Anda di halaman 1dari 15

RINGKASAN

Pengolahan ikan patin (Pangasius hypopthalmus) baik itu skala rumah


tangga atau industri masih memiliki masalah limbah yang dapat mencemari
lingkungan. Kegiatan industri pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah
karena yang diambil umumnya hanya dagingnya saja, sementara kepala, jeroan
(isi perut), duri dan kulitnya dibuang. Bagian ikan yang dibuang inilah yang
dimaksud dengan limbah ikan. Dalam industri pengolahan ikan patin akan
dihasilkan limbah cukup banyak yaitu sekitar 67% dari total ikan patin.
Ikan patin merupakan jenis ikan yang memiliki kandungan lemak tinggi.
Jadi perlu ada suatu cara untuk mengolah limbah ikan tersebut agar lebih
bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk memaksimalkan
potensi limbah perikanan dan mengurangi pencemaran limbahnya terhadap
lingkungan maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam memanfaatkan
limbah ikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengolahnya menjadi
biodiesel dengan menggunakan katalis NaOH dan dengan metode titrasi, metode
1H-NMR, metode standar ASTM dan metode GCMS.

Kata Kunci: Biodiesel, Limbah perikanan, katalis.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas.
Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak
bumi juga diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak pada 10 tahun
mendatang, karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan
pasar yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri
(Matematika, Ilmu, & Alam, 2010).
Cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk kebutuhan selama 20
tahun, dengan asumsi tingkat eksploitasi sama dengan tahun 2006 (produksi 310
juta barel). Dengan demikian stok minyak mentah yang berasal dari fosil terus
menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya,
sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang
terbarukan (Ningtyas, Budhiyanti, & Sahubawa, 2013).
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi
dibandingkan bahan bakar petroleum. Selain itu, biodiesel dapat digunakan tanpa
modifikasi ulang mesin diesel (Matematika et al., 2010).
Dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan, sehingga ikan yang
dihasilkan cukup besar. Ikan memiliki sifat yang sangat mudah rusak, selain itu
kondisi penanganan pasca panen yang kurang baik juga membuat ikan menjadi
cepat busuk, diantaranya akibat benturan selama penangkapan, pengangkutan dan
persiapan sebelum pengolahan (Matematika et al., 2010).
Pengolahan ikan patin (Pangasius hypopthalmus) baik itu skala rumah
tangga atau industri masih memiliki masalah limbah yang dapat mencemari
lingkungan. Kegiatan industri pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah
karena yang diambil umumnya hanya dagingnya saja, sementara kepala, jeroan
(isi perut), duri dan kulitnya dibuang. Bagian ikan yang dibuang inilah yang
dimaksud dengan limbah ikan. Dalam industri pengolahan ikan patin akan
dihasilkan limbah cukup banyak yaitu sekitar 67% dari total ikan patin.
Ikan patin merupakan jenis ikan yang memiliki kandungan lemak tinggi.
Jadi perlu ada suatu cara untuk mengolah limbah ikan tersebut agar lebih
bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk memaksimalkan
potensi limbah perikanan dan mengurangi pencemaran limbahnya terhadap
lingkungan maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam memanfaatkan
limbah ikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengolahnya menjadi
biodiesel (Bahri & Riau, 2016).
Dari uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk membuat biodiesel
dengan memanfaatkan minyak ikan patin melalui reaksi transesterifikasi
menggunakan katalis basa NaOH.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi NaOH terhadap reaksi transesterifikasi pada
berbagai variasi perbandingan mol antara minyak ikan dengan NaOH?
2. Bagaimana pengaruh waktu reaksi pembuatan biodiesel terhadap nilai kalor
biodiesel?
3. Senyawa apa saja yang terdapat dalam biodiesel hasil konversi dari minyak
ikan patin?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH terhadap reaksi transesterifikasi pada
berbagai variasi perbandingan mol antara minyak ikan dengan NaOH.
2. Mengetahui pengaruh waktu reaksi pembuatan biodiesel terhadap nilai kalor
biodiesel.
3. Mengetahui senyawa yang terdapat dalam biodiesel hasil konversi dari
minyak ikan patin.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Memberi informasi tentang pembuatan energi alternatif biodiesel bersumber
dari minyak ikan patin dengan menggunakan katalis NaOH.
2. Memanfaatkan minyak ikan patin untuk produksi biodiesel sehingga dapat
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transesterifikasi
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol adalah merupakan reaksi
transesterifikasi (Galisman, 2013). Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang
menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga merupakan senyawa ester.
Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara
senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi ini disebut fatty
acid alkyl ester. R’ adalah gugus alkil dan R1 – R3 merupakan gugus asam lemak
jenuh dan tak jenuh rantai panjang.

Gambar 2.1 Reaksi Tranesterifikasi minyak dengan alkohol menggunakan katalis

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang relatif lambat.


Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan
dengan pengaduka yang baik, penambahan katalis dan pemberian reaktan berlebih
agar reaksi bergeser ke kanan. Pemilihan katalis dilakukan berdasarkan
kemudahan penanganan dan pemisahannya dari produk. Untuk itu dapat
digunakan katalis asam, basa dan penukar ion (Galisman, 2013).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi transesterifikasi antara lain :
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar, sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai, maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan, karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antar molekul zat pereaksi,
sehingga mempercepat tercapainya kesetimbangan atau dapat menambah
konversi reaksi. Sesuai dengan persamaan Arrhenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana,
T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (kal/gmol ºK)
Ea = Energi aktivasi (kal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar frekuensi tumbukan, maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting,
mengingat campuran reaktan dan katalis merupakan larutan yang immiscible.

3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi, jika
jumlah katalis dinaikkan, energi aktivasi akan menurun, sehingga konstanta
laju reaksi akan semakin besar dan kesetimbangan reaksi akan cepat tercapai,
maka konversi reaksi maksimal akan cepat tercapai.

4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka akan semakin besar nilai
konstanta reaksi, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Jika nilai
konstant reaksi meningkat, maka reaksi akan berjalan semakin cepat, namun
demikian suhu reaksi harus dipertimbangkan berdasarkan titik didih salah satu
reaktan. Disarankan bahwa suhu itu harus dibawah titik didih salah satu
reaktan yang titik didihnya paling rendah.

5. Konsentrasi reaksi
Menurut Le Chatelier, kesetimbangan suatu reaksi kimia akan berubah bila
adanya perubahan konsentrasi, temperature, volume dan tekanan. Semakin
tinggi konsentrasi reaktan maka kesetimbangan reaksi akan bergerak ke kanan
yang menyebabkan poduk yang dihasilkan lebih banyak.

2.2. Minyak Limbah Ikan Patin


Minyak ikan termasuk senyawa lipida yang bersifat tidak larut dalam air
tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
kloroform (CHCl3), benzen dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat
larut dalam pelarut tersebut karena mempunyai polaritas yang sama dengan
pelarut tersebut. Minyak ikan ini dibagi dalam dua jenis, yaitu minyak hati ikan
(fish liver oil) yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan D, dan
minyak tubuh ikan (body oil). Lemak dan minyak adalah trigliserida dan
triasilgliserol. Trigliserida alami adalah trimester dari asam lemak berantai
panjang (C12 sampai C-24) dan gliserol, 80% monogliserida, 30-40% digliserida,
5-10% trigliserida, 0,2-9% asam lemak bebas dan 4-8% gliserol (Galisman, 2013).
Pada umumnya, minyak ikan mempunyai komposisi asam lemak dengan
rantai karbon yang panjang dan ikatan rangkap yang banyak. Lemak ikan terdiri
dari unit-unit kecil yang disebut asam lemak. Asam lemak pada minyak ikan
terdiri dari asam lemak jenuh (asam palmitat, asam stearat), asam lemak tak jenuh
tunggal (oleat), dan asam lemak tak jenuh ganda (linoleat, linolenat, dan
arakidoat). Minyak ikan mengandung sekitar 25 persen asam lemak jenuh dan 75
persen asam lemak tak jenuh (Adhityayodha, 2011).
Tabel 2.1 Kandungan Asam Lemak Pada Limbah Minyak Ikan Patin
BM
Rumus BM
NO. % Area Nama Asam Lemak Sebenarnya
Molekul (gr/mol)
(gr/mol)
1 1,59 Nonanediocid Acid C11H20O4 216 3,43

2 4,65 Octadecanoid Acid C19H38O2 298 13,85


(Asam stearat)
3 1,14 11-octadecanoid acid C19H36O2 296 3,37

4 Hexadecanoid acid C17H34O2 270 109,809


40,67
(Asam Palmitat)
9,12-octadecanoid
5 3,23 C19H34O2 294 9,49
Acid
32,23 9 – Octadecanoid
6 C19H36O2 296 95,40
acid (Asam Oleat)
7 9,75 Eicosanoic acid C21H42O2 326 31,785
8 2,79 Hexadecylene acid C16H32O 240 6,69
9 3,96 1-Tridecyn-4 C13H24O 196 7,76
Total 281,584
Sumber : (Galisman, 2014)

2.3. Katalis
Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen
yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Definisi
katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga
reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan, tanpa terlibat di dalam reaksi secara
permanen. Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan
senyawa produk reaksi. Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor
kinetika suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan
transisi dan lain-lain. Karakteristik katalis adalah:
1. Berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi.
2. Mempercepat kinetika reaksi dengan memberikan jalur molekul yang lebih
rumit.
Kemampuan katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi terjadi dalam
beberapa langkah, sehingga mengakibatkan penurunan energi aktivasi reaksi.
Reaksi katalitis meliputi adsorbsi, pembentukan dan pemutusan activated
complex, dan desorbsi (Richardson, 1989).
Katalis dalam reaksi (misal esterifikasi atau transesterifikasi) merupakan
suatu bahan (misal basa, asam atau enzim) yang berfungsi untuk mempercepat
reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi (activation energy, Ea) dan tidak
mengubah kesetimbangan reaksi, serta bersifat sangat spesifik. Sebenarnya proses
produksi bisa berlangsung tanpa katalis akan tetapi reaksi akan berlangsung
sangat lambat, membutuhkan suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi pula.
Umumnya untuk mencapai hasil (yields) ester yang memuaskan dalam
kondisi reaksi yang sedang, produksi biodiesel dilakukan dengan keberadaan
katalis yang meliputi katalis basa (alkali), asam termasuk katalis bahan transisi
logam, dan katalis enzim (Richardson, 1989).
Menurut perbedaan fase dengan reaktan, katalis dapat dibagi menjadi katalis
homogen yang memiliki fase yang sama dengan reaktannya dan katalis heterogen
yang berbeda fase dengan reaktannya (contohnya, katalis padat pada campuran
reaktan cair). Katalis heterogen menyediakan permukaan luas untuk tempat reaksi
kimia terjadi. Agar reaksi terjadi, satu atau lebih reaktan harus tersebar pada
permukaan katalis dan teradsorb ke dalamnya. Setelah reaksi selesai, produk
menjauh dari permukaan katalis padat. Seringkali, perpindahan reaktan dan
produk dari satu fase ke fase lainnya ini berperan dalam menurunkan energi
aktivasi (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk
mendapatkan efektivitas dalam penggunaannya. Beberapa pertimbangan dalam
pemilihan katalis adalah:
1. Umur panjang, sehingga menghemat pembelian katalis baru.
2. Harga katalisator murah, sehingga menghemat investasi.
3. Mudah atau tidaknya diregenerasi, jika tidak merusak aktivitas dapat
menghemat pembelian katalis baru.
4. Tahan terhadap racun, sehingga umur katalis panjang (Richardson, 1989).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanan di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik
Negeri Sriwijaya, Palembang pada bulan Desember 2017 sampai dengan Maret
2018.

3.2. Bahan dan Alat


1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah Ikan Patin, NaOH,
Asam Oleat, Metanol, dan Aquadest.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yakni pengaduk, piknometer,
kondensor, corong pisah, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, corong, pipet
tetes, pipet gondok, reaktor, termometer dan kertas saring, buret, oil batch,
Gas Chromatographi – Mass spectrophotometer (GC-MS).

3.3. Perlakuan dan Rancangan Percobaan


3.3.1 Pengamatan
1. Perbandingan konsentrasi NaOH terhadap reaksi transesterifikasi pada
berbagai variasi mol
2. Banyaknya kalor yang dihasilkan per satuan waktu (Kcal/jam)

3.3.2. Prosedur Percobaan


1. Pengujian kadar asam lemak bebas (FFA, %) dari minyak ikan patin
menggunakan metode titrasi dengan formula seperti terlihat pada Persamaan
1.
a x M x 282 x 100
FFA, % = (1)
g x 1000

dimana :
a = Volume NaOH (mL)
M = Molaritas NaOH
g = berat sampel (gram)
282= berat molekul asam oleat
2. Pengujian persentase konversi metil ester dari ikan patin menggunakan
metode 1H-NMR, mengikuti formula pada Persamaan 2.
5 x IME
CME = 100 x
5 x IME + 9 x ITAG

Keterangan:
CME = konversi metil ester (%)
IME = nilai integrasi puncak metil ester (%)
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserol (%)

Persentase masing-masing hasil reaksi transesterifikasi dihitung berdasarkan


persentase spektra dari proton pada tipe ikatan gliserida dan spektra proton
metil ester. Faktor 5 dan 9 adalah hasil dari fakta bahwa gliserol dalam
trigliserida mempunyai 5 proton dan 3 metil ester yang dihasilkan dari 1
trigliserida mempunyai 9 proton (Ningtyas et al., 2013).
3. Pengujian komposisi kimia biodiesel dari minyak ikan dengan metode GCMS
Pengujian kualitas fisik (kerapatan spesifik, titik nyala, viskositas kinematik,
kadar air, titik tuang, dan titik kabut) biodiesel menggunakan metode Standar
ASTM. Komposisi kimia (kualitatif) biofuel diuji pada kondisi operasi GC-
MS sebagai berikut:
Temperatur injektor, °C : 300
Tekanan gas pembawa, kPa : 27,4
Laju alir total, mL. min.-1 : 60
Laju alir kolom mL. min.-1 : 0,5
Rasio split : 113,1
Program temperatur kolom : 120°C
(distabilkan selama 5 menit), dinaikkan dengan laju 5°C min.-1 sampai
dengan 280°C (ditahan sampai 13 menit).
Temperatur sumber ion, °C : 250
Temperatur interface, °C : 300
Rentang deteksi, m/z : 33- 600
4. Pengujian kualitas fisik (kerapatan spesifik, titik nyala, viskositas kinematik,
kadar air, titik tuang, dan titik kabut) biofuel menggunakan metode standar
ASTM.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1. Biaya Penelitian

NO. Uraian Jumlah (Rp)

1. Transport 250.000
2. Bahan dan peralatan 500.000
3. Pengujian Laboratorium 3.000.000
4. ATK dan lain-lain (publikasi, pendaftaran
700.000
paten)
Total 4.450.000
4.2. Jadwal Penelitian

2017 2018
NO. Kegiatan Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Literatur
2. Penyortiran limbah minyak ikan Patin
3. Pengujian Kadar FFA
4. Pengujian persentase konversi metil ester
Pengujian komposisi kimia biodiesel dari
5.
minyak ikan
6. Pengujian kualitas fisik
7. Analisa hasil penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S., & Riau, U. (2016). Pengolahan Limbah Ikan Patin Menjadi Biodiesel
Processing of Waste Patin Fish to Produce Biodiesel, (September).
Galisman, E. (2013). Transesterifikasi Minyak Limbah Ikan Patin Menggunakan
Isooktanol Dengan Variasi Kecepatan Pengadukan Dan Perbandingan Molar
Reaktan.
Galisman, E. (2014). Sintesa Fatty Acid Alkyl Ester dari Minyak Limbah Ikan
Patin dengan Isooktanol, 6.
Matematika, F., Ilmu, D. A. N., & Alam, P. (2010). Septi puji handayani.
Ningtyas, D. P., Budhiyanti, S. A., & Sahubawa, L. (2013). Transesterifikasi
Terhadap Kualitas Biofuel Dari Minyak Tepung Ikan Sardin, 2(2), 103–114.

Anda mungkin juga menyukai