Anda di halaman 1dari 20

KOMPARASI PENDEKATAN MUTU

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN SIX SIGMA


DALAM INSTITUSI PERGURUAN TINGGI
Farid Fauzi
STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, Aceh
faridfauzi1869@yahoo.com

Kata Kunci : Total Quality Management, Six Sigma, Institusi Perguruan Tinggi

A. Pendahuluan
Mutu merupakan suatu yang diinginkan oleh setiap manusia, konteks mutu bukan
hanya daya tahan atau spesifikasi suatu produk atau baiknya jasa yang diberikan
kepada pelanggan, tetapi orientasi mutu bagi para pelanggan ditunjukan kepada
keinginan pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa.
Menurut Juran " Mutu" adalah berbagai hal yang ada dalam produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, dengan demikian produk tersebut memberikan
kepuasan pelanggan.1 Dalam hal ini mutu menurut Juran lebih diorientasikan kepada
kepuasan para pelanngan yang berdampak pada kepada pendapatan perusahaan.
Pandangan mutu dari Ishikawa dalam Bruce E. Winston, mutu secara praktis adalah
mengembangkan, mendesain, menghasilkan dan membantu para pelanggan dari
sebuah produk barang, yang dimana barang mempunyai sifat paling hemat, paling
bermanfaat dan selalu memuaskan bagi para pelanggan.2
Terdapat dua persepsi mutu, yang pertama adalah pandangan internal dari suatu
produsen sendiri, bahwa sebuah produk atau proses pelayanan harus memenuhi
standar dari perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kedua mutu dalam
persepsi eksternal bahwa pelanggan dapat memutuskan kriteria suatu produk atau
pelayanan yang sesuai dengan harapan mereka, sehingga dapat didefinisikan bahwa

1
Joseph M Juran, Quality Control, New York, McGraw-Hill, 1999, hal. 21
2
Bruce E Winston, Total Quality Management A Heartfelt Approach To Doing Things Right, Regent
University School Of business, 1997, hal. 85
mutu merupakan sesuatu yang telah memuaskan dan melampaui keinginan dan
kebutuhan para pelanggan. Menurut Kai Yang Basem El-Haik, ketika suatu produk
atau pelayanan melebihi harapan pelanggan, pelanggan akan mempertimbangkan
bahwa itu mutu adalah baik.3 Secara matematis, mutu dapat diukur sebagai berikut :
Gambar 1. Konsep Mutu Dalam Matematis

Q = Quality P
P = Performance Q=E
E = Expectations

Sumber : Kai Yang & Basem El-Haik, Design For Six sigma A Roadmap For Product
Development, 2009, hal. 2

Menurut Et Ghobadian Al dalam Aleksandar Vujovic, et all kualitas suatu


pelayanan merupakan tingkatan jasa yang diberikan kepada para pelanggan,
berdasarkan karakteristiknya mutu suatu jasa dapat dikatakan baik harus memenuhi
kriteria sebagai berikut : 1) Waktu, berapa lama pelanggan harus menunggu untuk
mendapatkan menerima jasa 2) Ketepatan waktu, perbandingan antara lamanya waktu
pelayanan yang dijanjikan dengan proses pelayanan yang berjalan 3) Keramahan
dalam melayani para pelanggan 4) Konsistensi dalam memberikan pelayanan kepada
setiap pelanggan, sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam memberikan pelayanan
kepada para pelanggan 5) Kenyamanan para pelanggan dalam pelayanan 6) Ketelitian
dalam proses pelayanan 7) Kemampuan reaksi dalam membuat keputusan dari proses
pelayanan.4
Mutu suatu produk dan pelayanan sangatlah berbeda. Edward Sallis dalam
bukunya TQM In Education menjelaskan perbedaan-perbedaan mendasar tersebut,
diantaranya : 1) Adanya hubungan yang dekat antara pelanggan dengan pemberi
pelayanan 2) Pelayanan yang diberikan harus tepat waktu 3) Berbeda dengan barang,

3
Kai Yang & Basem El-Haik, Design For Six sigma A Roadmap For Product Development, New
York, McGraw-Hill, 2009, hal. 2
4
Aleksandar Vujovic, Zdravko Krivokapic & Jelena Jovanovic, Artificial Intelligence Tools And Case
Base Reasoning Approach for Improvement Business Process Performance, Croatia, InTech, 2012,
hal. 260
pelayanan tidak bisa diperbaiki 4) Pelayanan selalu berhadapan dengan
ketidakpastian yang diinginkan oleh para pelanggan 5) Biasanya pelayanan diberikan
oleh para pegawai yang terendah seperti customer service 6) Tidak ada ukuran yang
pasti dalam keberhasilan dan produktivitas pelayanan.5
Dalam dunia pendidikan, mutu bukan hanya dilihat dari nilai ouput sekolah atau
perguruan tinggi yang baik, tetapi konteks mutu pendidikan kepada kepuasan
pelanggan. Apakah output yang dihasilkan dari institusi pendidikan dapat memenuhi
keinginan dan kebutuhan para pelanggan atau tidak ? Menurut Edward Sallis,
pelanggan pendidikan terbagi menjadi dua yaitu eksternal dan internal. Pelanggan
eksternal merupakan orang atau institusi yang memakai jasa pendidikan diluar
institusi pendidikan itu sendiri, yang terdiri dari primary external customer yaitu
mahasiswa, secondary external customer yaitu orang tua dan sponsor beasiswa,
sedangkan tertiary external customer terdiri dari pemerintah, masyarakat, bursa kerja,
sedangkan internal customer dalam lembaga pendidikan terdiri dari guru, dosen dan
staf.6
Perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan yang memberikan pelayanan
dibidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat dapat memenuhi
keinginan dan kebutuhan para pelanggan dan stakeholder dari perguruan tinggi.
Berdasarkan kondisinya, banyak output dari perguruan tinggi yang kurang sesuai
dengan keinginan industri dan lembaga pemerintahan sebagai pengguna dari output
perguruan tinggi, karena terjadi kesenjangaan antara ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang didapat di perguruan tinggi kurang sesuai dengan keinginan
industri dan lembaga pemerintahan sebagai user dari output perguruan tinggi.
Menurut Jayanta K. Bandyopadhyay, bahwa sebuah universitas tidak menghasilkan
produk seperti mobil, komputer atau alat penghisap debu, tetapi universitas
menghasilkan suatu lulusan yang berpotensial, seperti para guru, ilmuwan, teknisi,
dokter, perawat, insinyur, manajer, seniman, ahli filsafat, pengarang, wartawan,

5
Edward Sallis, Total Quality Management In Education, London, Kogan Page, 2002, hal. 20-21
6
Edward Sallis, Total Quality Management In Education, …… hal. 22
politikus, pemimpin, presiden dan wakil presiden.7 Dalam permasalahannya banyak
tenaga kerja yang belum siap pakai, yang berdampak kepada angka pengangguran
tinggi.
Persaingan antara perguruan tinggi sangatlah kompetitif diantara pengelola jasa
pendidikan tinggi, mutu merupakan salah tujuan utama dari semua perguruan tinggi
di Indonesia, sehingga untuk meraih predikat mutu pendidikan yang bermutu dan
berkualitas tinggi diperlukan beberapa dimensi mutu pendidikan tinggi yang
dibangun oleh perguruan tinggi tersebut, adapun sasaran mutu yang harus dicapai
dalam kinerja program studi, jurusan, fakultas maupun perguruan tinggi, hal tersebut
pada gambar sasaran mutu dalam institusi perguruan tinggi dibawah ini.
Gambar 2. Sasaran Mutu Dalam Peruruan Tingii

Sumber : Shanty Aswari, Makalah Model Manajemen Pengembangan


Mutu, Jurusan Manajemen Pendidikan Progam Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta, hal. 8

Keberhasilan mutu dari perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan,


penelitian dan pengabdian masyarakat sangat ditentukan oleh output, mutu pelayanan
pendidikan, kuantitas dan kualitas penelitian, efektifitas penelitian dan pengabidan

7
Jayanta K. Bandyopadhyah and Robert Lichman, Six Sigma Approach To Quality And Productivity
Improvement In Institution For Higher Education In The United States, International Journal of
Management, 2007, hal. 2
masyarakat. Pelayanan perguruan tinggi yang bermutu dapat diindentifikasikan
melalui kepuasan pengguna jasa, dalam hal ini adalah mahasiswa, selain itu kepuasan
dari orang tua mahasiswa dan pengguna dari output perguruan tinggi, sehingga
perguruan tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan
menghasilkan output tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan mempunyai karakter
kepribadian yang baik. Dibidang penelitian dan pengabdian masyarakat, perguruan
tinggi mampu mengembangkan dan menginformasikan ilmu pengetahuan melalui
discovery dan inovasi untuk menjawab permasalahan yang ada di masyarakat.
Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Permendikbud No.50 Tahun 2014 Tentang
SPMDikti (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi) terdiri atas : Sistem
Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME).8
SPMI merupakan sistem penjaminan mutu yang direncanakan, dilaksanakan,
dikendalikan, dan dikembangkan oleh perguruan tinggi yang berbentuk Lembaga
penjaminan mutu, sedangkan SPME merupakan sistem penjaminan mutu yang
direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh BAN PT.
Lembaga penjaminan mutu berfungsi untuk menjaga dan meningkatkan mutu
perguruan tinggi.
Peningkatkan mutu perguruan tinggi yang baik diperlukan pendekatan dalam
peningkatan mutu dalam bentuk sistem mutu, dokumen mutu, pengukuran mutu dan
pengendalian mutu. Pendekatan dalam peningkatan mutu yang sering dipakai dalam
dunia pendidikan yaitu Total Quality Management (TQM), tetapi dengan seringnya
waktu konsep Six Sigma sudah mulai diterapkan dalam institusi pendidikan tinggi.
Kedua pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang hampir sama, sehingga
diperlukan beberapa komparasi dari beberapa artikel dan buku antara pendekatan
TQM dan Six Sigma dalam aplikasinya pada perguruan tinggi.
B. Pembahasan
Total Quality Management (TQM)

8
Ridwan Roy T, Kebijakan Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , 2014, hal. 12
Berdasarkan sejarahnya terbentuknya pendekatan TQM , berawal dari empat
fase pengendalian mutu yaitu quality inspection (inspeksi mutu), quality control
(kontrol mutu), quality assurance (jaminan mutu) dan Total Quality Management
(manajemen mutu terpadu). Munculnya pendekatan TQM dimulai pada tahun 1950
setalah perang dunia kedua, dengan para tokohnya Edwards W. Deming, Joseph M.
Juran dan Kaoru Ishikawa, perspektif mutu pada pendekatan TQM dalam barang atau
jasa menjadi berbeda. Mutu bukan hanya berdasarkan pada sebuah kekuatan dan
model dari barang atau proses pelayanan yang ramah dan kecepatan dari pelayanan,
tetapi mutu merupakan harapan atau keinginnan para pelanggan. Menurut Michael A.
Hitt, mendefinisikan bahwa TQM adalah suatu filsafat manajemen yang meliputi
suatu komitmen dari karyawan pada semua tingkatan untuk secara terus menerus
bekerja keras untuk membuat peningkatan dan memenuhi keinginnan pelanggan.9
Istilah utama yang terkait dengan kajian TQM ialah continuous improvement
(perbaikan terus menerus) dan quality improvement (perbaikan mutu) sebagai upaya
untuk mengelola perubahan dalam organisasi, ada beberapa slogan yang diungkapkan
yaitu “manajemen mutu terpadu,” “ kepuasan pelanggan,” “ kegagalan nol,” “ proses
pengendalian secara statistik,”diagram ishikawa,” dan perbaikan mutu”.10 Selain
slogan dalam TQM terdapat beberapa prinsip utama dalam melaksanakan TQM
diantaranya “komitmen kepemimpinan,” “fokus pada pelanggan,” “pelatihan dan
pendidikan karyawan,” “pemberdayaan dan keterlibatan karyawan,” “pengukuran,”
“pengakuan dan penghargaan,” dan “komunikasi dalam organisasi”.11
TQM adalah suatu sistem yang efektif untuk mengintegrasikan pengembangan
mutu, pemeliharaan mutu dan usaha peningkatan mutu dari berbagai unit dalam suatu

9
Michael A. Hitt, J. Stewart Black And Lyman W. Porter, Management, New Jersey, Prentice Hall,
2012, hal. 363
10
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi, Dan Aplikasi, Jakarta,
Grasindo, 2002, hal. 28
11
Jack P Pekar, Total Quality Management: Guiding Principles For Application, Philadelphia, ASTM
Publication, 1995, hal. 3
organisasi, agar biaya proses produksi dan pelayanan tidak melebihi dari tingkatan
ekonomis dengan mempertimbangkan kepuasan pelanggan.12
Menurut Dale et all. dalam Carlos Noronha menerangkan unsur-unsur utama
dalam TQM diantaranya adalah komitmen dan kepemimpinan dari CEO, perencanaan
dan organisasi, penggunaan alat dan teknik, pendidikan dan pelatihan, masukan dari
para pekerja, kerjasama tim, penilaian dan timbal balik, perubahan budaya dari
organisasi.13 Pada dasarnya untuk mengimplementasikan TQM dalam institusi
perguruan tinggi diperlukan komitmen pemimpin dan seluruh anggota organisasi
yang ada seperti dosen dan staf untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi tersebut.
Dalam hal ini pemimpin dalam perguruan tinggi tersebut mempunyai jiwa
kepemimpinan yang visioner, selain itu dosen dan staf harus mempunyai jiwa
memiliki terhadap kampus.
Pendidikan dan pelatihan untuk dosen dan staf merupakan modal utama dalam
meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dan penelitian pada perguruan tinggi,
melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi dosen dan karyawan. Dalam
mengindentifikasi program pelatihan dan pendidikan analisis kinerja, analisis
kebutuhan pelatihan dan pendidikan, tujuan dari program pelatihan dan pendidikan
serta evaluasi dari program pelatihan dan pendidikan.
Dalam porsesnya TQM terdapat siklus mutu yang disebut dengan PDCA (Plan–
Do–Check–Act). Pada siklus ini berawal dari siklus SDCA (Standard–Do–Check–
Act) kemudian PDCA sampai pada puncak dari peningkatan mutu, model ini
ditemukan oleh ahli mutu yang bernama kaizen.
1. Plan : Fase plan terdiri dari beberapa kegiatan diantaranya 1) melakukan
perencanaan untuk peningkatan mutu perguruan tinggi dengan memberikan solusi
dari permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi 2) Menentukan target dari
proses peningkatan mutu 3) Membuat program aksi dari perencanaan peningkatan

12
Nigel Slack, Stuart Chambers & Robert Johnston, Operations Management, Harlow, Pearson
Education Limited, 2010, hal. 508
13
Carlos Noronha, The Theory of Culture-specific Total Quality Management Quality Management In
Chinese Regions, New York, Palgrave, 2002, hal. 10-13
mutu pada perguruan tinggi. Fase perencanaan ini tertuang dalam kebijakan mutu.
Contoh konsep mutu dan sasaran mutu dari perguruan tinggi, mengembangkan sistem
informasi bagi para mahasiswa yang mudah diakses, membangun fasilitas pelayanan
pendidikan yang efektif dan efisien, mengembangkan kurikulum program studi atau
jurusan sesuai dengan keinginan pelanggan, membangun keterampilan dan
pengetahuan staf dan dosen melalui pelatihan dan pendidikan.
2. Do : Melakukan implementasi dari fase perencanaan diperlukan kerjasama dan
komitmen dari setiap staf dan dosen. Fase ini terdiri dari implementasi dari program
aksi perencanaan peningkatan mutu perguruan tinggi dan dokumentasi data dari
beberapa kegiatan pada program aksi perencanaan peningkatan mutu perguruan
tinggi. Implementasi program aksi perencanaan peningkatan mutu dapat berupa
pelatihan staf dan dosen dalam sistem informasi manajemen kampus untuk
memudahkan pemberian pelayanan akademik kepada mahasiswa, memberikan
fasilitas wifi kampus untuk mempermudah mahasiswa mendapatkan
informasi,melakukan survei terhadap stakeholder tentang karakteristik output
perguruan tinggi yang diinginkan dalam mengembangkan kurikulum progam studi
atau jurusan, memberikan reward kepada staff dan dosen yang memberikan
pelayanan tepat pada waktunya (just in time).
3. Check : fase check dalam mutu pelayanan perguruan tinggi berfungsi untuk
mengukur pelaksanaan dari proses peningkatan mutu peguruan tinggi, apakah mutu
yang diberikan kepada pelanggan sesuai, lebih atau kurang dari keinginan pelanggan,
sehingga apabila terjadi kesalahan dalam mutu pelayanan perguruan tinggi akan
mudah diperbaiki. Fase check ini terdari dari pelaksanaan inspeksi dari mutu
pelayanan perguruan tinggi, control chart dari mutu pelayanan perguruan tinggi,
audit dan review dari proses mutu pelayanan perguruan tinggi, melakukan reliabelitas
dari mutu perguruan tinggi secara berkala.
4. Act : Act merupakan fase akhir dari siklus TQM, kegiatan fase ini 1) melakukan
evaluasi dari implementasi proses peningkatan mutu 2) membuat standar dan
standarisasi dari proses peningkatan mutu perguruan tinggi 3) menetapkan
benchmarking dari proses peningkatan mutu pelayanan perguruan tinggi. Dalam
membentuk standar mutu yang lebih baik dan berkelanjutan maka setelah fase dari
act dan akan kembali menuju pada fase plan.
Six Sigma
Menurut Singgih Susanto. Six Sigma pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith
pada tahun 1980-an, awalnya diimplemantasikan di perusahaan Motorola; kemudian
juga digunakan oleh Jack Welsch pada General Electric, mulai 1995 dan mulai
popular digunakan di seluruh dunia.14
Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran yang bisa kita terjemahkan secara gampang
sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan cacat (defects opportunity)
sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk atau jasa. Ada banyak kontroversi di
sekitar penurunan angka Six Sigma menjadi 3.4 dpmo (defects per million
opportunities).15 Menurut Stephen Robins Six Sigma adalah suatu program mutu
yang dirancang untuk mengurangi cacat dengan membantu perusahaan dalam
penekanan biaya lebih murah, menghemat waktu, dan meningkatkan kepuasan
pelanggan. Six Sigma merupakan progam yang berdasarkan pada standar statistik
dalam menetapkan tujuan dengan tingkat kesalahan tidak lebih dari 3.4 cacat dalam
satu juta unit produk atau prosedur pelayanan.16 Six Sigma adalah teknik yang
mendorong peningkatan mutu dari proses produksi atau pelayanan yang memerlukan
teknik pelatihan dari beberapa para orang penting di perusahaan untuk memonitor,
mengukur, meningkatkan proses dan menghapuskan cacat pada produk atau
layanan.17
Menurut Kai Yang, Six Sigma merupakan suatu metodologi bisnis yang
menyediakan alat untuk meningkatkan kapabilitas dari proses bisnis, karena Six

14
Singgih Santoso, Total Quality Management Dan Six Sigma, Jakarta : Elex Media Komputindo,
2007, hal. 84
15
D. Manggala, Mengenal Six Sigma Secara Sederhana, 2005, hal. 6
16
Stephen P Robins & Mary Coulter, Management, New Jersey : Prentice Hall, 2012, hal. 528
17
Fred R David, Strategic Management: Concepts And Cases , New Jersey, Prentice Hall, 2011, hal.
230
Sigma sebuah unit dasar dari suatu proses untuk peningkatan.18 Menurut Tomkin
(1997) dalam Sung H. Park, Six Sigma merupakan suatu program yang mengarahkan
kepada pendekatan eliminsasi kegagalan dari tiap produk, proses dan transaksi.19 Six
Sigma merupakan konsep dari perubahan atau peningkatan mutu yang berkelanjutan
berdasarkan penggunaan analisis statistik dan simulasi komputer untuk
mendifinisikan mutu, mengukur, mengurangi cacat pada barang dan sisa barang.20
Menurut Hahn et all dalam Yang Ching-Chow mendefinisikan bahwa Six Sigma
merupakan suatu disiplin yang menekankan pada peningkatan mutu dan didasarkan
pada pendekatan statistikal untuk mengurangi cacat pada produk, proses dan
transaksi, dengan mengikutsertakan semua orang yang terdapat pada organisasi.21
Beberapa prinsip yang dalam pendekatan Six Sigma diantaranya 1) fokus pada
pelanggan 2) manajemen berdasarkan fakta dan data 3) fokus pada proses perbaikan
4) manajemen yang proaktif 5) kaloborasi yang kuat dan luas 6) usaha pada
kesepurnaan namun terdapat toleransi terhadap kegagalan.
Implementasi Six Sigma dalam perguruan tinggi dapat menggunakan siklus
DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improvement, Control).
1. Define: tahap ini mengidentifikasikan permasalahan dari alur proses SIPOC
(Suppliers-Input - Proceses - Outputs - Customers) pada institusi perguruan tinggi
yang dapat dilihat pada gambar 3. Proses SIPOC perguruan tinggi dapat menentukan
tujuan dari permasalahan, dengan cara mengidentifikasi spesifikasi keinginan
pelanggan yaitu mahasiswa dan stakeholder dari perguruan tinggi.
Gambar 3. Proses SIPOC Dalam Institusi Perguruan Tinggi
Suppliers Input Proceses Outputs Customers
SMA,SMK, MA LULUSAN TINGKAT I LINGKUNGAN
SMA.SMK,MA TINGKAT II SOSIAL
POLTEK, TINGKAT III LULUSAN
AKADEMI LULUSAN D3 TINGKAT IV PASAR TENAGA
18
Kai Yang & Basem El-Haik, Design For Six sigma A Roadmap For Product Development,
MELANJUTKAN TINGKAT V KERJA New
York,UNIVERSITAS KULIAH
McGraw-Hill, 2009, hal. 21 LULUS
PASCASARJANA
19
Sung H Park, Six Sigma For Quality and Productivity Promotion, Tokyo, Asian Productivity
MAHASISWA

Organization, 2003, hal. 1PINDAHAN


20
Laurie J Mullins, Management & Organisational Behaviour, Harlow, Pearson Education Limited,
2010, hal. 784
21
Yang Ching Chow, Quality Management and Six Sigma, Shanghai, Sciyo, 2010, hal. 2
Lingkungan
Lingkungan Masalah yang sosial dan alam
Sosial Rekomendasi
terjadi pada Penelitian
lingkungan sosial Lembaga
Lingkungan hasil penelitian
dan alam Pemerintah
Alam

Lingkungan Masalah yang Lingkungan


Sosial terjadi pada Penyebaran ilmu sosial dan alam
Pengabdian
lingkungan sosial pengetahuan
masyarkat
Alam dan alam dalam Lembaga
menyelesaikan Pemerintah
masalah dalam
masyarakat

Sumber : Modifikasi Gambar Melalui Gambar Six Sigma Process (SIPOC) in Higher
Education, Quamrul H. Mazumder,2014, Applying Six Sigma in Higher Education
Quality Improvement, 121st ASEE Annual Conference & Exposition, Indianapolis
Mengidentifikasi karakteristik output perguruan tinggi yang diinginkan oleh
pangsa pasar tenaga kerja. Misalkan permasalahan yang sering muncul pada
pelayanan pendidikan adalah pelayanan informasi perkuliahan yang buruk, lulusan
yang tidak memenuhi kriteria pangsa pasar tenaga kerja, lamanya jenjang waktu
dalam menempuh perkuliahan, ketidakpuasan mahasiswa pada proses pelayanan
pengajaran, keluhan orang tua dan sponsor beasiswa dari mahasiswa. Permasalahan
yang sering muncul pada penelitian kampus adalah : kurangnya publikasi hasil dari
penelitian, hasil penelitian yang kurang efektif dalam menyelesaikan masalah sosial,
hasil penelitian kurang valid, plagiarisasi penelitian, rekomendasi penelitian yang
kurang efektif untuk dijasikan kebijakan bagi lembaga pemerintahan.
2. Measure: tahap penilaian merupakan suatu tahap sistem penilaian mutu
pelayanan perguruan tinggi, baik itu pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat, dari tahap ini perguruan tinggi dapat menentukan prioritas utama dari
masalah yang harus diselesaikan. Dalam tahap penilaian ini terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu indikator diantaranya adalah apa saja yang menjadi ukuruan dalam mutu,
jenis variasi dalam pengukuran, ketelitian pegukuran. Untuk mengetahui nilai sigma
yang terjadi pada mutu perguruan tinggi, sebelum dilakukan improvement dengan
metode pengukuran capability analysis.
Analyze: mengumpulkan data untuk memahami masalah dengan mencari beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan dalam mutu pada perguruan
tinggi. Dalam mencari faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan brainstorming
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan para
mahasiswa. Alat yang digunakan dapat berupa flowchart, fishbone dan brainstorming
dalam fase ini menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses pelayanan
dalam institusi perguruan tinggi, artinya mencari satu atau dua faktor buruknya
pelayanan di perguruan tinggi yang harus diperbaiki. Aplikasi fishbone dalam
perguruan tinggi dapat dilihat pada gambar berikut ini.
3. Improve: Dalam fase ini perguruan tinggi mencari solusi untuk memperbaiki
proses pelayanan perguruan tinggi dari hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan
untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard
operating procedure-SOP).
4. Control: di tahap ini memeriksa hasil dari pelaksanaan solusi atau perbaikan sudah
stabil atau belum, apabila belum dapat dilakukan perbaikan dan sudah stabil dan
hasilnya maksimum akan menjadi perbaikan yang berkesinambungan pada proses
pelayanan
Komparasi TQM Dan Six Sigma Dalam Perguruan Tinggi
Pendekatan Six Sigma merupakan pendekatan pembahuruan dalam mutu setelah
TQM. Dapat diartikan Six Sigma merupakan pembahuruan dari pendekatan TQM.
Menurut Jiju Antony ada beberapa ciri-ciri yang diadopsi dalam pendekatan Six
Sigma dari TQM diantaranya adalah 1) pendekatan yang berfokus pada pelanggan 2)
tertuju pada proses pekerjaan 3) mempunyai pola pikir continuous improvement 4)
peningkatkan semua aspek dan fungsi organisasi 5) pengambilan keputusan
berdasarkan data base 6) penggunaan statistik.22 Implementasi Six Sigma dan TQM
di perguruan tinggi mempunyai perbedaan yang signifikan dari fokus dari mutu,
proses peningkatan mutu, kepemimpinan dalam manajemen mutu, keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan, pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah serta
biaya mutu.
1. Fokus Dari Mutu
Dari kedua pendekatan ini mempunyai persamaan dan perbedaan dari landasan
filosofis, fokus utama dari TQM lebih ditekankan pada mutu yang baik dalam
perguruan tinggi, melalui zero defect (kegagalan nol), dengan adanya mutu yang baik
akan berdampak pada kepuasan pelanggan, baik itu pelanggan internal maupun
eksternal. Peningkatan berkelanjutan dan membangun budaya mutu merupakan
slogan dari pendekatan TQM yang diimplementasikan pada perguruan tinggi melalui
setiap jajaran staf dan dosen.
Berbeda dengan pendekatan TQM, Six Sigma memusatkan beberapa fokus
diantarnya 1) proses pengurangan cacat pada proses pelayanan perguruan tinggi
berbeda dengan TQM yaitu zero defect (kegagalan nol), walaupun setiap pelayanan
yang gagal dari perguruan tinggi tidak bisa dihilangkan, yang ada hanya bisa
dikurangi 2) isu-isu bisnis dalam institusi perguruan tinggi 3) memuaskan stakeholder
(pelanggan eksternal) dari institusi perguruan tinggi 4) korelasi aktivitas perguruan
tinggi dengan sasaran perbaikan.
2. Proses Peningkatan Mutu
Proses peningkatan mutu dengan pendekatan TQM membutuhkan partisipasi
seluruh anggota dari perguruan tinggi, yang dimulai pada tingkatan top management
sampai low management, karena pendekatan TQM lebih menitikberatkan peningkatan
mutu berdasarkan manajemen operasional secara individu, sehingga setiap staf dan
dosen di lingkungan perguruan tinggi harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi
22
Jiju Antoni, Reflective Practice Six Sigma vs TQM : Some Perspectives From Leading Practitioners
And Academics, International Journal of Productivity And Performance Management Vol. 58 No. 3,
Emerald Group Publishing Limited, 2009, hal. 278
setiap pelanggan. Pada pendekatan Six Sigma lebih menekankan peningkatan mutu
merupakan tanggung jawab dari setiap departemen yang ada dalam perguruan tinggi,
sehingga dapat diibaratkan peningkatan mutu perguruan tinggi merupakan tanggung
jawab setiap fakultas, perpustakaan kampus, lembaga penelitian dan pengabdian
masyarkat serta lembaga penjaminan mutu.
Dalam penerapannya TQM sangat sukar sekali untuk mengetahui keberhasilan dari
peningkatan mutu, dalam pelaksanaannya pada institusi perguruan tinggi, TQM
belum mempunyai ukuran baku dalam mutu dari perguruan tinggi, sedangkan Six
Sigma menggunakan satuan metric dalam mutu. Persamaan pendekatan TQM dan Six
Sigma menekankan dalam aplikasi statistik dalam bentuk •Frequency Distribution
Analysis, Multivariat Analysis, Measurement Error Analysis, Control Charts, Cause
And Effect Diagrams, Process Capability Analysis, Correlation Analysis, Design Of
Experiments, Acceptance Sampling.
Proses peningkatan mutu dengan pendekatan Six Sigma menggunakan data yang
valid, informasi dan penggunaan analisis statistik melalui calculate Six Sigma untuk
mengurangi kesalahan dari proses pelayanan perguruan tinggi kepada mahasiswa,
dengan memperbaiki hasil mutu penelitian dan pengabdian masyarakat serta
pelayanan perguruan tinggi.
Dokumen penjaminan mutu di perguruan tinggi merupakan suatu hal yang penting
pada proses peningkatan mutu dari pendekatan Six Sigma , untuk menyesuaikan
dengan standar mutu pelayanan dari perguruan tinggi. Dokumen penjaminan mutu
meliputi prosedur untuk setiap jenis pekerjaan dan instruksi kerja yang merinci
prosedur kerja, yang semuanya tersebut terdapat pada SOP (Standar Operasional
Prosedur) dan data pelaksanaan SOP.
3. Kepemimpinan Dalam Mutu
Kepemimpinan dalam manajemen mutu di perguruan tinggi pada dasarnya
merupakan suatu proses dalam mempengaruhi para bawahannya yaitu staf dan dosen
untuk memperbaiki mutu dari perguruan tinggi tersebut, dimana pemimpinan
perguruan tinggi mencoba mempengaruhi staf dan dosen untuk melakukan apa yang
dipandang perlu oleh pemimpin. Dalam manajemen mutu, pemimpin secara simultan
menetapkan arah dan tujuan mutu dari perguruan tinggi serta memotivasi seluruh staf
dan dosen perguruan tinggi untuk maju secara bersama menuju perbaikan mutu.
Peran pimpinan dalam pendekatan TQM merupakan sesuatu yang sentral,
walaupun pemimpin pada pendekatan TQM memberikan petunjuk secara umum dan
bersifat filosofis sehingga sukar untuk dipahami oleh para bawahan. Oleh karena itu
seorang pemimpin perguruan tinggi harus mempunyai kemampuan komunikasi dan
verbal yang baik dalam menterjemahkan program-program mutu kepada staf dan
dosen. Kepemimpinan pada pendekatan TQM di institusi perguruan tinggi
mempunyai peranan penting dalam membentuk komitmen dan motivasi kerja staf dan
dosen, sebab pada pendekatan TQM terkenal dengan konsep 80/20 dari Joseph Juran
dalam Edward Sallis, konsep itu menjelaskan bahwa 80% masalah mutu dalam
sebuah organisasi adalah hasil dari desain proses yang kurang baik. Sehingga,
penerapan sistem yang benar mendapatkan hasil yang benar. Dengan demikian baik
atau buruknya mutu yang dihasilkan, 80% merupakan tanggung jawab manajemen
yaitu pimpinan. 23
Peran pimpinan perguruan tinggi dalam pendekatan Six Sigma , kurang begitu
signifikan, karena dalam Six Sigma tugas pemimpin hanya menerapkan pendekatan
tersebut dengan mempelajari, membangun infrastruktur manajemen untuk penerapan
Six Sigma pada perguruan tinggi dan mengevaluasi dari proses tersebut.
4. Keterlibatan Dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dapat memberikan kontribusi bagi
kesuksesan organisasi, keterlibatan staf dan dosen dalam memberikan masukan dan
kontribusi pada institusi perguruan tinggi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
mutu, salah satu alat dalam TQM adalah brainstorming, dengan adanya proses
brainstorming maka akan muncul permasalahan yang terjadi di kampus yang berasal
dari staf dan dosen, kemudian akan dibahas untuk mencari solusi yang ada.

23
Edward Sallis, Total Quality Management In Education ……, hal. 20
Pemberdayaan karyawan di perguruan tinggi dapat berupa pelatihan dan
pendidikan staf dan dosen. Pelatihan dan pendidikan staf dan dosen diadakan
berdasarkan kebutuhan staf dan dosen. Menurut Fred C. Lunenburg pelatihan bagi
para pendidik dibagi menjadi menjadi tiga bagian diantaranya : 1) pelatihan metode
pengajaran dan proses pembelajaran yang terbaru 2) pelatihan yang diberikan tentang
sistem penilaian 3) pelatihan bagi pemimpin pendidikan yang berhubungan sistem
manajemen sekolah.24
5. Pengambilan Keputusan Dan Penyelesaian Masalah
Dari siklus mutu TQM menerapkan PDCA, sedangkan Six Sigma menerapkan
DMAIC. Kedua siklus ini mempunyai perbedaan yang mendasar dalam penerapannya
di institusi perguruan tinggi. Siklus PDCA merupakan siklus peningkatan mutu
secara terus menerus, siklus ini mudah dan sederhana, jika siklus ini diterapkan pada
institusi perguruan tinggi sangatlah mudah. Kelemahan dari siklus ini tidak
mengidentifikasi permasalahan mutu secara spesifik, pada akhirnya TQM hanya
mengutamakan penyelesaian masalah dengan permasalahan umum yang terjadi di
perguruan tiggi, yang terdapat pada fase plan.
Pada siklus DMAIC merupakan siklus yang sistematis dan berdasarkan fakta
dengan tujuan untuk mengeliminasi proses pelayanan yang cacat atau tidak sesuai
dengan keinginan pelanggan. Dalam siklus ini mengidentifikasi permasalahan dalam
mutu pelayanan perguruan tinggi sangatlah penting, ini terjadi pada fase define. Pada
dasarnya pendekatan Six Sigma, merupakan pendekatan yang mengutamakan
penyelesaian masalah yang spesifik, skala prioritas dan masalah tersebut diselesaikan
melibatkan semua departemen dari perguruan tinggi. Berbeda dengan pendekatan
TQM dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, dimulai dari permasalahan yang
umum dan sering terjadi pada perguruan tinggi, sehingga pendekatan TQM dalam
institusi perguran tinggi lebih mengutamakan penyelesaian masalah pada masalah

24
Fred C. Lunenburg, Total Quality Management Applied to Schools, Schooling Volume 1, Number
1, 2010, hal. 3
umum dan utama dan penyelesaiannya hanya berdasarkan inisatif dari setiap
departemen dalam perguruan tinggi.
6. Biaya Mutu
Dari kedua pendekatan ini mempunyai persamaan tentang persepsi biaya mutu,
tetapi pada pendekatan Six Sigma lebih terukur dengan menggunakan grafik biaya
mutu. Biaya mutu merupakan sesuatu yang harus dibayarkan oleh perguruan tinggi
untuk meningkatkan mutu perguran tinggi dan mencegah kegagalan mutu pada
peguruan tinggi. Kegagalan mutu pada institusi perrguruan tinggi akan
mengakibatkan kredibelitas dan reputasi perguruan tinggi semakin menurun.
Kegagalan mutu dalam perguruan tinggi dapat berupa output dari perguruan tinggi
tidak sesuai dengan keinginnan orang tua, sponsor beasiswa dan pangsa pasar tenaga
kerja, yang mengakibatkan banyaknya keluhan dari pelanggan eksternal perguruan
tinggi. Dalam pendekatan TQM lebih menekankan biaya mutu dalam perguruan
tinggi berupa biaya pencegahan kegagalan mutu.
Biaya mutu dalam pendektan Six Sigma lebih terukur, beban seluruh biaya mutu
dibebankan pada pelanggan internal dan eksternal. Menurut Kai Yang dan Basem S.
El-Haik, biaya dalam mutu dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya operasional dari
pembuatan produk atau proses pelayanan dan biaya peningkatan mutu serta
pencegahan masalah terhadap mutu. Tujuan dari pendekatan Six Sigma pada institusi
perguruan tinggi adalah keuntungan dengan mengurangi biaya dan menambah
pendapatan pergurun tinggi, sehingga status perguran tinggi swasta dan negeri yang
BLU (Badan Layanan Umum) dan BHMN (Badan Hukum Milik Negara) lebih
efektif menggunakan pendekatan Six Sigma dalam meningkatkan mutu perguruan
tinggi. Biaya kegagalan mutu akan berdampak pada tingkat kepercayaan konsumen
dari mutu, yang diukur dengan pendekatan Six Sigma, apabila suatu mutu
mempunyai tingkatan 6σ maka biaya yang dikeluarakan sangatlah minimal, hal
tersebut dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini.
Gambar 4. Grafik Biaya Dan Tingkat Kepercayaan Six Sigma
Sumber : Ruben Guajardo et all, Six Sigma A Strategy For Performance Excellence,
2001, hal. 6

C. Penutup
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Six Sigma menekankan pengurangan kesalahan (eliminasi defect) pada proses
pelayanan di intitusi perguruan tinggi bukan menghilangkan kesalahan (zero
defect), sehingga Six Sigma lebih toleran terhadap kegagalan pada proses
pelayanan yang diberikan oleh perguruan tinggi.
2. Biaya mutu pada pendekatan Six Sigma lebih efisien dan terukur dalam
pelaksanaannya di institusi perguruan tinggi, sehingga untuk perguruan tinggi
yang statusnya BHMN dan BLU sangat diuntungkan dengan pendekatan Six
Sigma.
3. Penyelesaian masalah mutu dengan menggunakan pendekatan Six Sigma,
mengutamakan masalah yang spesifik dan menggunakan skala prioritas. berbeda
dengan TQM lebih mengutamakan masalah umum yang terjadi pada institusi
perguruan tinggi.
4. Peran kepemimpinan perguruan tinggi dengan pendekatan TQM mempunyai
peranan penting dalam membentuk mutu, berbeda dengan Six Sigma peran
kepemimpinan kurang berarti.
5. Permasalahan mutu dalam institusi perguruan tinggi dengan pendekatan Six
Sigma merupakan tanggung jawab setiap departmen, sedangkan TQM
menekankan pada individu dalam menyelesaikan permasalahan mutu.

Daftar Pustaka
Antoni, Jiju., 2009. Reflective Practice Six Sigma vs TQM : Some Perspectives From
Leading Practitioners And Academics, International Journal of Productivity And
Performance Management. Emerald Group Publishing Limited.

Aswari, Shanty., 2008, Model Manajemen Pengembangan Mutu, Jurusan Manajemen


Pendidikan Progam Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.

Bandyopadhyah, Jayanta K. and Robert Lichman, 2007. Six Sigma Approach To Quality
And Productivity Improvement In Institution For Higher Education In The United States,
International Journal of Management Vol.24 No.4 December 2007.

Chow, Yang Ching., 2010. Quality Management And Six Sigma , Sciyo, Shanghai.

D. Manggala., 2005. Mengenal Six Sigma Secara Sederhana,


d_manggala@yahoo.com

David, Fred R., 2011. Strategic Management: Concepts And Cases, Prentice Hall,
New Jersey.

Guajardo, Ruben et all., 2001, Six Sigma A Strategy For Performance Excellence,

Hitt, Michael A, J. Stewart Black And Lyman W. Porter., 2012, Management,


Prentice Hall, New Jersey.

Juran, Joseph M., 1999. Quality Control, McGraw-Hill. New York.


Kenyon, George N & Kabir C. Sen., 2015. The Perception of Quality Mapping
Product And Service Quality To Consumer Perceptions, Springer, London

Mullins, Laurie J., 2010. Management & Organisational Behaviour, Pearson


Education Limited, Harlow
Noronha, Carlos., 2002. The Theory of Culture-specific Total Quality Management
Quality Management In Chinese Regions, Palgrave. New York.
Park, Sung H., 2003., Six Sigma For Quality and Productivity Promotion, Asian
Productivity Organization, Tokyo.

Pekar, Jack P., 1995. Total Quality Management, Guiding Principles For Application,
ASTM Publication. Philadelphia.

Quamrul H. Mazumder,2014, Applying Six Sigma in Higher Education Quality


Improvement, 121st ASEE Annual Conference & Exposition, Indianapolis

Robins, Stephen P. & Mary Coulter., 2012. Management, Prentice Hall, New Jersey.

Roy T, Ridwan., 2014, Kebijakan Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu


Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan , Jakarta.

Sallis, Edward., 2002. Total Quality Management In Education, Kogan Page. London

Sajnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
ntoso, Singgih., 2007. Total Quality Management Dan Six Sigma , Elex Media
Komputindo, Jakarta.

Slack, Nigel, Stuart Chambers dan Robert Johnston, 2010. Operations Management,
Pearson Education Limited, Harlow

Syafaruddin., 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi,


dan Aplikasi, Grasindo, Jakarta

Vujovic , Aleksandar, Zdravko Krivokapic dan Jelena Jovanovic., 2012. Artificial


Intelligence Tools and Case Base Reasoning Approach for Improvement Business
Process Performance, InTech, Croatia

Winston, Bruce E. 1997. Total Quality Management A Heartfelt Approach To Doing


Things Right, Regent University School Of business.

Yang, Kai & Basem El-Haik., 2009. Design For Six Sigma A Roadmap for Product
Development, McGraw-Hill. New York.

Anda mungkin juga menyukai