Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Orientasi Baru Dalam Pedagogik

Dosen: Prof.Dr.Martini Jamaris,M.Sc.Ed.

Oleh:

Erik (9920917011)

S3 Prodi PAUD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2017
Generasi emas
45

Input Proses

Lingkungan
Pembelajaran
Anak Usia Dini yang
karakter
mendukung

PAUD Integratif

karakter
Lingkungan Religius Kreativitas

SDM Budaya Gotong


Komunikasi
Literasi Royong

• Kesehatan dan Gizi Masyarakat


Kompetensi Kemandirian
Madani

Hasil yang dicapai

1. Manusia Berpendidikan
2. Berbudaya
3. Kemandirian Ekonomi
4. Stabilitas keamanan Negara
stabil
Membangun Generasi Emas Bangsa di Tahun 2045

Menyiapkan generasi yang tangguh di tahun 2045 setidaknya harus ada tiga aspek
yang perlu disiapkan yaitu : Karakter, budaya literasi dan kompetensi yang baik
dari proses dan hasil pendidikan.
1. Karakter

a. Religius

Pendidikan karakter dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai karakter pada setiap mata
pelajaran yang diajarkan oleh semua instansi pendidikan kepada siswanya. Kata dasar religious
adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti
agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan
religious berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang
(Thontowi, 2012)

Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain (Suparlan, 2010). Pembentukan karakter religious terhadap anak ini tentu dapat
dilakukan jika seluruh komponen stake holders pendidikan dapat berpatisipasi dan berperan
serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri (E-learning Pendidikan, 2011).Kementrian
Lingkungan Hidup (dikutip oleh Thantowi, 2012) menjelaskan lima aspek religious dalam islam,
yaitu:

Aspek Iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para Nabi
dan sebagainya.

Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang tekah ditetapkan,
misalnya sholat, puasa, dan zakat.

Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar
larangan dan lain-lain.

Aspek Ilmu, yang menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-ajaran agama.

Aspek Amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya menolong
orang lain, membela orang lemah, bekerja dan lain sebagainya., pendidikan Agama Islam di
sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Proses internalisasi nilai-nilai agama ini akan terwujud jika dalam sekolah ada
sebuah pembiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sekolah. Dari pembiasaan yang dilakukan
diharapkan akan membentuk karakter siswa yang religious.

b. Nasionalis

Menurut Profesor W. F. Wertheim, nasionalisme dapat dipertimbangkan sebagai suatu bagian


integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan
nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa
faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama
Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan
kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif nasionalisme
Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab buku
karangannya yang berjudul : Indonesian Society in Transision: A Study of Social
Change(1956).Pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sederhana seperti yang diduga
sebelumnya. Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat integrasi
tertentu.

Nasionalisme sekarang harus dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya
nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya yaitu
bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru yang
disepakati bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan
bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu
orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme
tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.

c. Mandiri

Kemandirian belajar merupakan kondisi aktivitas belajar yang mandiri tidak tergantung orang
lain, memiliki kemampuan, serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah
belajarnya. Kemandirian belajar akan tewujud apabila peserta didik aktif mengontrol sendiri
segala sesuatu yang dikerjakan dalam proses pembelajaran. Pendidik mengarahkan peserta didik
agar berperan serta dalam memilih dan menentukan apa yang akan dipelajarinya dan cara serta
jalan apa yang akan ditempuhnya dalam belajar. Dengan demikian, tugas pendidik yang
cenderung mengarahkan secara berangsur-angsur dapat dikurangi. Namun dibalik itu, tugas
pendidik yang penting sesungguhnya adaah merencanakan dan mempersiapkan situasi belajar
mandiri sehingga apa yang dicapai peserta didik sebenarnya sesuai dengan yang direncanakan
dan diinginkan oleh pendidik dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuatnya.

d. Gotong Royong
Gotong Royong adalah istilah Indonesia untuk bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Gotong Royong berasal dari istilah gotong yang berarti “bekerja” dan royong
berarti “bersama“. Secara harfiah, gotong royong berarti mengangkat bersama-sama atau
mengerjakan sesuatu bersama-sama. Gotong royong juga dapat diartikan sebagai partisipan aktif
setiap individu masyarakat yang ikut terlibat dan mendapatkan nilai positif setiap objek,
permasalahan, atau kebutuhan orang disekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut dapat berupa
tenaga, materi, mental, keterampilan atau lain sebagainya.

Gotong royong juga dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama antara sejumlah orang atau warga
masyarakat dalam kehidupan sosial dalam menyelesaikan sesuatu atau pekerjaan tertentu yang
dianggap berguna untuk kepentingan bersama. Dalam ilmu sosial, gotong royong diartikan
sebagai salah satu bentuk prinsip kerja sama, saling membantu tanpa imbalan langsung yang
diterima namun yang dihasil untuk kepentingan bersama atau kepentingan umum.

e. Integritas

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati dan tekad demi mencapai
sebuah tujuan, sekalipun ia belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan tersebut. Berjerih
payah dan berkorban demi menyelesaikan "T u j u a n n y a" sekalipun semua orang
meninggalkannya.”

Integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai,
metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang
dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat.
Integritas itu sendiri berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:

Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang
melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.

Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi
dan kemampuanyang memancarkan kewibawaan; kejujuran.

2. Literasi Dasar

a. Literasi Bahasa

Literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan
masyarakat."

Literasi NumerialSaat ini gerakan Literasi mulai ditingkatkan kepada seluruh lapisan masyarakat
karena merupakan hak setiap orang untuk belajar sepanjang hayat. Dengan meningkatkan
kemampuan literasi masing-masing individu diharapkan dapat memberdayakan dan
meningkatkan kualitas hidup baik itu secara individu, keluarga maupun dalam masyarakat.
Secara luas, sifat litersi yang memiliki “multiple Effect” dapat membantu pembangunan
berkelanjutan, seperti memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian, pertumbuhan
penduduk, dan lain sebagainya.

b. Literasi Sains

Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin yaitu literatus artinya
ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan dan scientia, yang artinya memiliki
pengetahuan. menurutC.E de Boer (1991), orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains
adalah Paul de Hurt dari Stanford University. Menurut Hurt, science literacy berarti tindakan
memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, Notional Science Teacher Assosiation (1971) mengemukakan bahwa seseorang
yang memiliki literasi sains adalah orang yang menggunakan konsep sains, mempunyai
keterampilan proses sains untuk dapat menilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia
berhubungan dengan orang lain, lingkungannya, serta memahami interaksi antara sains,
teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Litersai sains
didefinisikan pula sebagai kapasitas untuk menggunkan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan data untuk memahami alam semesta
dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003).

Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan ilmiah dan
prosesnya, tetapi ia tidak sekadar memahami alam semesta, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan menggunakannya (OECD, 1999). Literasi sains diartikan pula
sebagai pengetahuan tentang apa yang termasuk sains (Kyle, 1995 a, 1995 b; H Urd, 1998; De
Boer, 2000), kandungan isi sains, dan kemampuan untuk membedakan sains dari nonsains
(Shortland, 1988; NRC, 1996 ; CMEC, 1997 ; Mayer, 1997).

c. Literasi digital

Menurut Paul Gilster (2007) dikutip Seung-Hyun Lee (2014) literasi digital adalah kemampuan
untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika
itu disajikan melalui komputer. Sedangkan menurut Deakin University’s Graduate Learning
Outcome 3 (DU GLO3), literasi digital adalah pemanfaatan teknologi untuk menemukan,
menggunakan dan menyebarluaskan informasi dalam dunia digital. Literasi digital juga di
definisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis, menilai, mengatur dan
mengevaluasi informasi dengan menggunakan teknologi digital. Ini artinya mengetahui tentang
berbagai teknologi dan memahami bagaimana menggunakannya, serta memiliki kesadaran
dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Literasi digital memberdayakan individu untuk
berkomunikasi dengan orang lain, bekerja lebih efektif, dan peningkatan produktivitas seseorang,
terutama dengan orang-orang yang memiliki keterampilan dan tingkat kemampuan yang sama
(Martin, 2008 dalam Soheila Mohammadyari & Harminder Singh, 2015).Sementara itu
Commmon Sense Media (2009) menyinggung bahwa literasi digital itu mencakup tiga
kemampuan yaitu kompetensi pemanfaatan teknologi, memaknai dan memahami konten digital
serta menilai kredibilitasnya juga bagaimana membuat, meneliti dan mengkomunikasikan
dengan alat yang tepat.

d. Literasi Finansial

Literasi keuangan adalah kondisi seseorang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
keuangan. Tingkatkan literasi keuangan untuk memenuhi tujuan-tujuan keuangan, meningkatkan
kekayaan, memproteksi kekayaan dan mewariskan kekayaan pada generasi selanjutnya.

e. Literasi Budaya dan kewarganegaraan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

3. Kompetensi

a. Berfikir kritis

Di jaman sekarang ini pola berpikir kritis sangatlah penting dalam kehidupan kita sehari-hari.
Cara berpikir kritis ini dapat membantu manusia menyelesaikan masalah, kemampuan dalam
mengambil keputusan secara selektif dan lain sebagainya.Pengertian berpikir menurut para ahli
yakni berdasarkan Gunawan “2003:177-178” berpikir kritis ialah kemampuan untuk berpikir
secara kompleks yang menggunakan proses diantaranya analisis dan avaluasi.Berpikir kritis juga
melibatkan kaahlian berpikir induktid “mengenali permasalah yang bersifat terbuka, mengenali
hubungan, mampu menemukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dengan data yang
relevan. Selain keahlian berpikir induktif juga terdapat keahlian berpikir deduktif yakni
kemampuan memecahkan masalah spasial, mampu membedakan antara fakta dan opini.

b. Kreativitas
Kreativitas atau creativity adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alfred North Whitehead
untuk menunjukan suatu daya di alam semesta yang memungkinkan hadirnya entitas aktual yang
baru berdasarkan entitas aktual-entitas aktual yang lain.[1] Kreativitas adalah prinsip kebaruan,
novelty.[2] Dalam proses menjadi, kreativitas mutlak ada.[3] jika tidak ada kreativitas, maka
tidak ada proses.[3] Kreativitas bukanlah entitas aktual.[1] Kreativitas adalah daya yang niscaya
ada dalam proses karena adanya etintas aktual yang baru.[1] Oleh karena itu kreativitas dalam
filsafat proses tidak memiliki karakter yang terlepas dari entitas aktual yang memberikan wujud
pada daya ciptanya.[1] Memahami kreativitas tidak terlepas dari pemahaman atas perwujudan
entitas aktual.[1] Daya kebaruan inilah yang memperlihatkan adanya beragam entitas aktual yang
ada di alam semesta.[4]

Di alam semesta, entias aktual melakukan dua macam proses yang terjadi dalam kompleksitas
yang tinggi. Proses subjektifikasi dan proses objektifikasi.[6] Pada proses subjektivikasi entitas
aktual berbaur dan saling berbenturan dalam [prehensi] untuk melahirkan entitas aktual yang
baru.Pada proses ini, Kreativitas menjadi daya pembaru. Kemungkinan-kemungkinan karakter
entitas aktual yang baru ditentukan melalui prehensi. Walaupun kemunkinan-kemungkinan
karakter entitas aktual yang muncul ini ada karena adanya prehensi, keunikan dan kehadiran
yang lain dari kemunkinan-kemungkinan karakter entitas aktual yang muncul adalah upaya dari
kreativitas, daya kebaruan. Pada proses objektivikasi entitas aktual bergerak melalui konkresi
untuk menjadi datum atau informasi bagi potensi-potensi terbentuknya entitas aktual-entitas
aktual lainnya. Kemunculan datum dari satu entitas aktual mungkin terjadi jika ada kreativitas.
Jika tidak ada Kreativitas, tidak ada datum, tidak ada entitas aktual yang lain. Semuanya berada
pada hal-hal yang sama. Hal ini tidak mungkin karena bertentangan dengan beragamnya realitas.
Kreativitas mengungkapkan realitas keberagaman yang ada di alam semesta ini. Melalui proses
subjektivikasi dan objektivikasi kreativitas mutlak diperlukan karena setiap entitas aktual selalu
berada dalam proses menajadi. Ketika entitas aktual berada dalam proses menjadi, ia akan berada
pada "hakikatnya" yang baru. "Hakikat" yang baru inilah yang merupakan partisipasi kreativitas.

c. Komunikasi sesama manusia dan lingkungan

Komunikasi antara manusia dengan lingkungan dapat disebut sebagai komunikasi lingkungan,
yang juga cabang dari disiplin ilmu komunikasi. Sebagai langkah awal, sebaiknya kita mengenal
yang dimaksud dengan komunikasi lingkungan. Penulis menyajikan definisi komunikasi
lingkungan dari tiga buku sebagai perbandingan. Buku pertama adalah Encyclopedia of
Communication Theory dari Littlejohn & Karen (2009), buku kedua Environmental
Communication dari Working paper (1999), buku ketiga Environmental Communication and the
Public Sphere dari Robert Cox (2010).

Menurut Littlejohn & Karen, 2009 , h. 344, komunikasi lingkungan adalah gabungan dari
komunikasi dan relasi manusia dengan lingkungan. Komunikasi lingkungan berfokus pada cara
manusia dalam berkomunikasi tentang alam karena mereka percaya komunikasi memiliki
dampak yang besar bagi krisis lingkungan yang ada. Tujuan dasar dari mempelajari komunikasi
lingkungan dalam mengaplikasikan dan membuat teori diharapkan tidak hanya mampu dalam
memahami dan menjelaskan, tetapi juga mampu bekerja keras untuk memperbaiki hubungan
manusia dengan alam.

Anda mungkin juga menyukai