Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

RELASI ANTAR LEMBAGA PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN


KASUS KORUPSI

Disusun oleh :

Aji Mustika Alam ( 2016440004 )

Yuda Febriyanto ( 2016440045 )

Zainudin Mukhlis ( 2016440047 )

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Pendidikan Pancasila


yang diampu oleh :

Dr.Muh. Kadarisman, S.H, M.Si.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK MESIN

2017M/1439H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diharapkan dapat memberikan
tambahan edukasi tentang RELASI ANTAR LEMBAGA PEMERINTAHAN
DALAM PENGELOLAAN KASUS KORUPSI

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan,


terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila Dr.


Muh.Kadarisman, S.H, M.Si.

2. Teman -teman, narasumber yang dapat dipercaya, serta semua pihak yang
ikut membantu dalam pencarian data dan informasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung, cetak maupun elektronik, yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu. Terimakasih atas semuanya.

Penulis sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses


pembelajaran, penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Harapan
penulis, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi manfaat tersendiri
bagi para pembacanya dan juga mampu memberikan sedikit kemajuan bagi
Bangsa dan Negara

Jakarta, April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................................2
C. Rumusan Masalah ...........................................................................................2
D. Manfaat Makalah ............................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………………... 4


A. Pengertian Lembaga .......................................................................................4
B. Pengertian Pemerintah ....................................................................................4
C. Perkembangan Lembaga Pemerintah Terkait Kasus Korupsi ........................5

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………... 9


A. Perkembangan Lembaga Anti Korupsi di Indonesia ...................................10
B. Lembaga-lembaga Pemerintah Terkait Kasus Korupsi ................................11

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................13


A. Kesimpulan ...................................................................................................13
B. Saran .............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................15

iii
iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah kemerdekaaan Indonesia telah banyak lembaga yang khusus


menangani masalah korupsi meliputi aparat penegak hukum seperti kejaksaan
dan pihak kepolisian. Sejak awal kemerdekaan persoalan korupsi telah
menjadi perhatian khusus dan upaya pemberantasaanya yang secara legal
formal juga telah dinyatakan secara eksplisit dalam berbagai produk
perundang-undangan.

Meskipun sudah dibentuk institusi negara yang menangani persoalan


korupsi, tetapi konsistensi pelaksanaannya masih dipertanyakan dan dinilai
tidak efektif dan tidak efisien dalam memberantas korupsi yang semakin
merajalela sehingga pemerintah membentuk lembaga baru yang lebih
independen sebagai penyempurnaan atas lembaga dan produk perundang-
undangan yang telah ada sebelumnya.

Pada dasarnya kehadiran lembaga baru yang menangani masalah korupsi


seperti KPK merupakan bagian dari sistem penegak hukum yang lebih luas.
Akan tetapi dalam pelaksanaanya sering ada kontestasi diantara lembaga-
lembaga tersebut karena tugas dan kewenagan yang diatur dalam
perundangan-undangan sering berbenturan dalam menangani kasus korupsi.

Pada makalah ini, penulis ingin menjelaskan bagaimana pemerintah


mengelola permasalahan korupsi dari rezim orde lama hingga orde reformasi
pasca orde baru serta relasi antar lembaga meliputi tugas dan wewenangnya
dalam menangani persoalan korupsi.

1
2

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis, penulis memberikan identifikasi


masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :

1. Institusi Negara yang tidak efektif dan tidak efisien dalam


pemberantasan korupsi
2. Adanya benturan antara tugas dan kewenangan lembaga pemerintah
yang mengelola kasus korupsi dengan undang-undang, dalam hal
menangani kasus korupsi

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Perkembangan Lembaga Anti Korupsi di Indonesia dari
masa ke masa?
2. Sebutkan dan Jelaskan fungsi lembaga-lembaga pemerintah yang
menangani kasus korupsi di Indonesia?
3

D. Manfaat Makalah
Makalah ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis
Untuk pengembangan ilmu Pendidikan Pancasila khususnya hubungan
lembaga-lembaga pemerintahan terhadap pengelolaan kasus korupsi.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat Penelitian ini bertujuan agar masyarakat
mengetahui akan bagaimana relasi lembaga-lembaga pemerintahan di
Indonesia yang menangani kasus korupsi

b. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menggerakkan


hati pemerintah khususnya lembaga kepolisian, kejaksaan,kpk dan
timtastipikor untuk lebih efektif dalam melakukan pengelolaan kasus
korupsi di Negara ini.

c. Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat menambah


wawasan pengetahuan tentang korelasi lembaga-lembaga
pemerintahan dalam pengelolaan kasus korupsi
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Lembaga
1. Menurut Macmillan
Menurut Macmillan, lembaga adalah seperangkat hubungan norma-norma,
keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai nyata, yang terpusat pada kebutuhan
sosial dan serangkaian tindakan yang pentig dan berulang.

2. Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat, lembaga sama dengan pranata yang di bagi ke
dalam 8 golongan berdasarkan kebutuhan hidup manusianya.

3. Menurut Hendropuspito
Menurut Hendropuspito, lembaga sebagai bentuk lain organisasi yang
tersusun secara tetap dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi
sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial
dasar.

B. Pengertian Pemerintah

1. Menurut Suradinata

Menurut Suradinata, Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuatan


besar di negeri ini, termasuk urusan publik teritorial dan urusan kekuasaan
dalam rangka mencapai tujuan negara.

4
5

2. Menurut W.S. Saire

Menurut W.S. Saire, Pemerintah dalam definisi terbaik adalah organisasi


negara-negara yang muncul dan berjalan kekuasaan. Sementara merriam
pemberitahuan tujuan pemerintah yang mencakup keamanan eksternal, agar
intern, keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan kebebasan .

C. Sejarah Perkembangan Lembaga Pemerintah Terkait Kasus Korupsi


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA

1. Orde Lama

Selama pemerintahan orde lama tercatat dua kali dibentuk badan


pemberantasan korupsi. Pertama, Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran).
Lembaga yang dibentuk melalui perangkat aturan Undang-Undang Keadaan
Bahaya ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota,
Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kedua, Pada tahun 1963, melalui
Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963 dibentuk lembaga baru yang lebih
dikenal dengan Operasi Budhi. Pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang
saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan (Kasab)
untuk menjalankan tugas menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran
utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga lainya yang
dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi.

2. Orde Baru

Pada zaman orde baru setidaknya tercatat tiga kali keputusan presiden dalam
membentuk tim pemberantas korupsi. Pertama, pada tahun 1967 dibentuk Tim
Pemberantas Korupsi melalui Keppres 228/1967. Tim ini dilengkapi pula dengan
satuan tugas yang terdiri dari unsur kejaksaan, ke-4 angkatan, ahli ekonomi,
keuangan, perbankan, pers, dan kesatuan-kesatuan aksi. Kedua, pada tahun 1970
dibentuk Komisi Empat dengan Keppres 12/1970 tertanggal 31 januari
1970. Komisi ini mempunyai tugas dan sasaran menghubungi pejabat atau
instansi pemerintah, swasta, sipil atau militer. Selain itu juga bertugas memeriksa
dokumen-dokumen administrasi pemerintah, swasta, dan lain-lain dengan
meminta bantuan aparatur negara baik pusat maupun daerah. Ketiga, pada tahun

10
8

1997 sebagai respon atas peristiwa Malari tahun 1974 dan desakan masyarakat
terhadap maraknya praktik korupsi, pemerintah mengeluarkan Keppres No. 9 /
1977 mengenai Opstib (Operasi Ketertiban) yang didalamnya termasuk
mmemberantas korupsi dan berbagai pungutan liar yang merajalela. Sebagai
koordinator pelaksana ditingkat pusat adalah MenPAN dengan pelaksana
operasional Pangkobkamtib dan didukung Kapolri dan Jaksa Agung sebagai
ketua.

Memasuki tahun 1982 keberadaan tim pemberantasan korupsi dihidupkan lagi,


namun tidak diikuti dengan diterbitkannya Keppres atau peraturan lainnya yang
menjadi dasar hukum keberadaannya. Tidak adanya dasar hukum yang kuat
menjadikan kinerja tim ini jauh lebih rendah secara kuantitas karena sedikitnya
koruptor yang berhasil ditangkap. Kondisi ini terus berlanjut hingga akhir
kekuasaan Soeharto tahun 1998.

3. Orde Reformasi ( Pasca Orde Baru )

Pasca rezim orde baru upaya pemerintah dalam menindaklanjuti kasus korupsi
saat pemerintahan diambil alih oleh Habibie dinilai oleh banyak kalangan telah
gagal dalam mengemban amanat TAP MPR Nomor IX / MPR / 1998 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme sehingga pertanggungjawabannya pun ditolak. Meskipun di era
Habibie ini telah dikeluarkan peraturan perundang-undangan dan lembaga yang
secara khusus dimaksudkan untuk memberantas korupsi.

Sejak dikeluarkannya TAP MPR No. IX / 1998, Dewan Perwakilan Rakyat


telah menetapkan serangkaian undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi yaitu: (1). UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, dan (2). UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun
1999. Dengan mengacu undang-undang tersebut pemerintah membentuk komisi
anti korupsi dengan nama Tim Gabungan Antikorupsi yang menjadi cikal bakal
terbentukya berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersamaan dengan
terbitnya UU No. 31 Tahun 1999.
9

B. LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH TERKAIT KASUS KORUPSI

Secara de facto saat ini sudah ada empat badan institusi negara yang memiliki
tugas dan kewenangan yang berhubungan dengan upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia, yaitu:

(1) kepolisian, (2) kejaksaan, (3) KPK (Komisi Pembarantas Korupsi), (4)
Timtastipikor (Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi).

Adapun tugas dan kewengan dari tiap institusi negara yang berhubungan
dengan upaya pemberantasan korupsi adalah sebagai berikut:

1. Aparat Kepolisian

Polisi merupakan salah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang


pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas dan
wewenang kepolisian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan kasus korupsi polisi memiliki hak
dalam penyelidikan, yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang dan penyidikan. Selain itu polisi juga memiliki hak penyidikan,
yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Hal ini sebagimana yang dijelaskan dalam pasal 14 UU No 2
Tahun 2002 yang berbunyi ”melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya”. Selain itu kepolisian juga berwenang untuk
menghentikan penyidikan sebagaimana yang di ungkapkan dalam pasal 16 bahwa
: ” Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10

13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia


berwenang untuk : “ Mengadakan penghentian penyidikan”.

2. Kejaksaan

Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara


di bidang penuntutan serta kewenagan lain berdasarkan undang-undang.
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden. Dalam kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi kejaksaan
memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan sebagaimana
yang tertuang dalam pasal UU No 16 Tahun 2004. Wewenang yang dimiliki
kejaksaan menjadi lebih sempit sejak ditetapkan UU No 16 2004 yang pada
undang-undang sebelumnya (Kepres No 55 Tahun 1991) selain memiliki
wewenang penyelidikan dan penuntutan juga memiliki wewenang dalam
penyidikan. Meskipun begitu, kejaksaan masih memilki kewenagan secara yuridis
dalam penyidikan sebagaimana dalam pasal (27) PP No. 27 Tahun 1983 (tentang
pelaksanaan KUHP Bab VII PenyidikanTerhadap Tindak PidanaTertentu) bahwa
”penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada
UU tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 KUHAP dilaksanakan oleh
penyidik, Jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan
peraturan perundang- undangan”. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang,
kejaksaan memiliki wewenang untuk membina hubungan kerja sama dengan
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya.
Dalam UU yang terakhir ini (UU No 16 Tahun 2004) juga mengurangi wewenang
kejaksaan dalam pemberhentian penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
sebagaimana yang diatur dalam Kepres No 55 Tahun 1991. Meskipun begitu
dalam pasal 32 kejaksaan diserahi tugas dan wewenang lain dalam undang-
undang sehingga kejaksaan juga memilki wewenang untuk mengeluarkan surat
pemberhentian penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (SP3) berdasarkan pasal
109 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
11

3. KPK ( Komisi Pemberantas Korupsi)

Pembentukan KPK merupakan pola baru dalam menindak lanjuti kasus korupsi
yang sebelumnya ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan diniliai belum
maksimal dalam menjalankan tugas sebagai lembaga pemberantas korupsi sehinga
diperlukan suatu lembaga yang independen, profesional, dan akuntabel. Hal ini
sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 2002 huruf b, yaitu bahwa
”Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum
berfungsi secara efektif dan efisien dalam dalam memberantas tidak pidana
korupsi”. KPK dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeberantas korupsi tidak
bertanggung jawab terhadap presiden sebagaimana lembaga seniornya yaitu
kepolisian dan kejaksaan tetapi bertanggung jawab langsung terhadap publik atau
masyarakat.

Adapun tugas, kewajiban dan wewenang KPK juga diatur dalam UU N0. 30
Tahun 2002. Dalam pasal 6 dijelaskan bahwa KPK memiliki tugas dan wewenang
: (1) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi, (2) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi, (3) melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, (4) melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi, (5) melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu dalam menjalankan tugas dan
wewenang penyelidikan dan penyidikan KPK diberi wewenang yang diatur
dalam melihat wewenang yang diberikan terhadap KPK menunjukkan bahwa ia
adalah lembaga superbody yang memiliki wewenang yang dimliki oleh kepolisian
dan kejaksaan. Dalam melakukan tugas dan wewenang di atas, KPK juga
memiliki wewenang dalam mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau
kejaksaan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 8. Adapun tugas dan
wewenang KPK meliputi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam
memberantas korupsi dibatasi melalui pasal 11, yaitu
12

(1) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara, (2) mendapat perhatian yang
meresahkan masyarakat, (3) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pembatasan yang lain bagi KPK adalah
selama menjalankan wewenangnya KPK tidak berwenang mengeluarkan surat
pemberhentian penyidikan dan penuntutan (Sp3).

4. Timtastipikor

Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga pemerintah


dalam menindak lanjuti kasus korupsi yang dibentuk dan bertanggung jawab
secara langsung terhadap presiden berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2005.
Adapun Timtaspikor ini keanggotaanya terdari dari Kejaksaan Republik
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan. Adapun tugas dan wewenang Timtastipikor adalah
(1) melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan hukum
acara pidana yang berlaku terhadap kasus atau indikasi tindak pidana korupsi, (2)
mencari dan menangkap para pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana
korupsi, serta menelusuri dan mengamankan seluruh aset-asetnya dalam rangka
pengembalian keuangan negara secara optimal, yang berkaitan dengan tugas
sebagaimana dimaksud pada huruf, (3) Melakukan kerjasama atau koordinasi
dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Ombudsman Nasional dan
instansi pemerintah lainnya dalam upaya penegakan hukum dan pengembalian
kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, (4) Melakukan hal-hal
yang dianggap perlu guna memperoleh segala informasi yang diperlukan dari
semua instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah, BUMN,
BUMD, serta pihak-pihak lain yang dipandang perlu, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Namun karena keberadaan Timtastipikor
dinilai kurang efektif dan tegas serta kewenagannya tumpang tindih dengan
lembaga pemerintah lainnya seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK sehingga
13

dikeluarkan Keppres No 10 Tahun 2007 tentang Pengakhiran Tugas Dan


Pembubaran Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Korupsi.
9
10

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut :

Dari masa ke masa Indonesia telah banyak membuat lembaga-lembaga


yang khusus menangani masalah korupsi meliputi aparat penegak hukum
seperti kejaksaan dan pihak kepolisian.Nyatanya, konsistensi pelaksanaannya
masih dipertanyakan dan dinilai tidak efektif dan tidak efisien dalam
memberantas korupsi yang semakin merajalela. Dengan cepat pemerintah
membentuk lembaga baru yang lebih independen sebagai penyempurnaan
atas lembaga dan produk perundang-undangan yang telah ada sebelumnya
yaitu KPK sebagai sistem penegak hukum yang lebih luas.

Selain itu bukan hanya KPK, institusi yang bekerja untuk melawan tindak
pidana kasus korupsi. Ada beberapa institusi lainnya yang juga bekerja
khusus untuk menangani kasus korupsi yaitu kepolisian, kejaksaan, dan
timtastipikor ( sudah dibubarkan ) dari keempat institusi tersebut diatas
mempunyai peran dan wewenang yang hampir sama dalam masalah
pemberantasan kasus korupsi.
5

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis menyarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Diharapkan adanya keselarasan antara lembaga-lembaga
pemerintahan khususnya lembaga pengelolaan terhadap kasus korupsi
dengan perundang-undangan.
2. Bahwa Aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan, Kepolisian,
maupun juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tebang
pilih dalam menangani kasus korupsi. Selain itu penegak hukum
harus bekerja sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No.
20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
PTPK secara maksimal.
.
6
11

DAFTAR PUSTAKA

Keppres. No. 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi.

Nurdjana, IGM, 2005, Korupsi Dalam Praktek Bisnis, Jakarta, Gramedia Pustaka.

Setyawati, Deni, 2008, KPK Pemburu Koruptor, Yogyakarta, Pustaka Timur.

Sudjana, Eggi, 2008, Republik Tanpa KPK, Surabaya, JP Books.

UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonnesia.


12
13
14
15

Anda mungkin juga menyukai