Anda di halaman 1dari 21

Konsep dramatisasi puisi secara umum bermakna mementaskan puisi secara teateral dengan

menggunakan konvensi-konvensi teater. Puisi dalam hal ini harus diubah terlebih dahulu dalam
bentuk naskah teater yang berisi dialog dengan berbagai keterangan pementasan. Karena itu,
puisi yang dipilih untuk dramatisasi umumnya merupakan puisi naratif atau ballada yang di
dalamnya ada unsur tokoh, konflik, alur, latar, dan dialog. Berikut ini diberikan contoh naskah
dramatisasi puisi Aminah karya WS Rendra.

Aminah

Adalah perempuan jalan di pematang

Ketika jatuh senjakala

Sawah muda, angin muda

Tapi langkahnya sangat gontainya

Sebentar nanti bila kakinya

yang beralaskan sandal

menginjak pelataran rumahnya

tentu hari belum gelap terlalu

Ibunya yang sangat tua akan menatapnya

dan dua batang kali kecil

akan mengalir dari matanya

ia akan berkata antara sedannya:

Ibu, aku pulang

dan keduanya akan berpelukan

Maka untuk sementara langit sibuk berdandan

untuk pesta malamnya

dan udara terdengar sedan kegirangan

yang memancar dari rumah tua,


akan terdengar para tetangga

berbisik antara sesamanya

dan mata mereka bagai kucing

mengintip dari tempat gelap:

Kampung kita yang tentram

mulai lagi bermusang.

Ah, ya, betapa malunya!

Telah datang ular berbisa!

Jangan dekati ia!

Adalah perempuan jalan di pematang

Ketika jatuh senjakala

Sambil memandang tanah kelabu

ia bayangkan dengan terang

yan bakal menimpa dirinya

Juga sudah terbayangkan olehnya

Salah satu bunda cerita pada putranya:

Jauhi Aminah!

Kalau bunga, ia bunga bangkai

Kalau buah, ia buah maja.

Ia adalah ular beludak

Ia adalah burung malam.

Begini ceritanya:

Dulu ia adalah bunga desa


ia harum bagai mawar

tapi sombong bagai bunga mentari.

Bila mandi di kali

ia adalah ikan yang indah

tubuhnya menyinarkan cahaya tembaga.

Dan di daratan ia bagai merak

berjalan angkuh dan mengangkat mukanya

Para pemuda menggadaikan hati untuknya.

Tapi ia kejam dan tak kenal cinta

Ia banyak dengar dongeng tentang putri bangsawan

lalu ia bayangkan ia putri

lalu ia ingin kekayaan.

Mimpi meracuninya.

Maka pada suatu ketika

seorang lelaki datang dari kota

Ia kenakan jas woleta

dan arloji emas di tangannya

tapi para orang tua sudah tahu

matanya tak bisa dipercaya.

Mulutnya bagai serigala

dengan gigi caya perak dan mutiara

Kata-katanya manis bagai lagu air

membawa mimpi tak berakhir.


Ketika dikenalnya Aminah

dibujuknya ia ke kota bersamanya.

ia bayangkan kekuasaan

ia bayangkan kekayaan

ia bayangkan kehidupan putri bangsawan

dan pergilah Aminah bersamanya

Jadi terbanglah merak ke dunia mimpinya

Ia makan mega dan kabut menyapu matanya.

Dan semua orang tua yang cendekia sudah tahu

Sejak sebermula sudah salah jalannya

Maka seolah sudah ditenungkan

ketika sepupunya menengok ke kota

ia jumpai Aminah jauh dari mimpinya.

Hidup di gang gelap dan lembab

tiada lagi ia bunga tapi cendawan.

Biru pelupuk matanya

mendukung khayal yang lumutan.

Wajahnya bagai topeng yang kaku

kerna perawannya telah dikalahkan.

Maka sepupunya meratap pada ibunya

Laknat telah tumpah

di atas kepala pamili kita.

Bunga bangkai telah tumbuh di halaman.


Belukar telah tumbuh antara padi-padian

Kalau kita minum adalah tuba di air

Kalau kita makan adalah duri di nasi

Kerna ada antara kita

telah jadi perempuan jalan!

Kini ularnya sudah pulang

Dan bisanya sudah terasa di daging kita.

Jangan dekati ia!

Jangan dekati ia!

Ia cantik, tapi ia api

Di kali ia tetap ikan jelita

tapi telah busuk rahimnya.

Jangan dekati ia!

Jangan dekati ia!

Adalah perempuan jalan di pematang

ketika jatuh senjakala

sambil merasa angin di mukanya

ia bayangkan yang bakal menimpa dirinya.

Ia tahu apa yang bakal dikatakan tetangga

ia tahu apa yang bisa terduga

ia tahu tak seorangpun akan berkata:

Berilah jalan padanya

orang yang naik dari pelimbahan.


Sekali salah ia langkahkan kakinya

dan ia tertangkap bagai ikan dalam bubu.

Berilah jalan pada kambing hitam

kerna ia telah dahaga padang hijau

Berilah jalan pada semangat hilang

kerna ia telah dahaga sinar terang.

Dengan mudah ia bisa putar haluan

tapi air kali hanya kenal satu jalan

dan ia telah mengutuki kejatuhannya

dan ia telah berniat akan bangkit

Maka ia adalah bunga mentari

Maka ia adalah merak yang kukuh hati

Adakah perempuan jalan di pematang

ketika jatuh senjakala

sambil mengenang yang bakal datang

ia tetap pada jalannya

Rahmad Giryadi (dalam Tjahjono, 2005) membuat naskah dramatisasi puisi puisi di atas sebagai
berikut.

AMINAH

Puisi Rendra

Naskah Dramatisasi: Rahmat Giryadi

Seorang ibu duduk di sudut ruangan dengan tenang menjahit (menyulam) kain sementara dari
arah penonton Aminah berjalan perlahan dengan amat ragu-ragu menghampiri ibunya. Seperti
mendapat petunjuk ibunya menggumam.

Ibu:
Aminah!!!

Penduduk menyambut kedatangan Aminah dengan was-was. Terjadi pergunjingan. Di mana-


mana nama Aminah disebut-sebut.

Penduduk:

Aminah! Aminah! Aminah! Aminah!

Mereka memandang dengan kebencian, curiga, marah, sinis, dan sebagainya. Sementara Aminah
terus berjalan menuju rumahnya. Ibunya menanti dengan harap-harap cemas.

Narator:

Adalah perempuan jalan di pematang

Ketika jatuh senjakala

Sawah muda, angin muda

Tapi langkahnya sangat gontainya

Sebentar nanti bila kakinya

Yang beralas sandal itu

Menginjak pelataran rumahnya

Tentu hari belum gelap terlalu.

Ibunya yang tua akan menatapnya

Dan dua batang kali kecil

Akan menjalar dari matanya

Ia akan berkata dengan sedannya:

Aminah:

Ibu, aku pulang

Narator:

Dan keduanya akan berpelukan


Suasana rumah Aminah tampak gembira, tetapi penduduk melihat dengan penuh prasangka dan
kebencian. Matanya keluar, mulutnya panjang, dahinya berkeriput, dan suara bisikannya geram
seperti macan.

Narator:

Maka sementara langit sibuk berdandan

Untuk pesta malamnya

Dan udara terdengar sedan kegirangan

Yang memancar dari rumah tua,

Akan terdengar para tetangga

Berbisik antara sesamanya

Dan mata mereka bagai kucing

Mengintip dari tempat gelap:

Penduduk bersama-sama:

Kampung kita yang tentram

Mulai lagi bermusang

Ah, ya, betapa malunya!

Telah datang ular yang berbisa!

Jangan dekati ia!

Jangan dekati Aminah merupakan kesepakatan bersama penduduk. Rumah yang memancarkan
kegembiraan menjadi seperti beku karena terasing dari lingkungannya.

Penduduk (berulang-ulang) :

Jangan dekati ia

Narator:

Adalah perempuan jalan di pematang

Ketika jatuh senjakala


Sambil memandang tanah kelabu

Ia bayangkan dengan terang

Yang bakal menimpa dirinya

Juga sudah terbayangkan olehnya

Salah satu bunda cerita pada putranya:

Penduduk (bersama-sama) :

jauhi Aminah!

Seseorang:

Kalau bunga, ia bunga bangkai,

Seseorang:

Kalau buah, ia buah maja.

Seseorang:

Ia adalah ular beludak

Seseorang:

Ia adalah burung malam.

Narator:

Begini ceritanya:

Dulu ia adalah bunga desa

Ia harum bagai bunga mawar

Tapi sombong bagai bunga mentari

Bila mandi di kali

Ia adalah ikan yang indah

Tubuhnya menyinarkan cahaya tembaga.


Dan di daratan ia bagai merak

Berjalan angkuh dengan mengangkat mukanya.

Para pemuda menggadaikan hati untuknya.

Tapi ia kejam dan tak kenal cinta.

Ia banyak dengar dongeng tentang putri bangsawan

Lalu ia bayangkan ia putri.

Lalu ia ingin kekayaan.

Mimpi meracuninya.

Maka pada suatu ketika

Seorang lelaki datang dari kota.

Ia kenakan jas woleta

Dan arloji emas di tangannya

Tapi para orang tua sudah tahu

Aminah:

Berjalan lenggak-lenggok dihadapan penduduk. Wajahnya angkuh dan sombong.

Penduduk:

Bergerak seperti menghindari kedatangan Aminah

Aminah terus berlenggang- lenggok (seperti menari) dan dari sudut lain datang seorang laki-laki
dengan pakaian parlente. Penduduk melotot. Mereka tercengang. Mulutnya komat-kamit
mengatakan sesuatu.

Penduduk:

..
The concept of poetry in general significantly dramatization staged in teateral poem
using the conventions of theater. Poetry in this case must be changed first in the
form of a play which contains a dialogue with various staging information.
Therefore, the poems selected for the dramatization is generally a narrative poem
or ballad in which there are elements of character, conflict, plot, setting, and
dialogue. Here is an example script dramatization of the poem "Aminah" by WAS
Rendra.

Aminah

Is women's road embankment

When twilight falls

Wet young, young wind

But the pace is very gontainya

A minute later when his leg

the repose slippers

stepped on the court house

certainly not dark days too

His mother is very old would look at him

and two small rods times

will flow from his eyes

he would say between sedannya:

"Mom, I'm home"

and both will embrace

So for the time being busy dressing up the sky

for a festive evening

and air sounding joy sedan


emanating from the old house,

will hear the neighbors

whispered among themselves

and their eyes like a cat

peering from a dark place:

"Our village is peaceful

Start again bermusang.

Ah, yes, what a shame!

Venomous snake has come!

Stay away from it! "

Is women's road embankment

When twilight falls

Looking at gray soil

he imagined the light

yan will befall him

Also been inconceivable to him

One of the mothers at her son's story:

"Stay away from Aminah!

If interest, he dead flowers

If the fruit, he maja fruit.

He is vipers

He is a night bird.
Here's the story:

Formerly he was the flower village

he fragrant like a rose

but arrogant like sun flower.

When the bath at time

she is a beautiful fish

body emit light copper.

And he was like a peacock in the land

walking proud and lifted her face

The young man pawned her heart.

But he was ruthless and did not know love

He heard many stories about the princess royal

then he imagined he daughter

then he wanted to wealth.

Dream poison him.

So at some point

a man came from the city

He wore a suit woleta

and the gold watch in his hand

but the parents already know

his eyes could not be trusted.

His mouth was like a wolf


with teeth believe silver and pearl

His words were sweet like the water song

carry the dream never ends.

When the familiar Aminah

dibujuknya it to town with him.

he imagined power

he imagined wealth

he imagined life princess

and go with him Aminah

So the peacock fly into his dream world

He ate his eyes swept the mega and fog.

And all the parents that scholars already know

Since came to pass was the wrong way

And as already ditenungkan

when his cousin turned to the city

He met Aminah away from his dream.

Living in a dark alley and humid

There is no more interest but the fungus.

Blue eyelids

support lumutan imaginary.

His face like a mask that rigid

For * perawannya been defeated.


Then his cousin on his mother's lament

Curse has spilled

on the head of our relatives.

Corpse flower has grown in the yard.

Grove has grown between grain

If we drink is the tuba in the water

If we eat is a thorn in rice

For there is among us

women have become the way!

Now the snake had gone home

And the venom has been felt in our flesh.

Stay away from it!

Stay away from it!

He is beautiful, but she fire

At times he still lovely fish

but has rotten womb.

Stay away from it!

Stay away from it!

Is women's road embankment

when falling twilight

while feeling the wind in his face

he imagined that would happen to him.


He knows what the neighbors would say

he knew what could be unexpected

he knew no one would say:

"Give him the way

people who rose from the cesspit.

Once one of his legs step forward

and he was caught like a fish in traps.

Give way to the black sheep

For * he was thirsty desert green

Give way to the lost spirit

For * he has thirst for light. "

He could easily turnaround

but the water once only knew one way

and he cursed his downfall

and he had intended to rise

And he is sun flower

So he is a peacock's strong heart

Are there any women on the road embankment

when falling twilight

while remembering who's coming

he remains on his way

Rahmat Giryadi (in Tjahjono, 2005) makes poetry poetry dramatization script above
as follows.
Aminah

Poetry Renda

Manuscript dramatization: Rahmat Giryadi

A mother sits in a corner quietly sewing (knitting) fabric from the audience Aminah
while walking slowly with a very hesitantly to her mother. As guided her mother
murmured.

Mother:

Aminah!

Residents welcomed the arrival of Aminah with anxiety. Happened gossip.


Everywhere Aminah name was mentioned.

Population:

Aminah! Aminah! Aminah! Aminah!

They looked with hatred, suspicion, anger, cynicism, and so forth. While Aminah
kept walking toward his house. Her mother waited anxiously.

Narrator:

Is women's road embankment

When twilight falls

Wet young, young wind

But the pace is very gontainya

A minute later when his leg

Which was grounded sandals

Stepping on the court house

Certainly not dark days too.

Old mother who would look at him


And two small rods times

Will spread from his eye

He would say with sedannya:

Aminah:

Mother, I come home

Narrator:

And both will embrace

Aminah home atmosphere seem happy, but people view with great prejudice and
hatred. Her eyes out, a long mouth, his brow wrinkled, and his whisper voice
growled like a tiger.

Narrator:

So while the sky is busy dressing up

For the evening party

And air sounding joy sedan

Emanating from the old house,

Will hear the neighbors

Whispering among themselves

And their eyes like a cat

Peering from the shadows:

Population together:

"Our village is peaceful

Start again bermusang

Ah, yes, what a shame!


Has come a venomous snake!

Stay away from it! "

Stay away from Aminah is an agreement with residents. The house that radiates joy
be as frozen as alienated from their environment.

Population (repeatedly):

Stay away from it

Narrator:

Is women's road embankment

When twilight falls

Looking at gray soil

He imagined the light

What would happen to him

Also been inconceivable to him

One of the mothers at her son's story:

Population (together):

"Aminah stay away!"

Someone:

If interest, he dead flowers,

Someone:

If the fruit, he maja fruit.

Someone:

He is vipers
Someone:

He is a night bird.

Narrator:

Here's the story:

Formerly he was the flower village

He was like a fragrant roses

But arrogant like sun flower

When the bath at time

He is a beautiful fish

Her body shone a light copper.

And he was like a peacock in the land

Walking arrogantly by lifting her face.

The young man pawned her heart.

But he was ruthless and did not know love.

He heard many stories about the princess royal

Then he imagined he was a princess.

Then he wanted to wealth.

Dream poison him.

So at some point

A man came from the city.

He wore a suit woleta

And the gold watch in his hand


But the parents already know

Aminah:

Walking lenggak on catwalk in front of people. His face was haughty and arrogant.

Population:

Moves such as avoiding coming Aminah

Aminah continue to wiggle on catwalk (like dancing) and from another corner came
a man dressed parlente. Population glaring. They were stunned. Mumble mouth to
say something.

Population:

Anda mungkin juga menyukai