Anda di halaman 1dari 3

Secara etimologi wawasan nusantara terdiri dari dua kata, yaitu wawasan dan nusantara.

Wawasan berarti pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi. Jadi, wawasan adalah cara
pandang seseorang atau bangsa, sebagai salah stu aspek dari falsafah hidup. Berisi dorongan-
dorongan dan rangsangan-rangsangan agar dapat mewujudkan aspirasi, keinginan dan kebutuhan
dalam mencapai tujuan hidup. Sedangan kata nusantara digunakan untuk menggambarkan
kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudera
Pasifik dan samudera Indonesia serta diantara benua Asia dan Australia. Sehingga Wawasan
nusantara diartikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya berdasarkan idenasionalnya, yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945. Dalam
pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai
kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara mempunyai berbagai macam
fungsi. Berikut ini adalah beberapa fungsi wawasan nusantara.
1. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan
konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
2. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik,
kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan
pertahanan dan keamanan.
3. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan
geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi
seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
4. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan
negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer,
memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut
(maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat indonesia tersebar di tiga
pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik
perbatasan yang berbeda-beda. Sedangkan wilayah laut indonesia berbatasan dengan 10 negara,
yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Timor Leste dan
Papua Nugini (PNG). Hal ini seringkali mengundang konflik antarnegara yang berbatasan.
Permasalahan pokok tentang perbatasan adalah menyangkut penetapan batas dan manajemen
perbatasan. Perbatasan tersebut terkadang masih kabur menurut pandangan masyarakat, sehingga
kadang kala menimbulkan konflik diantara masyarakat yang berada di dua wilayah perbatasan
tanpa diketahui penyebab yang pasti. Namun, yang mencuat penyebabnya adalah selalu
disebabkan karena konflik perbatasan dimana dua kubu saling mengklaim wilayah dan saling tidak
mau mengalah, padahal belum jelas koordinat perbatasannya. Hal ini tentu saja menjadi ancaman
bagi wilayah kesatuan Indonesia. Berkaitan dengan fungsi wawasan nusantara sebagai wawasan
pertahanan dan keamanan Negara, Yang mengandung makna bahwa ancaman terhadap satu pulau
atau stu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan Negara. Serta
wawasan kewilayahan yang berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa
dengan negara tetangga. Perbatasan tersebut bukan berarti harus diabaikan, namun perlu dikelola
dengan baik sesuai kaidah yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta
berwawasan nusantara.
Sebagai contoh yaitu konflik perbatasan dengan Negara Filipina. Wilayah yang langsung
berbatasan dengan Negara Filipina berada di sekitar pulau Sulawesi. Cakupan pulau Sulawesi
meliputi pulau-pulau di sekitarnya pula. Yang menjadi masalah batas wilayah tersebut yaitu pulau
kecil yang bernama pulau Miangas. Sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Filipina adalah
perairan laut antara pulau miangas (Indonesia) dan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut
antara pulau balut di Filipina dan pantai laut Sulawesi yang jarak keduaanya kurang dari 400 mil.
Pulau ini memiliki sejarah yang panjang karena telah menjadi rebutan antara pemerintah Hindia
Belanda dan Amerika, secara geografis penjajah dari amerika menyentuh bagian utara Sulawesi
sekitar akhir abad ke 19, baru pada tahun 1819 Pulau Miangas diklaim menjadi jajahannya setelah
berhasil menaklukan Spanyol yang telah menjajah Filipina selama lebih dari ratusan tahun, pihak
Belanda tidak menyetujui hal tersebut dengan tidak mereservasi secara formal traktat paris 1898
yang berisikan garis-garis demarkasi yang ditetukan setelah Amerika berkuasa atas Filipina
termasuk Pulau Miangas atau La Palmas.
Indonesia sebagai jajahan pemerintah Hindia Belanda pada saat itu belum dapat berbuat
banyak dalam menanggapi kasus ini, setelah Indonesia merdeka dan berada dalam masa
pemerintahan Soekarno, hampir tidak ada pembangunan di daerah itu, terutama pendidikan yang
saat itu lebih banyak dijalankan oleh yayasan pendidikan Kristen (YPK) dan ini merupakan
dampak dari pembangunan nasional pada masa lalu, dan bahkan masih berlaku hingga kini.
Meski secara geografis dan berdasarkan traktat paris Filipina mempunyai alasan mengapa
pulau ini dimasukan kedalam peta pariwisata, namun secara historis serta adat yang terdapat di
pulau tersebut pulau ini termasuk dalam wilayah Indonesia dengan kembali melihat kepada sejarah
saat pemerintah kolonial Belanda memenangkan sengketa ini ketika dibawa ke Mahkamah
Internasional pada tahun 1928 dan dipertegas kemudian saat penentuan demarkasi antara Amerika
dan Belanda, wakil raja Sangihe Talaud, serta tokoh adat Nanusa dihadirkan di Miangas. Dalam
pertemuan untuk menentukan pulau itu masuk jajahan Belanda atau Spanyol, salah seorang tokoh
adat Petrus Lantaa Liusianda mengucapkan kata-kata adat bahwa Miangas merupakan bagian dari
Nanusa. Gugusan Nanusa yang dimulai dari pulau Malo hingga Miangas.
Sengketa ini diselesaikan di arbitrasi internasional DR. Max Huber memenangkan Belanda
atas kepemilikan pulau tersebut, diperkuat lagi dengan perundingan antara Amerika Serikat dan
Hindia Belanda di atas kapal Greenphil 4 april 1928, memutuskan pulau Miangas masuk ke
wilayah kekuasaan Hindia Belanda karena persamaan budaya dengan masyarakat Talaud. Semakin
dipertegas dengan diresmikannya tugu perbatasan anatara Indonesia dan Filipina di tahun 1955,
dimana Miangas berada di wilayah Indonesia, serta pernyataan Menlu Filipina Blas F.Ople,
menyatakan Miangas sah milik Indonesia di tahun 2002.donesia dan Filipina.
Latar belakang terjadinya konflik Indonesia dengan Filipina mengenai pulau Miangas
yaitu dalam beberapa kesempatan perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul
argumentasi yang mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih menggunakan
dalil bahwa La Palmas, masuk dalam posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini
dikuatkan dengan ditemukannya Pardao (tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada
tahun 1512. Pada kenyataannya Pulau Miangas adalah milik Indonesia didukung dengan bukti
bahwa berdasarkan letak geografis, posisi Pulau Miangas berada di 5° 34' 02'' Lintang Utara dan
126° 34' 54'' Bujur Timur terdapat pada TD No. 056 dan TR No. 056, telah terdaftar di Perserikatan
Bangsa-Bangsa sebagai pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
merupakan milik sah Pemerintah Republik Indonesia. Berikui ini adalah legalitas kepemilikan
Pulau Miangas. Legalitas Kepemilikan Pulau Miangas.
1. Dalam hukum internasional dikenal istilah “uti possidetis juris” atau wilayah suatu negara
mengikuti wilayah kekuasaan penjajah atau pendahulunya. Berdasarkan prinsip hukum
internasional tersebut maka Indonesia mewarisi wilayah nusantara yang sama dengan yang
dikuasai oleh Belanda. Ini berarti termasuk Pulau Miangas. Kepemilikan Belanda atas pulau
Miangas ditetapkan oleh Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag pada tanggal 4 April
1928. Keputusan tersebut mengakhiri sengketa antara Belanda dengan Amerika Serikat terkait
kepemilikan sah pulau Miangas. Keputusan ini pulalah yang menjadi dasar hukum bahwa
Miangas adalah milik Indonesia, sebagai penerus dari penguasaan Belanda di wilayah
nusantara. Dengan adanya dasar hukum internasional yang kuat ini maka tindakan fisik negara
lain seperti kunjungan, aktivitas bisnis, memasukkan dalam peta dan sejenisnya, tidak akan
berarti apa-apa terhadap status kedaulatan Indonesia atas Pulau Miangas.
2. Klaim kepemilikan Indonesia atas Miangas telah tercantum dalam Undang-Undang No.
4/Prp/1960, dan klaim tersebut tidak pernah mendapatkan protes dari negara manapun,
termasuk Filipina.
Penegasan kepemilikan atas Miangas lebih lanjut dinyatakan dalam Protokol Perjanjian
Ekstradisi Indonesia-Filipina mengenai Definisi Wilayah Indonesia. Protokol perjanjian yang
ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Adam Malik dan Menteri Luar
Negeri Filipina, Carlos P. Romulo pada tanggal 10 Februari 1976 tersebut menegaskan bahwa
“Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal dengan nama Pulau Miangas atau Las
Palmas sebagai hasil putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada tanggal 4 April 1928”.

Anda mungkin juga menyukai