Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH ETIKA

Etika berasal dari istilah etik, istilah ini berasal dari bahasa Greek yang mengandung arti
kebiasaan atau cara hidup. K Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas lagi. Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak;
perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan.

Etika sering diidentikan dengan moral (atau moralitas). Namun, meskipun sama-sama
terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian.
Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia
itu sendiri, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi bisa
dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk. Dalam filsafat
terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.

Etika membatasi dirinya dari disiplin ilmu lain dengan pertanyaan apa itu moral? Ini
merupakan bagian terpenting dari pertanyaan-pertanyaan seputar etika. Tetapi di samping itu
tugas utamanya ialah menyelidiki apa yang harus dilakukan manusia. Semua cabang filsafat
berbicara tentang yang ada, sedangkan filsafat etika membahas yang harus dilakukan.

Selain itu etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah
teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima ketegori baik-buruk, yaitu baik
sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah
maha suci yang bebas dari noda apa pun jenisnya. Tetapi tujuan etika itu sendiri ialah
bagaimana mengungkap perbedaan kebaikan dan keburukan sejelas-jelasnya sehingga
mendorong manusia terus melangkah pada kebaikan.

Berikut ini, saya mencoba untuk memaparkan sejarah perkembangan Etika, dari masa
ke masa :

A. ETIKA PERIODE YUNANI

Franz Magnis Suseno (1987: 14), mengatakan bahwa secara historis Etika sebagai usaha
Filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun
lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para
filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia.

Yunani menjadi tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik ke dalam suatu
sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian filsafat. Berkat
pertemuannya dengan para pedagang dan kaum kolonis dari berbagai Negara, orang-orang
Yunani yang sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu menjadi sangat tertarik akan
kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan, hukum, tata kehidupan, dan lain-lain.
Bangsa Yunani mulai bertanya: Apakah miliknya, hasil pembudayaan Negara tersebut benar-
benar lebih tinggi? Karena tiada seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya,
maka kemudian diajukanlah pertanyaan, “Mengapa begitu?” kemudian diselidikinya semua
perbuatan manusiawi, dan lahirlah cabang baru dari filsafat, yakni filsafat moral (filsafat
kesusilaan) atau etika (W. Poespoproddjo,1999: 18).

Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Ia lahir pada tahun
570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia Selatan.
Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid yang tradisinya
diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-prinsip matematika merupakan
dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan
kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu
menempuh jalan pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan
berfilsafat dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan.

Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan bahwa
segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu
atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang enak. Dengan demikian,
anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka pengertian hedonistik.

Sokrates (469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah direkonstruksi
karena bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisn Plato. Dalam dialog-dialog palto
hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama sehingga tidak mudah untuk
memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato sendiri. Melalui dialog Sokrates mau
membawa manusia kepada paham-paham etis yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada
implikasi-implikasi anggapan-anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada
kesadaran tentang apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk
berpandangan dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang
sebenarnya.
Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh Aristoteles (384
SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya
kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. Intuisi daar Plato
tentang hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat dan juga kerohanian di Barat selama 2000
tahun. Baru pada zaman modern paham tentang keterarahan objektif kepada Yang Ilahi dalam
segala yang ada mulai ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai pola etika; diantaranya etika
otonomi kesadaran moral Kant adalah yang paling penting. Etika Plato tidak hanya
berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan sufi
Muslim. Disinilah nantinya jalur hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan pemikir muslim
seperti Ibn Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat Yunani sehingga mempengaruhi
tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah Aristoteles, Epikuros (314-270 SM) adalah
tokoh yang berepengaruh dalam filsafat etika. Ia mendirikan sekolah filsafat di Athena dengan
nama Epikureanisme , akan menjadi salah satu aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-
muridnya tidak berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat
Epikuros adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah “hidup dalam
kesembunyian“. Etika Epikurean bersifat privatistik. Yang dicari adalah kebahagiaan pribadi.
Epikuros menasihatkan orang untuk menarik diri dari kehidupan umum, dalam arti ini adalah
individualisme. Namun ajaran Epikuros tidak bersifat egois. Ia mengajar bahwa sering berbuat
baik lebih menyenangkan daripada menerima kebaikan. Bagi kaum Epikurean, kenikmatan
lebih bersifat rohani dan luhur daripada jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu dipenuhi.
Ia membedakan antara keinginan alami yang perlu (makan), keinginan alami yang tidak perlu
(seperti makanan yang enak), dan keinginan sia-sia (seperti kekayaan).

B. ETIKA ABAD PERTENGAHAN

Pada Abad pertengahan, Etika bisa dikatakan 'dianiaya' oleh Gereja. Pada saat itu, Gereja
memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. (H.A. Mustofa, 1999:45).

Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. dan apa yang
terkandung dan diajarkan oleh wahyu adlah benar. jadi manusia tidak perlu lagi bersusah -
bersusah menyeliiki tentang kebenaran hakikat, karena semuanya telah diatur oleh Tuhan.

Ahli - Ahli Filsafat Etika yang lahir pada masa itu, adalah panduan dari ajaran Yunani dan
Ajaran Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (1079-1142 SM). seorang
ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinus (1226-1270 SM), seorang ahli Filsafat Agama dari
Italia. (Ahmaddamin, 1875).

C. ETIKA PERIODE BANGSA ARAB

Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak mempuyai ahli - ahli Filsafat yang mengajak kepad
aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus,Zeno,Plato, dan Aristoteles.

Hal itu terjadi karena penyidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju.
waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli - ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang
memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan,
dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka. (H.A. Mustofa,
1999:46).

Namun sejak kedatangan islam, agama yang mengajak kepada orang - orang untuk
percaya kepada allah, sumber segala sesuatu di seluruh alam. Allah memberikan jalan kepada
manusia jalan yang harus diseberangi. Allah juga menetapkan keutamaan seperti benar dan
adil, yang harus dilaksanakanya, dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di
akhirat, sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya.

Jadi Bangsa Arab pada masa itu, telah puas mengambil etika dari agama dan tidak merasa
butuh untuk menyelidiki mengenai dasar baik dan buruk. oleh karena itu, agama banyak
menjadi dasar buku - buku yang dilukiskan di dalam etika. Seperti buku karya Al-Ghazali dan
Al-Mawardi.

Penyidik Bangsa Arab yang terbesar mengenai Etika adalah Ibnu Maskawayh, yang
wafat pada 421 H. dia mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan ajaran islam.
Ajaran Aristoteles bnyak termasu dalam penyelidikan tentang jiwa.(Ahmad Mahmud
Shubhi,1992:17).
D. ETIKA PERIODE ABAD MODERN

Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai menyuburkan
Filsafat Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke suluruh Eropa.

Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan
berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan
mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.

Discarles, seorang ahli Filsafat Prancis (1596-1650). termasuk pendiri Filsafat baru. Untuk
ilmu pengetahuan, ia menetapkan dasar - dasar sebagai berikut :

1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan apa yang
tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di tolak.
2. Di dalam penyelikidan harus kita mulai dari yang sekecil - kecilnya, lalu meningkat ke hal
- hal yang lebih besar.
3. Jangan menetapkan seusatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga menyatakan dengan
ujian. (H.A. Mustofa, 1999:51)
Sejarah Etika
Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di
lingkungan kebudayaan Yunani 2.500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang
baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar
bagi kelakuan manusia.
Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Kita tidak tahu
banyak tentang pytagoras. Ia lahir pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan
kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar
Pytagoras terbentuk lingkaran murid yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun.
Menurut mereka prinsip-prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut
ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-kubur”).
Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan. Dengan
bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan bermatematika, manusia
dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan.
Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan bahwa
segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu
atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang enak. Dengan demikian,
anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka pengertian hedonistik.
Sokrates (469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah
direkonstruksi karena bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisn Plato. Dalam
dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama sehingga tidak
mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato sendiri. Melalui dialog
Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis yang lebih jelas dengan
menghadapkannya pada implikasi-implikasi anggapan-anggapannya sendiri. Dengan
demikian, manusia diantar kepada kesadaran tentang apa yang sebenarnya baik dan
bermanfaat. Dari kebiasaan untuk berpandangan dangkal dan sementara, manusia diantar
kepada kebijaksanaan yang sebenarnya.
Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh
Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian bernada etika.
Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. Intuisi
daar Plato tentang hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat dan juga kerohanian di Barat
selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern paham tentang keterarahan objektif kepada Yang
Ilahi dalam segala yang ada mulai ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai pola etika;
diantaranya etika otonomi kesadaran moral Kant adalah yang paling penting. Etika Plato tidak
hanya berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan sufi
Muslim. Disinilah nantinya jalur hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan pemikir muslim
seperti Ibn Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat Yunani sehingga mempengaruhi
tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah Aristoteles, Epikuros (314-270 SM) adalah
tokoh yang berepengaruh dalam filsafat etika. Ia mendirikan sekolah filsafat di Athena dengan
nama Epikureanisme , akan menjadi salah satu aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-
muridnya tidak berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat
Epikuros adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah “hidup dalam
kesembunyian“.
Etika Epikurean bersifat privatistik. Yang dicari adalah kebahagiaan pribadi. Epikuros
menasihatkan orang untuk menarik diri dari kehidupan umum, dalam arti ini adalah
individualisme. Namun ajaran Epikuros tidak bersifat egois. Ia mengajar bahwa sering berbuat
baik lebih menyenangkan daripada menerima kebaikan. Bagi kaum Epikurean, kenikmatan
lebih bersifat rohani dan luhur daripada jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu dipenuhi.
Ia membedakan antara keinginan alami yang perlu (makan), keinginan alami yang tidak perlu
(seperti makanan yang enak), dan keinginan sia-sia (seperti kekayaan).
Tokoh-tokoh filsafat etika masih banyak lagi, dan penulis berkeinginan membahas
semuanya disini, namun karena keterbatasan tempat dan tema yang diangkat maka tokoh yang
disebut diatas penulis anggap sudah cukup mewakili sejarah filsafat etika pada masa itu. Dan
korelasinya dengan intelektual islam pada masa sesudahnya seperti Ibn Miskawaih yang dalam
banyak tulisannya (karya) banyak dipengaruhi dari pemikiran tokoh filsafat Yunani.

STUDI KASUS

Sembilan KAP yang dianggap melakukan koalisi dengan kliennya.


Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut Sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya
antara tahum 1995 – 1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta,
Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, Sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan
sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya
sehingga akibatnya mayoritas bank – bank yang diaudit tersebut termasuk di antara
bank – bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999.
Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT& M, H & R, JM & R, PU & R, R
Y , S & S, SD &R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi
etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang
diperiksa untuk memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada
pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang
dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.ICW menduga, hasil laporan KAP
itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keungan yang tidak
disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang coba
ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga
Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan
laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP
ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai. Kesembilan KAP itu
telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat,
misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut.
Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen
Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Teten, ICW
juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap
anggotanya yang melanggarkode etik profesi akuntan.

Analisa kasus

Dalam kasus diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.·
Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi
jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk
masyarakat dan juga pemegang saham. Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan palsu,
maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku
orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.· Kode etik kedua
yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik. Prinsip kepentingan publik adalah setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam
kasus ini, para akuntan dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian
laporan keuangan yang direkayasa.· Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip
integritas. Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi
mungkin. Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang
kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.· Kode etik keempat
yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas. Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus
menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Dalam kasus ini, sembilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan
tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan
mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepingan pihak lain.

(https://www.academia.edu/8112014/Kasus-Kasus_dalam_etika_profesi)

Daftar Pustaka

Apryani,Andita.2014.(Online),(https://www.academia.edu/8112014/Kasus-
Kasus_dalam_etika_profesi), diakses 18 maret 2018.

Aku belum nyari videonyaa lo 

Anda mungkin juga menyukai