia. Bakpao sendiri berarti harfiah adalah
baozi yang berisi daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan bahan lainnya seperti
daging ayam, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai, kacang azuki,
kacang hijau,dan sebagainya, sesuai selera. Bakpao yang berisi daging ayam
dinamakan kehpao. Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah
diberikan isian, lalu dikukus sampai mengembang dan matang. Pao itu berati
“bungkusan”, Bakpao berarti “Bungkusan-bak” , bak itu artinya daging. Untuk
membedakan bakpao tanpa daging (vegetarian) dari bakpao berdaging biasanya di
atas bakpao diberi titikan warna.
2.2.8. Mentega
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis atau yang asam.
Mentega dari lemak yang asam memiliki citarasa yang kuat. Lemak susu dapat
dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat dimasamkan dengan
penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis
yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi
(Winarno, 2004).
Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
memperbaiki daya iris roti, melunakkan kulit roti, dan dapat menahan air
sehingga umur simpan lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan
rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Mentega merupakan sumber biokalori yang
cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9 kilokalori setiap gramnya
(Ardiman, 2014).
2.2.9. Bread Improver
Bread Improver merupakan bahan tambahan dalam pembuatan roti yang
mengandung protein dalam bentuk gluten. Gluten memiliki fungsi untuk
mempertahankan udara yang masuk kedalam adonan pada saat proses
pengadukan dan gas yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga
adonan menjadi mengembang. Bahan yang dapat digunakan seperti xanthan
gum, dan bahan lain seperti Carboxymethyl Cellulose (CMC), alginate, gliseril
monostearat dan sebagainya. Bahan-bahan ini akan meningkatkan daya tarik
menarik antara butir-butir pati, sehingga sebagian besar gas yang terdapat di
dalam adonan dapat 12 dipertahankan. Adonan yang dihasilkan akan cukup
mengembang dan akan diperoleh roti dengan volume yang relatif besar, remah
yang halus, dan tekstur yang lembut (Koswara, 2009).
2.3. Prinsip Pembuatan Roti
Secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari pencampuran
(mixing), peragian, pembentukan, dan pemanggangan. Tujuan pencampuran
adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten tidak ada dalam
tepung. Tepung mengandung protein dan sebagian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibahasi, diaduk-aduk,
ditarik, dan diremas. Tujuan peragian (fermentasi) adonan adalah untuk
pematangan adonan sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk
bermutu baik, serta berperan dalam pembentukan cita rasa roti. Pada tahap
pembentukan secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan,
dibentuk, dimasukkan kedalam loyang dan fermentasi akhir sebelum
dipanggang. Sedangkan pada proses pemanggangan dilakukan pada suhu
sekitar 180°C yang pada akhir pembakaran terjadi pembentukan crust serta
aroma. Pembentukan crust terjadi sebagai hasil reaksi Maillard dan
karamelisasi gula (Koswara, 2009).
2.3.1. Pencampuran (mixing)
Setiap tahap pembuatan roti ini memiliki fungsi masing-masing. Fungsi
dari pencampuran adalah menghomogenkan semua bahan, membentuk dan
melunakkan glutein, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan
protein, serta menahan gas pada glutein. Pencampuran harus tetap dilakukan 13
hingga glutein berkembang dan air menyerap secara optimal. Proses
pencampuran tidak boleh terlalu lama karena akan merusak susunan glutein,
adonan menjadi panas, dan proses fermentasi semakin lambat. Proses mixing
tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, penyerapan air
dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan. Waktu
mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit dengan mixer roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.2. Peragian
Tahap kedua yaitu peragian. Tahap ini penting dalam pembuatan roti
dimana terjadinya pembentukan volume dan rasa. Fermentasi sangat
dipengaruhi oleh suhu pembuatan dan kelembaban udara. Kondisi yang baik
saat fermentasi adonan roti yaitu dengan kelembaban udara 75% dan suhu
ruangan 35°C. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi
dalam adonan roti. Namun sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin
lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan
ringan. Pada adonan langsung, adonan perlu sekali dilipar, ditusuk, atau
dipukul 1-2 kali selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan
dilakukan agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik
kedalam adonan sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak
pukulan, gas yang keluar dari adonan terlalu banyak sehingga roti tidak
mengembang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim β-amilase secara normal
terdapat dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa
yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan
etanol (Winarno, 2004).
2.3.3. Pembentukan
Tahap pembentukan terdiri dari pengadonan dan pencetakan. Pembentukan
adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistirahatkan digiling
menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk sesuai dengan jenis roti
yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar
dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk
digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Pengadonan yang
berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya
akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan
volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian
dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang
elastis (Wheat Associates, 1983). Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan
atau berdasarkan bentuk yang diinginkan, adonan perlu ditimbang. Sebelum
ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa bagian. Proses
penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap
berjalan. Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan
cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang
mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan
dalam cetakan sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini
dilakukan agar roti mengembang, sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan
bentuk dan mutu yang baik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.4. Pemanggangan
Tahap terakhir yaitu pemanggangan. Roti dipanggang dalam oven pada
suhu kira-kira 205°C. Suhu pemanggangan roti kecil sekitar 220-230°C selama
14-18 menit. Sebelum pemanggangan selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar
2- 3 menit. Untuk roti lainnya, pembakaran dengan suhu oven 220-230°C,
kemudian menurun hingga 200°C selama 5-10 menit dan sebelum selesai,
pintu oven dibuka sedikit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan kedalam oven dan dibakar
sampai kulit atas roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit
gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh
suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi mempertahankan
volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan
empuk (Sediaoetama, 1993). Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang
dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dnegan suhu oven dan
lamanya pemanggangan serta pH adonan. Nampaknya taka da susut vitamin
yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan
kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu
vitamin yang disintesa oleh sel khamir (Harris dan Karmas, 1989).
2. Pencampuran (mixing)
Menurut Subagjo (2007), pada saat pembuatan adonan
dengan metode straight yaitu semua bahan-bahan kering
dimasukkan dan diaduk sambil ditambahkan bahan yang
bersifat basah. Ditambahkan oleh Koswara (2009), pada proses
ini bahan dicampur sekaligus menjadi adonan sebelum
difermentasi.
Menurut Subagjo (2007), pencampuran dan
pengadukan bahan roti dilakukan dalam beberapa
tahapan dan kondisi yaitu bahan telah tercampur menjadi
satu adonan (pickup), lalu adonan mulai kelihatan
elastis(initialdovelopment), adonan sudah kalis atau tidak
melengket lagi pada wadah (cleanup),permukaan elastis
permukaan licin, halus dan kering (develop),adonan overmix,
basah, lengket dan lembek (let down), adonan tidak elastis
atau rusak (break down).
3. Pengistirahatan adonan
Menurut Subagjo (2007), proses fermentasi pertama ini
dilakukan selama 30-60 menit, suhu 25-29°C supaya adonan
mengembang. Ditambahkan oleh Koswara (2009), jika suhu
dan kelembaban udara diruangan seimbang maka hasil
adonan yang diperoleh akan seragam.
Pada tahapan fermentasi pertama adonan akan
mengembang dikarenakan adanya gas CO2 yang dihasilkan
oleh ragi, sehingga adonan akan mengembang dua kali lebih
besar dari keadaan semula (Mudjajanto dan Yulianti, 2008).
4. Pembagian dan pembulatan (dividing and rounding)
Menurut Subagjo (2007), adonan dipotong-potong dan
ditimbang seberat40 gram. Adonan tersebut dipotong
menggunakan pemotong adonan. Ditambahkan oleh Rahzarni
(2009), pemotongan dan penimbangan adonan ditujukan
untuk mendapatkan ukuran roti yang seragam. Pemotongan
dan penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena
fermentasi tetap berlangsung selama proses.
5. Peloyangan (panning)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), panning merupakan
proses meletakkan adonan kedalam loyang yang bersih dan
telah diolesi oleh margarin. Bagian adonan yg disambung
harus diletakkan di bagian bawah agar pada fermentasidan
pemanggangan adonan tidak terbuka.
6. Final proofing
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), final proofing
dilakukan sebelum adonan dimasukkan kedalam oven. Final
proofing merupakan tahap fermentasi akhir sehingga terjadi
pengembangan adonan yang mencapai volume optimum baik.
Temperatur fermentasi sekitar 35-40°C dan kelembaban relatif
80-85%. Fermentasi akan dianggap cukup apabila volume
adonan mencapai 75-90% loyang.
7. Pemolesan (polishing)
Pemolesan biasanya menggunakan telur yang dicampur
dengan susu. Pemolesan dilakukan sebelum proses
pemanggangan yang bertujuan agar permukaan roti licin dan
mengkilat (Bogasari, 2004).
8. Pemanggangan (baking)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), pemanggangan
merupakan proses pematangan adonan menjadi roti yang
dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas.
Pemanggangan merupakan aspek kritis dalam menghasilkan
kualitas roti yang baik. Pemanggangan yang terlalu lama akan
menghasilkan rotiyang keras dan kenampakan yang kurang
menarik. Suhu dan waktu pemanggangan adalah 180-200°C
selama 15-20 menit. Proses pemanggangan akan menambah
volume adonan dalam 5-6 menit pertama. Dalam proses
pemanggangan aktifitas dari ragi akan berhenti pada suhu
65°C. Proses pemanggangan ini akan mengakibatkan
denaturasi protein dan gelatinisasi pada pati.
9. Pendinginan(cooling)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), depanning merupakan
proses pelepasan roti dari permukaaan loyang setelah roti
mengalami proses pemanggangan hingga matang. Kemudian
dilakukan pendinginan pada roti dengan meletakkan roti pada
bahan metal tahan karat agar uap panas keluar dan tidak
mengembun pada permukaan roti. Pendinginan ditempat yang
lembab dapat menyebabkan pengembunan pada permukaan
roti dan kulit roti akan keriput.
10. Pengemasan (packing)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), setelah roti dingin,
permukaan dari roti akan kering dan berada dalam
keseimbangan dengan lingkungan sehingga tidak terjadi
pengeringan maupun penyerapan air. Pengemasan bertujuan
agar tidak terjadi kontaminasi dan pengeringan selama
penyimpanan serta memperbaiki penampilan pada saat
pemasaran. Pengemasan akan mencegah pengerasan kulit
karena menguapnya kandungan air pada roti.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
ALAT
Baskom Piring
Pisau
Lap/Serbet
Loyang
Oven
BAHAN
Tepung Cakra Kembar Susu segar 150 gram
Garam 7,5 gram
250 gram
Fermifan 7,5 gram
Tepung gunung bromo
Air 100 gram
250 gram Margarine 80 gram
Telur 100 gram Bread improver 2 gram
Gula Pasir 60 gram Susu bubuk skim 30 gram
BAHAN ISI
Keju parut 125 gram
Susu kental manis 50 gram
BAHAN OLESAN
Telur ½ butir
Susu cair 75 ml
Memasukkan telur dan air sedikit demi sedikit, aduk hingga kalis
Roti manis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Tips Seputar Roti. Tersedia dalam http://www.wood-press.com.
Diakses 15 Maret 2018