Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS 3

ASMA AKUT RINGAN - SEDANG PADA ASMA PERSISTEN SEDANG

Oleh:
KELOMPOK 4
Nurhidayah Hasan (C11114061)
Ainun Aniah Hasyim (C11114085)
Astri Dewi (C11114087)
Farnida Jamhal (C11114095)
Nur Fadhilah Rahmah (C11114104)
Adeirma Suriyani Y. Pasau (C11114105)
Mateus Michael Tunardi (C11113302)
Andi Shafa Nadia Alyani Syahrir (C11114115)

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Armita Dewi

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
BAB 1
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Iradia
Tanggal Lahir : 03-02-1964
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
No. Rekam Medik : 831762
Tanggal Masuk : 28-01-2018/23.48 WITA
Ruangan : Lontara 1 belakang kamar 5 bed 3

B. RIWAYAT PENYAKIT

Anamnesis
Keluhan Utama: Sesak Napas
Anamnesis Terpimpin:
 Sesak napas sejak 3 jam yang lalu sebelum MRS dan dirasakan terus menerus,
mengganggu aktifitas dan tidur pasien, gejala lebih dari satu kali dalam
seminggu dan dipengaruhi oleh cuaca, debu dan kondisi pengap. Sesak disertai
batuk dan dahak berwarna putih.
 Nyeri dada disangkal
 Sakit kepala tidak ada
 Demam tidak ada
 Nyeri ulu hati ada disertai mual
 Muntah tidak ada
 BAB dan BAK lancar
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat alergi ada (debu dan cuaca)
 Riwayat asma ada (sejak usia 20 tahun dan telah menggunakan inhaler sekitar 3
tahun terakhir)
 Riwayat Hipertensi tidak ada
 Riwayat DM tidak ada
 Riwayat penyakit jantung tidak ada
 Riwayat pengobatan OAT tidak ada
 Riwayat berobat (rawat jalan) dan puskesmas dengan keluhan yang sama (sesak)

Riwayat Keluarga dan Psikososial


 Riwayat merokok tidak ada
 Riwayat konsumsi alkohol tidak ada
 Riwayat penggunaan narkoba tidak ada
 Riwayat asma pada ayah pasien

Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : Sakit sedang /Gizi lebih/ Compos mentis (GCS=E4M6V5)
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 152 cm
Indeks massa tubuh : 26 kg/m2 (obes 1)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Denyut jantung : 82 x/menit
Frekuensi pernafasan : 28 x/menit
Suhu Tubuh : 36 °C

Kepala : Bentuk kepala normal, rambut hitam, sulit dicabut


Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor
(diameter 2,5mm/2,5mm), udem palpebra tidak ada
Telinga : Otorea tidak ada, ada riwaya
Hidung : Rinorrhea dan epistaksis tidak ada
Mulut : Stomatitis, perdarahan gusi, lidah kotor, dan bibir sianosis tidak ada
Leher : Nyeri tekan tidak ada, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, JVP
R+2 cmH2O, deviasi trakea tidak ada

Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris pada keadaan statis
dan dinamis, tidak tampak jejas dan massa tumor
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba massa tumor,Vocal fremitus
dalam batas normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar setinggi ics 6
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Bronkovesikuler
Bunyi tambahan : wheezing ada pada ekspirasi

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak,
Batas atas jantung ICS II Dextra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S I/II regular, murmur tidak ada

Abdomen
Inspeksi : permukaan datar dan ikut gerak napas, tidak terdapat jaringan parut
dan dilatasi vena, tidak tampak pembesaran organ/massa

Palpasi : tidak ditemukan nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani, tidak ditemukan ascites
Auskultasi : peristaltik kesan normal

Ekstremitas
Inspeksi : tidak ditemukan wasting, edema pretibial dan clubbing finger

Palpasi : akral hangat, CRT <2detik

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (29/1/2018)
WBC 7,1 (10^3/UL) (4-10 x 103/UL) HCT 42,8 % 37-48%
HGB 14,3 12-16 g/dl LYMP 31,2 % 20-40%
MCV 90 80-97 fl MONO 6,9 % 2-8%
MCH 30,2 26.5-33.5 pg EOS 7,3 % 1-3 %
MCHC 32,5 32 – 36 g/dL BASO 0,6 % 0-1%
2,79
RBC 4,76 (10^6/UL) (4-6x106/UL) PLT (150-400)
(10^3/UL)
NEUT 54 % 52-75%

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Kimia darah
121 mg/dl <140 mg/dl
GDS

Fungsi ginjal
15 mg/dl 10-50 mg/dl
-Ureum
1,00 mg/dl L (1,3 m/dl) P (<1,1 mg/dl)
-Kreatinin

Fungsi Hati
23 U/L <38 U/L
-SGOT
22 U/L <41 U/L
-SGPT
Analisis Gas Darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


pH 7,4 7,35 – 7,45

PCO2 39,6 mmHg 35 – 45 mmHg

SO2 96,6

PO2 79,7 80 – 100

HCO3 25,6 22-26

ctO2 19,1

ctCO2 26,8

BE 0,8 -2 s/d 2

Pemeriksaan Spirometri

NO PEMERIKSAAN
HASIL PREDIKSI PREDISI
(Normal)
1 Kapasitas Vital 1 1 Ml
1984 ml 71.4 %
4
2
0
2 1400 Ml

3 1400 Ml

2 Kapasitas Vital 1 1100 Mi 1984 ml 55,4 %


Paksa
2 1100 Ml
3 1100 Ml

3 Volume ekspirsi 1 900 Ml 1602 ml 56,1%


paksa detik 1 (VEP1)
2 900 Ml

3 900 Ml

4 VEP1/KVP 81.8 %
Normal 75%

5 Arus Puncak 1 1.1 Ml 5,8 L/detik


Ekspirasi (APE)
2 1.1 Ml

3 1.1 Ml

6 Air Trapping 22.5 Ml

Kesan : Restriksi Ringan

D. DIAGNOSIS KERJA
1. Asma Akut Ringan-Sedang Pada Asma Persisten Sedang
2. Obes I (gizi berlebih-resiko sedang)
3. Dyspepsia
E. DAFTAR MASALAH
PLANNING
NO ASSESMENT PLANNING
THERAPY
1. Asma Akut Ringan-Sedang pada  Spirometri  Kontrol O2 (O2 3L
Asma Persisten Sedang  uji provokasi / menit)
 Pengukuran status  IVFD NaCl 0,9 %
S: Sesak napas sejak 3 jam yang lalu
alergi 28 tpm
sebelum MRS dan dirasakan terus
 Exhaled nitric  Pulmicort(budeson
menerus, mengganggu aktifitas dan
oxide (NO) ide) /8jam/inhalasi
tidur pasien, gejala lebih 1x dalam
 Combivent
seminggu dan dipengaruhi oleh cuaca,
(salbutamol dan
debu dan kondisi pengap. Riwayat
ipratropium
alergi ada (debu dan cuaca). Riwayat
bromide) 1 mg /
asma ada (sejak usia 20 tahun dan
8jam / inhalasi
telah menggunakan inhaler sekitar 3
tahun terakhir
-

O:

Pernapasan : 28 kali /menit

Wheezing di kedua lapangan paru ada


pada ekspirasi

Eosinofil : meningkat

Thorax :

• Inspeksi : simetris kiri sama


dengan kanan
• Palpasi : Vokal fremitus kiri
sama dengan kanan kesan
normal, nyeri tekan (-)
• Perkusi : sonor kiri
sama dengan kanan
• Auskultasi : Bunyi
pernapasaan vesikuler , Ronkhi
-/-, wheezing +/+ diseluruh
hemithoraks bilateral

2. Obes 1  Kontrol imt  - Olahraga ringan


 Edukasi life style  - Diet rendah kalor
IMT= 26 kg/m2 (obes 1)
& gizi

3. Dyspepsia Edukasi pola makan - Omeprazole 20


teratur mg/oral
S: Nyeri ulu hati dan mual
 - Domperidon
10mg/oral

F. FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning
28/01/2018 • Ada sesak • TTV : - Asma Akut - O2 3 Liter/menit
• Ada batuk Ringan- - IVFD NaCl 0,9 % 20
TD : 110/60 mmHg
• Ada nyeri Sedang pada tpm
ulu hati Asma - Nebu combivent 3 kali
N : 76 x/mnt
Persisten /20 menit
P : 28 x/mnt Sedang - Bila sesak beri
- Obes I metylprednisolon
S : 36,5 °C
1250mg/iv
- Dyspepsia
• Konjungtiva
anemis tidak
ada
• Sklera ikterik
tidak ada
• Thorax:

I: Bentuk dada
normal, pergerakan
dada simetris pada
keadaan statis dan
dinamis, tidak
tampak jejas dan
massa tumor

P : Tidak ada nyeri


tekan dan tidak teraba
massa tumor,Vocal
fremitus dalam batas
normal

P : Sonor pada kedua


lapangan paru, batas
paru hepar setinggi
ics 6

A : wheezing ada
pada inspirasi dan
ekspirasi

29/01/2018 Masih sesak • TTV : Asma Akut - IVFD NaCl 0,9%


Ringan- 20 tpm
TD : 110/80 mmHg
Sedang pada - Nebu combivent
N : 80x/mnt Asma /8jam/inhalasi
Persisten - Pulmicort 1 mg/12
P : 24x/mnt
Sedang jam/inhalasi
S : 36,5 °C

SpO2: 98 tanpa O2

Imt : 26 kg/m2

• Konjungtiva
anemis tidak
ada
• Sklera ikterik
tidak ada
• Thorax:
• Konjungtiva
anemis tidak
ada
• Sklera ikterik
tidak ada
• Thorax:

I: Bentuk dada
normal, pergerakan
dada simetris pada
keadaan statis dan
dinamis, tidak
tampak jejas dan
massa tumor

P : Tidak ada nyeri


tekan dan tidak teraba
massa tumor,Vocal
fremitus dalam batas
normal

P : Sonor pada kedua


lapangan paru, batas
paru hepar setinggi
ics 6

A : wheezing ada
pada inspirasi dan
ekspirasi

Lab :

Darah rutin

31001/2018 - Batuk dan TTV : - Asma Akut - IVFD NaCl 0,9% 20


dahak Ringan- tpm
TD : 110/80 mmHg
berkurang Sedang - Nebu combivent
pada Asma /8jam/inhalasi
N : 80x/mnt
- Sesak
Persisten - Pulmicort 1 mg/12
berkurang
P : 24x/mnt Sedang jam/inhalasi
S : 36,5 °C - Obes I

SpO2: 98 tanpa O2

Imt : 26 kg/m2

• Konjungtiva
anemis tidak
ada
• Sklera ikterik
tidak ada
• Thorax:
• Konjungtiva
anemis tidak
ada
• Sklera ikterik
tidak ada
• Thorax:

I: Bentuk dada
normal, pergerakan
dada simetris pada
keadaan statis dan
dinamis, tidak
tampak jejas dan
massa tumor

P : Tidak ada nyeri


tekan dan tidak teraba
massa tumor,Vocal
fremitus dalam batas
normal

P : Sonor pada kedua


lapangan paru, batas
paru hepar setinggi
ics 6

A : wheezing ada
pada inspirasi dan
ekspirasi

AGD :

Dalam batas normal


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

ASMA

I. DEFENISI

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan


banyak sel dan elemennya.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napa yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama apada malam dan atau dini
hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seingkali berrsifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.11

II. PATOGENESIS ASMA


Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinophil, sel limfosit T, makrofag, neutrophil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penerita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.Inflamasi
dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma alergik, asma nonalergik, asma kerja
dan asma yang diceetuskan aspirin.
1. Inflamasi akut
Pencetus seranagan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
 Reaksi asma tipe cepat
Allergen akan terikat pada igE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi
sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti
histamine, protease, dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin
dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi
 Reaksi fase lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi allergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrophil dan makrofag

2. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik.Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polus
bronkus
 Llimfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtype Th2.
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL,5, IL-13, dan GM-CSF,
interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-
13 menginduksi menginduksi sel sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta
GM-CSF berperan pada maturasi aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil.
 Epitel
Sel epitel teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita
asma.Sel epitel ini dapat mengekspresikan membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel paa asma sebagian mengalami sheeding.Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule
protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzyme dan
metaloprotease sel epitel.
 Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakterisitk untuk asma tetapi tidak
spesifik.Eosinofil yang ditemukanpada saluran napas penderita asma adalah dalam
keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah
sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara
lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi
aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
 Sel mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
granulasi sel mast yang mengeluaarkan preformed mediator seperti histamine dan
protease setra newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotriene. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4,
IL-5 dan GM-CSF.
 Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang
normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan
bronkus. Makrofag dapat menghasilkan bebagai mediator antara lain leukotriene,
PAF serta sejumlah sitoin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga
berperan pada regulasi airway remodellign. Peran tersebut melalui a.1 sekresi
growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
 Airway remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma pada menimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel mati/rusak sengan sel-sel
yang baru. Proses penyenbuhan tersebut melibatkan regeneasi/perbaikan jaringan
yang ruak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan kjaringan skar. Pada asma,
kedua proses ini berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang
kemudia menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat
kompleks dan belum banyak diketahui dikenal dengan airway remodeling.11
III. FAKTOR RISIKO ASMA
1. Faktor Host12
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronchial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran napas sensitive terhadap berbagai rangsangan allergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi
asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi
menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa
menopause perempuan lebih banyak.
2. Faktor lingkungan12
a. Allergen
Bisa dari allergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoak,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing).Alergen luar rumah seperti serbuk
sari bunga.Alergen makanan seperti telur, susu, udang, kepiting, ikan laut,
kacang-kacangan, coklat, penyedap makanan, pengawet makanan.Alergen obat-
obatan tertentu seperti penisilin, sefalosporin, golongan betalaktam
lainnya.Bahan yang mengiritasi seperti parfum, household spray.
b. Exercise-induced asthma
c. Asap rokok
d. Polusi udara
e. Perubahan cuaca
Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma.Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti :
musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
IV. KLASIFIKASI ASMA
lasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang
diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat berat asma diklasifikasikan
sebagai intermitten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat (Tabel 1).12
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala.12
Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala
Intermiten
Gejala < 1x/mgg
Serangan singkat
Gejala malam ≤ 2x/bln
FEV1 atau PEF ≥ 80% nilai prediksi
Variability PEF atau FEV1 < 20%
Persisten ringan
Gejala > 1x/mgg tapi < 1x/hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala malam > 2x/bln
FEV1 atau PEF ≥ 80% nilai prediksi
Variability PEF atau FEV1 20-30%
Persisten sedang
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala malam > 1x/mgg
Menggunakan inhalasi SABA setiap hari
FEV1 atau PEF 60-80% nilai prediksi
Variability PEF atau FEV1 >30%
Persisten berat
Gejala setiap hari
Serangan sering
Gejala malam sering
Aktivitas fisik terbatas
FEV1 atau PEF ≤60% nilai prediksi
Variability PEF atau FEV1 >30%
V. DIAGNOSIS ASMA
A. Anamnesis13
1. Gejala kunci :
a. Batuk, mengi dan sesak atau frekuensi napas cepat, produksi sputum, sering
waktu malam, respons terhadap bronkodilator
2. Gambaran Gejala :
a. Perenial, musiman atau keduanya; terus-menerus, episodik, atau keduanya;
awitan, lama, frekuensi, variasi diurnal terutama nocturnal dan waktu bangun
pagi hari
3. Faktor presipitasi :
a. Infeksi virus,
b. Exposure terhadap allergen lingkungan; dalam rumah (jamur, tungau debu
rumah, kecoa, bulu hewan atau produk sekretorinya) dan outdoor (serbuk
sari/pollen)
c. Iritan (asap rokok, bau menyengat, polutan udara, debu, uap, gas)
d. Stress
e. Obat (aspirin, antiinflamasi, β-blocker termasuk tetes mata)
f. Makanan, aditif, pengawet
g. Perubahan udara, udara dingin
h. Faktor endokrin (haid, hamil, penyakit tiroid)
4. Perkembangan penyakit :
a. Usia awitan dan diagnosis
b. Progress penyakit
c. Penanganan sekarang dan respon, antara lain penanganan eksaserbasi
d. Frekuensi menggunakan SABA
e. Keperluan oral steroid dan frekuensi penanganannya
5. Riwayat keluarga :
a. Riwayat asma, alergi, sinusitis, eksim pada anggota keluarga dekat
6. Riwayat sosial :
a. Perawatan/daycare, tempat kerja, sekolah
b. Faktor sosial yang berpengaruh
c. Derajat pendidikan
d. Pekerjaan
7. Riwayat eksaserbasi :
a. Tanda prodromal dan gejala
b. Cepatnya awitan, lama, frekuensi, derajat berat, jumlah eksaserbasi dan
beratnya/tahun
c. Penanganan biasanya
8. Efek asma terhadap penderita :
a. Episode perawatan di luar jadwal (gawat darurat, dirawat di RS)
b. Keterbatasan aktivitas terutama latihan jasmani, riwayat bangun malam
c. Efek terhadap perilaku, sekolah, pekerjaan, pola hidup dan efek ekonomi

B. Pemeriksaan Fisis13,14
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara rinci, menentukan adanya episode gejala dan obstruksi
saluran napas. Pada pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan
cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan
napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan dileher, perut
dan dada. Pada palpasi biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat
dapat terjadi pulsus paradoksus). Pada perkusi biasanya tidak ada kelainan yang
nyata. Padaauskultasi dapat ditemukan mengi dan ekspirasi memanjang.

VI. Pemeriksan Penunjang(15, 16,1 7)


1. Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

2. Peak Flow Meter/ PFM


Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma
diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih
diutamakan dibanding PFM oleh karena PFM tidak begitu sensitive dibanding
FEC, untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran
napas besar, PFM dibuat utnuk pemantauan dan bukan alat diagnostic, APE
dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yag tidak dapat melakukan
pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thoraks
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibody IgE
spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus.Uji allergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.
Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test
(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan.
5. Petanda inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas.Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif
inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsy paru, pemeriksaan sel
eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan
napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah
eosinofil dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang
atau sulit dilakukan di luar riset.

6. Uji hiperreaktivitas bronkus/HRB


Pada penderita yang menunjukkan FEV1>90%, HRB dapat dibuktikan
dengan berbagai tes provokasi.Provokasi bronchial dengan menggunakan
nebulasi droplet ekstrak allergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran
napas pada penderita yang sensitive.Respon sejenis dengan dosis yang lebih
besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma.Di samping itu, ukuran allergen
dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan
berbagai ukuran dari 2um sampai 20um dan tidak dalam bentuk nebulas.Tes
provokasi sebenanyakurang memberikan informasi klinis disbanding dengan tes
kulit.Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilaukan dengan
latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamine, dan metakolin.

VII. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen khusus untuk meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaan asma bertujuan:14
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma agar kualitas hidup meningkat
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mempertahankan ektivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel
7. Meminimalkan kunjungan ke gawat darurat
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu
penatalaksanaan asma akut dan penatalaksanaan asma jangka panjang.

A. Penatalaksanaan Asma Akut12,14


Serangan akut adalah episode perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien.Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila
tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.Penanganan harus cepat dan
disesuaikan dengan derajat serangan.Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisis dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obatan yang dapat digunakan adalah :
1. Short acting beta2 agonist (Salbutamol, terbutalin, fenoterol dan prokaterol)
2. Antikolinergik (Ipratropium bromide dan tiotropium bromide),
3. Metilsantin (Aminofilin dan teofilin)
4. Kortikosteroid sistemik (Prednisone, prednisolone, metilprednisolone)
5. Adrenalin
Pada serangan asam ringan dan sedang, tata laksana awal yang diberikan yaitu
oksigen untuk mencapai saturasi oksigen 93-95%, inhalasi beta 2 agonist kerja singkat
dan kortikosteroid oral. Sedangkan pada serangan asma berat, tata laksana awal yang
diberikan yaitu oksigen untuk mencapai saturasi oksigen 93-95%, inhalasi beta 2 agonist
kerja singkat ditambah antikolinergik dan kortikosteroid sistemik. Setelah satu jam,
evaluasi kembali respon terapi. Apabila memberikan respon yang baik, pasien dapat
dipulangkan dan dibekali kortikosteroid oral selama 5-7 hari. Jika memberikan respon
yang buruk, rawat pasien di intensive care unit (Gambar 1).18
Gambar 1. Penatalaksanaan Asma Akut9

B. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang12,14


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan.Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi
beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi : edukasi, obat asma
(pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran. Edukasi yang diberikan mencakup :
1. Kapan pasien berobat/mencari pertolongan
2. Mengenali gejala serangan asma secara dini
3. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
4. Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5. Kontrol teratur
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.Obat pelega diberikan pada saat
serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma
dan diberikan dalam jangka panjang dan terus-menerus.Untuk mengontrol asma
diberikan anti inflamasi (kortikosteriod inhalasi). Obat asma yang digunakan sebagai
pengontrol antara lain :
a. Kortikosteroid inhalasi (Beklometason dipropionat, budesonid, flutikason,
flunisolid)
b. Kortikosteroid sistemik (Prednison, prednisolon, metilprednisolon)
c. Kromolin (Sodium kromoglikat, sodium nedokromil)
d. Metilsantin (Teofilin, aminofilin)
e. Long acting beta2 agonist inhalasi (Formoterol, salmeterol)
f. Long acting beta2 agonist oral
g. Antihistamin generasi ke dua
h. Leukotrien modifiers
Dalam melakukan penatalaksanaan asma diharapkan tercapai tujuan penanganan
asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol dan tidak terkontrol
(Tabel 2).14
Tabel 2. Ciri-ciri Asma Terkontrol dan Tidak Terkontrol.14

VIII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS


Asma bronkial memiliki gejala khas yaitu episode batuk dan mengi yang berulang,
namun demikian ada berbagai macam kondisi yang dapat memberikan gejala yang sama
(Tabel 3). Kondisi-kondisi ini dapat ditemukan bersamaan dengan asma bronkial.18
Tabel 3.Diferensial diagnosis.18
BRONKIEKTASIS

I. DEFINISI

Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh kelemahan


dinding bronkus yang sifatnya permanen.Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang
diandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lakal yang bersifat
patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversible.Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berubah dstruksi
elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulangrawan dan pembuluh-
pembuluh darah.9,10

II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun


didapat (acquired) yang disebabkan adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasi
kongenital sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan sinusitis, ketiga
keadaan ini (bronkiektasis, desktrokardia dan sinusitis) hadir bersamaan, keadaan
ini disebut sebagai sindrom kartagener.10

Bronkiektasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus.Dilatasi


bronkus mungkin disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat peradangan
seperti pada penyakit endobronkial tuberculosis. Bronkiektasis non-tuberkulosis
cebderung terjadi pada bagian paru yang bergantung (dependent part) yang
menyebabkan aliran drainase discharge terhambat. Gaya berat menyebabkan
akumulasi sputum sehingga infeksi dan supurasi lebih mudah terjadi.10

Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:


 Setempat (localized), yaitu dilobus bawah, lobus tengah kanan atau lingual,
biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia yang berat, dapat juga karena
penyumbatan oleh benda asing (misalnya kacang), tumor atau penekanan dari luar (
kompresi oleh tuberkulosiss kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus ataau biasanya
disebabkan oleh tuberculosis aatau aspergilosis bronkopulmonar.
 Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem pernapasan yang berulang
disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucociliary clearance. Penyeb lainnya
adalah vaskulitis, defisiensi α-1 antitripsin, AIDS, sindrom marfan, SLE,
Sarkoidosis.

Pathogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya.Apabila bronkiektasis timbul


kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetic
serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis
yang didapat, patogenesisnya yang diduga berperan antara lain:

2. Faktor obsttruksi bronkus


3. Faktor infeksi pada bronkus atau paru
4. Faktor adanya bebrapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic
pulmonary eosinophilia
5. Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.

Pathogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat diduga melalui dua


mekanisme dasar:

1. Infeksi bakterial
Infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dending bronkus
daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
2. Obstruksi bronkus
Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberculosis
kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus, korps alienum dalam bronkus)
akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya
akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
Patogenesis bronkiektasis dan infeksidapat dijelaskan dengan adanya infeksi
primer kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis
didahului oleh infeksi bronkus (bronkhitis) maupun jaringan paru (pneumonia).
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu didahului infeksi sekunder pada
lesi.Apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih
menandakan belum ada infeksi sekunder.Sebaliknya apabila sputum pasien
yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi
kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder.9

III. GAMBARAN KLINIK

Bronkiektasis kongenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat dewasa


ketika terjadi infeksi sekunder.Tanda-tanda fisik sering tidak ditemui, foto toraks
konvesional tidak menggambarkan adalanya kelainan walaupun kadang-kadang
terdapat bayangan cincin yang berdinding tipis yang dapat terlihat jelas.Jumlah
sputum yang dihasilkan dapat bervariasi, mulai dari sedikit sampai beberapa
milliliter per hari.Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai
produksi sputum, adanya hemoptysis dan pneumonia berulang.Pada infeksi
sekunder kuman anaerobik, dahak tersebut berbau busuk.Dahak sering disertai
darah atau bahkan sering terdapat hemoptysis masif. Pada bentuk ringan tanpa
komplikasi, pemeriksaan fisik tidak akan menunjukkan gejala kelainan. Pada tingkat
yang lebih berat, dapat terdengar rales dan ronkhi pada daerah yang terkena.Jari
tabuh sering ditemukan pada pasien bronkiektasis yang sudah berlangsung lama.
Jika terdapat infeksi biasanya disertai demam.9,10

Keluhan-keluhan:

 Batuk

Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif


berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronik, jumlah
sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah
ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Jika tidak ada infeksi sekunder
sputum mukoid, sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputum purulent dapat
memberikan bau mulut yang tidak sedap.Pada kasus ringan, pasien dapat tanpa
batuk atau hanya timbul batuk apabila aada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah
berat, misalnya padasaccular type bronchiectasis, sputum jumlahnya banyak sekali,
purulent dan apabila ditampung beberapa lama, taampak terpisah menjadi 3 lapis,
lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus, lapisan tengah jernih terdiri atas
saliva dan lapisan terbawah keuh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak.9

 Hemoptisis

Hemoptisis terjadi kirakira 50% kasus bronkiektasis yang terjadi karena


nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan
timbul perdarahan.Perdrahan yang terjadi bervariasi, mulai yang paling ringan
sampai perdarahan yang cukup banyak apabila terjadi nekrosis yang mengenai
cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik).Pada dry
bronchiectasis, hemoptysis justru merupakan gejala satu-satunya karena
bronkiektasis jenis ini letaknya lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak
pernah menumpuk dan kurang menimbulkan refleks batuk.9

 Sesak napas

Pada sebagian pasien pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak


napas.Timbul dan beratnya sesak napa tergantung pada seberapa luasnya bronchitis
kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan desruksi jaringan
paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas.Kadang-
kadang ditemukan mengi (wheezing) akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing
dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.9
 Demam berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami


infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru sehingga timbul demam
berulang.9

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto paru penderita bronkiektasis menunjukkan gambaran bayangan yang


disebut tram-line shadow atau honey comb appearance. Jika ada pasien yang
mempunyai gejala klinis sesuia bronkiektasis, namun foto parunya tidak
menunjukkan kelainan yang mengarah kepada suatu bronkiektasis harus dilakukan
HRCT (high resolution computed tomography). Perlu juga dilakuka uji spirometri
ataupun peak flow meter untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi saluran
pernapasan.10

V. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaa bertujuan menngupayakan pengeluaran dan mengurangi sekresi


dahak dengan cara drainase postural serta mencegah terjadinya infeksi. Upaya
drainase daahak tergantung pada jumlah dahak yang diproduksi, namun sebaiknya
paling tidak dua kali sehari yaitu pada saat bangun tidur dan pada saat akan tidur
malam. Sering kali diperlukan penggetaran dinding dada agar dahak mudah keluar
yaitu dengan cara memukul punggung.Infeksi pada bronkiektasis memerlukan
pemberian antibiotik. Kortikosteroid perlu diberikan pada pasien yang disertai
obstruksi saluran pernapasan.Pada brokiektasis yang parah mungkin, mungkin
diperlukan pembedahan paru, yaitu berupa reseksi bagian yang rusak.10

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Bronkitis kronik
 Tuberculosis paru
 Abses paru
 Penyakit paru penyebab hemoptysis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru
VII. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien
antara lain:
 Bronchitis kronik
 Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
 Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersamaan dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena
 Efusi pleura atau empyema (jarang)
 Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septicemia oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
 Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang artei bronkialis atau anastomosis pembuluh daarah.
 Kor pulmona kronik. Sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan
lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul
sianosis sentral selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan
terjadi hipertensi pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung
kanan.
 Amyloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degenerative sebagai
komplkasi klasis dan jarang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma


2. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. National Institutes Of
Health. Revised 2017.
3. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma: Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2008.

Anda mungkin juga menyukai