Perbandingan Konversi Ampas Tebu untuk Produksi Etanol dengan Metode Hidrolisis Fermentasi Terpisah dan Sakarifikasi Serentak Fermentasi Ragil Anas Islamudin (11215010), Enjelina Nababan (11215014)
1. Latar Belakang sumber energi yang potensial sebagai
Pertumbuhan manusia dan campuran dan atau substitusi untuk perubahan gaya hidup ke lebih praktis BBM konvensional. dan modern, menyebabkan kebutuhan Etanol dibedakan konversinya energi yang terus bertambah. berdasarkan substratnya, yaitu substrat Kebutuhan energi yang terus pati dan gula pada generasi pertama, bertambah, menyebabkan perlunya substrat lignoselulosa dari limbah eksplorasi lebih dalam sumber energi. pertanian dan hutan untuk generasi Oleh karena itu sumber energi baru kedua dan substrat alga untuk generasi sangat dinanti perkembangannya, ketiga. Di dalam resume ini akan terutama di Indonesia. mengambil beberapa metode konversi Dewan Energi Nasional Indonesia etanol menggunakan substrat (2016) menyatakan kebutuhan energi lignoselulosa ampas tebu dan melihat untuk tahun 2015 sebesar 128,8 juta ton perbandingan hasil dari metode minyak ekuivalen. Namun pada tahun konversi tersebut. 2050 proyeksi kebutuhan energi akan meningkat hingga 682,3 juta ton minyak 2. Metode Konversi ekuivalen apabila konsumsi energi tetap Pada produksi etanol dari substrat seperti saat ini. Dengan melihat lignoselulosa, terdapat serangkaian distribusi kebutuhan energi untuk tiap proses sebelum fermentasi glukosa sektor, maka sektor transportasi menjadi etanol oleh mikroorganisme. memiliki kebutuhan yang besar yaitu Rangkaian proses tersebut adalah sekitar 33,4 % dari total kebutuhan pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. energi pada tahun 2050. Detail untuk Di dalam resume ini akan dibahas dua sektor transportasi, kebutuhan sumber metode pretreatment, hidrolisis dan energi masih didominasi oleh bahan fermentasi yang berbeda. Namun, agen bakar minyak (BBM) lebih dari 90%. mikroorganisme yang digunakan untuk Etanol merupakan salah satu dari proses fermentasi sama. bahan kimia organik dengan densitas energi sebesar 66 – 71 % densitas A. Metode I energi BBM (Gable & Scott, 2017). i. Material Nilai densitas energi etanol yang Substrat yang digunakan ampas mendekati dengan BBM konvensional, tebu dengan kandungan air 50%. Ragi menjadikan etanol sebagai salah satu yang digunakan Saccharomyces alternatif untuk kendaraan bermotor. cerevisiae. Enzim yang digunakan yaitu Keuntungan menggunakan dari etanol selulase Celtic Ctec2. yaitu polusi yang dihasilkan lebih sedikit dan proses pembuatan etanol ii. Pretreatment dari biomassa tumbuhan yang 0,5 kg ampas tebu diberikan sustainable. Melihat dari jumlah dan ledakan uap air dalam wadah 10 L variasi biomassa tanaman yang besar reaktor stainless steel. Pretreatment Indonesia, etanol merupakan alternatif dilakukan secara tiba-tiba pada kondisi suhu sebesar 195oC durasi 7,5 menit. menghilangkan lignin, mengurangi Ampas tebu hasil pretreatment kristalinitas selulosa, dan meningkatkan kemudian dimasukkan ke dalam corong porositas bahan. Perlakuan pendahuluan Buchner dan difilter. Serat ampas tebu adalah salah satu tahap yang paling hasil filter direndam air selama satu mahal dalam proses konversi biomassa jam. Rendaman serat ampas tebu difilter selulosa menjadi gula. kembali dengan corong Buchner. Serat Salah satu pretreatment yang ampas tebu hasil filter dioven 105 oC dapat dilakukan adalah menggunakan dan disimpan dalam wadah vakum Green Liquor (GL). Pretreatment untuk hidrolisis. dengan GL ini dinilai efektif untuk menhilangkan lignin. Lignin yang iii. Hidrolisis dihilangkan dapat mencapai 95.3% pada Hidrolisis ampas tebu hasil temperatur 160˚. pretreatment dilakukan menggunakan Pretreatment menggunakan enzim selulase dalam tabung reaktor politetrafluoroetilen (PTFE) Erlenmeyer 100 mL. Kondisi yang berkapasitas 200 mL . Ampas tebu diatur yaitu dalam temperatur 50oC dan sebesar 5 gram dicampur dengan pH 4,8 selama 72 jam dalam campuran etanol dan air dengan menggunakan shaker. Konsentrasi perbandingan 1:1 yang mengandung enzim yang digunakan 62.5 mg g-1 liquor loading (1.5 mg/L) dan 1% untuk 12% berat kering ampas tebu. antraquonin. Dimasukkan dalam reaktor Yield hidrolisis dikuantifikasi dan lalu dicampur. Sistem reaktor dianalisis menggunakan HPLC. dipanaskan pada temperatur 140oC dan diputar dengan kecepatan 100 rpm. iv. Fermentasi Setelah 3 jam, ampas tebu difiltrasi dan Fermentasi dilakukan secara SHF dicuci dengan 100 mL (v/v) campuran (Separate Hydrolysis and etanol-air. Terakhir, residu solid dicuci Fermentation). Substrat sebanyak 20 dengan air distilasi sampai pHnya mL difermentasi dalam medium tumbuh netral. ragi. Medium tumbuh ragi terdiri atas glukosa 50 gL-1 NH4)2PO4, 0.5 gL-1 iii. Sakarifikasi Serentak dan MgSO4 0.025 gL-1 dan ragi 1 gL-1 pada Fermentasi (SSF) pH 4,8. Fermentasi dilakukan selama 12 Pada proses SSF, hidrolisis jam pada suhu 35oC. selulosa dan fermentasi gula tidak dilakukan secara terpisah atau bertahap, B. Metode II tetapi secara simultan. Jenis i. Material mikroorganisme yang digunakan pada Substrat yang digunakan adalah proses SSF adalah Saccharomyces ampas tebu, mikroorganisme cerevisiae dengan komposisi medium Saccharomyces cerevisiae dan Green (NH4)2HPO4, 0.5 gL-1 dan Liquor (GL). GL terdiri atas sodium MgSO4.7H2O, 0.025 gL-1.. Enzim Celtic karbonat, sodium hidroksida, besi dan Ctec2 yang digunakan memiliki kalsium. Enzim hidrolisis yang konsentrasi 20 FPU/g. Substrat, enzim digunakan yaitu enzim Celtic Ctec2. dan organisme dicampurkan secara langsung. Proses tersebut dilakukan ii. Pretreatment selama 72 jam dalam kondisi suhu Perlakuan pendahuluan 35oC, pH 5.5 dan putaran 150 rpm. (pretreatment) bertujuan untuk 3. Hasil Konversi berpengaruh negatif terhadap hidrolisis Hasil konversi kedua metode ini enzimatis. Pengaruh negatif ini adalah etanol. Namun, kedua metode ini menurun jika menggunakan metode mempunyai yield yang berbeda. Untuk SSF. metode I (SHF), dapat menghasilkan Namun, ada beberapa kendala yield etanol sebesar 42.9 - 46.7 % yang perlu diatasi pada proses SSF sedangkan untuk metode II (SSF) dapat yaitu: menghasilkan yield etanol hingga 30.16 1. Suhu hidrolisis dan fermentasi yang %. Dari segi waktu, metode I (SHF) tidak sama. membutuhkan waktu sekitar 96 jam 2. Toleransi terhadap etanol, sampai etanol terbentuk. Sedangkan 3. Penghambatan kerja enzim oleh metode II (SSF) membutuhkan waktu etanol 72 jam sampai etanol terbentuk. 4. Kesulitan memisahkan sel khamir Tiap metode yang telah dipaparkan dari sisa lignin dan serat yang dapat memiliki kelebihan dan kekurangan mengakibatkan kebutuhan khamir masing-masing. SHF memiliki meningkat sehingga menurunkan keunggulan untuk memaksimalkan produksi khamir dari sisa lignin dan proses hidrolisis dan fermentasi pada serat yang dapat mengakibatkan kondisi optimum. Selain itu sel ragi kebutuhan khamir meningkat yang digunakan dapat di-recovery sehingga menurunkan produksi untuk digunakan fermentasi kembali. etanol. Namun kekurangan dari proses Oleh karena itu, pada proses SSF, SHF adalah biaya kapital lebih besar. bahan hasil perlakuan pendahuluan Penyebab dari besarnya biaya kapital dapat langsung diproses tanpa harus adalah membutuhkan wadah proses memisahkan dulu fraksi cairan dari hidrolisis dan fermentasi yang berbeda. fraksi padatan. Proses SSF memiliki keunggulan dibandingkan dengan proses hidrolisis 4. Kesimpulan dan fermentasi bertahap. Beberapa Metode I dan metode II memiliki keunggulan tersebut antara lain: keunggulan dan kekurangan masing- 1. Meningkatkan kecepatan hidrolisis masing. Apabila produksi etanol dengan mengkonversi gula yang diutamakan pada durasi produksi yang terbentuk dari hasil hidrolisis singkat dengan hasil konversi yang selulosa yang menghambat aktivitas tidak terlalu kecil, maka metode II lebih enzim selulase. menguntungkan. Namun kultur 2. Mengurangi kebutuhan enzim. mikroorganisme secara berkelanjutan 3. Mengurangi kebutuhan kondisi steril dan limbah hasil konversi perlu karena glukosa langsung dikonversi dipertimbangkan secara matang. menjadi etanol. Namun apabila produksi etanol 4. Waktu proses lebih pendek, lebih diutamakan pada hasil yang lebih 5. Volume reaktor lebih kecil karena besar, maka metode I lebih disarankan hanya digunakan satu reaktor disebabkan nilai yield yang lebih tinggi Proses SSF lebih toleran terhadap walaupun durasi proses lebih lama dan senyawa inhibitor yang terbentuk atau biaya yang dikeluarkan akan lebih yang berasal dari proses perlakuan besar. pendahuluan, yang biasanya terdapat dalam fraksi cairan. Inhibitor yang terbentuk, misalnya asam asetat, Daftar Pustaka Gable, C., Scott. (2017). Gasoline Gallon Equivalents (GGE). Diambil dari tanggal 13 Februari 2018. URL : https://www.thoughtco.com/fuel- energy-comparisons-85636 Dewan Energi Nasional. (2016). Outlook Energi Indonesia 2016. Jakarta. p 39 – 78. Hermiati, E., Mangunwidjaja, D., Sunarti, T. C., Suparno, O., & Prasetya, B. (2017). Pemanfaatan biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi bioetanol. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29(4), 121-130. Neves, P. V., Pitarelo, A. P., & Ramos, L. P. (2016). Production of cellulosic ethanol from sugarcane bagasse by steam explosion: Effect of extractives content, acid catalysis and different fermentation technologies. Bioresource technology, 208, 184-194. You, Y., Li, P., Lei, F., Xing, Y., & Jiang, J. (2017). Enhancement of ethanol production from green liquor–ethanol-pretreated sugarcane bagasse by glucose– xylose cofermentation at high solid loadings with mixed Saccharomyces cerevisiae strains. Biotechnology for biofuels, 10(1), 92.