Anda di halaman 1dari 7

REALITA PERMASALAHAN TRANSPLANTASI DIPANDANG OLEH

ETIKA KEDOKTERAN DAN HUKUM KESEHATAN

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis bagi Tuhan Yang Maha Esa yang atas rahmat-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah, yang berisi tentang keterkaitan hukum dan etika
kesehatan dengan transplantasi organ tubuh, tepat pada waktunya.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam proses penyelesaian makalah ini yakninya kepada Bapak Dian Ayubi selaku dosen
pada mata ajaran etika dan hukum kesehatan, seterusnya kepada orangtua penulis yang
senantiasa memberikan doanya bagi penulis, serta kepada teman-teman yang telah ikut
membantu selama proses pengerjaan makalah ini.
Selain itu, penulis juga sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik yang membangun dari
pembaca. Semoga penyelesaian makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas karena
kehidupan kita tidak pernah terlepas dari masalah-masalah kesehatan.

ABSTRAK
Makalah ini berisi tentang transplatansi dan kaitannya dengan etika serta hukum kesehatan.
Transplantasi itu sendiri adalah suatu teknik penukaran organ tubuh yang dapat dilakukan
pada manusia maupun hewan. Akan tetapi perkembangan ilmu kedokteran dalam proses
transpalnsi ini banyak disalahgunakan oleh berbagai pihak untuk itu di dalam makalah ini di
bahas etika dan hukum yang mengatur proses transplantasi tersebur di negeri ini

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Abstrak....................................................................................................................... iii
Daftar Isi..................................................................................................................... iv
Bab. I Deskripsi Masalah............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.4 Batasan Masalah.................................................................................................... 2
1.5 Metode Penelitian.................................................................................................. 2
1.6 Sistematika Penulisan........................................................................................... 2
Bab. II Identifikasi Etika dan Hukum Kesehatan........................................................ 3
2.1 Transplantasi Organ.............................................................................................. 3
2.2 Jenis-jenis Transplantasi........................................................................................ 3
2.3 Aspek Hukum Transplantasi................................................................................. 4
2.4 Aspek Etik Tranplantasi........................................................................................ 7
Bab. III Pembahasan.................................................................................................... 9
Bab. IV Penutup......................................................................................................... 10
4.1 Kesimpulan............................................................................................................ 10
4.2 Saran...................................................................................................................... 10
Daftar Pustaka............................................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu kedokteran dewasa ini telah memberikan dampak yang besar bagi dunia
kesehatan di dunia. Kemajuan tersebut dapat meningkatkan tingkat harapan hidup para
pasien. Salah satu kemajuan tersebut adalah dalan bidang transplantasi organ tubuh manusia.
Teknik ini memungkinkan seseorang dapat mengganti bagian tubuhnya yang rusak atau
sudah tidak dapat berfungsi lagi dengan bagian tubuh orang lain supaya dia dapat hidup
normal. Tentu saja kemajuan di bidang transplantasi ini membantu banyak orang, akan tetapi
adanya teknik transplantasi ini juga mendatangkan beberapa masalah yang berdampak atas
moralitas. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan medis telah memungkinkan dilakukannya
transplantasi organ dengan namun demikian beberapa prosedur yang ditawarkan mungkin
dapat dilakukan tetapi secara moral tidak dapat diterima. Apa yang secara teknologis
mungkin, tidak selalu baik secara moral. Dalam menilai moralitas suatu prosedur, orang
wajib mempertahankan martabat pribadi manusia, yang sekaligus tubuh dan jiwa. Masalah
moral tersebut antara lain meliputi perdagangan organ tubuh manusia.
Perdagangan organ manusia di dunia semakin marak, terutama di pasar gelap. Hal ini
merupakan perpaduan antara kemiskinan dan kejahatan terorganisasi berskala global. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal,
berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000. Selain itu,
permintaan akan ginjal juga melebihi persediaan yang ada.
Hasilnya, harga organ tubuh melonjak tajam. Ini menjadi salah satu faktor pendukung
maraknya perdagangan organ tubuh manusia di pasar gelap. Di Mesir, sebuah ginjal berharga
USD5.300, sementara di Istanbul,Turki, harganya bisa mencapai USD30.700. Di China,
harga liver bahkan menembus USD34.380. Bagaimana dengan di Indonesia? Walaupun
perdagangan organ tubuh di Indonesia belum seperti di China, potensi untuk menuju kesana
terbuka lebar. Oleh sebab itu, kami akan mengkaji tentang bagaimana etika dan hukum
kesehatan di Indonesia mengatur transplantasi organ tubuh.

1.2 Tujuan
Tujuan utama pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah etika dan
hukum kesehatan. Selanjutnya pembahasan masalah transplantasi organ tubuh manusia ini
bertujuan untuk mendalami bagaimana etika dan hukun kesehatan di Indonesia mengatur
masalah transplantasi organ tubuh. Selain itu, makalah ini juga di harapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat luas bagaimana prosedur transplantasi organ baik
kepada pendonor maupun kepada pihak yang menerima.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana transplantasi dapat dilakukan?
2. Apa saja masalah-masalah moral yang di timbulkan akibat transplatansi organ?
3. Bagaimana hukum di Indonesia mengatur proses transplantasi organ?

1.4 Batasan Masalah


Makalah ini hanya membahas hal-hal yang berkenaan dengan etika dan hukum mengenai
transpalantasi organ pada manusia.

1.5 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam pembahasan kaitan etika dan hukum kesehatan dengan
transpalantasi organ adalah metode tinjauan pustaka.

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pertama pendahuluan yang berisi
latar belakang, tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, metode penelitian serta
sistematika penulisan, tahap kedua yang berisi tentag pembahasan etika dan hukum kesehatan
di Indonesia yang terkait dengan transplantasi organ dan yang terakhir adalah penutup yang
berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
IDENTIFIKASI ETIKA DAN HUKUM TRANSPLANTASI

2.1 Transplantasi organ dan jaringan tubuh


Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi
pengganti (alternative) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan
kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan terapi konservatif.
Walaupun transplantasi organ dan atau jaringan itu telah lama dikenal dan hingga dewasa ini
terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan
begitu saja, karena masih harus mempertimbangkan aspek-aspek non-medik, yaitu aspek
agama, hukum, sosial budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa
ini dalam menetapkan terapi transplantasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living
Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang
saling mendukung antara pihak-pihak terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama,
pemuka masyarakat), dengan pemerintah dan swasta.
2.2 Jenis-jenis transplantasi
Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa
sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:
1. Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.
2. Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.
3. Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada
kembar identik.
4. Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama ke
spesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau
dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi meninggal adalah mati
batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor hidup adalah kulit, ginjal,
sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ/ jaringan yang diambil dari jenazah adalah
jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak. Dalam dua dasawarsa terakhir
ini telah pula dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna
dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel substansi nigra
dari bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Pakinson. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan dari sudut hukum dan etik
kedokteran.

2.3 Aspek Hukum Transplantasi


Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi
karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material,
maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan.
Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan
transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang
transplantasi sebagai berikut:
Pasal 1
a) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
c) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk
menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain
untuk keperluan kesehatan.
e) Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar
nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB
IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No.
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila
fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti
telah terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:

Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus
dengan persetujuan tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia.
Pasal 11
1. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
ditunjuk oleh menteri kesehatan.
2. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang tidak
ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.

Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank
Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis
keluarga yang terdekat.
Pasal 15
1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan
oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
2. Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 harus yakin benar, bahwa calon donor
yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk
ke dan dari luar negeri.
Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh manusia
sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan
objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke dan
dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling
menolong dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal
tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta
bedah plastik dan rekonstruksi.
2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan
komersial.

Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan
tertentu.
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang
diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis
dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan
kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya
dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari
keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.

2.4 Aspek Etik Transplantasi


Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika
ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.

Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.

BAB III
PEMBAHASAN

Bertitik tolak dari pasal-pasal yang telah di bahas pada bab sebelumnya, maka para dokter
tidak boleh menyalahgunaka teknik transplantasi ini. Oleh sebab itu, pra dokter harus
menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan iptek transplantasi untuk kemaslahatan
pasien dan keluarganya.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah
mencakup aspek etik, terutama mengenai dilarangnya memperjualkbelikan alat atau jaringan
tubuh untuk tujuan transplantasi ataupun meminta kompensasi material lainnya. Namun
timbul pertanyaan, jika tidak boleh diperjualbelikan atau diganti rugi, bagaimana caranya
meningkatkan jumlah donor. Apakah imbalan non materiil dibolehkan? Misalnya meminta
narapidana menjadi donor dan kepadanya diberikan pengurangan masa pidana atau remisi
sebagai imbalan. Agaknya transaksi ini bukan mustahil dilaksanakan, karena tidak ada yang
dirugikan, bahkan saling menguntungkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh dua orang dokter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi. Ini berkaitan dengan
keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ atau jaringan bertambah baik
hasilnya, namun jangan sampai terjadi penyimpangan, dimana pasien yang hampir meninggal
tetapi belum meninggal telah diambil organ tubuhnya. Penentuan saat meninggal seseorang di
rumah sakit modern dewasa ini dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan
dinyatakan meninggal jika telah terdapat mati batang otak dan secara pasti tidak terjadi lagi
pernapasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh para dokter
lain yang bukan pelaksana transplantasi, agar benar-benar objektif.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kemajuan teknologi dibidang kedokteran memungkinkan terjadinya transplantasi organ
tubuh manusia. Hal ini saat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia karena dengan
transplantasi organ-organ tubuh manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi lagi dengan
normal dapat digantikan dengan organ yang masih berfungsi dengan baik. Akan tetapi tidak
dapat dipungkiri banyaknya masalah yang muncul akibat kemajuan teknologi ini seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Transplantasi boleh saja dilakukan dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan berupa hukum
kesehatan dan etika kedokteran yang berlaku di Indonesia. Dengan memperhatikan hukum
kesehatan dan etika yang berlaku maka usaha mulia untuk menolong pasien yang memiliki
masalah dengan salah satu organ tubuhnya dapat terlaksana.

4.2. Saran
Upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, sebaikny para dokter tidak
menyalahgunakan keahliannya dalam transplantasi untuk tujun-tujuan kemersial semata
seperti jual-beli organ. Karena jika dokter tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum maka tidak akan bisa terjadi jual-beli organ karena yang mampu mengambil dan
memindahkan organ-organ tersebut hanya dokter. Selain itu para penjual organ juga haraus
menyadari kalau menjual organ tubuh kita sendiri dapat membahayakan kesehatan bahkan
dapat menyebabkan kematian.
Oleh sebab itu, Pemerintah hendaknya melarang keras dengan hukum yang berlaku bagi
mereka yang menjual organ tubuh dengan tujuan komersil. Dengan menjual organ tubuh
tersebut, secara tidak langsung mereka menjual pemberian Allah SWT yang paling berharga
dan tak ternilai harganya yaitu hidup sebagai makhluk yang sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
Ebrahim, Mohsin. 2000. Telaah Fikih dan Bioetika Islam. Jakarta: PT. Serambi
Hanafiah, Yusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
ECG.

Anda mungkin juga menyukai