Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian AAS (Spektofotometri Serapa Atom)
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode
analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-
atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan
tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali.
ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi
seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi
listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang
menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi
yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang
yang karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994).
Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis
kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai
bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif murah,
sensitif tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang
sesuai dengan standar, waktu analisa sangat cepat dan mudah dilakukan.
Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, teknik AAS
menjadi alat yang canggih dalam analisis.ini disebabkan karena sebelum
pengukuran tidak selalu memerluka pemisahan unsur yang ditetukan
karena kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan kehadiran unsur
lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia.
AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sember
cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal
dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api
yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut
diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk
membedakan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak
arah searah arus ( DC ) dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-
balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur padakeadaan
dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan
mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang
lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan menyerpa
sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi
cahaya terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang
dibutuhkan oleh atom tersebut (Basset, 1994).
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan
konsentrasi unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar
pemakaian SSA untuk analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap
atom netral dalam keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi
dibutuhkan sejumlah energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil
pembakaran campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung
suhu yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap atom
bebas pada tingkat energi dasar (ground state). Disini berlaku hubungan
yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam
analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut dirumuskan dalam
persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).
I = Io . a.b.c
Atau,
Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar
dalam medium nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala
tersebut sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan.
Dengan demikian, dari pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam
larutan standar diperoleh kurva kalibrasi. Dengan menempatkan
absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan diperoleh
konsentrasi dalam larutan cuplikan.
2. Jenis-jenis AAS (Spektofotometri Serapa Atom)
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :
a. Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom
logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan
akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke
dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang
diperlukan untuk atomisasi setiap unsur berbeda. Beberapa unsur
dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi
penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan
sensitivitas yang berbeda pula. Syarat-syarat gas yang dapat
digunakan dalam atomisasi dengan nyala:
1) Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk
atomisasi unsur yang akan dianalisa.
2) Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
3) Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan.
4) Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah Udara : C2H2
(suhu nyala 1900 – 2000 ºC), N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 –
3000 ºC), Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC).
Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu
nyala tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :
1) Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan
cukup stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang
rendah untuk mencegah korosi.
2) Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa.
3) Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
a) Tidak mudah meledak bila kena panas
b) Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
c) Mempunyai titik didih > 100 ºC
d) Mempunyai titik nyala yang tinggi
e) Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Dalam analisis AAS biasanya ada empat jenis nyala yang
didasarkan pada sifat-sifat unsur karena dari keempat jenis nyala
tersebut sealin berbeda dalam suhu nyala juga berbeda dalam daya
perduksi, transmitans, dsb. Keempat nyala tersebut yaitu :
1) Nyala Udara-Asetilen
Untuk analisis aas yang paling sesuai dan paling umum
digunakan adalah nyala udara asitilen. Akan tetapi unsur-unsur
yang oksidanya mempunyai energi disosiasi tinggi tidak mungkin
dianalisis dengan nyala ini karena pada suhu rendah akan
menghasilkan sensitivitas yang rendah. Nyala udaraa-asitilen
mempunyai transmitan rendah pada daerah panjang gelombang
yang pendek (ultraviolet ).
2) Nyala N2O-Asetilen
Suhu nyala ini sangat tinggi akrena dinitrogen oksida mempunyai
daya pereduksi yang kuat sehingga N2O asiltilen dapat digunakan
untuk analisis yang unsur-unsurnya sulit diuraikan atau sulit
dianalisis dengan nyala lain. Jika unsur-unsur yang seuai dengan
nyala udara-sitilen dilakukan analisis dengan nyala ini maka
asensitivitasnya akan menurun, hal ini disebabkan oleh jumlah
atom dalam keadaan terekitasi bertambah sedangkan atom-atom
dalam keadaan dasar menurun dan jumlah atom-atom yang terurai
akan terionisasi lebih lanjut oleh kenaikan suhu.
3) Nyala Udara-Hidrogen
Dibandingkan dengan nyala udara asitilen nyala ini mempunyai
transmitan yang baik pada daerah panjang gelombang pendek
yaitu unuk analisis spektrum pada daerah 230 nm. Nyala udara ini
efektif untuk analisis unsur Pb, Cd, Sn, dan Zn selain sesuai nyala
ini mempunyai sensitivitas yang tinggi dengan unsur diatas.
Tetapi nyala ini lebih rendah sedikit daripada nyala udara-asitilen
sehingga cendrung lebih banyak mengakibatkan interfernsi.
4) Nyala Argon-Hidrogen
Nyala ini mempunyai transmitan yang lebih baik daripada nyala
udara-hidrgen pada daerah panjang gelombang pendek, nyala ini
sesuai untuk analisis unsur As (192,7 nm) dan Se (196 nm). Akan
tetapi karena suhu nyala yang sangat rendah memungkinkan
adanya interferensi yang besar.
b. Atomisasi tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi
listrik pada batang karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung
karbon (GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2
elektroda. Sampel dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik
dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi panas (suhu naik
menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat
diatur hingga 3000 ºC. pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan
yaitu :
1) Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
2) Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai
terjadi dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada
dalam sampel sehingga diperoleh garam atau oksida logam
3) Pengatoman (atomization)
c. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan
untuk unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada
suhu lebih dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan
membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai
menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4,
contohnya merkuri (Hg).
3. Komponen-Komponen AAS
a. Sumber Radiasi Resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda
berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube
(EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram
dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari
unsur murni yang dikehendaki. Tabung lampu dan jendela (window)
terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat
menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan
ialah Ne, Ar atau He. Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua
elektroda diberi tegangan, arus listrik yang terjadi menimbulkan
ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini
menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan
tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini
bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan
melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang
dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas
yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu
± 20000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih
panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000K. regulator pada
tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang
akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer
pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung. Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya
tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat
regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar
suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada
gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan
memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat
apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung
gas tersebut positif bocor.
Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan
minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas
tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di
dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat
membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot
asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan
pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap
yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di
dalam ducting, agar ppolusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting
secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak
akan ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam
ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk
ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting
kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting
tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakara yang
terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang
terhubung dengan ducting.
d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit,
karena alat iniberfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan
digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor
memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak
hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah
merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi
sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan
merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara
yang akan disemprotkan ke burner.
Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat
penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi
untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri meerupakan posisi
tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat
mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya
pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan
lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan uap air akan terserap ke lap.
e. Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray
chamber dan burner (sistem pembakar). Nebulizer berfungsi untuk
mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran
partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler
(akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan
oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang
halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar,
masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan
melalui saluran pembuangan. Spray chamber berfungsi untuk membuat
campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol
yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan
kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom
normal dalam nyala. . Chopper digunakan untuk membedakan radiasi
yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala
api.
f. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui
populasi atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan
sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari
radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan
oleh monokromator. Monokromator berfungsi untuk memisahkan
radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-
radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga,
gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu
katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah,
cermin dan kisi.
g. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main
unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen,
dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada
pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner,
merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan,
selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides
selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator
dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan
untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan
diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna
oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri,
merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan
diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam
yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi
rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-
beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada
tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka
menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru,
merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
h. Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh
sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi
listrik.
i. Recorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti
yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
j. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan
terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan
yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya
tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel,
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah
buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan
lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa
alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang
berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan
tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan
dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
4. Penerapan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Dalam Analisis Kimia
Untuk metode serapan atom telah diterapkan pada penetapan
sekitar 60 unsur, dan teknik ini merupakan alat utama dalam pengkajian
yang meliputi logam runutan dalam lingkungan dan dalam sampel
biologis. Sering kali teknik ini juga berguna dalam kasus-kasus dimana
logam itu berada pada kadar yang cukup didalam sampel itu, tetapi hanya
tersediasedia sedikit sampel dalam analisis, kadang-kadang demikianlah
kasus dengan metaloprotein misalnya. Laporan pertama mengenai peranan
biologis yang penting untuk nikel didasarkan pada penetapan dengan
serapan atom bahwa enzim urease, sekurang-kurangnya dari organisme
pada dua ion nikel per molekul protein. Sering kali tahap pertama dalam
analisis sampel-sampel biologis adalah mengabukan untuk merusak bahan
organik. Pengabuan basa dengan asam nitrat dan perklorat sering kali lebih
disukai daripada pengabuan kering mengingat susut karena menguap dari
unsur-unsur runutan tertentu (pengabuan kering semata-mata adalah
pemasangan sampel dalam satu tanur untuk mengoksidasi bahan organik).
Kemudian serapan atom dilakukan terhadap larytan pengabuan basa atau
terhadap larutan yang dibuat dari residu pengabuan kering.
Segi utama serapan atom tentu saja adalah kepekaan. Dalam satu
segi, serapan atom menyolok sekali bebasnya dari gangguan. Perangkat
tingkat-tingkat energi elektronik untuk sebuah atom adalah unit untuk
unsur itu. Ini berarti bahwa tidak ada dua unsur yang memperagakan garis-
garis spektral yang eksak sama panjang gelombangnya. Sering kali
terdapat garis-garis untuk satu unsur yang sangat dekat pada beberapa
garis unsur yang lain, namun biasanya untuk menemukan suatu garis
resonansi untuk suatu unsur tertentu, jika tak terdapat gangguan spektral
oleh unsur lain dalam sampel.
Gangguan utama dalam serapan atom adalah efek matriks yang
mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-
atom pada suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali
pada komposisi keseluruhan dari sampel. Misalnya jika suatu larutan
kalsium klorida dikabutkan dan dilarutkan partikel-partikel halus CaCl2
padat akan berdisosiasi menghasilkan atom Ca dengan jauh lebih mudah
daripada paertikel kalsium fosfat, Ca3 (PO4)2. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan yang dieksistensikan dengan makin banyaknya publikasi
penelitian dalam bidang spektroskopi serapan atom, tampak bahwa
tekhnik spektroskopi serapan atom masih dalam taraf penyempurnaan
5. Gangguan-Gangguan Dalam Metode AAS
a. Gangguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianalisis mengalami reaksi
kimia dengan anion atau ketion tertentu dengan senyawa yang
refraktori, sehingga tidak semua analit dapat teratomisasi. Untuk
mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, penambahan zat kimia lain
yang dapat melepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya
dengan analit. Zat kimia lain yangditambahkan disebut zat pembebas
(Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
b. Gangguan Matrik
Gangguan ini terjadi bila sampel mengandung banyak garam ayau
asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat
standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda.
Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi
sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi
gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis
penambahan satandar (Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga
mampu melepaskan elektron dari atom netral dan membentuk ion
positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga
isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini
dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah
diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis,
misalnya Cs, Rb, K dan Na. Penambahan ini dapat mencapai 100-2000
ppm.
d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorpsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang
digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari
absorpsi oleh nyala api, absorpsi molekular, dan penghamburan cahaya

Anda mungkin juga menyukai