Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RINGKASAN MATA KULIAH

TEORI AKUNTANSI
(KONSEKUENSI EKONOMI DAN TEORI AKUNTANSI POSITIF)

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD KHAIRUS SHOLIHIN

MAGISTER AKUNTANSI
PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2018

0
A. KONSEKUENSI EKONOMI
Konsekuensi ekonomi merupakan suatu konsep yang menekankan bahwa
pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan dengan tidak meihat
implikasi teori pasar sekuritas yang efisien. Stephen Zeff (1978) mengartikan
konsekuensi ekonomi sebagai dampak pelaporan akuntansi terhadap perilaku
pengambilan keputusan dari kalangan usaha, pemerintah, dan kreditor. Inti dari
pengertian ini adalah laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan nyata seorang
manajer dan pihak lain, tidak hanya sekedar memaparkan hasil keputusan yang dibuat.
Esensi dari konsep konsekuensi ekonomi adalah bahwa kebijakan akuntansi dan
perubahan kebijakan akuntansi tersebut merupakan suatu permasoalan terutama
permasalahan bagi manajemen. Akan tetapi, apabila hal tersebut merupakan
permasalahan bagi manejemen maka bagi investor juga menjadi permasalahan, karena
manajer dapat mengubah hasil operasi perusahaan dengan melakukan perubahan
kebijakan akuntansi.
Konsekuensi ekonomi ada karena perusahaan melakukan kontrak seperti
kompensasi eksekutif dan kontrak utang. Konsep ini muncul karena gagalnya teori
pasar modal efesien menjelaskan perilaku pasar. Teori pasar modal efesien menyatakan
bahwa pasar akan merespon perubahan akuntansi jika perubahan tersebut berpengaruh
terhadap arus kas perusahaa. Stephen Zeff (1978) adalah orang yang pertama kali
memunculkan Konsep Konsekuensi Ekonomi dalam sebuah artikel yang berjudul
“Timbulnya Konsekuensi Ekonomi (The Rise of Economic Consequences).
Konsekuensi ekonomi semakin mempersulit penentuan standar akuntansi, yang
memerlukan penyeimbangan antara pertimbangan politik dan akuntansi.
Konsep konsekuensi sangat diperlukan dalam rangka mengetahui respon
pasar atas perubahan kebijakan akuntansi walaupun perubahasan tersebut tidak
berpengaruh secara langsung kepada arus kas. Oleh karena itu konsekuensi ekonomi
merupakan lawan dari pasar modal efesien. Untuk menjelaskan adanya konsekuensi
ekonomi dalam kebijakan akuntansi maka dibutuhkan Teori Akuntansi Positif.

1
B. TEORI AKUNTANSI POSITIF
Teori akuntansi merupakan teori yang berupaya menjelaskan sebuah proses,
yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta
penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu
dimasa mendatang. Teori Akuntansi Positif berkaitan dengan pilihan kebijakan
akuntansi oleh manajer perusahaan dan bagaimana manajer akan merespon standar
akuntansi baru yang diusulkan. Pengambilan keputusan kebijakan akuntansi oleh
manjer sifatnya rasional dan demi kepentingan perusahaan. Dalam memaksimalkan
prospek perusahaan dimasa depan teori akuntansi positif menyarankan agar perusahaan
mengorganisir diri dengan cara yang efisien sehingga dapat bertahan hidup. Berangkat
dari hal ini maka tujuan teori akuntansi positi adalah untuk memahami dan
memprediksi pilihan kebijakan akutansi manajerial dalam perusahaan yang berbeda-
beda.
Pada teori akuntansi positif akan muncul istilah biaya kontrak dan kontrak yang
efesien. Biaya ini muncul karena perusahaan dapat dipandang sebagai kumpulan
kontrak (nexus of contract) dalam menjalankan operasinya seperti kontrak dengan
karyawan (manajemen), kontrak dengan pemasok, serta kontrak dengan penyedia
modal. Biaya kontrak yang muncul termasuk biaya negosiasi, biaya untuk
mengantisipasi moral hazard, tekanan keuangan, dan lainnya. Kontrak dengan biaya
yang paling rendah disebut sebagai kontrak efisien.
Teori akuntansi positif berpendapat bahwa kebijakan akuntansi perusahaan
akan dipilih sebagai masalah yang lebih luas untuk menciptakan tata kelola perusahaan
yang efisien. Manajer perusahaan yang diberikan kelonggaran untuk memilih kebijakan
akuntansi akan membuka kemungkinan perilaku oportuistik dimana kebijakan yang
dipilih adalah yang memenuhi tujuan mereka sehingga mengurangi kontrak efisien.
Aliran positif pertama kali dikenalkan di Universitas Chichago, kemudian
meluas ke beberapa universitas lainnya di Amerika Serikat, seperti Rochester, Barkley,
Stanford, UCLA, NY (Rasyid, 1997 dalam Herlin, 2012). Teori akuntansi positif pada
prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan (to
explain) dan memprediksi (to predict) fenomena akuntansi dan mengujinya secara
empirik (Godfrey, el al, 1997 dalam Herlin, 2012). Menjelaskan (to explain) berarti

2
memberikan alasan-alasan terhadap praktik yang diamati. Seperti teori akuntansi positif
berusaha menjelaskan mengapa perusahaan tetap menggunakan akuntansi cost historis
dan mengapa perusahaan tertentu mengubah teknik akuntansi mereka. Sedangkan
prediksi (to predict) terhadap praktik akuntansi berarti teori berusaha memprediksi
fenomena yang belum diamati.
Menurur Watts dan Zimmerman (1990) terdapat 3 Hipotesis dari teori akuntansi
positif.
1. Hipotesis Rencana Bonus
Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih cenderung memilih
prosedur akuntansi dengan perubahan keuntungan yang dilaporkan dari periode
dimasa depan ke periode saat ini. Hipotesis ini cukup beralasan, seorang manajer
tentu ingin mendapatkan imbalan yang tinggi. Apabila besaran bonus tersebut
tergantung pada besar kecilnya laba perusahaan, maka seorang manajer atau
siapapun itu tentu akan berusaha memberikan laporan pendapatan bersih setinggi
mungkin agar mendapatkan bonus yang tinggi.
Salah satu caranya adalah dengan memilih dan menentukan kebijakan
akuntansi yang bisa meningkatkan laba pada laporan keuangan diperiode tersebut.
Sesuai dengan karakter proses akrual, hal tersebut bisa menyebabkan penurunan
laba perusahaan yang akan dilaporkan pada masa yang akan datang dengan faktor
lainnya yang masih tetap sama.
2. Hipotesis Kontrak Hutang
Hipotesis Kontrak Hutang ini seluruh hal yang lain dalam keadaan tetap,
semakin dekat sebuah perusahaan terhadap pelanggaran prinsip akuntansi yang
didasari atas sebuah kesepatakan hutang, maka ada kecenderungan semakin besar
kemungkinan manajemen perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang
melaporkan perubahan laba dari periode masa depan ke periode saat ini.
3. Hipotesis Biaya Politik
Semakin besar ongkos politik yang ditanggung oleh perusahaan, maka
manajer akan cenderung untuk menggunakan prosedur akuntansi yang menyerah
terhadap laba yang dilaporkan pada masa saat ini menuju masa mendatang. Dalam
pemilihan kebijakan akuntansi dipengaruhi juga oleh dimensi politik perusahaan.

3
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji tiga hipotesis tersebut
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Christie (1990), dia menyimpulkan
bahwa terdapat enam proksi yang telah diketahui memiliki kemampuan dalam
menjelaskan praktek-praktek yang merupakan cerminan dari aplikasi teori akuntansi
positif. Keenam proksi tersebut meliputi ukuran perusahaan, tingkat resiko,
kompensasi manajerial, porsi utang terhadap aktiva atau modal, pembatas-pembatas
dalam penyelesaian utang, dan rasio pembayaran dividen. Berikutnya penelitian yang
dilakukan oleh Lev (1979) terkait hipotesis bonus-debt convenant, dimana adanya
kecenderungan manajer menjadi opportunistik dengan menyelamatkan bonus dan
mengabaikan perubahan debt convenant ketika efisiensi pasar yang diharapkan
bereaksi negatif.
Penelitian berikutnya dilakukan untuk mencoba meneliti efek dari
rencana kompensasi bonus manajemen (bonus plans). Penelitian tersebut
dilakukan oleh Healy (1985: 85-107) dan selanjutnya diikuti oleh Holthausen, Larker,
dan Sloan (1995: 29-74). Penelitian ingin membuktikan bahwa para manajer yang
mendasarkan bonusnya pada income netto lebih memilih untuk menggunakan
kebijakan akuntansi accrual untuk pelaporan pendapatannya sehingga dapat
memaksimalkan bonus. Hasil penelitian menemukan bukti yang kuat bahwa
keputusan manajemen untuk memilih atau mengadopsi suatu peraturan akuntansi
terkait erat dengan seberapa sensitif bonus yang ada dikaitkan dengan pencapaian
target keuntungan. Hasil tersebut mencerminkan pentingnya pemahaman atas perilaku
manajer terhadap keberadaan rencana kompensasi yang dapat mempengaruhi
kemakmurannya baik saat ini maupun masa waktu yang akan datang.
Jones (1991) mengkaji perubahan perusahaan untuk menurunkan income netto
yang dilaporkan untuk keringanan impor. Pemberian keringanan impor pada
perusahaan tidak adil karena dipengaruhi oleh kompetisi asing dimana yang sebagian
merupakan keputusan politik. Penelitian berikutnya adalah yang dilakukan oleh
Sweeny (1994) dengan hipotesis perjanjian hutang. Hasil penelitian membuktikan
bahwa perusahaan sering melanggar perjanjian hutang dalam bentuk pemeliharaan
modal kerja dan ekuitas pemegang saham.
Hasil dari beberapa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hipotesis pada
teori akuntansi positif dapat dibagi ke dalam dua bentuk:

4
1. Teori Akuntansi Positif versi Oportunistik
Pada Teori Akuntansi Positif bentuk oportunistik, diasumsikan bahwa
manajer akan memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan tingkat utilitas
yang diharapkan sehubungan dengan upah yang diberikan, kontrak-kontrak hutang,
dan biaya-biaya politik.
2. Teori Akuntansi Positif versi Kontrak Efisien
Pada Teori Akuntansi Positif bentuk kontrak efisien, diasumsikan bahwa
kontrak sistem pengendalian internal, serta tata kelola yang baik dari perusahaan,
dapat membatasi munculnya sifat oportunistik dan sebaliknya dapat memotivasi
manajer dalam memilih kebijakan akuntansi untuk mengendalikan biaya-biaya
kontrak, sehingga dapat menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan para
pemegang saham.
Teori akuntansi positif banyak mendapat kritik, karena teori ini hanya
menyampaikan informasi efek dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang, tidak
memberikan bagaimana sesuatu tersebut dilakukan. Kritik yang dimaksud diantaranya:
1. Tidak memberikan “resep” dalam arti tidak menyediakan alat untuk meningkatkan
praktek akuntansi
2. Tidak bebas nilai dalam arti teori ini tidak memberikan panduan bagi seseorang
untuk melakukan perbaikan, akan tetapi hanya memberikan atau menyediakan
informasi efek dari tindakan tertentu dan menyerahkan kepada torang lain tindakan
apa yang akan dilakukan.
3. Asumsi bahwa setiap orang bertindak hanya untuk memaksimalkan keuntungan
pribadi dianggap terlalu negatif dan terlalu menyederhanakan ditinjau dari sudut
pandang kemanusiaan.
4. Tidak ada perkembangan yang berarti sejak tahun 1070-an dengan tiga hipotesis
kunci (debt hypothesis, bonus hypothesis, dan political hypothesis)
5. Dianggap cacat secara ilmiah. Hipotesis yang dikemukakan dianggap tidak
berdasar sehingga harus ditolak.
6. Peneliti pada teori ini mengabaikan banyak hubungan organisasi - hubungan khusus
dan informasi yang digunakan hanya informasi yang dianggap peneliti relevan.

Anda mungkin juga menyukai