Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat unit perawatan kritis telah lebih meyakini fokus dari berbagai
macam penelitian dibandingkan dengan perawat di tempat lain. Ada banyak
alasan yang menyebabkan hal tersebut. Salah satu alasan yang utama adalah
bahwa unit perawatan kritis adalah tempat dimana terdapat usaha perjuangan
hidup melawan kematian. Semua dokter adalah tumpuan utama para pasien
tetapi perawat lebih menjadi tumpuan karena karena keberadaannya yang
terus menerus. Sesuai dengan itu, maka secara terus menerus bertanggung
jawab untuk mempertahankan homeostasis pasien.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai
efek-efek dari unit perawatan kritis pada perawat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran perawat unit perawatan kritis?
2. Apa efek stres pada perawat di unit perawatan kritis?
3. Bagaimana bersosialisasi sebagai perawat unit perawatan kritis?
4. Apa faktor-faktor penyebab stress di unit perawatan kritis?
5. Apa sifat-sifat kepribadian tradisional perawat di unit perawatan kritis?
6. Bagaimana sifat kepribadian berpengaruh terhadap mekanisme koping
perawat di unit perawatan kritis?
7. Bagaimana gaya koping perawat unit perawatan kritis?
8. Apa faktor-faktor stress keperawatan yang teridentifikasi dalam riset unit
perawatan kritis?
9. Bagaimana mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis?

C. Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum perawat unit perawatan kritis.
2. Memahami efek stress pada perawat unit perawatan kritis.
3. Memahami cara bersosialisasi perawat unit perawatan kritis.
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab stress di unit perawatan kritis.
2

5. Memahami sifat kepribadian dan koping perawat di unit perawatan kritis.


6. Mengetahui gaya koping perawat unit perawatan kritis.
7. Mengetahui faktor-faktor stress keperawatan yang teridentifikasi dalam
riset unit perawatan kritis.
8. Mengetahui cara mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Perawat Unit Perawatan Kritis


Instalasi Rawat Intensif atau unit perawatan intensif adalah suatu unit
perawatan di Rumah Sakit yang khusus mengelola pasien dalam kondisi kritis
atau sakit berat, cedera dengan penyulit yang mengancam jiwa, yang
membutuhkan tenaga terlatih dengan didukung oleh peralatan khusus.
Menurut Te Oh (1990), ICU adalah ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit,
trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa.
Untuk memberikan pelayanan yang bermutu pada pasien rawat intensif,
dibutuhkan kerjasama antara profesi dokter, perawat, apoteker, radiografer,
analis kesehatan, ahli gizi, fisioterapis, biomedis dan staf pendukung medis di
Rumah Sakit. Dalam memberikan pelayanan pada pasien kritis, peran perawat
cukup besar untuk mengelola pasien dan bersinergi dengan profesi lain untuk
menghasilkan pelayanan yang berkualitas.
Pelayanan keperawatan di ICU merupakan pelayanan yang diberikan
kepada pasien dalam kwwondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus
dilaksanakan oleh tim terlatih dan berpengalaman di ruang perawatan
intensif.
Tujuan keperawatan intensif sesuai Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU (Dep. Kes. RI , 2006) adalah :
1. Menyelamatkan nyawa
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring yang ketat, disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak
lanjut
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan pasien
4

Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat di unit perawatan intensif perlu


bekal ilmu dan pengalaman yang cukup, sehingga kompeten dalam
penanganan pasien kritis. Kompetensi teknikal perawat merupakan
kompetensi tidak terbatas pada kemampuan melakukan tindakan keperawatan
namun lebih penting adalah keterampilan mendapatkan data yang valid dan
terpercaya serta keterampilan melakukan pengkajian fisik secara akurat,
keterampilan mendiagnostik masalah menjadi diagnosis keperawatan,
keterampilan memilih dan menentukan intervensi yang tepat (Rosjidi &
Harun, 2011).
Selain mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien kritis,
perawat di unit perawatan intensif juga dituntut untuk mampu menjaga mutu
pelayanan yang berkulitas. Dalam menjaga mutu pelayanan di unit perawatan
intensif, fungsi dan peran perawat sangat besar, karena proses perawatan
pasien diantaranya dengan observasi kondisi pasien secara ketat yang
dilakukan oleh perawat. Beberapa peran perawat dalam menjaga mutu
pelayanan intensif yaitu : mencuci tangan setiap five moment berinteraksi
dengan pasien, mampu mengatasi pasien dalam keadaan gawat secara cepat,
menjaga kesterilan setiap alat invasive yang terpasang pada pasien,
memonitor pasien yang terpasang alat invasif, mengubah posisi pasien yang
tirah baring lama, menjaga keamanan pasien yang beresiko jatuh, merawat
pasien dengan luka post operatif, menjaga kesterilan saat melakukan
suctioning pada pasien dengan ventilasi mekanik serta memelihara kesterilan
selang pada mesin ventilator. Apabila semua staf perawat dapat
melaksanakan perannya dengan mutu pelayanan unit perawatan intensif
seperti dibawah ini dapat terjamin :
1. Memberikan respon time yang cepat dalam penanganan kegawatan
2. Mencegah terjadinya dekubitus
3. Menurunkan resiko jatuh
4. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena perifer
5. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena sentral
6. Mencegah terjadinya infeksi atau reaksi alergi akibat transfusi
7. Mencegah terjadinya infeksi luka operasi
5

8. Mencegah terjadinya infeksi saluran kencing akibat pemasangan catheter


urin
9. Mencegah terjadiya ventilator acquired pneumonia
Kompetensi perawat dalam penanganan pasien kritis dan menjaga mutu
pelayanan ini tidak hanya membutuhkan ilmu dan pengalaman yang cukup,
namun juga tingkat kepedulian dalam merawat pasien dengan komunikasi
yang efektif. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi perawat dengan
pasien, keluarga pasien serta profesi atau unit lain. Perawat wajib
berkomunikasi dengan pasien sadar maupun yang tidak sadar pada saat
melakukan tindakan keperawatan dan komunikasi penting dilakukan dalam
penentuan tingkat kesadaran pasien. Kepada pihak keluarga, perawat perlu
mengorientasikan ruangan, kondisi pasien yang berubah-ubah setiap saat dan
hal-hal penting lainnya agar informasi tentang pasien diterima dengan baik
dan kepuasan keluarga pasien dapat tercapai. Hubungan perawat dengan unit
lain atau profesi kesehatan lain juga memerlukan komunikasi dan kerjasama
yang baik agar pengelolaan pasien kritis bisa optimal serta sasaran
keselamatan pasien dapat tercapai.

B. Stress dan Efeknya Pada Perawat Unit Perawatan Kritis


Efek stres pada kesehatan psikologis dan fisik telah banyak ditulis orang.
Pemberian asuhan keperawatan di unit perawatan kritis telah meluas pada
sebagian pasien pada awal tahun 1970 an. Peningkatan kemajuan dari unit
perawatan kritis menyebabkan kuatnya stres di lingkungan kerja perawat unit
keperawatan kritis.
Penelitian terdahulu tersebut menggali faktor-faktor yang menyebabkan
stress terhadap pekerjaan, kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja pada
perawat unit keperawatan kritis. Mereka menggunakan banyak konsep
penemuan riset dari organisasi psikologi. Penelitian terhadap pekerja di
berbagai industri (seperti polisi, di poliklinik) memperlihatkan suatu ciri yang
terlihat berhubungan dengan kejenuhan yang lain tampak mengurangi
pengaruh negatif dari stres.
6

1. Stres terhadap pekerjaan


Sebagian dari karakteristik tersebut diterapkan pada perawat namun
sebagian tidak dapat. Tampaknya bahwa nilai-nilai dan karakteristik pribadi
yang ditemukan dalam keperawatan berbeda dengan bidang-bidang lain yang
didominasi oleh pria atau campuran antara pekerja pria dan wanita. Dalam
penelitian pada pria dan wanita. Gilligan telah melihat bahwa wanita dalam
penentuan keputusannya lebih berorientasi pada hubungan nilai keputusan
mereka, pria sangat berorientasi pada pencapaiannya. Perbedaan ini sangat
potensial mempengaruhi respon seseorang terhadap pekerjaannya seperti
dalam hal menentukan keputusan. Menghargai peran orang lain dalam
pekerjaan dan respon terhadap pasien. Karena keperawatan adalah profesi
yang didominasi oleh wanita. Perawat akan lebih mengalami stres yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungannya, baik dengan
dokter, perawat, pasien dan keluarga pasien. Aspek tertentu dari hubungan ini
telah dilaporkan sebagai stresor potensial dalam berbagai penelitian tentang
perawat unit perawatan kritis.
2. Stres dalam menjalin hubungan dengan sesama tenaga kesehatan, pasien
maupun keluarga pasien
Penelitian-penelitian ini dilakukan oleh berbagai ahli kesehatan mental
termasuk psikiatrik, ahli psikologis, pekerja sosial dan perawat.
Perkembangan riset keperawatan pada stresor unit keperawatan kritis seiring
dengan peningkatan kemahiran keterampilan penelitian dari anggota perawat
dengan derajat lebih lanjut.
Pada tahun 1980an, penelitian yang mendalam oleh perawat unit
perawatan kritis telah memperjelas faktor-fakor utama unit perawatan kritis
yang menyebabkan stes tambahan, karakteristik kemandirian dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman
terhadap unit perawatan kritis tampak sebagai faktor potensial yang
menyebabkan kejenuhan.
3. Stres yang di akibatkan oleh tingkat pendidikan, pengalaman, karakteristik
kemandirian
7

Penelitian tentang stres keperawatan oleh perawat merupakan suatu


kecendrungan yang positif dalam memahami suatu ilmu pengetahuan yang
merupakan wadah sosialisasi bagi anggotanya sehingga mereka memperoleh
kualitas-kualitas dinamika yang unik dari profesi tersebut. Faktor-faktor
tersebut dapat berperan dalam respon perawat terhadap stres dan akan lebih
baik jika dibicarakan dengan perawat lain. Ini membahas perbedaan jenis-
jenis stresor yang dialami perawat unit keperawatan kritis. Juga digunakan
kecendrungan terakhir tentang penelitian stres keperawatan mengidentifikasi
faktor-fakor pribadi yang membantu koping terhadap unit perawatan kritis
sebagai cara pemahaman yang lebih baik tentang potensial efek samping pada
perawat dan apa yang dapat dilakuakan terhadap hal tersebut.

C. Sosialisai sebagai perawat unit perawatan kritis


Perawat-perawat di unit perawatan kritis seringkali merasa lebih bengga
terhadap diri sendiri. Tingkat pekerjaan yang harus mereka laksanakan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik lebih
kompleks dibandingkan dengan perawat lain yang ada dalam rumah sakit.
Sejalan dengan kebanggan diri ini dan kebanggaan positif tentang profesi.
Ada hal lain yang diharapkan oleh perawat unit perawatan kritis yaitu tetap
mempertahankan ketenangan dalam situasi yang menekan sekalipun. Sikap
tenang ini telah diulah oleh banyak penulis.
Seringkali perawat memaksakan harapan ini pada diri mereka sendiri.
Dokter (yang perlu diperhatikan, memliki kesempatan untuk keluar masuk
unit perawatan kritis, dari pada harus tinggal berlama-lama dalam ruangan
selama waktu dinasnya). Banyak dokter percaya bahwa lingkungan semacam
ini sulit untuk ditoleransi dalam periode waktu tertentu. Ini menunjukan
bahwa dokter mengalami kesulitan untuk tetap tinggal dalam ruangan selama
berjam-jam dan untuk tetap mempertahankan sikap tenang. Pasien dan
keluarga akan bereaksi baik dan bersikap tenang terhadap perawat profesional
yang bersikap tenang. Dan yang terpenting adalah meraka mengharapkan
agar perawat secara emosional terlibat dalam perawatan mereka.
8

Jika dokter, pasien dan keluarganya mengharapkan perawat untuk


menerima kebutuhan terhadap sikap perawat untuk bersikap manusiawi dan
kadang-kadang ada stres, peran profesional.

D. Faktor-faktor yang mengakibatkan stres di unit perawatan kritis


Tak perlu dipertanyakan lagi alasan terpenting bahwa perawat unit
keperawatan kritis menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri
sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional. Ini merupakan
mekanisme pertahanan yang paling banyak digunakan untuk mengatasi
tekanan berada di unit perawatan kritis. Sebelum menjelaskan dan
mendiskusikan kebutuhan kemampuan koping perawat, penting untuk
menetukan secara tetap tentang berbagai macam stres pada perawat unit
perawatan kritis.
Kebanyakan perawat akan segera dapat menentukan lingkungan unit
perawatan kritis yang tidak dapat diperkirakan sebagai stresor. Stresor lain
adalah “pekerjaan rutin yang diulang-ulang; setiap langkah harus ditulis;
perpindahan perawat dari tempat lain; situasi krisis akut yang sering ; bahaya
fisik (perlindungan dari sinar X, jarum-jarum, pasien isolasi dan delirium
tidak adekuat); mengangkat berat, pasien tidak sadar; teman sejawat yang
bingung; (bunyi-bunyi yang terus menerus dari rintihan, tangisan, jeritan,
suara-suara monitor yang mendengung dan alarm monitor, suara gelembung
alat penghisap dan mesin respirator)”.
1. Pekerjaan rutin yang diulang-ulang
2. Setiap langkah harus ditulis
3. Perpindahan perawat dari tempat lain
4. Situasi krisis akut yang sering
5. Bahaya fisik
6. Mengangkat berat
7. Pasien tidak sadar
8. Teman sejawat yang bingung
9. Bunyi-bunyi yang terus menerun
10. Dimana-mana terdapat tubuh manusia yang kebanyakan disia-siakan
9

Ciri kepribadian yang umum pada banyak perawat adalah tidak


mementingkan diri sendiri. Ciri ini ditumbuhkan dan diagungkan melalui
pendidik perawat dan administrator. Jika seseorang tidak mementingkan diri
sendiri, mereka akan menyangkal kebutuhan fisik dan emosional mereka
sendiri dalam memberi pelayanan pada orang lain. Perawat yang secara logis
menolak untuk bekerja dinas ganda , dipindahkan ke unit yang lain, atau
ditugaskan untuk dinas ekstra karena kurang tenaga, biasanya kurang
dianggap oleh penyelia, dibandingkan perawat yang mengabaikan kebutuhan
untuk dirinya sendiri dan menyetujui tugas ini dengan segera.
Karena pada masa sebelumnya tidak mementingkan diri sendiri telah di
inginkan sebagai suatu ciri pada perawat dan karena perawat yang tidak
mementingkan diri sendiri akan lebih mudah diterima oleh kelompoknya dan
penyelia dari pada perawat yang berterus terang secara agresif menuntut
haknya, banyak perawat telah terisolasi ke dalam kebutuhan mereka sendiri,
perasaan mereka sendiri-kebutuhan mereka sendiri.
Ingatlah bahwah bahwa tidak satupun tempat di muka bumi ini dimana
orang-orang dilahirkan untuk mengetahui bagaimana menyangkal kebutuhan
dan perasaan sendiri kecuali mereka telah mempelajari untuk menyangkalnya.
Motivasi yang paling penting dalam proses ini adalah kebutuhan untuk di
terima.

E. Hubungan Sifat Kepribadian Tradisional dengan Koping Perawat di


Unit Perawatan Kritis
Bila benar adanya bahwa dokter , pasien, dan keluarga dapat mengenali
sikap kemanusiaan perawat dan menerima hal tersebut, namun kadang-
kadang, sikap professional, ketenangan dan selalu tampak tenang dari luar
dapat dengan tidak disadari mengelabui orang tersebut tentang yang
sesungguhanya, lalu mengapa perlu berpura-pura dan mencoba mengubah
sikap kemanusiaan kita.
Bila kita mencari persetujuan, kepada siapa kita mencari? Sejawat dan
penyelia keperawatan adalah jawaban yang nyata, jawaban yang mudah.
Jawaban yang paling sulit mungkin adalah mengakui bahwa kita
10

melakukannya pada diri sendiri. Kadang-kadang perawat adalah pengeritik


mereka sendiri yang paling hebat. Bila mereka gagal terhadap diri sendiri,
kadang-kadang merupakan harapan pribadi yang sangat sulit dan akibatnya
adalah rasa bersalah.
Banyak perawat mengira adalah tidak baik untuk merasa kehilangan,
takut, jijik atau mencintai saat bekerja secara intim dengan pasien. Meskipun
rasa kemanusiaan mereka sendiri mereka pikirkan sebagai tidak
“professional” untuk merasakan sautu emosi terhadap pasien. Bila diri
mereka pikirkan sebagai tidak “professional” untuk merasakan sautu emosi
terhadap pasien. Bila orang merasakan sesuatu yang ia pikir tidak
merasakannya, mengakibatkan rasa bersalah. Karena perasaan bersalah
adalah perasaan yang tidak menyenangkan, dan pikirsalah. Karena perasaan
bersalah adalah perasaan yang tidak menyenangkan, dan pikiran tak menyak
menyenangkan (ego, secara spesifik) membant (ego, secara spesifik)
membantu orag bertahan sehingga rasa bersalah tidak tidak terjadi. Represi
adalah mekanisme pertahanan atau koping yang menyembunyikan perasaan
asli dari rasa kehilangan, takut dan sebagainya sehingga mereka tidak
merasakannya lagi. Penting untuk mengetahui bahwa memori tentang
pengalaman yang secara normal menyebabkan perasaan tetap disimpan dalam
memori ketidaksadaran kita. Represi tidak tergali dari memori ini.
Penyembunyian perasaan ini secara konstan tidak sehat.. Ingat bahwa
pendidik keperawatan dan penyelia yang mengira bahwa tindakan ini
“professional “ untuk menyembunyikan mereka yang telah terisolasi dari
perawat lain. Semua ini bukan pendekatan yang membantu. Ini tidak akan
berubah sampai mereka sendiri membuat sosialisasi ke dalam pendekatan
yang lebih manusiawi dan menjadi lebih baik terhadap mereka sendiri dan
perawat lain.
1. Kejenuhan
Akibat dari penyangkalan diri terus-menerus mungkin adalah salah
satu yang paling penting tentang penataan yang belum dikenali dan
dinamik. Perawat keperawatan kritis, karena bentuk stress dari pekerjaan
mereka, mereka berada pada resiko kejenuhan. Kejenuhan dapat menjadi
11

akibat dari bekerja dalam linkungan yang penuh stress. Pekerja akhirnya
merasa menyerah, tidak efektif dan putus asa karena bekerja pada
lingkungan tersebut. Akibat dari kejenuhan adalah bahwa pekerja
meninggalkan pekerjaan mereka atau tetap pada posisi fungsi yang tidak
efektif. Kejenuhan adalah tahap kurangnya energy.
Ada hal penting lain yang menyebabkan kejenuhan. Alfin Toffler
dalam Future Shock, menduga bahwa kita hidup di lingkungan teknologi
tinggi dan frekuensi lebih cepat. Hasilnya adalah bahwa pngetahuan yang
diperlukan oleh perawat keperawatan kritis dan kompleksitas pasien yang
mereka rawat secara menerus meningkat, dan stress lebih besar pada
lingkungan yang sudah penuh dengan stress.
Bila ratio perawat-pasien diubah menjadi bentuk proporsional
terhadap peningkatan kompleksitas perawatan, perawat akan siap
beradaptasi dengan stress di unit perawatan kritis. Di lain pihak,
kekurangan staf yang berkepanjangan tetap terjadi. Efek kekurangan staf
banyak terjadi frustasi. Frustasi terjadi jika perawat terus menerus berada
di bawah tekanan dan secara berulang-ulang merasa bahwa mereka tidak
dapat memberikan asuhan keperawatan secara utuh sesuai kebutuhan
pasien. Bentuk frustasi seperti ini banyak menyebabkan kejenuhan.
Kejenuhan menyebabkan banyak perawat meninggalkan
keperawatan, masalah kejenuhan memerlukan lebih banyak perhatian
baik dari professional maupun sector yang mendasari. Sebagai perawat
penting bagi kita untuk memahami penyebab kejenuhan. Dan ini
merupakan akar dari masalah-masalah. Sampai tahun 1970-an perawat
merupakan korban dari kejenuhan yang disebabkan oleh beban kerja atau
karena represi diri, mereka sering tetap berada di posisinya, tetapi dalam
status yang menurun. Pada masa kini, perawat berespons secara berbeda
dalam masyarakat.
Penyebab lain dari kejenuhan di unit perawatan kritis dapat di
sebabkan oleh tidak berfungsinya komunikasi. Dinamika manajemen staf
dalam unit perawatan kritis dapat merupakan tantangan peran bagi
manajer keperawatan. Jika masalah-masalah penting tentang
12

kepegawaian terus menerus diabaikan atau lbih menonjolkan prilaku


otokratik dibandingkan perilaku demokrgawaian terus menerus di
abaikan atau lebih menonjolkan perilaku otokratik dibandingkan perilaku
demokratik, maka pegawai akan sering merasa marah dan tidak diakui.
Adanya ciri kepribadian kodependen juga menyebabkan tingginya
harapan pada diri perawat. Kodependen adalah tingginya harapan pada
diri perawat. Kodependen adalah suatu fenomena yang dikemukakan
oleh Bcattie dimana seseorang mengorbankan kebutuhan pribadinya
selama memberikan pelayanan kepada orang lain yang mengalami
gangguan fungsi. Schaef dan Fassel telah menerapkan konsep ini pada
dinamika organisasi anggota staf dengan manajer atau lingkungan
budaya rumah sakit yang tidak menghargai kebutuhan terhadap
kelayakan kondisi kerja dapat menjadi ko-dependen dengan disfungsi
organisasi.
2. Peningkatan Kesadaran dalam Keperawatan
Gerakan kaum wanita dengan penekanannya pada diri sendiri telah
membuat para wanita sadar akan hak-haknya untuk mengalami
kehidupan mereka secara menyeluruh. Tujuan terpenting dari gerakan ini
adalah peningkatan kualitas hidup bagi semua wanita. Gerakan ini
berusaha untuk membuat para wanita menyadari peran tradisional yang
mereka penuhi dalam masyarakat dan menunjukkan alternatif yang dapat
mereka pilih atau mereka tolak. Keperawatan secara menonjol
merupakan profesi wanita. Anggota profesi ini baik pria atau wanita,
secara kuat mnunjukkan kualitas tradisional kewanitaan tentang merawat,
memelihara dan tidak mementingkan diri sendiri.
Gerakan kaum wanita telah menciptakan kesadaran yang lebih pada
wanita, bahwa mereka adalah “pemberi”. Dalam bukunya, Jean Paker
Miller mengutip pernyataan seorang wanita yang mengatakan ”Saya
tidak bisa memberi apa-apa lagi, tetapi saya tidak mungkin berhenti”.
Jauh dalam pengertian ini ia mulai mnyadari bahwa persetujuan untuk
berhenti harus datang pertama dari pemberi bukan dari penerima.
13

Hubungan pemberi dan penerima ini telah menjadi hubungan


tradisional antara perawat dan rumah sakit. Hal dinamik yang diobservasi
pada perawat yang kemungkinan secara langsung berhubungan dengan
timbulnya kesadaran mereka sebagai wanita.
Masa lalu mereka menjadi pemberi perawatan yang jenuh, putus asa,
dan tidak efektif sebagai akibat dari kondisi kerja yang sulit. Sekarang,
sejauh ini lebih umum bagi perawat untuk merasa marah dan frustasi
karena kondisi ini. Mereka lebih baik meninggalkan posisi mereka
daripada membiarkan diri mereka atau kebutuhan mereka sendiri
berkurang.
Pada banyak kasus, kemarahan dan frustasi mereka dapat
dibenarkan, dan mereka mempunyai sedikit pilihan lain dari pada
meninggalkannya. Seringkali, saat mereka berpindah ke posisi yang lain,
siklusnya akan berulang kembali. Ini mungkin bahwa setelah banyak
gerakan-gerakan ini perawat masih menjadi jenuh. Bagaimanapun juga,
keteguhan manusia akhirnya mengalami gangguan.
Perawat tidak mengalami putus asa karena terdapat banyak
alternative. Hal ini yang penting adalah bahwa pilihan harus
dipertimbangkan sebelum gangguan dipandang. Baker mengatakan,
“Jelasnya, wanita perlu membiarkan dirinya menerima secara terbuka,
serta memberi.” Perawat selalu menjadi pemberi. Karena justru itulah
mengapa mereka memasuki keperawatan. Hal ini baik sebagai pemberi.
Memberi itu indah. Tetapi baik dan indah juga menjadi manusia
sepenuhnya dan menilai harga diri seseorang. Pendidikan Judeo Christian
telah sering menjadi dasar memberi pada orang lain. Penting untuk
dicatat, bahwa aturan yang paling penting adalah “cintailah orang lain
seperti mencintai dirimu sendiri.”. aturan dasar ini menganggap bahwa
kita pertama kali harus mencintai diri sendiri dan bahwa kita harus
mencintai orang lain seperti tidak lebih dari kita mencintai diri sendiri.
3. Kesertifan, Suatu Faktor penting dalam koping Efektif
Salah satu slogan dari gerakan wanita adalah “keasertifan.” Gerakan
ini telah mendorong para wanita untuk lebih asertif. Bagi banyak wanita
14

yang memilih karakteristik wanita tradisional, kata keasertifan memiliki


sejumlah implikasi negative. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya
pemahaman tentang perbedaan cirri-ciri perilaku keasertifan dan ciri-ciri
perilaku agresif. Table berikut menjelaskan perbedaan antara bertindak
agresif, asertif, dan pasif, atau non asertif.
15

Tabel 2.1 Tabel Keasertifan, Pasif, dan Agresif


Reaksi orang
Karakteristik Perasaan dalam diri
lain
Terbuka Damai di hati Dihargai
Jujur Harga diri baik
Asertif
Tidak melanggar keyakinan orang lain Menghargai hak orang
lain
Lemah Tidak pasti Kasihan
Menyerah Berusaha menyenangkan Tidak pasti
Menyangkal diri orang lain Tak peduli
Pasif
Tawar-menawar tersembunyi Benci/marah Jengkel
Menyembunyikan perasaan yang
sebenarnya
Bertengkar Marah Marah
Berani Terhina Tidak
Merendahkan orang lain Kebanggaan diri yang menyenangkan
Agresif
Menghantam pendapat, keyakinan, dan ekstrem Sakit hati
perasaan orang lain Cemas saat agresif tidak Jijik
terkontrol

Perbedaan antara seorang yang pasif dan asertif adalah, orang yang
pasif “bersikap setia” terhadap orang lain yang tidak menyadari
kebutuhan atau keinginan orang yang pasif. Orang-orang pasif nampak
lebih sebagai bukan seseorang. Pada kenyataannya mereka sering
menempatkan keyakinan mereka pada orang lain untuk mengetahui apa
yang mereja perlukan, biasanya dengan harapan yang tak diekspresikan
(juga disebut sebagai agenda tersembunyi). Jika orang lain gagal
melaksanakan hal tersebut, maka hasilnya adalah:
a. Mereka akan menenggelamkan “diri sendiri” dan kebutuhan-
kebutuhan mereka. Makna implisitnya adalah “saya tidak berarti
apa-apa”
b. Mereka memendam kemarahan “mengapa mereka melakukan hal
tersebut pada saya?” kenyataannya, orang lain tidak mengerti
kebutuhan yang tidak diekspresikan.
16

Seorang yang asertif, sadar akan kebutuhan dan perlakuan mereka


sendiri dimana mereka diterima sebagai manusia. Mereka menyampaikan
kebutuhan mereka pada saat yang tepat. Jika hak mereka jelas-jelas
dilanggar mereka akan berbicara dan menyampaikan perasaannya.
Seorang yang asertif tidak suka menyerang dan tidak suka melanggar
hak-hak orang lain atau institusi. Mereka menempatkan nilai pada pikiran
dan kepercayaan mereka sendiri. Mereka menempatkan nilai-nilai pada
diri mereka sendiri.
Seorang yang agresif adalah orang yang suka menyerang. Mereka
memaksakan kepercayaan mereka pada orang lain. Berharap orang lain
menerimanya. Mereka sering menyangkal hak-hak orang lain terhadap
pikiran dan pendapat mereka sendiri.
4. Pengendalian pikiran dan perasaan
Belajar membedakan pikiran-pikiran dari perasaan dapat menolong
kita untuk merubah perilaku pasif menjadi perilaku asertif. Sebagai
contoh, bila seseorang merasa bersalah, dia mempunyai keberanian
bereaksi ke dalam dirinya sendiri. Rasa bersalah adalah perasaan. Orang
tidak dapat memikirkan rasa bersalah; ia merasakannya.
Perasaan bersalah adalah perasaan yang kuat. Kebanyakan orang
menghindar dari perasaan bersalah. Akibatnya, perasaan bersalah ini
menjadi motivator yang sangat kuat. Bagi sebagian besar perawat,
perasaan ini sering terjadi di tempat kerja. Terdapat banyak hal yang
perawat pikir mereka harus mengerjakannya. Jika mereka tidak mampu
menyelesaikan semuanya, meskipun ada keterbatasan dalam kendali
mereka, mereka merasa bersalah. Untuk menghindari perasaan bersalah
ini, seringkali mereka memacu diri mereka sekuat-kuatnya.
Pekerjaan perawat sesungguhnya tidak akan pernah benar-benar
selesai. Sangat tidak mungkin untuk membuat suatu batas yang harus
segera diselesaikan pada waktu dinas 8 jam.
Meskipun tiap perawat telah berusaha untuk mendorong dirinya
sendiri untuk bekerja lebih giat, akan tetapi pada akhirnya mereka tetap
merasakan perasaan bersalah dan kadang-kadang memendam kemarahan.
17

Ini penting untuk diingat tidak seorangpun dapat membuat orang lain
merasa bersalah. Meskipun seseorang atau institusi dapat menyatakan
kebutuhannya pada seseorang, hanya orang tersebut yang dapat
menyebabkan dirinya sendiri merasa bersalah atau tidak. Makin
tingginya intelektual seseorang, dia akan memiliki kemampuan yang
lebih untuk menghindari tuntutan yang lain yang tidak rasional terhadap
dirinya. Ini kadang-kadang masuk dalam tindakan.
Dalam keperawatan, perasaan bersalah ini merupakan penyebab
ketidakmampuan perawat untuk lari dari perilaku pasif. Penting untuk
dipahami bagaimana cara menekan ke luar perasaan bersalah yang tidak
berguna sebelum kita belajar menjadi asertif, manusia yang benar-benar
utuh.
5. Menunjukkan diri sebenarnya
Konsep lain yang penting dalam proses merasa nyaman dengan
keasertifan adalah salah satu yang dijelaskan oleh Bowen sebagai pseudo
self dan solid self. Pseudo self adalah sisi diri kita sendiri yang kita
biarkan orang lain mengetahuinya. Beberapa orang semuanya pseudo
self. Mereka menganggap diri mereka untuk anggota kelaurga mereka,
teman, pasien dan dokter karena mereka mengharapkan demikian.
Kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, keinginan, dan sebagainya
ditenggelamkan untuk memenuhi harapan orang lain.
Solid self adalah siapa diri anda sesungguhnya. Banyak perawat
mengalami kesulitan untuk menentukan siapa dirinya sebenarnya, karena
hampir seluruhnya dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
Diri yang sesungguhnya harus digali dan dikembangkan kembali. Ini
masih tetap ada. Ini dapat kembali dan menjadi lebih besar dan lebih baik
dari sebelumnya. Semua ini memrlukan kerja keras dan konsentrasi serta
kerugian besar intelektual untuk memutuskan rantai kepasifan.
Tantangan terbesar untuk keberhasilan anda akan sama dengan keluarga,
teman, pasien, dokter yang sebelumnya telah sukses “menarik anda.”
Menjadi asertif berarti membicarakan apa yang anda butuhkan, yang
18

anda pikirkan, dan apa yang anda yakini tentang mengenali diri anda
sebenarnya.
6. Koping: mempertahankan secara keseluruhan
Koping adalah kata yang terkenal digunakan selama tahun 1980-an.
Kata ini tampaknya seringkali ada pada artikel-artikel tentang respons
perawat unit perawatan kritis terhadap lingkungannya. Akan membantu
bila meninjau kembali konsep koping sebelum berlanjut lebih jauh.
Koping adalah “Kombinasi strategi secara sadar dalam kesuksesan
pemecahan masalah dimasa lampau dengan mekanisme pertahanan yang
tidak disadari untuk menurunkan tingkat stress yang sedang dialami
seseorang.
Penting untuk diingat bahwa koping meliputi penggunaan
mekanisme pertahanan otomatis oleh ego. Mekanisme otomatis ini,
(contoh penyangkalan, penghindaran dan represi) yang digunakan kapan
pun ego sendiri merasa tentram. Penting juga untuk diingat bahwa
kejadian yang dianggap ancaman bagi seseorang belum tentu menjadi
ancaman bagi orang lain. Berikut ini adalah contoh kasusnya.
Evelyn, Joan, dan Carol bekerja malam hari di unit perawatan
koroner intensif. Evelyn telah bekerja di tempat tersebut selama 12 tahun.
Joan dan Carol baru lulus 6 bulan yang lalu. Joan adalah seorang perawat
yang lihai dan cepat belajar tapi belum yakin terhadap situasi. Carol
masih dalam masa percobaan karena diketahui manajernya bahwa Carol
memiliki kekurangan dalam hal keterampilan dan kemampuan
pengkajian dan pemecahan masalah. Selama tengah malam pasien
mengalami episode takikardi berat. Dalam waktu 5 menit kemudian
pasien mengalami henti jantung. Persepsi dan respons pada ketiga
perawat tersebut adalah: Evelyn terampil dalam semua aspek
kedaruratan, pengkajian dan tindakan. Dia sadar dan memonitor penuh
keadaan awal pasien. Saat pasien lain mengalami henti jantung dengan
cepat dia mengkaji kondisi kedua pasien tersebut, memberikan instruksi
pada joan untuk melakukan tindakan perawatan yang perlu segera
dilakukan, kemudian meminta bantuan dan melakukan resusitasi. Egonya
19

begitu terbiasa dengan kejadian ini yang secara otomatis menghidupkan


kognitif atau bentuk pikirannya dan mematikan respons emosionalnya.
Jika emosinya menang, reaksinya pasti berupa ansietas. Ansietas tingkat
sedang sampai berat ditandai dengan menurunnya kemampuan
pemceahan masalah. Joan, saat berpikir tentang situasi darurat di unit
perawatan koroner intesnif, mengalami banyak gejala ansietas (contoh
peningkatan frekuensi jantung dan pernafasan, keringat dingin). Selama
situasi kritis seperti yang digambarkan, dia tetap terkendali dan sadar
penuh akan diri sendiri dan agak ansietas. Respons emosionalnya
direpresi oleh egonya.
Pada kedua keadaan darurat ini, reaksi Carol adalah “terpaku”.
Egonya menutup ansietas awalnya terhadap situasi dengan penyangkalan.
Sedang Evelyn dan Joan yang terus mendorongnya untuk bertindak, ia
dengan cepat mulai bekerja dengan mereka tetapi dengan tingkat ansietas
tinggi. Egonya tidak menekan ansietasnya. Karenanya, keterampilan
pemecahan masalahnya menurun.
Dalam situasi yang digambarkan di atas pengalaman tiap perawat
berlangsung dengan cara yang berbeda. “Tidak ada manusia yang pernah
mengalami kejadian yang sama dengan cara yang sama”. Hal ini karena
tiap orang dilahirkan dengan suatu tempramen dasar. Tempramen dasar
ini menyusun sifat dasar kepribadian seseorang dan kemudian
dipengaruhi oleh lingkungan dimana anak tersebut tumbuh. Ego tersebut
berkembang sebagai respons terhadap lingkungan anak. Ini akan
menentukan nama yang baik, buruk, bahaya atau mengancam selama
tahun kehidupan. Ini juga berkembang terus dengan pola menetap dalam
mengatasi situasi yang dialami anak dan kapasitas ego anak untuk
melawan ansieas, anak merasakan situasi tersebut sebagai situasi yang
menegangkan atau tidak menegangkan.
Koping sebenarnya merupakan proses kompleks yang meliputi
respons yang konsisten bagi tiap orang. Contohnya, seorang yang mampu
mengatasi semua masalah dengan baik akan mampu mengatasi situasi
lain dengan baik pula. Pengecualiannya adalah jika seseorang mengalami
20

kelelahan yang sangat; pernah mengalami peristiwa yang sama dimana


koping gagal, maka saat terjadi kejadian yang sama menyebabkan
ledakan ansietas; atau pernah mengalami kejadian penuh stress dalam
periode waktu yang singkat, maka stresor baru sekecil apapun dapat
menimbulkan kesulitan besar.

F. Gaya Koping Perawat Unit Perawatan Kritis


Penelitian terbaru tentang stress perawat di unit perawatan kritis berfokus
pada cara dimana perawat di unit perawatan kritis merasakan lingkungan
kerja mereka dan cara mereka beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Oleh karena telah begitu banyak penekanan pada stress perawat unit
perawatan kritis, pergantian dan sebagainya, maka pertanyaan berikut
ditanyakan: adakah kemampuan koping tertentu atau gaya kepribadian
tertentu yang membantu perawat unit perawatan kritis beradaptasi dengan
baik terhadap lingkungan penuh stress?
Malonay dan Bartz melakukan pendekatan terhadap pertanyaan ini
dengan mempelajari ciri kepribadian dan ciri koping perawat di ruang
perawatan intensif dan non-intensif, mereka menguji beberapa faktor untuk
menentukan apakah terdapat perbedaan antara kedua kelompok perawat ini.
Penemuan mereka menunjukkan bahwa perawat di ruang perawatan intensif
berbeda dalam beberapa hal, seperti :
1. Petualangan dan tantangan
Kualitas ini terlihat lebih sering pada perawat unit perawatan kritis
dibandingkan dengan perawat non-unit perawatan kritis dan diyakini
berpengaruh terhadap respons mereka terhadap lingkungan unit perawatan
kritis dan kapasitas mereka untuk mengalami kepuasan terhadapnya
2. Kekuasaan
Perawat unit perawatan kritis secara umum akan merasa kurang
memiliki kekuasaan dan lebih dikontrol oleh lingkungan dibandingkan
dengan perawat non unit perawatan kritis. Ini merupakan penemuan yang
realistic terhadap adaptasi di ruang kedaruratan dan situasi unit perawatan
kritis yang tidak dapat diramalkan
21

3. Ketahanan
Perawat unit perawatan kritis diketahui lebih mempunyai ketahanan
dibandingkan dengan perawat non-unit perawatan kritis. Ini diduga oleh
penulis bahwa kualitas ini membantu perawat unutk mengatasi adanya
serangan persepsi di unit perawatan kritis. Kapasitas untuk ketahanan ini
didasarkan pada penggunaan mekanisme pertahanan penyangkalan,
represi, intelektualisasi dan mekanisme pertahanan sejenisnya yang
menurunkan tingkat ansietas seseorang yang secara normal akan terasa
terancam dengan situasi seperti itu.
Pada penilitan terdahulu, Maloney telah membandingkan kapasitas
koping perawat unit perawatan kritis dan non-unit perawatan kritis dengan
menguji cara-cara kedua kelompok tersebut dalam menghadapi ansietas.
Ditemukan bahwa perawat unit perawatan kritis mengalami lebih sedikit
ansietas pada situasi normal dan situasi baru dibandingkan perawat non-
unit perawatan kritis. Informasi ini dapat menyebabkan spekulasi bahwa
perawat unit perawatan kritis memiliki kapasitas yang lebih kuat untuk
mengatasi ansietas. Seseorang yang tidak sigap dalam lingkungan unit
perawatan kritis dimotivasi oleh hasrat untuk menghindari ansietas yang
berlebihan.
Penemuan lain dari studi ini adalah perawat non-unit perawatan kritis
meiliki skor yang lebih tinggi pada keluhan-keluhan somatic, masalah
pribadi dan keluarga, dan ketidakpuasan beban kerja. Kesimpulan umum
adalah perawat unit perawatan kritis meiliki kapasitas koping yang lebih
kuat dan adaptasi lebih kuat dibandingkan dengan perawat non-unit
perawatan kritis.
4. Ketabahan, Cara Mencegah Kejenuhan
Ketabahan adalah istilah yang diterapkan untuk menggambarkan sifat-
sifat kepribadian seseorang yang dikemukakan oleh Kobassa dan Puscetti.
Penelitian mereka menujukkan bahwa orang yang merasa bahwa
kehidupan dan pilihan mereka berada di bawah control mereka sendiri,
merasa komit dengan tujuan dan gaya hidupnya, dan menerima stress
hidup sebagai tantangan yang sedikitnya mungkin menyakitkan sebagai
22

akibat kejadian hidup yang penuh stress. Ciri-ciri ini digambarkan oleh
penulis sebagai cara seseorang untuk berespons terhadap stress dengan
perasaan pengontrolan versus ketidakberdayaan, komitemn versus
pelanggaran, dan tantangan versus ancaman.
Berdasarkan peneilitian ini , terlihat bahwa penggunaaan mekanisme
koping secara sadar, seperti membantu seseorang memandang situasi yang
penuh stress, koping untuk perawat unit perawatan kritis.
Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa penggunaan mekanisme
koping secara sadar, seperti membantu seseorang memandang situasi yang
penuh stress, koping untuk perawat unit perawatan kritis.
Perubahan dari perasaan ketidakberdayaan, kurangnya komitmen dan
ancaman terhadap persepektif positif dapat membantu mengembalikan
harapan dan meningkatkan perasaan sejahtera.

G. Faktor-Faktor Stress Keperawatan yang Teridentifikasi dalam Riset


Unit Perawatan Kritis
Penelitian terhadap pengaruh lingkungan unit perawatan kritis terhadap
perawat menunjukkan banyak faktor-faktor stress yang penting. Dengan
memahami penyebab kejenuhan, nilai-nilai keasertifan dalam melawan
kejenuhan, pentingnya mengadakan perubahan pribadi, peraway dapat
meningkatkan lingkungan kerjanya. Dengan menganalisa faktor-faktor
anggota staf mereka sendiri dapat menyusun intervensi yang dapat
meningkatkan kualitas kerja perawat unit perawatan kritis.
Kebutuhan terhadap perawat unit perawatan kritis terus meningkat. Salah
satu perkiraan menunjukkan peningkatan tiap tahun tempat tidur di unit
perawatan kritis di Negara ini kurang lebih 2500. Ini menjadi peringatan bagi
perencana tenaga keperawatan agar tidak terjadi krisis perawat unit perawatan
kritis.
Anderson dkk. melihat bahwa 3 stressor yang paling berarti bagi perawat
unit perawatan kritis adalah (1) Konflik interpersonal dengan perawat; (2)
Memberi perawatan pada pasien sakit; dan (3) Isu-isu mengenai administrator
dan manajer keperawatan. Ketiga faktor ini juga diidentifikasi oleh Oehler
23

dkk. sebagai kurangnya dukungan dari administrator dan manajer


keperawatan. Hart dkk. Melihat bahwa dinamika organisasi seperti (1) pola
komunikasi; (2) pemantauan dan perencanaan staf; (3) politik interdisiplin
pada itngkat manajer keperawatan dan doker; (4) penghargaan, termasuj gaji,
promosi dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan; (5) penyediaan
dukungan dari departemen lain di luar bidang keperawatan, kesemuanya
mempunyai bagian penting sebagai penentu kepuasan kerja perawat dan laju
pergantian.
Rosenthal dkk. menemukan bahwa isu etika yang berhubungan dengan
pasien-pasien menjelang kematian merupakan stress yang tinggi bagi staf
keperawatan.
Tinjauan terhadap faktor-faktor ini menunjukkan bahwa lingkungan unit
perawatan kritis terus menerus mendesak kebutuhan perawat. Tanpa
mempertimbangkan tipe-tipe stress yang ada, tampak bahwa persepsi perawat
terhadap pengendalian faktor-faktor ini mungkin merupakan elemen penting
pada terjadinya koping efektif atau tidak efektif.
Koping efektif mencegah terjadinya kelelahan fisik dan mental.
Cavanagh telah menggambarkan bentuk kelelahan ini sebagai penyabab
kejenuhan untuk mengatasi stresor unit perawatan kritis seperti yang
digambarkan diatas, ini akan membantu jika kita dapat mengelompokkannya
berdasarkan kemampuan untuk mengontrolnya. Beberapa diantara stresor
tersebut adalah subjek yang berubah dalam lingkungan. Stresor yang tidak
dapat diubah kemudian ditunjukkan oleh perubahan pada sikap atau harapan,
atau dengan mengubah teknik koping. Semua ini dapat diklasifikasikan
sebagai respons lingkungan dan respons personal.
1. Respons Lingkungan
a. Konflik interpersonal dengan dokter
Pemanfaatan konsultasi atau penghubung konsultan psikiatri dapat
membantu pemecahan masalah dan komunikasi efektif oleh perawat.
Masalah semacam ini dapat ditunjukkan dalam administrasi medic
dengan membuat komite kerja sama perawat dan dokter untuk
mempertimbangkan masalah khusus ini. Masalah seperti ini juga
24

menimbulkan kebutuhan terhadap pendidikan yang lebih aktif dan


barmain peran oleh mahasiswa keperawatan untuk meningkatkan
komunikasi yang efektif dan asertif saat mereka menjadi perawat
professional.
b. Memberi perawatan pada orang sakit
Pemanfaatan dan dukungan staf keperawatan saat mereka memberi
perawatan pada pasien sakit akut penting bagi respons koping anggota
staf unit perawatan kritis.
Salah satu stresor tersulit bagi perawat unit perawatan kritis adalah
kematian pasien. Jika kematian pasien menyangkut konflik etik atau
konflik dengan dokter, efeknya terhadap perawat cukup berat. Dua
intervensi penting dapat membantu mengatasi stresor-stresor ini.
Pertama adalah dukungan atau perkembangan tinjauan panel tentang
etika. Harus ada partisipasi aktif dari perawat dalam panel tersebut.
Pertimbangan etik yang sulit dapat dibahas dan dipecahkan bersama
dalam forum semacam ini, jika keputusan pada akhirnya didominasi
oleh dokter, maka biasaya kebutuhan pasien, keluarga, perawat tidak
akan terpenuhi.
Jika konflik dengan dokter bukan menyangkut masalah etik dan
tampak tidak dapat dipecahkan oleh staf keperawatan, manajer
keperawatan dapat bernegosiasi dengan direktur unit tersebut untuk
eninjau masalah yang ada. Selain itu, konsultasi psikiatri/pelayanna
yang berhubungan dengan hal tersebut dapat diminta untuk bekerja
sama dengan keperawatan dan anggota staf medic untuk
mengembangkan alternative pemecahan masalah terhadap masalah
yang ada. Selanjutnya, konflik yang tidak terselesaikan secara terus
menerus merupakan contributor aktif terhadap persepsi perawat
tentang kurangnya control dan keputusasaan.
Meskipun tingkat ketajaman aktual pada pasien yang paling parah
sakitnya benar-benar dapat dikontrol oleh lingkungan, dukungan
perawat dapat diberikan sesuai dengan (1) hubungan suportif dengan
manajer keperawatan; (2) sumber-sumber teknis dan perawalatan; (3)
25

hubungan interpersonal yang positif antara perawat dan anggota tim


kesehatan lain; (4) keuntungan yang baik dan gaji seimbang dengan
beban kerja; dan (5) jam kerja yang rasional dengna pembatasan
kelebihan waktu yang sesuai.
c. Isu-isu administrator dan manajemen keperawatan
Kepuasan kerja staf perawat dapat secara langsung menjadi bagian
dari sistem nilai dan perilaku wakil pimpinan keperawatan yang
mengarah pada kualitas hidup tiap perawat dalam departemen.
Perilakunya mempengaruhi pengambilan keputusan pada semua
departemen rumah sakit yang saling berhubungan dengan
keperawatan. Orang ini juga membuat sifat gaya manajamen pada
manajer tingkat menegah dan unit keperawatan.
Oehler dkk. melihat bahwa dukungan terhadap manajer unit
perawatan kritis penting untuk kepuasan kerja perawat di unit
perawatan kritis. Volk dan Lucas menggambarkan empat perbedaan
gaya manajemen organisasi dan pengaruhnya pada kinerja pekerjaan
keperawatan, kepuasan kerja dan laju pergantian (turnover). Gaya-
gaya tersebut meliputi eksploitatif-otoritatif, bijaksana-otoritatif,
konsultatif dan partisipatif. Masing-masing gaya manajemen ini
dinilai oleh faktor-faktor kepemimpinan, motivasi, komunikasi,
pengambilan keputusan, tujuan dan control. gaya Eksploitatif-
Otoritatif dinilai oleh perawat unit perawatan kritis merupakan pilihan
yang paling rendah. Gaya Bijaksana-Otoritatif dan gaya Konsultatif
memungkinkan peningkatan keterlibatan staf. Gaya Partisipatif
dikarakteristikan oleh keyakinan dan kepercayaan terhadap atasan
dalam anggota staf mereka dan pengambilan keputusan yang
demokratis serta pola penyusunan tujuan partisipasi staf.
Secara keseluruhan, perawat unit perawatan kritis membuat urutan
gaya manajer mereka ditengah-tengah antara Bijaksana—Otoritatif
dan Konsultatif. Laju pergantian perawat meningkat dalam proporsi
langsung terhadap adanya faktor manajemen yang terhadap dalam
gaya Eksploitatif Otoritatif.
26

d. Respons Personal
Bila stresor lingkungan dalam unit keperawatan intensif sulit untuk
berubah atau berdasarkan bentuknya, merupakan faktor yang sifatnya
melekat pada aktivitas bekerja di unit perawatan kritis (contoh
kematian pasien), perawat akan bijaksana bila menujukkan kebutuhan
ini dengan menggunakan baik penurunan emosi/stress atau
pendekatan pemecahan masalah, hal pertama dalam penurunan stress,
seperti ansietas atau kelelahan emosional. Reflex peredaan
menurunkan kelebihan beban emosional yang dapat dialami perawat
saat bekerja di lingkungan penuh stress.
e. Refleks Peredaan
Ada suatu teknik relaksasi yang efektif yang hanya membutuhkan
waktu 6 detik untuk melakukannya, ini disebut refleks peredaan
(quieting reflex). Teknik ini diciptakan oleh Dr. Charles Stroebel, ahli
penelitian psikiatri, yang menciptakannya untuk menurunkan
pengaruh kondisi stess masyarakat kita pada fungsi mental dan fisik
orang normal.
Jika seseorang merasa tertekan dan merasa tidak berdaya, sistem saraf
simpatik akan menghasilkan suatu respons yang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental. Masalah yang paling umum adalah
gangguan pada saluran pencernaan, sakit tulang dan otot, skait kepala,
masalah hormonal dan stress psikologis. Semua masalah ini berada
dalam suatu kontinum dimulai dari titik distress kadang-kadang, stress
biasa. Yang akan berkembang menjadi masalah yang berat dan kronis,
yang potensial dapat menyebabkan nyeri berat dan akhirnya kematian
jika seseorang menjadi resisten dan benar-benar telah kewalahan.
Reflex peredaan yang diciptakan Stroebel adalah alat koping yang
mampu memutuskan siklus stress. Dia menyarankan untuk sering
menggunakan teknik dalam sehari sebanyak mungkin 75 atau sampai
100 kali. Tujuan ini adalah untuk mempengaruhi neurofisiologis yang
menyebabkan keanehan dan kerusakan pada sistem tubuh. Pada
saatnya tubuh akan secara reflex belajar untuk melindungi dirinya
27

sendiri dengan cara memprogram reflex peredaan secara otomatis saat


berespons terhadap kejadian yang menyebabkan stress.
Refleks peredaan terdiri atas 5 tahap:
1) Tarik napas dengan mudah, bernapas normal
2) Pikirkan “pikiran sadar, tubuh tenang.”
3) Senyum dikulum (dengan menggunakan otot-otot bagian dalam
anda)
4) Saat mengeluarkan napas, biarkan rahang, lidah dan bahu santai.
5) Biarkan perasaan hangat dan longgar terasa mengalir melalui tubuh
anda dan keluar melalui ibu jari kaki.
f. Proses Pemecahan masalah
Tipe kedua dari respons pribadi yang dapat digunakan perawat jika
mengalami stress pribadi yang tinggi adalah proses keperawatan. Ini
mendukung pendekatan secara intelektual untuk meningkatkan
kemampuan perawat mengontrol dan menurunkan rasa
ketidakberdayaannya. Perasaan kehilangan control dan
ketidakberdayaannya merupakan faktor utama penyebab kejenuhan
kerja dan depresi. Proses pemecahan masalah efektif digunakan
sebagai latihan tertulis secara pribadi atau dalam suatu kelompok
pemecahan masalah yang dibantu oleh seorang fasilitator.
Proses pemecahan masalah untuk menurunkan stress atau menciptakan
perubahan untuk hasil yang diharapkan didasarkan pada langkah-
langkah yang terdapat dalam standar proses pemecahan masalah, yaitu
terdiir dari tahap-tahap berikut ini:
1) Pengkajian
a) Identifikasi masalah
b) Menganalisa penyebab masalah
2) Perencanaan
a) Identifikasi penyebab utama
b) Apa kemungkinan pemecahannya?
c) Apa tujuan dari tiap pemecahan masalah?
d) Pilih pemecahannya yang terbaik
28

e) Hal ni menentukan bagaimana anda akan mengevaluasi


keefektifan tindakan tersebut, criteria apa yang akan
mendindikasikan hasil yang diharapkan? Tipe proses evaluasi
apa yang akan anda gunakan?
3) Implementasi
Mengimplementasikan perubahan anda
4) Evaluasi
Evaluasi hasil dengan menggunakan criteria dan proses.

H. Cara mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis


1. Kelompok-Kelompok Pertemuan
Mohl memikirkan bahwa ada faktor lain penyebab stress bagi perawat
unit perawatan kritis disamping akibat dari tuas utama dalam merawat
pasien. Mereka menyelidiki tentang sikap kerja dan tingkat stress yang
dilaporkan oleh perawat-perawat di dua unit perawatan non-kritis dengan
perawat di dua unit perawatan kritis. Hasil penyelidikan ini menunjukkan
bahwa sifat dari kerja di unit perawatan kritis mempengaruhi tingkat stress
perawat. Yang lebih penting, penyelidikan ini juga memperlihatkan bahwa
faktor-faktor di dalam unit dan sistem organisasi social keperawatan
berpengaruh penting pada tingkat stress perawat yaitu:
a. Dukungan dan penghargaan dari penyedia keperawatan;
b. Penerimaan oleh staf dan penyedia melalui pertemuan pribadi atau
pertemuan kelompok penting untuk menurunkan stress;
c. Keeratan hubungan antara staf perawat/unit termasuk perawat kepala.
Suatu saran diajukan untuk mengatasi masalah stress pada perawat
adalah dengan melakukan pertemuan secara teratur antara staf unit
perawatan kritis dengan seseorang yang dilatih tentang dinamika pribadi
dan dinamika kelompok.
Pimpinan yang ideal adalah yang mempunyai pendidikan
berhubungan dengan psikiatri, yang mmeiliki dasar tentang efek stress
pada seseorang atau sistem social dari lingkungan asal seseorang,
lingkungan kerja, rumah sakit dan sebagainya.
29

Pemimpin yang berhasil lainnya melaporkan dalam kepustakaan telah


menjadi ahli psikiatri dan perawat praktisi dalam lingkup psikiatri umum,
pekerja social, dan rohaniawan yang dilatih dalam proses kelompok.
Terdapat professional yang dipekerjakan oleh rumah sakit yang
biasanya menginginkan diberi jam tambahan dari waktu mereka untuk
kelompok jenis ini. Permintaan terhadap suatu kelompok harus datang dari
staf keperawatan. Pertemuan harus dilakukan sekali seminggu, pada
jadwal waktu yang teratur, bila sejumlah besar anggota staf dapat
dimasukkan. Tempat pertemuan yang tenang atau unit perawatan kritis
yang tenang.
Kelompok diskusi digunakan untuk mengemukakan isu unit
perawatan kritis yang berhubungan. Waktunya tidak terstruktur, sesuai
dengan timbulnya isu perawat yang didiskusikan. Pada minggu-minggu
awal kelompok, isu ini seringkali berpusat pada penatalaksanaan
emosional terhadap masalah pasien atau keluarga.
Perawat keperawatan kritis menyimpan sejumlah besar energi dan
waktu dalam memberi perawatan satu atau dua orang pasien dalam sehari.
Hal ini tak dapat dielakkan bahwa mereka akan kehilangan pasien ini, baik
karena ke luar dari unit atau meninggal. Bila pasien meninggal, perawat
mereka akan mengalami berbagai emosi seperti berduka, kesedihan,
depresi, rasa bersalah dan marah. Tanpa tempat yang aman untuk berbicara
tentang kehilangan yang berulang ini, perawat secara tidak sadar menekan
atau menyangkal perasaan mereka sehubungan dengan emosi untuk tetap
bertahan. Dua mekanisme koping lain dimana mereka menggunakan
penghindaran dan menarik diri.
Meskipun penghindaran dan menarik diri adalah dua mekanisme
koping yang berbeda, mekanisme ini mempunyai hasil yang sama.
Mekanisme ini terjadi saat perawat secara sadar atau tidak sadar menjadi
mati tasa terhadap perasaan mereka sendiri dan kebutuhan emosi pasien
dan keluarga. Nama lain dari fenomena ini adalah stress professional
(professional distancing).
30

Sebagai akibat, perawat memberi perawatan untuk kebutuhan fisik


pasien tetapi tidak menghiraukan kebutuhan emosional. Ini membantu
mereka mengindari rasa duka yang tak dapat ditoleransi yang terjadi bila
orang yang mereka rawat menimbulkan rasa kehiangan berulang kali.
Dalam pertemuan kelompok, perasaan duka dan kehilangan ini dapat
dibicarakan bersama dalam situasi yang mendukung. Kebutuhan perawat
untuk pertahanan yang kuat melawan perasaan ini akhirnya turun. Bila ini
dirasa aman bagi mereka untuk mengalami perasaan kejujuran mereka
sendiri sekali lagi, mereka biasnaya menjadi lebih sadar tentang kebutuhan
emosional pasien dan kelaurga mereka. Perawatan yang mereka berikan
lebih manusiawi dari pada teknikal.
Isu lain yang dapat menyebabkan konflik pada staf dan juga dapat
dikurangi adalah konflik antar staf. Staf perawat unit perawatan kritis
adalah cerdas, berambisi dan bermotivasi tinggi. Bila mereka sedang
bekerja dalam hubungan yang dekat dengan orang lain seperti diri mereka
sendiri dalam lingkungan yang penuh stress, persaingan, perpecahan staf,
atau konflik dapat menjadi akibat. Idealnya, mereka harus mengatasinya
dengan cepat. Tanpa adanya forum hal ini tidak mudah untuk diselesaikan.
Masalah lain dalam unit perawatan kritis adalah hubungan perawat
dokter. Eisendrath dan Dunkel menduga bahwa hubungan ini mungkin
suatu isu pria wanita yang tertutp. “hal ini teruma, mesikipun dasar
pengalam yang luas tentang pasien dengan penyakit kritis, perawat harus
membedakan petugas rumah sakit yunior dengan latar belakang yang
kurang.”
Selain itu, masalah yang menyebabkan kebencian pada perawat adalah
bahwa beberapa dokter secara terus-menerus menghindari anggota
keluarga yang perlu menanyakan pertanyaan atau kebutuhan pemberian
keyakinan. Bila masalah ini didisikusikan dalam kelompok dan kemarahan
diungkapkan, perawat dapat belajar cara yang lebih baik tentang diskusi
isu ini secara langsung dengan dokter dari pada membiarkan kebencian ini
terus bertumbuh.
31

2. Cara membuat stress menjadi lebih baik


Saran saran untuk menurunkan stress selama liburan dan menyarankan
cara-cara mengurangi stress selama jam-jam kerja di unit perawatan kritis.
Penting untuk dipahami bahwa reaksi fisiologi yang normal terhadap stress
diciptakan untuk membantu kita melawan atau menghindari bahayanya.
Pada masa sekarang ini di unit perawatan kritis, respons perawat
terhadap stress menyebabkan peningkatan yang kuat dalam hal tekanan
dan peningkatan aktivitas fisik untuk menyelerasakannya dengan
peningkatan beban kerja. Ada kelebihan energi yang terjadi, jika seorang
perawat menyelesaikan pekerjaannya dan merasakan tekanan, ini kadang-
kadang dapat disebabkan karena energy yang dikeluarkan tersebut.
Karena adanya kecenderungan hidup monoton dalam masyarakat kita,
banyak orang hidup dengan stress terus menerus. Perkembangan
penggunaan obat-obat bius dan alcohol membuktikan tingginya tingkat
tekanan pada masyarakat. Cara terbaik untuk mengurangi tekanan fisik dan
mental adalah dengan melakukan latihan-latihan fisik. Jogging sejauh 1
mil dan berjalan cepat setiap hari akan mengembalikan keseimbangan
tubuh kita pada keadaan normal. Banyak orang merasa gembira
memperoleh peningkatan dan keadaan emosi saat mereka memulai
olahraga secara teratur. Beban, ansietas, atau kelelahan mereka berkurang
dan secara bertahap menghilang. Perubahan yang dianjurkan untuk
penurunan stress
a. Adakan 4 hari kerja dalam seminggu dengan 10 jam pergantian dinas
b. Mempekerjakan seorang dokter purna waktu sebagai direktur unit
perawatan kritis secara tetap. Dia harus ada, terutama dalam keadaan
darurat dan dapat melatih staf di unit perawatan kritis.
c. Jadwalkan rotasi otomatis di unit perawatan kritis tiap 3 bulan sampai 2
minggu. Ini harus diterapkan dalam area klinikal terutama pada unit di
bawahnya dimana pasien unit kritis secara rutin dipindahkan.
d. Beri waktu bagi perawat untuk menjenguk pasien “istimewa”nya yang
telah dirawat di unit lain.
32

e. Jadwalkan perawat senior dalam dinas pagi untuk merawat pasien yang
ringan; mereka dapat membantu dan mengajar perawat-perawat lain
yang belum berpengalaman.
f. Berikan tambahan honor pada staf terutama saat terjadi kekurangan
tenaga.
g. Tingkatkan rasio perawat pasien sejalan dengan peningkatan teknologi.
h. Berikan waktu 6 minggu untuk orientasi penuh pada staf baru dan
pelatihan dalam periode tertentu.
i. Dibitihkan orang yang bukan staf unit perawatan kritis untuk
menyiapkan pasien yang meninggal ke kamar jenazah.
j. Berikan ruang yang lebih lebar antar tempat tidur pasien
k. Idealnya, buat ruang yang kecil untuk satu atau 2 orang pasien atau buat
pembatas yang permanen diantara unit-unit pasien
l. Bangun tempat istirahat perawat jauh dari pamandangan pasien
ditengah-tengan unit perawatan kritis
m. Pasang jendela di unit. Pasang jam agar bisa terlihat oleh pasien dan
perawat
n. Minta nasehat dari perawat unit perawatan kritis dalam merancang
arsitekturnya
o. Gunakan lebih banyak bahan-bahan yang kedap suara.
Hubungan antara stress fisik dan ketidakseimbangan emosi belum
dipahami secara lengkap. Diketahui, bahwa adrenalin dan katekolamin lain
yang berperan sebagai stimulator biokimia terhadap respons stress, juga
bagian integral dari system limbic bagian anatomi dari otak yang
merupakan pusat emosi. Jika adrenalin dan neurotransmitter lain kembali
ke tingkat normal sebagai hasil dari latihan fisik, maka dimungkinkan
bahwa respons dari system limbic juga untuk memperoleh keseimbangan
emosional.
Jika mengalami stress mental tentang pasien tertentu, kesedihan akibat
kehilangan pasien istimewa, atau kehilangan semangat terhadap
lingkungan kerja, maka pemecahan yang terbaik adalah melibatkan diri
dengan aktivitas yang membuat anda secara mental memusatkan diri pada
33

hal lain. Hal ini dapat berupa kursus-kursus akademis, atau sesuatu yang
menyangkut seni atau apapun yang membutuhkan konsentrasi penuh.
Penurunan stress mental sebaiknya selalu diikuti dengan aktivitas
penurunan fisik, seperti berjalan atau jogging.
Stress yang terjadi akibat bekerja di unit perawatan kritis, idealnya
dapat dihilangkan dengan peribahan-perubahan dalam unit perawatan
kritis. Perubahan yang dianjurkan tersebut tidak akan dilakukan oleh
bidang keperawatan tanpa adanya dorongan yang kuat dari staf
keperawatan unit perawatan kritis sendiri.
34

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbagai stresor di unit perawatan kritis seperti pekerjaan rutin yang
diulang-ulang; setiap langkah harus ditulis; perpindahan perawat dari tempat
lain; situasi krisis akut yang sering ; bahaya fisik (perlindungan dari sinar X,
jarum-jarum, pasien isolasi dan delirium tidak adekuat); mengangkat berat,
pasien tidak sadar; teman sejawat yang bingung; (bunyi-bunyi yang terus
menerus dari rintihan, tangisan, jeritan, suara-suara monitor yang mendengun
dan alarm monitor, suara gelembung alat penghisap, dan mesin respirator)”.
Stres lain yang penting dan tidak boleh diemehkan adalah dimana-mana
terdapat tubuh manusia yang kebanyakan disia-siakan, rusak atau mengalami
perubahan warna. Terdapat pemajaman genitalia dan ekskresi feses, darah,
mukosa dada, muntahan, dan urine. Berapa pasien yang dibalut, dilumuri,
dibasahi oleh cairan purulen atau serosa atau drainase yang mengandung
darah menyebabkan berbagai perasaan di dalam diri perawat yang dapat
berupa perasaan baik dan juga buruk. Berbagai perasaan yang merupakan
efek dari unit perawatan kritis ini bergantung pula pada sifat kepribadian
perawat itu sendiri. Bagi perawat di unit perawatan kritis yang asertif
cenderung merasa damai, harga diri baik dan menghargai hak orang lain
sehingga dihargai. Sedangkan perawat yang pasif lebih sering mengalami
banyak tekanan dikarenakan hanya berharap dimengerti tanpa mampu
mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya sehingga akan cenderung
dikasihani dan membuat orang lain jengkel. Begitu pula dengan perawat yang
agresif yang kerap merasa marah, terhina sehingga membuat orang lain
menjadi sakit hati dan jijik. Cara-cara yang dapat digunakan untuk
mengurangi stress yang merupakan efek dari unit perawatn kritis ini adalah
meperbaiki pola pikir agar menjadi asertif, melakukan pertemuan-pertemuan
kelompok dan perbaikan dalam hal manajamen unit perawatan kritis.
35

B. Saran
Diharapkan bagi para pembaca khususnya perawat di unit perawatan
kritis agar mau mengenali diri sendiri sehingga akan lebih mampu mengenal
hal-hal yang perlu dipertahankan, diperbaiki dan ditingkatkan dalam upaya
meningkatkan kemampuan dalam perawatan di unit keperawatan kritis tanpa
mengalami banyak kendala serta stress yang banyak terjadi. Karena
bagaimanapun juga, apa yang dimiliki oleh perawat baik itu berupa
keterampilan ataupun kemampuan merawat serta kemampuan mengenali dan
mengontrol diri sendiri dari hal-hal yang membuat stress akan berdampak
banyak pada pasien dan keluarga pasien.
36

DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC

Yulianingsih, Husna. 2015. Peran Perawat dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan


Keperawatan Intensif. http://www.rsa.ugm.ac.id diakses pada Selasa, 22
Agustus 2017 Pukul 14.15 WITA

Anda mungkin juga menyukai