2.1. Transesterifikasi
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol adalah merupakan reaksi
transesterifikasi (Galisman, 2013). Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang
menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga merupakan senyawa ester.
Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara
senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi ini disebut fatty
acid alkyl ester. R’ adalah gugus alkil dan R1 – R3 merupakan gugus asam lemak
jenuh dan tak jenuh rantai panjang.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi, jika
jumlah katalis dinaikkan, energi aktivasi akan menurun, sehingga konstanta
laju reaksi akan semakin besar dan kesetimbangan reaksi akan cepat tercapai,
maka konversi reaksi maksimal akan cepat tercapai.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka akan semakin besar nilai
konstanta reaksi, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Jika nilai
konstant reaksi meningkat, maka reaksi akan berjalan semakin cepat, namun
demikian suhu reaksi harus dipertimbangkan berdasarkan titik didih salah satu
reaktan. Disarankan bahwa suhu itu harus dibawah titik didih salah satu
reaktan yang titik didihnya paling rendah.
5. Konsentrasi reaksi
Menurut Le Chatelier, kesetimbangan suatu reaksi kimia akan berubah bila
adanya perubahan konsentrasi, temperature, volume dan tekanan. Semakin
tinggi konsentrasi reaktan maka kesetimbangan reaksi akan bergerak ke kanan
yang menyebabkan poduk yang dihasilkan lebih banyak.
2.3. Katalis
Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen
yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Definisi
katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga
reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan, tanpa terlibat di dalam reaksi secara
permanen. Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan
senyawa produk reaksi. Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor
kinetika suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan
transisi dan lain-lain. Karakteristik katalis adalah:
1. Berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi.
2. Mempercepat kinetika reaksi dengan memberikan jalur molekul yang lebih
rumit.
Kemampuan katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi terjadi dalam
beberapa langkah, sehingga mengakibatkan penurunan energi aktivasi reaksi.
Reaksi katalitis meliputi adsorbsi, pembentukan dan pemutusan activated
complex, dan desorbsi (Richardson, 1989).
Katalis dalam reaksi (misal esterifikasi atau transesterifikasi) merupakan
suatu bahan (misal basa, asam atau enzim) yang berfungsi untuk mempercepat
reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi (activation energy, Ea) dan tidak
mengubah kesetimbangan reaksi, serta bersifat sangat spesifik. Sebenarnya proses
produksi bisa berlangsung tanpa katalis akan tetapi reaksi akan berlangsung
sangat lambat, membutuhkan suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi pula.
Umumnya untuk mencapai hasil (yields) ester yang memuaskan dalam
kondisi reaksi yang sedang, produksi biodiesel dilakukan dengan keberadaan
katalis yang meliputi katalis basa (alkali), asam termasuk katalis bahan transisi
logam, dan katalis enzim (Richardson, 1989).
Menurut perbedaan fase dengan reaktan, katalis dapat dibagi menjadi katalis
homogen yang memiliki fase yang sama dengan reaktannya dan katalis heterogen
yang berbeda fase dengan reaktannya (contohnya, katalis padat pada campuran
reaktan cair). Katalis heterogen menyediakan permukaan luas untuk tempat reaksi
kimia terjadi. Agar reaksi terjadi, satu atau lebih reaktan harus tersebar pada
permukaan katalis dan teradsorb ke dalamnya. Setelah reaksi selesai, produk
menjauh dari permukaan katalis padat. Seringkali, perpindahan reaktan dan
produk dari satu fase ke fase lainnya ini berperan dalam menurunkan energi
aktivasi (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk
mendapatkan efektivitas dalam penggunaannya. Beberapa pertimbangan dalam
pemilihan katalis adalah:
1. Umur panjang, sehingga menghemat pembelian katalis baru.
2. Harga katalisator murah, sehingga menghemat investasi.
3. Mudah atau tidaknya diregenerasi, jika tidak merusak aktivitas dapat
menghemat pembelian katalis baru.
4. Tahan terhadap racun, sehingga umur katalis panjang (Richardson, 1989).
BAB III
METODE PENELITIAN
dimana :
a = Volume NaOH (mL)
M = Molaritas NaOH
g = berat sampel (gram)
282= berat molekul asam oleat
2. Pengujian persentase konversi metil ester dari ikan patin menggunakan
metode 1H-NMR, mengikuti formula pada Persamaan 2.
5 x IME
CME = 100 x
5 x IME + 9 x ITAG
Keterangan:
CME = konversi metil ester (%)
IME = nilai integrasi puncak metil ester (%)
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserol (%)
1. Transport 250.000
2. Bahan dan peralatan 500.000
3. Pengujian Laboratorium 3.000.000
4. ATK dan lain-lain (publikasi, pendaftaran
700.000
paten)
Total 4.450.000
4.2. Jadwal Penelitian
2017 2018
NO. Kegiatan Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Literatur
2. Penyortiran limbah minyak ikan Patin
3. Pengujian Kadar FFA
4. Pengujian persentase konversi metil ester
Pengujian komposisi kimia biodiesel dari
5.
minyak ikan
6. Pengujian kualitas fisik
7. Analisa hasil penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S., & Riau, U. (2016). Pengolahan Limbah Ikan Patin Menjadi Biodiesel
Processing of Waste Patin Fish to Produce Biodiesel, (September).
Galisman, E. (2013). Transesterifikasi Minyak Limbah Ikan Patin Menggunakan
Isooktanol Dengan Variasi Kecepatan Pengadukan Dan Perbandingan Molar
Reaktan.
Galisman, E. (2014). Sintesa Fatty Acid Alkyl Ester dari Minyak Limbah Ikan
Patin dengan Isooktanol, 6.
Matematika, F., Ilmu, D. A. N., & Alam, P. (2010). Septi puji handayani.
Ningtyas, D. P., Budhiyanti, S. A., & Sahubawa, L. (2013). Transesterifikasi
Terhadap Kualitas Biofuel Dari Minyak Tepung Ikan Sardin, 2(2), 103–114.