Anda di halaman 1dari 25

Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya merupakan faktor yang
tidak mungkin diabaikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu dapat
diperkirakan bagaimana sulitnya seseorang yang tidak memiliki kemampuan
ekonomis untuk akses pada pendidikan yang bermutu. Hal ini tidak berarti bahwa
hanya orang kaya yang akan memperoleh pendidikan, disini letak peranan
pemerintah untuk membangkitkan peran masyarakat dalam arti luas untuk ikut
ambil bagian dalam proses pendidikan, untuk itu dituntut keterbukaan dari
pemerintah dalam hal pengelolaan biaya yang disediakan melalui APBN setiap
tahun, hanya dengan keterbukaan, yang didukung oleh kemampuan pemerintah
untuk meyakinkan masyarakat bahwa pengelolaan anggaran pendidikan sudah
bebas dari korupsi, kolusi, partisipasi masyarakat akan tumbuh. Partisipasi ini
sangat penting kecuali pemerintah menyediakan biaya yang diperlukan untuk
seluruh proses pendidikan.
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan baik ditingkat makro (negara)
maupun di tingkat mikro (lembaga) yang dianggap penting adalah masalah
tentang pembiayaan, pembiayaan merupakan unsur yang multak harus tersedia.
Sebagai contoh pemerintah Republik Indonesia sesuai amanat Undang-Undang
setiap tahunnya telah mencanangkan alokasi anggaran pendidikan sebesar minima
20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), demikian pula
pemerintah daerah setiap tahun menetapkan anggaran untuk pendidikan seperti
untuk gaji guru dan gaji tenaga kependidikan lainnya di daerah.
Dalam konteks lembaga atau organisasi, sekolah setiap tahun menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang menunjukkan
bagaimana perencanaan pendapatan dan penggunaan biaya untuk keperluan
operasional sekolah. Penggunaan biaya tersebut menggambarkan pola
pembiayaan dalam pendidikan. Dengan demikian pada semua tingkatan

Education Finance Page 1


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

penyelenggaraan pendidikan pembiayaan merupakan hal yang sangat penting


untuk turut menjamin terlaksananya pendidikan. Pendidikan tidak akan berjalan
tanpa adanya biaya.
Pendidikan yang berkualitas merupakan suatu investasi yang mahal.
Kesadaran masyarakat untuk menanggung biaya pendidikan pada hakekatnya
akan memberikan suatu kekuatan pada masyarakat untuk bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai sektor
publik yang dapat melayani masyarakat dengan berbagai pengajaran, bimbingan
dan latihan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Pelaksanaan PP No. 19 Tahun
2005 membawa implikasi terhadap perlunya disusun standar pembiayaan yang
meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan yang meliputi biaya
operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan bahwa
standar biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar
pembiayaan pendidikan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia.
Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dengan mudah dapat
dikatakan bahwa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk
dipikirkan oleh para pengelola pendidikan. Karena masalah pembiayaan
pendidikan akan menyangkut masalah tenaga pendidik, proses pembelajaran,
sarana prasarana, pemasaran dan aspek lain yang terkait dengan masalah
keuangan. Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya
dalam pengelolaan sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan
menjadi masalah sentral dalam pengelolaan kegiatan
pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk menyediakan biaya, akan
menghambat proses belajar mengajar. Hambatan pada proses belajar mengajar
dengan sendirinya menghilangkan kepercayaan masyarakat pada suatu lembaga.
Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan
menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik.

Education Finance Page 2


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam memahami permasalahan pembiayaan pendidikan di Indonesia,


kita perlu memahami permasalahan apa saja yang timbul serta alternatif
penyelesaiannya. Pemahaman tentang pembahasan ini juga akan membawa kita
pada bagaimana praktik pelaksanaan pembiayaan pendidikan beserta
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksaaannya.

B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Pembiayaan/Anggaran Pendidikan?
2. Bagaimana Sistem pembiayaan pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana permasalahan pembiayaan pendidikan yang dihadapi di
Indonesia?

C. Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan:
1. Mengetahui tentang Pembiayaan/Anggaran Pendidikan
2. Guna mengetahui sistem pembiayaan pendidikan yang ada di Indonesia.
3. Mengetahui permasalahan apa saja yang dihadapi mengenai pembiayaan
pendidikan di Indonesia.

Education Finance Page 3


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Education Finance
Biaya dalam pendidikan (Education Finance) meliputi biaya langsung
(direct cost) dan biaya tidak langsung (Inderect Cost). Biaya langsung terdiri dari
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan
kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya
transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua, maupun
siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang
(oportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama
lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Untuk sekolah dasar negeri, umumnya memiliki
sumber-sumber anggaran penerimaan, yang terdiri dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orang tua murid, dan sumber lain.

B. Perencanaan Anggaran Pendidikan


Dalam sebuah manajemen apapun selalu pelaksanaannya diawali dengan
perencanaan, pun begitu dengan bidang pendidikan yang berkaitan dengan
penganggaran. Untuk dapat menyusun anggaran pendidikan yang tepat para
administrator dan manajer pendidikan harus mengerti dan memahami segala hal
yang berkaitan dengan sistem penganggaran yang berlaku di suatu Negara. Di
antara sistem yang ada adalah Line Item Budgeting (LIB), Capital
Budgeting (CAB), Performance Budgeting (PEB), dan Zero Based
Budgeting (ZBB)
LIB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jenis barang
yang diperlukan. Pengalokasian barangnya pun disesuaikan dengan kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan misalnya; komputer, kursi-meja, 12 lusin ATK, 3
LCD proyektor, dan 6 Lemari guru dan lain-lainnya. Sedangan CAB adalah
sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jangka waktu yang lama, dalam

Education Finance Page 4


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

CAB ini anggaran diperhitungkan untuk jumlah anggaran yang diperlukan untuk
perencanaan jangka panjang. Misalnya; rencana jangka panjang adalah
membangun 15 lokal kelas, merehabilitasi gedung sekolah, membangun 10 ruang
laboratorium, dan mebangun 25 gedung perpustakaan. Dalam sistem CAB ini
dipergunakan untuk hal-hal yang mengandung nilai investasi jangka panjang, jadi
hal ini bisa dikatakan dengan sistem pengalokasian anggaran untuk biaya modal
atau biaya pembangunan.
PEB sendiri adalah sistem penganggaran pendidikan yang menitik
beratkan pada jenis barang yang diperlukan dalam jangka waktu yang lebih lama
lagi dan juga dikategorikan dengan keluaran. Maka dari hal itu pengeluaran ini
harus ditulis secara ketat yang berkaitan dengan perumusan tujuan umum maupun
tujuan khusus. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem penganggaran
pendidikan yang berorientasi pada keterbatasan sumber dana. Karena dana
terbatas maka dalam melakukan pengalokasian anggaran harus ada penajaman
prioritas baik mengenai program, kegiatan, maupun sasaran yang ingin dicapai.
Indonesia sendiri menggunakan sistem yang dikenal dengan SIPPA yang
merupakan kepanjangan dari Sistem Perencanaan, Penyusunan Program dan
Anggaran. Untuk dapat melakukan SIPPA ini perlu diperhatikan langkah-langkah
berikut ini; (1) merumuskan kebijakan program berdasarkan pada rencana umum
yang ada, (2) menyusun alternative tujuan-tujuan program yang dijabarkan dari
kebijakan program yang sudah dirumuskan, (3) memilih program dengan
mempertimbangkan tujuan program, alternative-alternatif, dan cara
pembiayaannya, (4) program yang terpilih selanjutnya dirumuskan dengan
mangacu kepada alternative tujuan dan biaya yang dikaitkan dengan dimensi
waktu.
Dalam kaitannya dengan satuan pendidikan (sekolah), maka perencanaan
anggaran pendidikannya mengikuti alur berikut; perencanaan tingkat sekolah,
perencanaan tingkat kabupaten/kota, dan perencanaan tingkat provinsi. Berbicara
pada tatanan tingkat mikro yaitu sekolah yang merupakan unit kerja yang bertugas
mengelola keuangan yang diperolehnya dari berbagai sumber serta memiliki
kewenangan dalam penggunaannya dalam untuk berbagai kebutuhan seperti untuk

Education Finance Page 5


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

membiayai proses belajar mengajar, melengkapi sarana sekolah, meningkatkan


kesejahteraan guru, dan pekerja sekolah, dan lain-lain sebagainya, maka sekolah
harus mempunyai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Kemudian RAPBS ini memuat jenis dan besarnya pendapatan serta jenis dan
besarnya pengeluaran sekolah. Besarnya pengeluaran sekolah harus sesuai dengan
besarnya pemasukan dan sumber daya sekolah yang berasal dari pendapatan
sekolah.
Sumber pendapatan dan penerimaan sekolah dapat berasal dari
pemerintah, masyarakat, organisasi dan perorangan. Anggaran yang berasal dari
pemerintah berbentuk dari kegiatan-kegiatan rutin (DIK) dan proyek-proyek
pembangunan (DIP). Sedangkan anggaran yang datang dari masyarakat bisa
berupa bentuk SPP/DPP dan sumbangan-sumbangan sukarela. Walau banyak
sumberdana yang datang namun tetap yang masih manjadi andalan setiap sekolah
adalah anggaran yang datang dari pemerintah.
Dalam penyusunan RAPBS, semua aspek keuangan beserta mekanisme
penerimaan dan pengeluaran serta harga satuan setiap komponen kegiatan harus
diperhitungkan. Kepala sekolah harus memasukkan anggaran yang diperoleh dari
pemerintah dalam usulan kebutuhannya ditahun yang akan datang. Sehingga
kebutuhan besarnya biaya yang dibutuhkan akan terpenuhi dan tidak mengalami
kekurangan.

C. Pelaksanaan Anggaran Pendidikan


Mekanisme pembiayaan pendidikan sekolah negeri di Indonesia
mengalami perubahan seiring dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Saat ini aliran dana dari pusat ke daerah dilakukan melalui
mekanisme dan perimbangan, khususnya melalui dana alokasi umum (DAU) yang
bersifat block grant. Melalui alokasi ini pemda lebih memiliki kepastian tentang
waktu dan jumlah dana yang diterimanya. Dari sisi pembelanjaan, pemda juga
mempunyai keleluasaan dalam merencanakan anggarannya, sehingga dapat
mengalokasikan anggaran sesuai prioritas pembangunan didaerahnya. Menurut
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Education Finance Page 6


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

dan Daerah, selain DAU, dana perimbangan yang diterima daerah adalah dana
bagi hasil dan dana alokasi khusus (DAK). Sumber penerimaan daerah lainnya
adalah pendapatan asli daerah (PAD), pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan
yang sah. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
Selain melalui mekanisme dana perimbangan, alokasi dana pusat ke daerah
juga dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Pemerintah provinsi selain melaksanakan tugas desentralisasi,
sekaligus juga melaksanakan tugas dekonsentralisasi yang secara operasional
dilakukan oleh dinas (teknis) provinsi. Anggaran pelaksanaan dekonsentralisasi
merupakan bagian dari APBN yang disalurkan melalui gubernur oleh
departemen/lembaga pemerintah non-departemen terkait. Anggaran tugas
pembantuan sama dengan anggaran dekonsentralisasi, tetapi dapat disalurkan baik
keprovinsi maupun kabupaten/kota, bahkan langsung ke desa.
Pertanggungjawaban penggunaan dana dekonsentralisasi dan tugas pembantuan
langsung kepada pemerintah pusat melalui departemen/lembaga pemerintah non-
departemen yang menugaskan. Administrasi penggunaan dana dekonsentrasi dan
tugas pembantuan dipisahkan dari administrasi penggunaan dana desentralisasi.
Di sektor pendidikan, pelimpahan kewenangan dan anggaran yang terkait
dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh depdiknas kepada gubernur yang
pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada dinas pendidikan tingkat
provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan anggaran tugas pembantuan
dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan
kabupaten/kota atau langsung ke tingkat desa. Mengingat sebagian besar
kewenangan dibidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah,
khususnya ke pemerintah kabupaten/kota, maka seharusnya penanganan sebagian
besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi
tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian, dimasa depan kemajuan
pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian pemkab/pemkot pada
sector pendidikan.

Education Finance Page 7


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara


umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang
menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja
pemerintah pusat. Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam
menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk
pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.
Dalam melaksanakan anggaran pendidikan harus sesuai dengan sasaran
yang tepat dan sesuai dengan sumber daya-sumbar daya yang diperoleh. Biaya
pendidikan yang didapat dari sumber-sumber dana kemudian dipergunakan dan
dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan sekolah. Dalam
mengalokasikan dana pendidikan biasanya memperhatikan komponen-komponen
siswa, guru, dan ruang belajar. Selain itu ada juga pengalokasian dana
berdasarkan bobot-bobot tujuan pendidikan, berdasarkan tingkat angka partisipasi
siswa, dan berdasarkan rumus-rumus alokasi keuangan.
Untuk mengalokasikan dana kepada siswa biaa digunakan cara yang
paling mudah yaitu berdasarkan perhitungan siswa dari awal tahun, tengah tahun
dan akhir tahun. Cara seperti ini sering digunakan dalam pengalokasian dana
karena dianggap paling mudah, karena mudahnya sering menimbulkan ketidak
akuratan data. Untuk menutupi kekurangan itu cara yang digunakan adalah
menghitung jumlah rata-rata siswa setiap hari untuk mengetahui siswa yang putus
sekolah dan yang tidak masuk. Sehingga memudahkan dalam pentatausahaan dan
pelaporannya yang bisa dikerjakan secara tahunan, bulanan, dan mingguan.
Sedangkan pengalokasian dana bagi para guru perlu memperhatikan
karakteristik dari tiap=tiap guru, karena guru yang ada itu bermacam-macam
berdasarkan latar belakang pendidikannya, kehliannya baik guru kelas atau guru
mata pelajaran, menurut tempat tugs di kota atau di desa. Pengalokasian dana
pendidikan untuk guru ini memiliki dampak terhadap rasio siswa yang terkadang
hasilnya negative. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik guru
hrus dicermati betul.

Education Finance Page 8


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

D. Penatausahaan Anggaran Pendidikan


Penatausahan keuangan pendidikan adalah kegiatan pencatatan transaksi
keluar masuknya uang yang digunakan untuk membiayai program pendidikan
dengan maksud agar diperoleh informasi tentang pengelolaan anggaran
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini perlu diperhatikan
dengan baik, karena hal ini sangat berguna dalam rangka pembuatan kebijakan
dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengguna anggaran
pendidikan.
Dalam hal penatausahaan anggaran pendidika setidaknya ada dua hal
penting yang harus dilakukan yaitu; pendataan dan pelaporan keuangan
pendidikan, dan pembukuan pelaksanaan anggaran pendidikan.
Dalam kegiatan pendataan ini meliputi indentifikasi dan pengukuran data
keuangan, pencatatan dan pengklasifiasian data keuangan, dan melakukan
pelaporan keuangan kepada oihak pengguna. Untuk mengidentifikasi data
keuangan pendidikan dilakukan secara mendetil dan ditulis sear kronologis dan
sistematis selama satu periode tertentu di dalam sebuah buku atau jurnal. Setiap
pencatatan harus didukung dengan sejumlah faktur, kwitansi, dan nota yang sesuai
dan telah disahkan oleh pihak yang berwenang mengeluarkan itu.
Dalam memproses data keuangan pendidikan hal yang perlu dilakukan
adalah pencatatan, engeonpokan, dan pengiktisaran. Pencatatan trnsaksi yang
dimaksud adalah pengumpulan data secara kronologis yang kemudian akan
digolong-golongkan kedalam kategori tertentu agar penyajian dapat diringkaskan.
Misalnya upah guru dan para staf digolongkan dalam sebuah rubric khusus “gaji
pegawai”. Apabila telah digolongkan maka selanjutnya harus disajikan dalam
bentuk laporan bertabel, diagram, dan paiye, agar orang lain dapat menbaca
informasi yang disajikan.
Data keuangan pendidikan yang sudah dicatat, dikelompokkan, dan
diikhtisarkan harus dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait. Pelaporan harus
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bisanya
agar laporan keuangan berguna dalam proses pengambilan keputusan, maka
laporan tersebut harus dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis laporan keuangan

Education Finance Page 9


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

merupakan kegiatan menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan


keuangan pada angka lain.
Kemudaian hal kedua yang berkaitan dengan pembukuan pelaksanaan
pendidikan harus dijalani dengan baik setelah melakukan pendataan dan pelaroran
keuangan. Kegiatan pembukuan adalah kegiatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan teknis akuntansi yaitu melakukan pencatatan, penggolongan, dan
pengiktisaran berbagai macam transaksi-transaksi keuangan yang beredar. Selain
berhubungan dengan pencatatan akuntansi juga bergelut dengan melakukan
pemerikasaan, penyusunan laporan, penafsiran laporan dan lain-lain. Jadi bisa
disimpulkan bahwa akuntansi merupakan kegiatan penatausahaan keuangan suatu
unit kerja.
Dari buku-buku yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan
akuntansi ini adalah; buka kas umum skontro dan buku kas umum tabelaris.
Semua jenis pembukuan yang digunakan dalam hal akuntansi dimaksudkan untuk
memiliki kemudahan membaca informasi yang dihasilkan dari kegiatan
pentatausahaan keuangan pendidikan. Maka dari itu seharusnya pencatatan
keuangan pendidik ini hrus dilakukan oleh seorang professional yang memiliki
keahlian dalam akuntansi

E. Pengawasan Anggaran Pendidikan


Dalam sebuah manajemen manapun tidak akan pernal lepas dengan
pengawasan atau yang kita kenal dengan controlling. Secara istilah pengawasan
ini bermakna suatu kegiatan melihat, memerhatikan, memonitor, memeriksa,
menilai, dan melaporkan pelaksaanan dari sebuah program yang telah
dicanangkan untuk melihat ketercapaian tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Dalam kaitannya dengan pengawasan penggunaan dana pendidikan
dapat diartikan dengna memperhatikan, melihat, menilai, dan melaporkan
penggunaan anggaran pendidikan yang telah dialokasikan untuk membiayai
program=program pendidikan agar anggaran yang dialokasikan tersebut
digunakan sesuai dengan semestinya, dan program pendidikan dapat berjalan
secara baik, efesian, dan efektif.

Education Finance Page 10


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

Agar pengawasan keuangan pendidikan ini dapat hasil yang diinginkan,


maka pengawasan tersebut harus dijalani dengan baik secara sistematik dan
sistematis muali dari kegiatan memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan.
Pengawasan dana pendidikan tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengan
namun ia harus dilakukan secara total. Pola pengawasan yang digunakan dalam
pengawasan keuangan pendidikan ditujukan pada kondisi riil dari kinerja (input),
informasi yang tepat untuk bahan pelapran kepada pihak yang berwenang
melakukan pengambilan kebijaksanaan (out put), dan monitoring, evaluating, dan
reporting menjadi focus utama dalam proses pengawasan.
Pengawasan penggunaan anggaran pendidikan merupakan kegiatan untuk
mengamankan rencana, program, dan keputusan-keputusan yang telah dibuat dan
sedang dilaksanakan di bidang pendidikan. Oleh sebab itu pengawasan
penggunaan anggaran pendidikan juga dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk
menetapkan suatu pekerjaan yang sedang dan telah dikerjakaan, menilainya,
mengoreksinya dengan maksud agar pelaksaanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana awal.
Setidaknya ada ada empat presfektif pelaksanaan pengawasan biaya
pendidikan di antaranya adalah; pengawasan melekat, pengawasan fungsional,
pengawsan legalistif, dan pengawasan msyarakat. Ini merupakan bentuk
optimalisasikan peran pengawasan keuangan pendidikan.

F. Pertanggungjawaban Keuangan Pendidikan


Dalam pengolahan keuangan pendidikan tidak akan terlepas dari
pembuatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, yang dimaksud dengan
pertanggungjawaban keuangan pendidikan adalah aktivitas membuat laporan
keuangna dari kegiatan pengelolaan keunangan pendidikan yang disusun setelah
semua bukti pengeluaran diuji kebenarannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan untuk atasan langsung
bendaharawan atau untuk instansi yang terkait.
Kegiatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan dilakukan dengan
mengecek keabsahan bukti pengeluaran, keabsahan itu harus memiliki komponen

Education Finance Page 11


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

berikut; nama instansi, nama yang berhak menerima pembayaran, uraian


pembayaran, jumlah uang yang dibayar, tahun anggaran dan mata anggaran, bea
materai temple. Sebenarnya masih banyak sekali hal yang terkait dengan
pertanggungjawaban keuangan pendidikan, hal ini dianggap penting karena jika
tidak ada pelaporan pertanggungjawaban maka bisa jadi akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan penggunaan keuangan yang ada.
Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama
mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Pengevaluasian
dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan
dipertanggung jawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh dari
orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh kepala
sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari
pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintah.
Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa
juga guru berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Disekolah-
sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari
serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa:
1. Dana dibelanjakan sesuai rencana,
2. Ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
3. Pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
4. Dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau
diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.
Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok
staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola
anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang
direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila
memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan.

Education Finance Page 12


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

G. Landasan Hukum Pembiayaan Pendidikan di Indonesia


UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya,
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia. Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan
dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat
2, berbunyi bahwa: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai lima belas tahun, kemudian Pasal 12, Ayat 1 Setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang
berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan
mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya. Setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung
biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan
dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34, mengatakan bahwa: Setiap warga negara
yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah
dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan

Education Finance Page 13


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan


Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN
pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang
diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.
Pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP.
Karena standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan atas buku teks
pelajaran, maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun 2005
tentang Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan menetapkan masa
pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks pelajaran tidak
dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan standar nasional
pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri. Pada
Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang
mampu untuk memiliki buku teks pelajaran; anjuran sebagaimana dimaksud
bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan; untuk memiliki buku teks
pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar; untuk
membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran,
satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku
teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan
koleksi perpustakaannya.
Kepmendiknas No.129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen
sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen
pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan,
olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal
seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA,
pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan

Education Finance Page 14


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk
masing-masing SPM. Karena standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan atas
buku teks pelajaran, maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun
2005 tentang Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan menetapkan
masa pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks pelajaran
tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan standar nasional
pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri. Pada
Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang
mampu untuk memiliki buku teks pelajaran; anjuran sebagaimana dimaksud
bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan; untuk memiliki buku teks
pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar; untuk
membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran,
satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku
teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan
koleksi perpustakaannya.

H. Pembiayaan Pendidikan di Indonesa


model pembiayaan pendidikan memiliki dua sisi yaitu sisi pengalokasian
dan sisi penghasilan. Seperti yang dikatakan oleh John S. Mrophet, pada dasarnya
pembiayaan diklasifikasikan menjadi dua model, yaitu:
1. Flat Grand Model menggunakan system distribusi dana, semua distrik
atau Kabupaten/kota menerima jumlah dana yang sama untuk setiap
muridnya tidak memperlihatkan perbedaan kemampuan daerah.
Daerah yang sumber dayanya kaya raya dan daerah yang sumber daya
alamnya tidak mendukung (miskin), untuk membiayai program
pendidikan setiap menerima dana dengan jumlah yang sama dan
dihitung biaya per siswa dalam 1 (satu) tahun yang direfleksikan
sebagai kebutuhan yang bervariasi dalam unit biaya yang diberikan
kepada sekolah
2. Equalization Model ini bertitik tolak pada ability to pay (kemampuan
membayar) masyarakat. Masyarakat yang miskin tentu perlu menerima

Education Finance Page 15


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

bantuan dana lebih serius dibanding dengan masyarakat yang


incomenya lebih tinggi. Karena itu sekolah miskin akan memperoleh
kesempatan sejajar dengan sekolah lainnya,
Untuk kondisi Indonesia, model pembiayaan tidak bisa terlepas dari
subsidi pemerintah pusat, sekalipun telah ada wewenang sebagaimana
diamanatkan UU otonomi Daerah. Hal ini dikarenakan kemampuan sumber daya
alam yang sangat berbeda atau penghasilan (PAD) yang sangat rendah, serta
kesadaran pada pembangunan investasi pendidikan. Menurut Soedijarto (2006:1)
hampir dua tahun MPR RI menetapkan amandemen pasal 31 yang menetapkan
kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar yang wajib bagi setiap
warga Negara (pasal 31 ayat (2)) dan kewajiban negara (pemerintah dan DPR)
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
APBN serta dari APBD (pasal 31 ayat (4) UUD 1945), pada tanggal 26 Januari
2004 kepada kesepakatan untuk mengalokasikan anggaran pendidikan 3,49%
APBN dan secara bertahap akan terus ditingkatkan sehingga pada tahun 2009
akan mencapai 20% APBN.
Suatu keadaan yang ironis bila dibandingkan dengan perhatian pendidikan
di Negara yang maju seperti Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris Perdana
Menteri Blair nyaris terancam mendapat mosi tidak percaya karena masalah
pembiayaan pendidikan tinggi. Di Indonesia besarnya uang kuliah bahkan hanya
ditentukan oleh masing-masing Universitas, sedangkan di Inggris melalui UU
yang ditetapkan parlemen. Di Amerika Serikat John Keey memenangkan
pemilihan calon presiden partai Demokrat di Iowa dan New Hamphsire karena
tekadnya untuk kembali memperhatikan pendidikan dan kesehatan.
Tidak pedulinya pemerintah terhadap kenyataan masih belum dapat
bebasnya rakyat untuk mengikuti pendidikan dasar yang telah ditetapkan sebagai
wajib tanpa dipungut biaya, tidak ditindaknya Kepala Sekolah Negeri (SD dan
SMP) yang mengadakan seleksi masuk SD dan SMP merupakan kenyataan
elementer bagi tidak pahamnya penyelenggaraan Negara (DPR dan pemerintah)
terhadap ketentuan pembukaan UUD 1945 dan pasal 31 khususnya ayat (2) UUD
1945. Negaranegara yang kini maju dalam membangun bangsanya (Amerika

Education Finance Page 16


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

Serikat, Inggris, Jerman, Perancis, dan Jepang) dan disusul Korea Selatan,
Taiwan, dan Malaysia adalah Negara yang berpegang pada paradigm “to build
Nation build Schools” para pendiri republic adalah penganut paradigm ini. Karena
itu mereka yakin bahwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan
kebudayaan nasional perlu diselenggarakan “satu system pengajaran nasional”.
Karena itu kepada mereka yang meragukan gunanya biaya sekurangkurangnya
20% jawabannya adalah agar sekolah kita berkualitas sama dengan sekolah yang
pada jaman penjajahan diperuntukan bagi orang Eropa, bangsawan, dan priyai
baik dalam hal tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, fasilitas, kurikulum,
waktu belajar dan intesitasi proses pembelajaran, sistem evaluasi, serta
lingkungan sekolahnya. Tanpa dapat menyelenggarakan sekolah semacam itu
pendidikan nasional tidak akan pernah dapat menjadi pendukung lahirnya
manusia yang berkualitas yang mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses
pembangunan bangsa melainkan hanya akan menghasilkan masalah, seperti
sekarang sedang melanda Negara-negara berkembang termasuk Indonesia
(Soedijarto, 2006:1).
Perhitungan biaya dalam pendidikan akan ditentukan oleh unsurunsur
tersebut yang didasarkan pula pada perhitungan biaya nyata (the real cost) sesuai
dengan kegiatan menurut jenis dan volumenya. Dalam konsep pembiayaan
pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis yaitu biaya
pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost).
Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat
sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang
dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun.
Terdapat standar pembiayaan pendidikan di Indonesia, standar
pembiayaan pendidikan adalah biaya minimum yang diperlukan sebuah satuan
pendidikan agar dapat melaksanakan kegiatan pendidikan selama satu tahun.
Biaya disini meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal.
Standar pembiayaan diatur dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007. Di
Permendiknas ini diatur biaya minimum yang harus dikeluarkan untuk setiap
satuan pendidikan dan juga setiap jalur pendidikanya. Baik yang jalur umum atau

Education Finance Page 17


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

jalur berkebutuhan khsusus, UU telah merinci berapa biaya yang harus


ditanggung setiap peserta didik selama setahun agar proses belajar dapat berjalan.
Permendiknas ini mengatur standar biaya nonpersonalia.
Selain standar pembiayaan, ada pula yang namanya Sistem pembiayaan
pendidikan yaitu, proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan
untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah, tergantung dari
kondisi masingmasing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan,
kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program
pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.
Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana
pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan
mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat
pendidikan yang berbeda-beda. Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek
yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam
masalah pembiayaan pendidikan:
1. Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan
dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan
investasi dalam sumberdaya manusia atau human capital.
2. Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk
memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak
pada social benefit secara keseluruhan.
3. Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan

I. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia


Fenomena pendidikan yang menggunakan biaya begitu besar dari
masyarakat ini, juga sempat terlihat saat pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa
waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai biaya yang harus
ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui jika
Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang pendidikan
khusus siswa SD dan SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara dana

Education Finance Page 18


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran
berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih
jika Pemerintah sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin.
Jika benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkrit
adalah angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada dari tahun
ketahun semakin meningkat, padahal, siapa pun tahu jika program BOS mulai
dirintis sejak 2005 dengan harapan akan untuk membantu masyarakat yang tidak
mampu.
Di lihat dari konstitusi, Pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai
anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD
1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai
pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan
Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak
usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya. Lalu muncul
pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik
pungutanpungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No. 20 tahun 2003
Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan
agar Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya. Ditilik dengan lebih jauh, pemerintah
tampak tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya
ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18 tahun 2006 tentang APBN 2007
yang mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD
1945 malah ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu,
dimana Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No
13 tahun 2005 tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1%
bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu yang menjadi kritikal isu dalam kebijakan pembiayaan
pendidikan adalah apakah yang dikatakan pemerintah terkait anggaran 20% pada
APBN dan APBD tidak cukup untuk membiayai pendidikan kita di Indonesia?
Kemudian, apakah dana BOS yang dialokasikan pemerintah untuk jenjang

Education Finance Page 19


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

pendidikan SD dan SMP dapat dikatakan berhasil mengurangi meningkatnya anak


putus sekolah dari tahun ke tahun?. Melihat kenyataan pengelolaan anggaran
negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di samping mentalitas
korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang perlu memikirkan
lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran negara
seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan
kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan
komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya
pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk lebih memprioritaskan
pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak
bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang
bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu
diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental meningkatkan kualitas
individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individuindividu manusia
diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan
zaman. Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan
anak bangsanya. Biaya pendidikan memang mahal. Tidak ada satu individu yang
dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan pendidikan. Karena itu harus
ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang dapat menjamin bahwa
setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang
semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang
miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam
pendidikan. Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-
instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan lembaga privat swasta.
Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan kultur pendidikan
yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan.
Sekolah kita mahal:
1. pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat
sekolah. Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan,
pola pikir Darwinian menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab

Education Finance Page 20


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada
masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara
bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri
yang dikelola oleh negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan
rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak terbeli.
2. Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada
masyarakat terjadi karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika
pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala Adam Smith yang "gemar
mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri," setiap
kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi
ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada
kesempatan) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari proyek
anggaran pendidikan.
3. Ketiga, mental pejabat negara, juga swasta, terutama karena tuntutan
persaingan di pasar global.
Pendidikan merupakan conditio sine qua non bagi sebuah masyarakat yang
solid, demokratis, dan menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya
ini, mengelola pendidikan dengan manajemen bisnis bisa membuat lembaga
pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena itu,
sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui
jaringjaring privatnya menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek
orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti, uang gedung, iuran,
pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan belajar, dan lain-lain.
Menurut Soedijarto (2006:28) negara kurang menyadari bahwa belum
cerdasnya kehidupan bangsa, belum majunya kebudayaan nasional dan belum
sejahteranya kehidupan rakyat secara berkeadilan, akarnya adalah karena
masihrendahnya kualitas manusia Indonesia. Semua Negara maju dan yang kini
menjadi Negara maju adalah Negara yang sejak mulai proses pembangunan
bangsa telah meletakan pendidikan sebagai elemen utamanya dan diberi alokasi
anggaran pendidikan yang memadai. Kini rata-rata anggaran pendidikan anggota
Uni Eropa adalah 5% Produk Domestik Bruto (PDB), Negara Belanda adalah 7%

Education Finance Page 21


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

PDB atau 37% APBN. Di Asia, Indonesia merupakan yang terendah alokasinya
hanya 1,4% PDB, sedangkan Negara lain, Malaysia 5,2% PDB, Vietnam 2,8%
PDB, Filipina 3,4% PDB, Thailand 5,0% PDB, Korea Selatan 5,3% PDB, dan
Jepang 7,0% PDB.

J. Kebijakan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia


Pemerintah wajib membiayai kegiatan pendidikan di berbagai
Departemen, baik Departemen pertahanan, Kepolisian RI, Depkumham, BPN,
Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM,
Depbudpar, dan kementrian lainnya. Tetapi kegiatan “kependidikakn” yang
terjadi didepartemen dan lembaga tersebut bukanlah “pendidikan” seperti yang
dimaksud dalam pengertian pendidikan seperti yang dimaksud dalam pasal 1 ayat
(1) UU No. 20 tahun 2003. Makna dari isi UU tersebut hakekatnya memandang
pendidikan sebagai proses untuk membantu anak dan generasi muda untuk
menjadi manusia dewasa yang cerdas, berkarakter, bermoral, berilmu, dan
bertaqwa, dan menguasai keterampilan vokasinal/professional. Dalam bahasa
UNESCO “to mould the character and mind of young generation” berangkat dari
pemahaman ini tepatlah kalau UU No. 20 tahun 2003 (pemerintah dan DPR)
menafsirkan pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dalam pasal 49 ayat (1) yang mana
isinya: “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
pada sector pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD).
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa siapa yang dirugikan dengan tidak
dilaksanakannya ketentuan pasal 31 ayat (4) yang oleh UU No. 20 tahun 2003
ditafsirkan dalam pasal 49 ayat (1).
1. Pemerintah Republik Indonesia. Tidak lain karena dengan tidak disediakannya
dana sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan 20% dari APBD pemerintah
tidak mungkin melaksanakan tanggung jawab konstitusionalnya seperti
dituntut oleh: Pasal 31 ayat (1) yang memberi hak kepada setiap warga Negara
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, Pasal 31 ayat (2) yang

Education Finance Page 22


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

mewajibkan pemerintah membiayai pendidikan dasar yang wajib bagi setiap


warga Negara, Pasal 31 ayat (5) yang mewajibkan pemerintah untuk
memajukan IPTEK, dan Pasal 31 ayat (3) mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pendidikan nasional.
2. Rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan kondisi kehidupan masyarakat yang jauh
dari sejahtera sukar diharapkan bahwa rakyat akan mampu menggunakan
haknya memperoleh pendidikan tanpa bantuan pemerintah.
3. PGRI adalah organisasinya kaum pendidik, ISPI adalah organisasinya kaum
pendidik. Sampai sekarang masyarakat selalu menilai pendidikan kita tidak
bermutu, lembaga pendidikan tinggi kita berada pada urutan bawah dalam
jajaran dengan perguruan tinggi di Negara lain.

Education Finance Page 23


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan merupakan conditiosine qua non bagi sebuah masyarakat yang


solid, demokratis, dan menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya
ini, mengelola pendidikan dengan manajemen bisnis bisa membuat lembaga
pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena itu,
sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui
jaringjaring privatnya menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek
orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti, uang gedung, iuran,
pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan belajar, dan lain-lain.
Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara
umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang
menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja
pemerintah pusat. Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam
menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk
pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.
Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya
pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang berlaku memiliki semangat
melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa pendidikan. Jika semangat
"mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada
seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan
dan keterpurukan. Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya
demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.

Education Finance Page 24


Analisis Pengelolaan dan Kebijakan Pendidikan

DAFTAR RUJUKAN

Andi Arrken. 2013. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia.


http://andimpi.blogspot.com/2013/0 6/pembiayaan-pendidikan-
diindonesia.html diakses tanggal 05/03/2018 19.00.

Armida. 2001. Model Pembiayaan Pendidikan di Indonesia. Jurnal Media


Akademika, Vol 26. No. 1 Januari 2001.

Fattah. 2006. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan.Rosda. Bandung

Garner.William.C. Education Finance for School Leaders:”Strategic and


Planning”. Pearson.

Soedijarto, 2006. Memahami Makna Yang Tersurat dan Tersirat Dari Pasal 31
Ayat (4) UUD 1945 Tentang Anggaran Pendidikan. Jakarta: ISPI

UUD 1945 Amandemen IV

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Kepmendiknas No. 129/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan.

PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan


Provinsi sebagai Daerah Otonom

Education Finance Page 25

Anda mungkin juga menyukai