Anda di halaman 1dari 10

BAB II

2.1 LANDASAN TEORI

BEHAVIOUR

SIRKULASI TATA RUANG


PENDEKATAN BEHAVIOUR

Berdasarkan metode perancangan diatas rumah usaha jahit ini menggunakan pendekatan Behaviour yaitu dimana peletakkan tata
ruang yang merujuk pada perilaku manusia yang ada di dalamnya. Behaviour menurut John Locke (1632-1704), salah satu tokoh empiris,
pada waktu lahir manusia tidak mempunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan
kepemilikan pengetahuan. Ide dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia,
kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku
masa lalu. Kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia
berperilaku tertentu.

Asumsi bahwa pengalaman adalah hal yang paling berpengaruh dalam pembentukan perilaku, menyiratkan betapa plastisnya
manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan lingkungan yang relevan. Aliran behavioristik yang lebih bersifat
elementaristik memandang manusia sebagai organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.
Pada dasarnya, manusia dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikontrol dengan jalan mengontrol stimulus-stimulus yang ada
dalam lingkungannya. Masalah belajar dalam pandangan behaviorisme, secara umum, memiliki beberapa teori, antara lain: teori
Connectionism, Classical Conditioning,Contiguous Conditioning, serta Descriptive Behaviorism atau yang lebih dikenal dengan nama
Operant Conditioning.

Manusia tinggal atau hidup dalam suatu lingkungan sehingga manusia dan lingkungan saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Lingkungan sungguh dapat mempengaruhi manusia secara psikologi, adapun hubungan antara lingkungan dan perilaku
adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku dan lingkungan fisik dapat membatasi apa yang dilakukan manusia.

2. Lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku dan lingkungan fisik dapat menentukan bagaimana kita harus
bertindak.

3. Lingkungan membentuk kepribadian.

4. Lingkungan akan mempengaruhi citra diri.

Perilaku Dalam Arsitektur

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah terlepas dari lingkungan yang membentuk diri mereka. Di antara sosial dan
arsitektur dimana bangunan yang didesain oleh manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku manusia yang
hidup di dalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Sebuah arsitektur dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan
sebaliknya, dari arsitektur itu lah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali.
1. Arsitektur membentuk perilaku manusia

Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhan pengguna, yang kemudian bangunan itu membentuk perilaku
pengguna yang hidup dalam bangunan tersebut. Bangunan yang didesain oleh manusia yang pada awalnya dibangun untuk pemenuhan
kebutuhan manusia tersebut mempengaruhi cara kita dalam menjalani kehidupan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam hidup. Hal ini
menyangkut kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan. Untuk
membentuk perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa perancangan fisik ruang, seperti ukuran dengan bentuk ruang, perabot
dan penataannya, warna, suara, temperatur, dan pencahayaan.

2. Perilaku manusia membentuk Arsitektur

Manusia membangun bangunan, yang kemudian membentuk perilaku manusia itu sendiri. Setelah perilaku manusia terbentuk
akibat arsitektur yang telah dibuat, manusia kembali membentuk arsitektur yang telah dibangun sebelumnya atas dasar perilaku yang
telah terbentuk, dan seterusnya.Setiap arsitektur yang dibuat atas dasar kebutuhan manusia menghasilkan efek perilaku yang berbeda
terhadap arsitektur itu sendiri. Mengenai pembangunan kembali arsitektur yang diadaptasi dari kebutuhan dan perilaku manusia yang
berdampak terhadap psikologi seseorang.

Di dalam perancangan yang akan kelompok kami lakukan pada rumah usaha jahit ini,,pendekatan behavior kami rasa
merupakan pendekatan yang cocok dan mampu mengatasi masalah yang terjadi pada rumah usaha jahit seperti : area kerja yang
kurang rapi dan berantakan, sirkulasi antara mesin jahit dan manusia yang nya yang masih sempit, sehingga diharapkan bisa
menciptakan suasana kerja yang nyaman , bersih dan rapi . baik bagi penghuni rumah , bagi pelaku usaha jahit dan bagi pelanggan
yang dating

Sirkulasi

a.Definisi sirkulasi :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, 2008:1361), sirkulasi adalah suatu peredaran.

Menurut Cryill M. Haris (1975) menyebutkan bahwa sirkulasi merupakan suatu pola lalu lintas atau pergerakan yang terdapat dalam
suatu area atau bangunan. Di dalam bangunan, suatu pola pergerakan memberukan keluwesan, pertimbangan ekonomis, dan fungsional.

Tali yang terlihat dan menghubungkan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau tali yang menghubungkan deretan ruang dalam dan
ruang luar secara bersama-sama (D.K. Chink, 1973).

Sistem sirkulasi adalah prasaran penghubung vital yang menghubungkan berbagai kegiatan dan penggunaan suatu lahan di atas suatu
area dan di dalam bangunan yang mempertimbangkan aspek fungsional, ekonomis, keluwesan dan kenyamanan (Tofani, 2011).
b. Jenis-jenis Sirkulasi

Logi Tofani (2011) dalam laporan tugas akhirnya, menyebutkan pada dasarnya sirkulasi dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan
fungsinya, yaitu:

1. Sirkulasi Manusia: Pergerakan manusia akan mempengaruhi sistem sirkulasi dalam tapak. Sirkulasi manusia dapat
berupa pedestrian atau plaza yang membentuk hubungan erat dengan aktivitas kegiatan di dalam tapak. Hal yang perlu diperhatikan,
antara lain lebar jalan, pola lantai, kejelasan orientasi, lampu jalan, dan fasilitas penyeberangan (Hari, 2009). Selain itu ada beberapa
ciri dari sirkulasi manusia, yakni: 1) kelonggaran dan flaxsibel dalam bergerak, 2) berkecepatan rendah, dan 3) sesuai dengan skala
manusia (Tofani, 2011).
2. Sirkulasi Kendaraan: Aditya Hari (2008) mengungkapkan bahwa secara hierarki sirkulasi kendaraan dapat dibagi
menjadi 2 jalur, yakni antara lain: 1) jalur distribusi, jalur untuk gerak perpindahan lokasi (jalur cepat), dan 2) jalur akses, jalur yang
melayani hubungan jalan dengan pintu masuk bangunan.
3. Sirkulasi Barang: Sirkulsi barang umumnya disatukan atau menumpang pada sistem sirkulasi lainnya. Namun, pada
perancangan tapak dengan fungsi tertentu sistem sirkulasi barang menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Contoh sitem sirkulasi
barang secara hovizontal dan vertikal adalah lift barang, conveyor belt, jalur troli, dan lain-lain (Rahmah, 2010).
Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang suatu sistem sirkulasi pada bangunan yaitu (Tofani, 2011):

1. Aspek-aspek estetis yang dapat menimbulkan aspek emosional.


2. Perencanaan yang lebih baik pada tingkat keamanannya.
3. Kesan estetis pertama yang diperoleh pada daerah sirkulasi banyak berpengaruh terhadap banguna secara keseluruhan.
4. Pencapaian ke dalam meyebabkan penerimaan bangunan secara keseluruhan akan menarik, menyenangkan dan
mengejutkan.
5. Pola sirkulasi yang tidak efisien tidak hanya mempertimbangkan ukuran, ruang, skala monumental, terbuka dan indah
secara visual. tetapi pola sirkulasi harus jelas tanpa penambahan tanda-tanda pengarah orang berjalan.
6. Pencapaian ke dalam hal yang luas dan menarik dengan melalui sebuah pintu yang tinggi kemudian ke dalam koridor
selasar yang bagus akan mengakibatkan nilai bangunan secara keseluruhan menjadi menarik,menyenangkan dan mengejutkan.

Definisi Ruang
Pengertian ruang atau space berasal dari bahasa Latin, yakni spatium yang berarti ruangan atau luas (extent) dan bahasa Yunani,
yaitu tempat (topos) atau lokasi (choros) yang memiliki ekspresi kualitas tiga dimensional. Kata oikos dalam bahasa Yunani yang
berarti pejal, massa dan volume, dekat dengan pengertian ruang dalam arsitektur, sama halnya dengan kata oikos yang berarti ruangan
(room) (Hutagalung, 2010). Ruang mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia baik secara psikologis emosional (persepsi), maupun dimensional. Veronika W. Prabawasari (2008) melalui diktat[1]
menjelaskan definisi ruang adalah sebagai berikut:
1. Imanuel Kant berpendapat bahwa ruang bukanlah sesuatu yang obyektif atau nyata, tetapi merupakan sesuatu
yang subyektif sebagai hasil pikiran dan perasaan manusia.
2. Plato berpendapat bahwa ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana obyek dan kejadian tertentu berada.
3. Aristoteles mengatakan bahwa ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh kejelasan fisik,
enclosure yang terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah (Hutagulung, 2010).
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, 2008:1223), ruang adalah sela-sela antara dua (deret) tiang
atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolong rumah).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruang adalah suatu wadah yang tidak nyata akan tetapi dapat dirasakan oleh
manusia. Perasaan persepsi masing-masing individu melalui penglihatanya penciumanya pendengaran dan penafsirannya. Untuk
menyatakan bentuk dunianya, manusia menciptakan ruang tersendiri dengan dasar fungsi dan keindahan yang disebut Ruang Arsitektur.
Ruang Arsitektur menyangkut (Prabawasari, 2008 ; Hutagalung, 2010):

Tata Ruang

Tata merupakan seperangkat unsur yang berinteraksi, atau berhubungan, atau membentuk satu kesatuan bersama; sistem.
Sedangkan ruang (trimatra) merupakan rongga yang dibatasi permukaan bangunan. Tata/ menata/ mengatur ruang meliputi tiga suku
pokok yaitu unsur (kegiatan), kualitas (kekhasan/ ciri sesuatu/ sifat), penolok (standar yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan
penilaian; kriteria). Unsur, kualitas, dan penolok dalam merancang bangunan dapat dikelompokkan dalam lima tata atur yaitu fungsi,
ruang, geometri, tautan, dan pelingkup. (White, 1986)
Fungsi

Fungsi adalah tingkat desain yang paling pokok. Fungsi desain yang benar berhubungan langsung dengan tujuan yang
menempati dan menggunakan, dan dengan dimensi serta kemampuan fisiknya. (Ching, 2011)

 Kegiatan,

Kualitas Kegiatan, Hubungan Ruang Keberhasilan fungsi bangunan bergantung pada bagaimana kegiatan itu diatur, yang pada
gilirannya ditentukan oleh kualitas kegiatan yang dipakai sebagai dasar untuk mengatur. Kegiatan mempunyai kualitas yang dapat
digunakan untuk mengatur kegiatan tersebut berdasarkan pertalian yang satu dengan yang lain. Kriteria utama untuk menilai kesuksesan
desain yaitu apabila desain tersebut berfungsi. (White, 1986) Untuk membantu memahami dan pada akhirnya memenuhi fungsi, maka
kegiatan diatur berdasarkan persyaratan yang menempati atau menggunakan, persyaratan aktivitas yang berlangsung dan persyaratan
furnishing. Hal ini karena, ruang dirancang sebagai tempat untuk gerak, aktivitas, dan istirahat manusia maka harus ada kesesuaian
baik statis (diam) atau dinamis (gerak) antara bentuk dan dimensi ruang dan dimensi tubuh manusia. Dimensi tubuh manusia baik
struktural atau fungsional akan bervariasi sesuai dengan sifat aktivitas yang dilakukan dan situasi sosialnya, namun dimensi tubuh
manusia yang digunakan bersifat umum atau bersifat rata-rata untuk memenuhi kebutuhan spesifik yang menggunakannya karena
perubahan fisik tertentu. Sifat umum yaitu kondisi normal dengan variasi jenis kelamin, usia, kelompok ras, bahkan dari satu individu
dengan individu yang lain. Melalui dimensi-dimensi ini, kegiatan diatur pertaliannya dengan kegiatan lain. Kegiatan tertentu mungkin
perlu berhubungan sangat dekat atau berbatasan satu sama lain, sementara yang lainnya perlu agak jauh atau terisolasi karena privasi.
Kegiatan tertentu memerlukan persyaratan ruang yang spesifik, sedangkan yang lain lebih fleksibel atau dapat menggunakan ruang
yang sama. (Ching, 1996)

Anda mungkin juga menyukai