Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Roti manis adalah roti yang mempunyai rasa manis yang menonjol,
bertekstur empuk dan umumnya dapat ditambahkan bermacam isi (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004). Roti merupakan produk pangan yang cukup populer di
Indonesia. Beberapa keunggulan roti sebagai makanan yang dapat langsung
dikonsumsi, roti tersedia dengan berbagai variasi rasa tawar maupun rasa manis,
praktis, baik untuk anak-anak hingga orang dewasa, mudah dikonsumsi kapan saja
dan dimana saja, lebih bergizi dan dapat diperkaya dengan zat gizi lainnya, dan
lebih elite (Sarono dan Yatim, 2008). Jenis dan bentuk roti tergantung dari
formulasi adonan dan cara membuatnya. Menurut U.S Wheat Associoates (1983),
berdasarkan formulasi roti, adonan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
adonan roti manis, adonan roti tawar dan adonan soft roll. Adonan roti manis
adalah adonan yang dibuat dari formulasi yang banyak menggunakan gula, lemak
dan telur.
Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena
proses karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis
menjadikan roti lebih awet (Sutomo, 2008). Gula pada proses pembuatan roti
berperan dalam pembentukan warna coklat akibat reaksi Maillard dan
karamelisasi, akibat perubahan warna kemungkinan akan mempengaruhi sifat
fisik pada roti seperti warna, tekstur, rasa, aroma, dan kesukaan. Gula tidak hanya
digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil
reaksi yang terjadi selama pemanasan berupa karamel dan produk Maillard.
Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan
tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan
2 memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula
reduksi dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).
Gula yang dipakai selama ini dalam pembuatan roti yaitu menggunakan
sukrosa. Gula yang digunakan dapat diganti dengan menggunakan fruktosa.
Fruktosa adalah gula yang ditemukan secara alami dalam buah-buahan, sayuran,
pohon buah, dan madu. Fruktosa memiliki rasa lebih manis daripada gula tebu
atau sukrosa (Poedjiadi, 1994).
Bakpao merupakan makanan tradisional Tionghoa. Dikenal sebagai
bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang dituturkan
mayoritas orang Tionghoa di Indonesia. Bakpao sendiri berarti harfiah adalah
baozi yang berisi daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan bahan lainnya seperti
daging ayam, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai, kacang azuki,
kacang hijau,dan sebagainya, sesuai selera. Bakpao yang berisi daging ayam
dinamakan kehpao. Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah
diberikan isian, lalu dikukus sampai mengembang dan matang. Pao itu berati
“bungkusan”, Bakpao berarti “Bungkusan-bak” , bak itu artinya daging. Untuk
membedakan bakpao tanpa daging (vegetarian) dari bakpao berdaging biasanya di
atas bakpao diberi titikan warna.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui proses pembuatan roti manis
2. Mengetahui ukuran daya kembang adonan roti sebelum dan sesudah
fermentasi
3. Mengetahui ukuran daya kembang roti manis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Roti
Roti merupakan produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di
fermentasi dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang diolah
dengan cara dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Roti termasuk dalam
salah satu produk bioteknologi konvensional karena adanya proses fermentasi
yang memanfaatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Roti
dibuat melalui dua proses yaitu pembuatan dan pemanggangan, dimana
keduanya sangat penting dalam menentukan mutu produk akhir dari roti. Jenis
roti ada berbagai macam yaitu roti kukus, roti panggang, dan roti goreng. Roti
tawar dan roti manis merupakan jenis roti yang dipanggang (Suprapti, 2003).
Zat gizi yang terdapat didalam roti yaitu β-karoten, tiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium,
kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu
untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh. Kandungan protein yang
terdapat dalam roti mencapai 9,7%, lebih tinggi dibandingkan nasi yang hanya
7,8% (Jenie, 1993). Hampir semua jenis roti dibuat dengan proses yang sama
yaitu pencampuran (mixing), fermentasi, pembentukan (proofing),
pengempesan (sheeting), pencetakan (molding), pemanggangan (baking),
penurunan suhu (cooling), dan (terkadang) pengirisan (slicing) (Zhou dan Hui,
2004).
2.2. Bahan Baku Roti
Bahan baku roti terdiri dari tepung terigu, ragi, gula, telur, garam (NaCl),
air, susu, dan mentega (Auliana, 2009).
2.2.1. Tepung Terigu
Salah satu bahan utama pembuat roti yaitu tepung terigu. Tepung yang
digunakan dalam pembuatan roti merupakan tepung yang mengandung protein
tinggi sebesar 11-13% protein. Protein dalam tepung terigu sangat bermanfaat
dalam pembuatan roti karena dapat memberikan sifat mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Tepung
terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah
menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau asing
seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus,
kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya. Kadar protein tepung
terigu dan kadar abu merupakan hal utama yang harus dipertimbangkan. Kadar
protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar
abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan. Bahan dasar tepung
yang biasa digunakan adalah gandum dan jagung (Kent, 1983).
Dalam pembuatan roti disarankan menggunakan tepung gandum guna
menghasilkan pengembangan roti yang lebih baik karena beberapa jenis
protein dalam gandum akan menghasilkan glutein jika dicampur dengan air.
Senyawa ini berguna dalam proses pengembangan roti. Jaringan sel-sel ini juga
cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali. 6 Berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu
yang terdapat dipasaran yaitu tepung terigu protein tinggi, tepung terigu protein
sedang, dan tepung terigu protei rendah. Pati merupakan komponen terbanyak
dalam tepung terigu yaitu sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati sekitar 20% dengan suhu
gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008). Nilai kalori tepung terigu per 100
gram bahan yaitu 340 kal (Kent, 1983).
2.2.2. Ragi atau Yeast
Ragi/yeast merupakan mikroorganisme atau suatu mahkluk hidup
berukuran kecil, pada umumnya yaitu jenis Saccharomyces cerevisiae yang
biasa dimanfaatkan dalam pembuatan roti. Ragi berfungsi sebagai
pengembang adonan dengan produksi gas CO2, serta sebagai pelunak glutein
dengan asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma Jenis-jenis ragi yang
terdapat dipasaran yaitu ragi tape berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi
roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Saccharomyces
cerevisiae berasal dari kata Saccharo yang berarti gula, myces yang berarti
makan, dan cerevisae yang berarti berkembang biak, sehingga ragi roti
merupakan spesies yang hidup dalam berkembang biak dengan memakan
gula. Enzim ragi yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya biasa
disebut fermentasi alkohol (Lange, 2004).
2.2.3. Gula
Gula yang digunakan dalam proses pembuatan roti umumnya adalah gula
sukrosa (gula pasir) yang berasal dari tebu atau beet (Wahyudi, 2003). 7
Menurut Wahyudi (2003) gula sukrosa (gula pasir) yang biasa digunakan
dalam pembuatan roti dapat berbentuk kristal maupun berbentuk tepung,
Penggunaan gula pada roti manis memiliki tujuan seperti:
a) Menyediakan makananan untuk ragi (yeast) dalam fermentasi,
b) Memperbaiki tekstur produk,
c) Membantu memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran,
d) Menghasilkan kulit (crust) yang baik, dan
e) Menambah nilai nutrisi pada produk
Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah Dglucopyranosil
dan D-fructofuranosil yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak
memiliki ujung pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi.
Sukrosa (C12H22O11) bersifat mudah larut dalam air dan sedikit higroskopis,
sehingga semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar (Tirtowinata, 2006).
Pada proses pembuatan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi (yeast)
untuk membantu jalannya proses fermentasi sehingga adonan roti dapat
mengembang. Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan
aroma karena proses karamelisasi dan reaksi Maillard (khususnya gula
reduksi) selama pemanggangan. Akan tetapi gula lebih banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa manis gula
juga mempengaruhi tekstur (Winarno, 2004). Nilai kalori gula pasir per 100
gram bahan yaitu 364 kal (Darwin, 2013).
Fruktosa adalah bahan pemanis alami yang memiliki kadar kemanisan 2,5
kali lipat dari sukrosa (Sikumbang dan Hindersah, 2009). Fruktosa disebut
juga 8 gula buah. Fruktosa merupakan jenis monosakarida yang paling manis,
banyak ditemukan pada mahkota bunga, madu, dan hasil hidrolisis gula tebu.
Didalam fruktosa didapatkan dari hasil pemecahan sukrosa (Nugraheni et al.,
2011). Salah satu contoh gula fruktosa yaitu high fructose syrup (HFS). High
Fructose Syrup merupakan kelompok sirup gula cair melalui proses enzimatis
untuk meningkatkan kandungan fruktosa. High Fructose Syrup dapat dibuat
dengan bahan dasar seperti tepung tapioka dan jagung. Gula jagung memiliki
karakteristik warna putih, manis, seperti gula lainnya. Selain itu, gula jagung
kadar kalorinya rendah dibandingkan dengan gula lainnya. Salah satu gula
jagung yang banyak digunakan dalam produk baking yaitu HFS 90 yang rata-
rata terdiri dari 90% fruktosa dan 10% glukosa (Pramana et al., 2007).
Fruktosa termasuk gula reduksi yang mampu membentuk reaksi Maillard
(pencoklatan) apabila bereaksi dengan protein dan dipicu oleh panas
(Winarno, 2004).
2.2.4. Telur
Telur dalam pembuatan roti berfungsi membentuk suatu kerangka yang
bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur dapat memberikan pengaruh pada
warna, rasa, dan melembutkan tekstur roti dengan daya emulsi dari lesitin yang
terdapat pada kuning telur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat.
Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada
saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan (Astawan,
2008). Telur berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan rasa yang
lebih enak dan membantu untuk memperlemas jaringan zat glutein karena
adanya lesitin 9 dalam telur yang menghasilkan roti menjadi lebih empuk dan
lemas (Koswara, 2009).
Telur merupakan sumber zat protein hewani yang bergizi tinggi. Fungsi
telur sebagai pengental, perekat atau pengikat dalam pengolahan pangan
(Tarwotjo, 1998). Penggunaan kuning telur dapat memberikan tekstur yang
lembut pada roti dimana kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Kuning
telur memiliki bentuk yang padat dan kadar airnya sekitar 50% sedangkan
putih telur kadar airnya 86%. Nilai kalori pada kuning telur yang digunakan
dalam pembuatan roti yaitu 361 kkal (Bennion, 1980).
2.2.5. Garam (NaCl)
Garam dapur (NaCl) sering kali dimanfaatkan dalam industri pangan.
Penggunaan garam dengan jumlah yang sedikit berfungsi sebagai pembentuk
cita rasa, sedangkan dalam jumlah yang cukup banyak berperan sebagai
pengawet. Garam mengalami peristiwa hidrasi ion dimana garam akan
terionisasi dan menarik sejumlah molekul air. Semakin besar konsentrasi
garam, maka semakin banyak ion hidrat dan molekul air yang terjerat sehingga
menyebabkan aktivitas air (aw) bahan pangan menurun (Winarno, 2004).
Garam juga digunakan sebagai bahan pengawet. Garam pada pembuatan
roti harus memenuhi kriteria yang baik yaitu bersih (bebas dari bahan-bahan
yang tidak dapat larut), halus, tidak bergumpal, dan mudah larut saat diolah
(Pereira, 2013)
2.2.6. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan roti biasanya adalah air es. Air
berperan penting dalam pembentukan adonan karena dapat mengontrol
kepadatan dan suhu adonan. Air memiliki fungsi sebagai pelarut garam,
penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan
memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti,2004). Air
dapat mempengaruhi penampilan bahan pangan, seperti tekstur, warna, dan cita
rasa. Kandungan air dalam bahan makanan juga menentukan acceptability,
kesegaran, dan daya tahan makanan (Ningrum, 2006).
2.2.7. Susu
Penggunaan susu untuk produk bakery berfungsi membentuk flavor,
mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat karena
adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi
pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa (Koswara,
2009). Keutamaan susu yaitu meningkatkan nilai gizi. Susu mengandung
protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek
terhadap kulit roti dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (U.S.
Wheat Associates, 1983). Susu bentuk bubuk adalah susu yang biasa digunakan
sebagai bahan pembuat roti (Eko dan Eirry, 2007). Hal ini dikarenakan susu
bubuk memiliki masa simpan yang lebih panjang. Susu cair UHT juga dapat
digunakan dalam pembuatan roti. Kandungan gizi susu bubuk per 100 gram
adalah 509 kkal (Mahmud, 2005), sedangkan kandungan kalori susu cair UHT
yaitu 150 kkal (Prastiwi, 2015). 11

2.2.8. Mentega
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis atau yang asam.
Mentega dari lemak yang asam memiliki citarasa yang kuat. Lemak susu dapat
dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat dimasamkan dengan
penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis
yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi
(Winarno, 2004).
Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
memperbaiki daya iris roti, melunakkan kulit roti, dan dapat menahan air
sehingga umur simpan lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan
rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Mentega merupakan sumber biokalori yang
cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9 kilokalori setiap gramnya
(Ardiman, 2014).
2.2.9. Bread Improver
Bread Improver merupakan bahan tambahan dalam pembuatan roti yang
mengandung protein dalam bentuk gluten. Gluten memiliki fungsi untuk
mempertahankan udara yang masuk kedalam adonan pada saat proses
pengadukan dan gas yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga
adonan menjadi mengembang. Bahan yang dapat digunakan seperti xanthan
gum, dan bahan lain seperti Carboxymethyl Cellulose (CMC), alginate, gliseril
monostearat dan sebagainya. Bahan-bahan ini akan meningkatkan daya tarik
menarik antara butir-butir pati, sehingga sebagian besar gas yang terdapat di
dalam adonan dapat 12 dipertahankan. Adonan yang dihasilkan akan cukup
mengembang dan akan diperoleh roti dengan volume yang relatif besar, remah
yang halus, dan tekstur yang lembut (Koswara, 2009).
2.3. Prinsip Pembuatan Roti
Secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari pencampuran
(mixing), peragian, pembentukan, dan pemanggangan. Tujuan pencampuran
adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten tidak ada dalam
tepung. Tepung mengandung protein dan sebagian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibahasi, diaduk-aduk,
ditarik, dan diremas. Tujuan peragian (fermentasi) adonan adalah untuk
pematangan adonan sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk
bermutu baik, serta berperan dalam pembentukan cita rasa roti. Pada tahap
pembentukan secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan,
dibentuk, dimasukkan kedalam loyang dan fermentasi akhir sebelum
dipanggang. Sedangkan pada proses pemanggangan dilakukan pada suhu
sekitar 180°C yang pada akhir pembakaran terjadi pembentukan crust serta
aroma. Pembentukan crust terjadi sebagai hasil reaksi Maillard dan
karamelisasi gula (Koswara, 2009).
2.3.1. Pencampuran (mixing)
Setiap tahap pembuatan roti ini memiliki fungsi masing-masing. Fungsi
dari pencampuran adalah menghomogenkan semua bahan, membentuk dan
melunakkan glutein, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan
protein, serta menahan gas pada glutein. Pencampuran harus tetap dilakukan 13
hingga glutein berkembang dan air menyerap secara optimal. Proses
pencampuran tidak boleh terlalu lama karena akan merusak susunan glutein,
adonan menjadi panas, dan proses fermentasi semakin lambat. Proses mixing
tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, penyerapan air
dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan. Waktu
mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit dengan mixer roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.2. Peragian
Tahap kedua yaitu peragian. Tahap ini penting dalam pembuatan roti
dimana terjadinya pembentukan volume dan rasa. Fermentasi sangat
dipengaruhi oleh suhu pembuatan dan kelembaban udara. Kondisi yang baik
saat fermentasi adonan roti yaitu dengan kelembaban udara 75% dan suhu
ruangan 35°C. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi
dalam adonan roti. Namun sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin
lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan
ringan. Pada adonan langsung, adonan perlu sekali dilipar, ditusuk, atau
dipukul 1-2 kali selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan
dilakukan agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik
kedalam adonan sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak
pukulan, gas yang keluar dari adonan terlalu banyak sehingga roti tidak
mengembang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim β-amilase secara normal
terdapat dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa
yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan
etanol (Winarno, 2004).
2.3.3. Pembentukan
Tahap pembentukan terdiri dari pengadonan dan pencetakan. Pembentukan
adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistirahatkan digiling
menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk sesuai dengan jenis roti
yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar
dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk
digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Pengadonan yang
berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya
akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan
volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian
dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang
elastis (Wheat Associates, 1983). Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan
atau berdasarkan bentuk yang diinginkan, adonan perlu ditimbang. Sebelum
ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa bagian. Proses
penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap
berjalan. Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan
cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang
mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan
dalam cetakan sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini
dilakukan agar roti mengembang, sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan
bentuk dan mutu yang baik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.4. Pemanggangan
Tahap terakhir yaitu pemanggangan. Roti dipanggang dalam oven pada
suhu kira-kira 205°C. Suhu pemanggangan roti kecil sekitar 220-230°C selama
14-18 menit. Sebelum pemanggangan selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar
2- 3 menit. Untuk roti lainnya, pembakaran dengan suhu oven 220-230°C,
kemudian menurun hingga 200°C selama 5-10 menit dan sebelum selesai,
pintu oven dibuka sedikit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan kedalam oven dan dibakar
sampai kulit atas roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit
gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh
suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi mempertahankan
volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan
empuk (Sediaoetama, 1993). Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang
dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dnegan suhu oven dan
lamanya pemanggangan serta pH adonan. Nampaknya taka da susut vitamin
yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan
kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu
vitamin yang disintesa oleh sel khamir (Harris dan Karmas, 1989).

2.4. Uji Sensori


Keistimewaan produk pangan dapat dilihat dari nilai mutu subyektifnya
disamping sifat mutu obyektifnya. Mutu obyektif dapat diukur dengan alat atau
instrument fisik, sedangkan mutu subyektif dapat diukur dengan instrument
manusia. Sifat subyektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat 16
indrawi karena penilainnya menggunakan organ indera manusia, terkadang
juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya, didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indera (Soekarto, 1990). Uji sensori pada produk pangan
sangat diperlukan untuk mengukur dan menilai minat konsumen terhadap
produk yang dihasilkan. Panelis akan memberi penilaian terhadap warna,
tekstur, aroma, dan kesukaan dari roti manis dengan menggunakan skala
hedonik.
Pengujian sensori berdasarkan aroma yang menentukan kelezatan bahan
makanan cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen
yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan
banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau sangat
bersangkutan dengan alat indera penciuman. Pengujian sensori berdasarkan
rasa adalah faktor berikutnya yang dinilai panelis setelah tekstur, warna, dan
aroma. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima
oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi
penerimaan produk pangan. Jika komponen aroma, warna, dan tekstur baik
tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima
produk pangan tersebut (Rampengan et al., 1985).
Dalam penilaian mutu produk pangan seperti bahan pangan hasil
pertanian, bahan mentah industri pangan dan produk olahan pangan, mutu
sensori memiliki peran yang sangat penting. Mutu sensori tidak kalah
pentingnya dengan uji fisik, uji kimia, dan uji gizi karena suatu produk pangan
tidak akan dikonsumsi atau tidak menimbulkan selera makan apabila memiliki
sifat organoleptik yang tidak bagus. Jadi bagi komoditas pangan pengujian
organoleptik merupakan suatu keharusan (Soekarto, 1990). 17 Uji kesukaan
adalah salah satu metode uji sensori yang berfungsi untuk menentukan tingkat
kesukaan dan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk tertentu.
Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan/ketidaksukaan (Rahayu, 1998).

2.5. Nilai Kalori


Kalor merupakan suatu perpindahan energi internal. Kalor mengalir dari
satu bagian sistem ke bagian lain atau dari sistem ke sistem yang lain karena
terdapat perbedaan temperatur. Nilai makanan umumnya diukur dari
banyaksedikitnya kalori yang dibebaskan pada pembakaran 1 gram dari
makanan tersebut. Telah diketahui bahwa zat makanan yang memberikan
sumber kalori yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Roti merupakan salah satu
sumber karbohidrat yang baik bagi tubuh. Nilai kalori pada roti dapat diukur
menggunakan alat yaitu kalorimeter bom. Kalorimeter bom adalah alat yang
digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalor) yang dibebaskan pada
pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan,
dan bahan bakar.
Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja tebal dengan tutup kedap udara.
Sejumlah tertentu zat yang akan diuji ditempatkan dalam cawan platina dan
sebuah kumparan besi yang diketahui beratnya (yang juga akan dibakar)
ditempatkan pula pada cawan platina sedemikian sehingga menempel pada zat
yang akan diuji. Kalorimeter bom kemudian ditutup dan tutupnya
dikencangkan, setelah itu “bom” diisi dengan O2 hingga tekanan mencapai 25
atm. Kemudian “bom” dimasukkan kedalam 18 kalorimeter yang diisi air.
Setelah semuanya tersusun, sejumlah tertentu aliran listrik dialirkan ke kawat
besi dan setelah terjadi pembakaran, kenaikan suhu diukur, kapasitas panas
“bom”, kalorimeter, pengaduk, dan termometer ditentukan dengan percobaan
terpisah dengan menggunakan zat yang diketahui panas pembakaran dengan
tepat (biasanya asam benzoat) (Wijanarko, 2013).
Salah satu jenis produk buatan roti manis adalah Bakpao. Bakpao,
merupakan salah satu dari sekian banyak makanan fermentasi yang beredardi
Indonesia. Roti kukus yang berasal dari negeri Tiongkok ini, kini telah menjadi
makananyang cukup familiar di dunia kuliner Indonesia. Jenis roti kukus ini
berbentuk bulat danmenggelembung, dengan beraneka macam isi di dalamnya.
Isian bakpao dapat berupa dagingcincang, coklat, keju, kacang, daun bawang,
strawbery, blueberry, sosis, bakso, kelapa, danmasih banyak lagi. Pada proses
pembuatan adonannya pun memerlukan proses fermentasi. Adapun bahan yang
menjadi senjata utama proses fermentasi bakpao yaitu, ragi.
2.6 Bahan isian roti
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), bahan pengisi
digunakan sebagai bahan pembantu dalam produk roti
manis untuk meningkatkan cita rasa dan variasi produk
yang dihasilkan.
a. Coklat
Menurut Subagjo (2007), coklat merupakan hasil
olahan dari biji cocoa yang dilakukan pressing
menghasilkan lemak dan bubuk coklat. Lemak coklat
inilah yang akhirnya dijadikan olahan coklat. Coklat
merupakan bahan tambahan pada roti yang biasanya
dijadikan topping atau isian.
b. Keju
Menurut Murti (2002), keju merupakan gumpalan
atau substansi yang dibentuk karena koagulasi protein
susu dari ternak ruminansia. Proein susu
tersebutdigumpalkan oleh rennet, karena dihasilkan
oleh asam laktat tambahan atau asam laktat hasil kerja
jasad renik. Keju mempunyai kadar air tertentu setelah
melalui proses pemanasan, penekanan, pemotongan
dan pematangan pada kondisi, waktu dan kelembaban
tertentu. Keju dapat menjadi penambah cita rasa dan
nilai gizi dari roti karena mengandung kasein, lemak,
peptida, protein, mineral dan vitamin.
c. Kacang almond
Menurut Subagjo (2007), almond atau Prunus
dulcis merupakan tanaman asli timur tengah. Almond
biasa digunakan sebagai dekorasi atau isian yaitu
almond sliced.
d. Selai
Selai merupakan makanan semi padat hasil
olahan dari buah atau sayur yang telah diolah dan
ditambahkan dengan bahan tambahan lain seperti gula
sehingga lebih awet dan tahan lama. Selai dapat
digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan roti
dan aneka makanan lainnya (Darmawan, 2013).
e. Kismis
Kismis merupakan olahan dari anggur yang
dikeringkan. Penggunaan kismis dalam berbagai tradisi
dan budaya mungkin berbeda antara satu dan lainnya.
Kismis biasanya dijadikan pemanis dalam beberapa
makanan olahan, seperti roti dan kue kering (Ahmar,
2012).
f. Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang
merupakan sumber vitamin, mineral, dan juga
karbohidrat. Buah pisang yang telah matang dapat
dimakan langsung atau dapat juga diolah menjadi jenis
makanan lain lain, seperti untuk gorengan dan
sebagainya. Selain itu, pisang dapat juga dimanfaatkan
untuk bahan isian atau bahan tambahan/substitusi
dalam pembuatan berbagai jenis roti dan kue sehingga
akan meningkatkan nilai gizi dari produk tersebut
(Wibowo, 2009).
2.7 Proses pengolahan
Menurut Subagjo (2007), metode pembuatan roti manis
yang digunakan yaitu notime dought. Prosesnya terdiri dari
persiapan, pencampuran, pengistirahatan adonan, pembagian
dan pembulatan, peloyangan, finalproofing, pemolesan,
pemanggangan, depanning dan cooling, dan pengemasan.
1. Persiapan (preparing)
Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2008), pada tahap
persiapan, alat danbahan harus diperhatikan ketersediaanya.
Beberapa hal yang diperhatikan yaituharga bahan, stok yang
cukup, tempat penyimpanan, dan kebersihan alat yangakan
digunakan. Stok harus disesuaikan dengan daya tahan bahan,
serta tempat penyimpanan harus dapat mempertahankan
kualitas bahan.
Setelah persiapan dilakukan penimbangan bahan yang
bertujuan untukmenentukan jumlah masing-masing bahan
yang akan digunakan sesuai dengan formulasi yang telah
ditentukan (Rahzarni, 2009).
Formulasi roti manis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Formulasi roti manis
Bahan Satuan Jumlah
Tepung terigu protein g 800
tinggi
Tepung terigu protein
sedang g 200
Ragi g 30
Bread improver g 3
Susu cair ml 160
Gula pasir g 220
Garam g 15
Telur g 100
Kuning telur g 30
Margarin g 180
Air es ml 120
Sumber : Rahzarni et al, (2014)

2. Pencampuran (mixing)
Menurut Subagjo (2007), pada saat pembuatan adonan
dengan metode straight yaitu semua bahan-bahan kering
dimasukkan dan diaduk sambil ditambahkan bahan yang
bersifat basah. Ditambahkan oleh Koswara (2009), pada proses
ini bahan dicampur sekaligus menjadi adonan sebelum
difermentasi.
Menurut Subagjo (2007), pencampuran dan
pengadukan bahan roti dilakukan dalam beberapa
tahapan dan kondisi yaitu bahan telah tercampur menjadi
satu adonan (pickup), lalu adonan mulai kelihatan
elastis(initialdovelopment), adonan sudah kalis atau tidak
melengket lagi pada wadah (cleanup),permukaan elastis
permukaan licin, halus dan kering (develop),adonan overmix,
basah, lengket dan lembek (let down), adonan tidak elastis
atau rusak (break down).
3. Pengistirahatan adonan
Menurut Subagjo (2007), proses fermentasi pertama ini
dilakukan selama 30-60 menit, suhu 25-29°C supaya adonan
mengembang. Ditambahkan oleh Koswara (2009), jika suhu
dan kelembaban udara diruangan seimbang maka hasil
adonan yang diperoleh akan seragam.
Pada tahapan fermentasi pertama adonan akan
mengembang dikarenakan adanya gas CO2 yang dihasilkan
oleh ragi, sehingga adonan akan mengembang dua kali lebih
besar dari keadaan semula (Mudjajanto dan Yulianti, 2008).
4. Pembagian dan pembulatan (dividing and rounding)
Menurut Subagjo (2007), adonan dipotong-potong dan
ditimbang seberat40 gram. Adonan tersebut dipotong
menggunakan pemotong adonan. Ditambahkan oleh Rahzarni
(2009), pemotongan dan penimbangan adonan ditujukan
untuk mendapatkan ukuran roti yang seragam. Pemotongan
dan penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena
fermentasi tetap berlangsung selama proses.
5. Peloyangan (panning)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), panning merupakan
proses meletakkan adonan kedalam loyang yang bersih dan
telah diolesi oleh margarin. Bagian adonan yg disambung
harus diletakkan di bagian bawah agar pada fermentasidan
pemanggangan adonan tidak terbuka.
6. Final proofing
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), final proofing
dilakukan sebelum adonan dimasukkan kedalam oven. Final
proofing merupakan tahap fermentasi akhir sehingga terjadi
pengembangan adonan yang mencapai volume optimum baik.
Temperatur fermentasi sekitar 35-40°C dan kelembaban relatif
80-85%. Fermentasi akan dianggap cukup apabila volume
adonan mencapai 75-90% loyang.
7. Pemolesan (polishing)
Pemolesan biasanya menggunakan telur yang dicampur
dengan susu. Pemolesan dilakukan sebelum proses
pemanggangan yang bertujuan agar permukaan roti licin dan
mengkilat (Bogasari, 2004).
8. Pemanggangan (baking)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), pemanggangan
merupakan proses pematangan adonan menjadi roti yang
dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas.
Pemanggangan merupakan aspek kritis dalam menghasilkan
kualitas roti yang baik. Pemanggangan yang terlalu lama akan
menghasilkan rotiyang keras dan kenampakan yang kurang
menarik. Suhu dan waktu pemanggangan adalah 180-200°C
selama 15-20 menit. Proses pemanggangan akan menambah
volume adonan dalam 5-6 menit pertama. Dalam proses
pemanggangan aktifitas dari ragi akan berhenti pada suhu
65°C. Proses pemanggangan ini akan mengakibatkan
denaturasi protein dan gelatinisasi pada pati.
9. Pendinginan(cooling)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), depanning merupakan
proses pelepasan roti dari permukaaan loyang setelah roti
mengalami proses pemanggangan hingga matang. Kemudian
dilakukan pendinginan pada roti dengan meletakkan roti pada
bahan metal tahan karat agar uap panas keluar dan tidak
mengembun pada permukaan roti. Pendinginan ditempat yang
lembab dapat menyebabkan pengembunan pada permukaan
roti dan kulit roti akan keriput.
10. Pengemasan (packing)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), setelah roti dingin,
permukaan dari roti akan kering dan berada dalam
keseimbangan dengan lingkungan sehingga tidak terjadi
pengeringan maupun penyerapan air. Pengemasan bertujuan
agar tidak terjadi kontaminasi dan pengeringan selama
penyimpanan serta memperbaiki penampilan pada saat
pemasaran. Pengemasan akan mencegah pengerasan kulit
karena menguapnya kandungan air pada roti.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
ALAT
 Baskom  Piring
 Pisau
 Lap/Serbet
 Loyang
 Oven
BAHAN
 Tepung Cakra Kembar  Susu segar 150 gram
 Garam 7,5 gram
250 gram
 Fermifan 7,5 gram
 Tepung gunung bromo
 Air 100 gram
250 gram  Margarine 80 gram
 Telur 100 gram  Bread improver 2 gram
 Gula Pasir 60 gram  Susu bubuk skim 30 gram
BAHAN ISI
 Keju parut 125 gram
 Susu kental manis 50 gram
BAHAN OLESAN
 Telur ½ butir
 Susu cair 75 ml

3.2 Prosedur Kerja


1. Mencampur semua bahan kering, kemudian memasukkan telur dan air sedikit
demi sedikit, diaduk hingga kalis, memasukkan margarine dan garam lalu
diaduk kembali.
2. Mendiamkan adonan ± 10 menit.
3. Menimbang adonan 40 gram dan dibulatkan. Mengistirahatkan kembali
selama 10 menit.
4. Menggilas adonan lalu isi dengan bahan isi yang sudah dicampur, lalu
dibulatkan.
5. Menyusun di loyang yang sudah disemir shortening putih secara berdekatan.
Mengoles permukaan roti dengan kuning telur yang diencerkan dengan susu
cair.
6. Mendiamkan kembali selama ± 90 menit hingga adonan cukup mengembang.
7. Memanggang roti di dalam oven pada suhu ± 1800̊C selama 20 menit.
8. Mengangkat roti dari kukusan, kemudian mengolesi bagian atasnya dengan
margarin.
3.3 Diagram Alir

Mencampur semua bahan kering

Memasukkan telur dan air sedikit demi sedikit, aduk hingga kalis

Memasukkan margarine dan garam, aduk kembali.

Mendiamkan adonan ± 10 menit

Menimbang adonan 40 gr dan dibulatkan.

Mengistirahatkan kembali ± 10 menit

Menggilas adonan, di isi, dibulatkan. susun diatas loyang, olesi


permukaan roti dengan bahan olesan

Mendiamkan kembali selama ± 90 menit hingga adonan cukup


mengembang.

Panggang roti dengan suhu ± 1800̊ C selama 20 menit

Roti manis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Tips Seputar Roti. Tersedia dalam http://www.wood-press.com.
Diakses 15 Maret 2018

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Tersedia dalam


eBookPangan.com. Diakses tanggal 15 Maret 2018

Rustandy, Deddy. 2005. Fermentasi Pembuatan Roti. Tersedia dalam


http://www.wacanamitra.com. Diakses 15 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai