Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara heterogen dari segi aktifitas perindustriannya,
meskipun bukan termasuk negara perindustrian di Dunia. Perindustrian di
Indonesia mulai dari industri rumah tangga, industri dengan beraggotakan
komunitasnya saja, hingga industri global dengan berbagai kerjasama dan
cabang-cabang dari negara lain. Adapun kota-kota besar di Indonesia yang
merupakan kota industri terbesar adalah Surabaya, Sidoarjo dan Bekasi. Beberapa
perusahaan di kota tersebut merupakan cabang/kerjasama dari negara lain
misalnya PT. Kao Indonesia, yang salah satu hasil produksinya adalah Sabun dan
Detergent. Tidak hanya perusahaan tersebut yang memproduksi sabun di
Indonesia, namun juga PT. Wings Indonesia, PT. Unilever dan lain sebagainya.
Proses pembuatan Sabun dan Detergent pada skala industri rumah tangga atau
konvensional memang tidak terlalu rumit, namun apabila produksi ini dilakukan
pada skala besar/sekitar beberapa ton perhari tentulah membutuhkan ilmu khusus
untuk melakukannya.
Industri oleokimia di Indonesia merupakan salah satu industri
yang diminati dan berpotensi besar dalam menghadapi globalisasi dan krisis
energi dimasa depan. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan
salah satu produsen bahan baku industri oleokimia terbesar di dunia.
Akan tetapi, perkembangan industri ini masih kalah jika dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai
dua kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia hanya menguasai
sekitar 12% permintaan oleokimia dunia sedangkan Malaysia telah mencapai
18,6%. Permintaan produk oleokimia yang sangat tinggi dikarenakan produk oleo
kimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia seperti
harga, bahan bakunya yang merupakan sumber daya yang dapat
diperbaharui dan produknya yang ramah lingkungan. Pada saat ini industri
oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya.
Salah satu produk turunan dari minyak/trigliserida adalah deterjen. Sebelum

1
ditemukannya sabun dan deterjen, untuk membersihkan pakaiankotor orang
menggunakan air saja. Namun, penggunaan air sebagai bahan pencucitidak
efisien, karena tidak mampu mengangkat minyak dan lemak pada kotoran.
Setelah ditemukannya sabun, maka proses mencuci menjadi lebih baik.
Akantetapi, sabun memiliki beberapa kelemahan yaitu sabun merupakan garam
dariasam lemah sehingga larutannya agak basa karena terjadi hidrolisis
parsial.Masalah lainnya ialah sabun biasa membentuk garam dengan ion-ion
kalsium, magnesium, atau besi yang ada dalam air sadah (hard water). Garam-
garam itutidak larut dalam air, sehingga garam ini dapat membuat warna
kecokelatan padapakaian. Masalah-masalah ini dapat diselesaikan dengan
ditemukannya deterjen. Deterjen sintetik ini memiliki rantai hipofilik yang
panjang dan ujung ionik polar. Ujung yang polar pada senyawa deterjen tersebut
tidak membentuk garam yangmengendap dengan ion-ion dalam air sadah.
Sehingga kinerjanya menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan sabun.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut ini:
1. Bagaimana sejarah singkat dari deterjen?
2. Apa pengertian dari deterjen?
3. Apa dampak dari penggunaan deterjen?
4. Bagaimana penanganan limbah dari hasil penggunaan deterjen tersebut?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini berdasarkan rumusan masalah
dan pembahasan adalah sebagai berikut ini:
1. Untuk mengetahui sejarah singkat dari deterjen
2. Untuk mengetahui pengertian dari deterjen
3. Untuk mengetahui dampak dari penggunaan deterjen
4. Untuk mengetahui penanganan limbah dari hasil penggunaan deterjen
tersebut

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Deterjen


Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu
Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada
di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu
surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen
untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu
lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral.
Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan
limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung
alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian
(1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah
lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak
menghasilkan limbah busa. Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam
natrium dari lauril hidrogen sulfat, tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen
adalah garam dari asam sulfonat Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa
hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang
digunakan.. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik
untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut
dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau
tidak suka air (hidrofobik), akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang
berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik), bagian
inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan
kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan
dapat dipertahankan.

4
2.2 Pengertian Deterjen
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industri.
Deterjen dapat berbentuk cair, pasta, atau bubuk yang mengandung konstituen
bahan aktif pada permukaannya dan konstituen bahan tambahan. Konstituen
bahan aktif adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active
agents, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di
antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran
dan pemerataan. Adapun konstituen tambahan dapat berupa pembangun, zat
pengisi, zat pendorong, diantaranya adalah garam dodesilbenzena sulfonat,
natrium lauril eter sulfat, kokonum sitrat, dan metil paraben.
Deterjen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat (NSL) yang
berasal dari lemak trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu
dengan katalis. Setelah itu, direaksikan dengan asam sulfat lalu dinetralisasi.
Karena proses produksinya yang mahal, maka penggunaan NSL ini tidak
dilanjutkan.
Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan alkil
benzena sulfonat (ABS). Akan tetapi, ABS ini memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan karena molekul ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme
sehingga berbahaya bagi persediaan suplai air tanah. Selain itu, busa dari ABS ini
menutupi permukaan air sungai sehingga sinar matahari tidak bisa masuk pada
dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai menjadi mati dan sungai
menjadi tercemar.
Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil sulfonat (LAS).
Detergen ini memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat dipecahkan oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan busa pada air sungai. Akan tetapi,
LAS juga memiliki kekurangan yaitu dapat membentuk fenol, suatu bahan kimia
beracun.
Deterjen yang beredar di pasaran atau yang dikonsumsi sebagian masyarakat
Indonesia merupakan hasil produksi dalam negeri, tetapi dengan lisensi dari
perusahaan luar negeri.

5
Deterjen sangat akrab dengan kehidupan kita terutama bagi ibu rumah
tangga untuk mencuci pakaian. Deterjen tidaklah sama dengan sabun, meskipun
sabun juga termasuk deterjen. Kata “deterjen” berasal dari bahasa Latin
“deterjene” yang berarti menghapus. Produk yang disebut deterjen ini merupakan
pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan
antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh
kesadahan air.
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi
karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun
1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus
utama surfaktant LAS. Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat
bahan penurun tegangan permukaan, misalnya: p – alkilbenzena sulfonat dengan
gugus alkil yang sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan
dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel–Craft Sulfonasi,
yang disusul dengan pengolahan dengan basa.
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 –
C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3-
Na+ danROSO3-Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi
(fraksi parafin dan olefin). Deterjen berhubungan dengan pembersihan benda
padat dengan menyingkirkan benda yang tidak diinginkan dari permukaannya.
Pembersihan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti pemisahan
mekanik sederhan (misalnya mengucek dan mencelupkan ke dalam air),
pemisahan dengan pelarut (misalnya penambahan pelarut organik, dan pemisahan
dengan menambahkan air dan bahan kimia seperti surfaktan. Deterjen dapat
berbentuk cair, pasta, atau bubuk yang mengandung konstituen bahan aktif pada
permukaannya dan konstituen bahan tambahan. Konstituen bahan aktif adalah
berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agents, yaitu
bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antarmuka fasa
(baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan
pemerataan. Adapun konstituen tambahan dapat berupa pembangun, zat pengisi,

6
zat pendorong, diantaranya adalah: Garam dodesilbenzena sulfonat, natrium lauril
eter sulfat, kokonum sitrat, dan metil paraben.

2.3 Jenis-jenis Deterjen


2.3.1 Berdasarkan senyawa organic
Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen
dikelompokkan menjadi :
1. Detergen anionik (DAI)
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan
dengan alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif
apabila dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok
utama daridetergen anionik adalah :
a. Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
b. Alkil aril sulfonat
c. Olefin sulfat dan sulfonat
2. Detergen kationik
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini
akanberubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya
digunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada
netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat
untuk netralisasi. Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai
panjangyang memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari
detergen kationik adalah :
a. Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
b. Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3)) 3+ (R=8 sampai 18 atom
karbon)
c. Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18
atom karbon)
d. Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
3. Detergen nonionik
Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara,
kedua asam dan basanya merupakan molekul yang sama. Detergen ini tidak akan

7
berubah menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat
bekerja di dalam airsadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis
kotoran. Kelompok utamadari detergen nonionik adalah :
a. Etilen oksida atau propilen oksida
b. Polimer polioksistilen HO (CH2CH2O) a (CHCH2O) b (CH2CH2O)
cH CH3.
c. Alkil amida HOCHCH3 NH2-HOOCC17O38 R
4. Detergen Amfoterik
Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik.
Detergen inidapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung
kepada pH airyang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah
tangga. Kelompok utama dari detergen ini adalah :
a. Natrium lauril sarkosilat (CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa)
dan natrium mirazol.
2.3.2 Berdasarkan Kandungan Gugus Aktifnya
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan
tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang
menyebabkan pencemaran air.Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS). ABS
merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan ABS ini adalah
dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat
atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai
Dodekil Benzena, maka persamaan reaksinya adalah:
a. C6H5C12H25 + SO3 = C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena
Sulfonat)
b. Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan
Natrium dodekil benzena sulfonat
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah
dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contohnya

8
Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). Proses pembuatan (LAS) adalah
dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam
Lauril Sulfat dengan reaksi: C12H25OH + H2SO4 = C12H25OSO3H + H2O.
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
2.3.3 Berdasarkan bentuk fisiknya
Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:
1. Deterjen Cair
Secara umum deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Yang
membedakan cuma bentuk fisik. Di indonesia setahu saya deterjen cair ini belum
dikomersilkan, biasanya digunakan untuk laundry modern menggunakan mesin
cuci yang kapasitasnya besar dengan teknologi canggih.
2. Deterjen krim
Bentuk deterjen krim dengan sabun colek hampir sama tetapi kandungan
formula bahan baku keduanya berbeda.
3. Deterjen bubuk
Jenis deterjen bubuk ini yang beredar dimasyarakat atau dipakai sewaktu
mencuci pakaian. Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat
dibedakan menjadi dua yaitu deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk padat.
Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok tersebut disebabkan oleh perbedaan
proses pembuatannya.
a. Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya berongga seperti
bola sepak yang didalamnya berongga. Butiran deterjen jenis berongga
ini dihasilkan oleh proses spray drying (proses pengabutan dilanjutkan
dengan proses pengeringan). Kelebihan deterjen bubuk berongga dengan
deterjen bubuk padat adalah deterjen bubuk berongga tampak volumenya
lebih besar.
b. Deterjen bubuk padat
Bentuk butiran deterjen bubuk padat bentuknya seperti bola tolak peluru,
yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak
berongga. Butiran deterjen yang padat ini merupakan hasil olahan dari

9
proses pencampuran kering (drymixing). Kekurangan deterjen bubuk
padat ini tampak volumenya tidak besar sehingga kelihatan sedikit.
2.3.4 Berdasarkan kegunaannya
Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut :
1. Detergen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil
fenoletoksilat
2. Detergen pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci tangan
3. Detergen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa
dekiltrimetil amonium klorida
4. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen pembersih
rumah tangga
5. Detergen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat
6. Detergen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil amonium
klorida.
2.4 Bahan Baku Pembuatan Deterjen
1. Bahan Aktif
Bahan aktif ini harus ada dalam pembuatan deterjen karena merupakan
baha inti dari deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa sodium lauryl
ether sulfat (SLES). SLES ini dikenal dengan beberapa nama dagang dengan
nama texapone, cottoclarin, ataupun ultra SLES. Bahan ini berfungsi dalam
meningkatkan daya bersih, saat digunakan bahan aktif ini mempunyai busa
banyak, dan berbentuk gel translucent (pasta). Selain SLES, bahan aktif dari
sabun bubuk adalah garam Linear Alkyl Benzene Sulfonat (LAS), bentuknya
gel/pasta berwarna kuning muda. Fungsi LAS sama seperti Ultra SLES, sebagai
bahan pembersih utama pembuatan Sabun Bubuk, dengan LAS, maka sabun
bubuk akan lebih mudah dibilas/ kesat.
2. Bahan penambah volume produksi
Dalam penggunannya, bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari
keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan untuk
memperbesar atau memperbanyak volume. Bahan penambah volume produksi
disini menggunakan Sodium Sulfat (Na2SO4).

10
3. Bahan penunjang
Kita dapat menggunakan bahan penunjang yakni soda abu (Na2CO3) yang
berbentuk serbuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi sebagai meningkatkan
daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam deterjen tidak boleh terlalu banyak,
sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci pakaian. Bahan
penunjang lainnya adalah STPP (sodium tripoly posphate) yang dapat
menyuburkan tanaman, hal Ini dapat dibuktikan dengan menyiramkan air bekas
cucian ke tanaman, maka tanaman tersebut akan menjadi subur. Hal ini
disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis
pupuk tertentu.
4. Bahan Tambahan (aditif)
Aditif berfungsi mencegah kotoran kembali ke pakaian (anti redeposisi),
bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan deterjen.
Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah Enzym AR yang berbentuk serbuk
putih.
5. Bahan Pewangi/Bibit Parfum
Salah satu keuntunagn keberadaan bahan pewangi ini adalah bahwa suatu
deterjen dengan kualitas baik , Harum akan disukai konsumen. Parfum biasa
dipakai untuk deterjen berbentuk cair kekuning-kuningan. Pemilihan parfum ini
sangat penting, karena biasanya konsumen selalu merasakan dulu wangi dari
barang yang akan dibeli, baru mencoba untuk memakai produk tersebut.
6. Bahan Tambahan untuk membuat sabun dengan kulitas yang istimewa:
a. Protease: Pembersih noda yang membandel disebabkan oleh protein,
seperti darah, kecap, susu, saos dll. Dengan ditambah Protease, maka
daya cuci sabun terhadap kotoran yang disebabkan protein seperti
darah, makanan bayi, susu, saos, kecap dll yang membandel akan lebih
mudah dibersihkan. Dosis Pemakaian 2-10%.
b. Bioenzyme (Bintik Biru) dosis pemakaian secukupnya.
c. Extrableach : Untuk Memutihkan Cucian yang khusus berwarna putih,
pemakiannya 3-10%
d. Lipozyme: Pembersih noda yang disebabkan oleh minyak, lemak &
gemuk. Dengan ditambah lypozyme, maka daya cuci sabun terhadap

11
kotoran yang mengandung minyak, lemak ataupun gemuk yang
membandel akan lebih mudah dibersihkan. Dosis pemakaian 2-10%.
2.4.1 Bahan Yang Terkandung Dalam Deterjen
Namun pada umumnya, deterjen yang diproduksi mengandung bahan-
bahan kimia berikut ini, yaitu :
a. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka
lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan
bahan, meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang
berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain
dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Secara garis besar,
terdapat empat kategori surfaktan yaitu:
 Anionik : Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene
Sulfonate (LAS), dan Alpha Olein Sulfonate (AOS)
 Kationik : Garam Ammonium
 Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
 Amphoterik : Acyl Ethylenediamines
b. Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
 Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP) Garam posfat digunakan
sebagai pembina (builder) dalam detergen dimana ia memberikan
perlembutan air (water softening), kealkalian dan penghilangan kotoran
serta penyebaran (dispersion). Juga sebagai bahan bantu pada proses
terbaik semasa pembuatan detergen seperti penyerapan surfaktan cair
dan pengikatan air bebas. Fosfat yang paling lazim digunakan dalam
aplikasi detergen adalah garam sodium dan potassium pirofosfat dan
tripolifosfat.
 Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA) dan Ethylene Diamine Tetra Acetate
(EDTA)

12
 Silikat : Zeolit
 Sitrat : Asam Sitrat
c. Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas.
Contohnya adalah sodium karbonat. Sodium karbonat merupakan bahan
deterjen multifungsi. Diantaranya adalah untuk kekerasan air (melalui
pemendakan), sumber kealkalian, pengisi (filler), pembawa dan bahan
bantu pengaglomeratan (agglomeration) untuk serbuk.
d. Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan
lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh: Enzim, Boraks,
Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
e. Bahan Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya,
walaupun secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah
memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk deterjen
berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml).
Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen
dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum eksklusif.
Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat,
seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen
bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum
tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari
jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring flower.

13
f. Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin
cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase
keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-
0,06%.

2.5 Proses pembuatan deterjen


1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk
sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan
proses pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan
pada gambar berikut:

Alat pengangkut (conveyor) mengumpulkan terus – menerus padatan yang


telah ditimbang sebelum membawa padatan tersebut ke crutcher slurry. Crutcher
slurry juga menerima komponen – komponen liquid yang mengalir secara tetap
dari damper yang mengumpulkan berbagai umpan. Ketika formula padat, meliputi
senyawa sulfon anionic dan sabun, asam lemak dan asam sulphonic
dinetralisasikan dengan alkali dalam mixer sebelum umpan dikirim/dimasukkan
ke dalam crutcher slurry. Dalam beberapa kasus, ketika tidak ada reaksi yang
diharapkan dari komponen lain, asam menjadi umpan dan dinetralisaikan secara
langsung didalam crutcher slurry yang dalam kasus ini bagian dalam dari crutcher
slurry harus terbuat dari bahan – bahan stainless steel 304 agar bagian dalamnya
tidak rusak akibat asam. Crutcher slurry merupakan mixer dengan kecepatan

14
putaran yang tinggi yang didesain untu penguraian fine dan membuat campuran
menjadi homogen. Pengoperasian crutcher juga mencegah penumpukkan dan
pembentukan gumpalan – gumpalan padat yang dapat menyumbat pipa aliran
umpan. Dari crutcher, slurry kemudian di transfer menuju vessel aging, dimana
campuran tersebut dihomogenasasi lebih lanjut dan diatur berdasarkan derajat
hidrosin yang dari garam anorgonik yang diperlukan seperti soda ash, natrium
sulfat, dan sodium tripolyphosphate yang ada dalam formula. Selanjutnya setelah
slurry terbentuk barulah masuk ke spray drying tower

Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada


bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin. Setelah pengankutan udara
bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan
komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang
kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.

2. Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung
satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.

15
Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau penumpukan
dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-
tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk
berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut,
aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses
tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke
komposisi kimia dari produk. Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-
drying dengan dry mixing atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan
anatara 35-40% dalam crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan
keatas secara continue. Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam
aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan
aglomerasi.

3. Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen
bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit. Setelah
semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2
menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat
dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.
Pembuatan alkohol lemak
a. Hidrolisis dari lilin ester
Alkohol lemak pertama kali diperoleh dari hidrolisis lilin ester yang
berasal dari binatang, terutama spermaceti dari sperma ikan paus. Karena kutukan

16
di seluruh dunia atas ikan paus yang diburu, sehingga sumber ini tidak lagi
tersedia. Lilin spermaceti dipisahkan dengan cara pemanasan menggunakan
NaOH pekat diatas 3000 C, lalu alkohol didistilasi dari sabun sodium. Hasil
Sulingan (distilat) mengandung alkohol tak jenuh C16-C20. Untuk mencegah
terjadinya auto-oksidasi, distilat ini dikeraskan dengan hidrogenasi katalitik..
Alkohol yang diperoleh jika minyak sperma hanya mengandung 70 % wax ester,
mencapai yield 35 %, kemudian hasilnya dipisahkan dalam distilasi vakum dari
sabun dan air yang terbentuk. Produk utama terdiri dari : cetyl, oceyl, dan alkohol
arachidyl
b. Proses reduksi sodium
Larutan sodium didispersikan dalam pelarut inert lalu ditambahkan ester
kering dan alkohol dengan hati-hati. Saat reaksinya komplit, oksidanya dipecah
dengan pengadukan dalam air, kemudian alkoholnya dicuci dan didistilasi.
Penambahan Alkohol R’ (sebaiknya alkohol sekunder), bertindak sebagai donor
hydrogen. Karena adanya reaksi samping , pemakaian sodium bias jadi di atas 20
% dari kebutuhan stoikiometri. Reduksi berjalan selektif tanpa pembuatan
hidrokarbon dari isomerisasi atau hidrogenasi ikatan rangkap.
c. Proses Zieglar Menggunakan Etilen
Alkohol lemak dari proses ii mempunyai struktur yang sama dengan
alkohol lemak alami. Proses ini dibagi dalam dua proses yaitu proses alfol dan
proses Epal.
1. Proses Alfol.
Hidrokarbon digunakan sebagai pelarut. Proses ini melalui lima tahap
yaitu:
 Hidrogenasi
 Al(CH2CH3)3 + Al + 1,5 H2 → 3 Hal(CH2CH3)3
 Etilasi
 HAl(CH2CH3)3 + 3 CH2=CH2 →3 Al(CH2CH3)3
2. dari hasil proses ini di recycle lagi ke proses hidrogenasi dan sisanya
lansung masuk ke reaksi perkembangan
3. Reaksi perkembangan (growth Reaction)
4. Oksidasi

17
5. Hidrolisa
6. Proses Epal
Proses ini mempunyai langkah-langkah yang hampir sama dengan proses
alfol. Fleksibilitas Proses ini lebih besar dibandingkan dengan prose alfol.
Alkohol dan α- olefin yang terbentuk bias dipasarkan. Namun modal dan biaya
yang dibutuhkan jjuga lebih besar , karena membutuhkan proses control yang
lebih kompleks dan penambahan olefin dan alkohol rantai bercabang.
a. Proses Oxo menggunakan Olefin
Proses oxo (hidroformilasi) terdiri dari reaksi antara olefin dengan
campuran gas H2-CO dan katalis yang cocok CH3 2R – CH=CH2 + 2CO
+ 2H2 → R-CH2CH2-CHO + R-CH-CHO Yield α- olefin diperkirakan
sama dengan jumlah aldehid rantai lurus dan bercabangnya. Proses oxo
dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :
 Proses klasik dengan menggunakan katalis HCO(CO)4
 Proses Shell berdasarkan kompleks kobalt karbonil – phosphine
 Proses menggunakan Katalis Rhodium
Langkah- langkah pada proses klasik yaitu reaksi oxo, pemisahan katalis
dan regenerasi, hidrogenasi aldehid dan distilasi alkohol.
b. Hidrogenasi Katalistik Dari Asam Lemak Dan Metil Ester
Proses ini biasanya digunakan untuk memproduksi alkohol lemat tak jenuh
pada skala besar. Katalis yang digunakan dalam kompleks dari Cu 2+ dan
Cu 3+
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
RCOOCH3 +2 H2 → RCH2OH + CH3OH dengan katalis CuCr
RCOOH + 2H2 → RCH2OH + H2O dengan katalis CuCr Hidrogenasi
Langsung dari minyak dan Lemak
Suatu proses yang terakhir, yang dikembangkan dan dipatenkan oleh
Henkel KGaA, yaitu direct hydrogenation dari minyak alami atau
trigliserida. Proses ini melalui dua tahap reaksi, yaitu :
1). Esterifikasi asam lemak dan alkohol lemak menghasilkan Ester dan Air
2). Hidrogenasi ester menghasilkan dua mol Alkohol lemak

18
2.6 Dampak Deterjen Terhadap Lingkungan
Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada
pemakaian jenis surfaktan dan gugus pembentuk.
a. Akibat Surfaktan
Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi
(penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya
proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam
jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur
surfaktan yang dipakai.Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini
mudah diuraikan. Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka
surfaktan ini sulit dipecahkan.
b. Akibat Gugus Pembentukan
Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan
mengalami hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat. P3O10 5- + 2H2O
2HPO42- + H2PO4 Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi,
yang bisa mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar.

2.7 Penanggulangan Limbah Deterjen


Pada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor
film tipis. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus
diperhatikan yaitu limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan
sisa SO3 yang tidak bereaksi. Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif
permukaan anionik yang biasanya diolah dengan proses biologi yang serupa
dengan pengolahan limbah utama. Degradasi bakterial pada kondisi aerobic
mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari
reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang
tidak larut. Gas sulfonat yang dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk
memisahkan kabut asam dari gas-gas. Asam hasil pemisahan di masukkan
kembali ke aliran produknya dan bila gas itu masih mengandung SO3akan
dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas cerobong yang mengandung SO2 dan
SO3 mula-mula akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk
mengusir asam sulfat dan asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap

19
dalam instalasinya. Gas dari pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu
penggosok arus, yang akan bercampur dengan suatu larutan soda kaustik di dalam
air. Proses ini digunakan untuk mengusir semua residu SO2 dan SO3, sehingga
dihasilkan udara bersih.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembuatan makalah dan
berdasarkan tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu
Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan
untuk keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen
sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut
sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun,
baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di
AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski
dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah.
2. Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan
industri. Deterjen dapat berbentuk cair, pasta, atau bubuk yang
mengandung konstituen bahan aktif pada permukaannya dan konstituen
bahan tambahan.
3. Akibat dari surfaktan di dalam air adalah, sisa detergen harus mampu
mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya
terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan
timbulnya busa di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama
makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur surfaktan yang
dipakai, dan juga Akibat Gugus Pembentukan, masalah yang ditimbulkan
oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang
menghasilkan ion ortofosfat.
4. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan
yaitu limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa
SO3 yang tidak bereaksi. Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan
aktif permukaan anionik yang biasanya diolah dengan proses biologi yang
serupa dengan pengolahan limbah utama.

21
3.1 Saran
Adapun saran saya penulis dalam pembuatan makalah ini adalah bahwa
jika pembaca ingin mengetahui lebih banyak tentang industri deterjen dan
sejenisnya, penulis menyarankan untuk mencari lebih banyak jurnal ataupun
artikel yang membahas tentang deterjen dan juga terkait dengan industri deterjen,
sehingga pemahaman pembaca tidak hanya sebatas makalah penulis saja

22

Anda mungkin juga menyukai