Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis tertentu dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Oleh karena itu pemberian obat haruslah sesuai dengan indikasi dari obat tersebut, yang merupakan hasil penelitian dari bahan aktif obat. Pemberian obat dalam berbagai bentuk formulasi sediaaan antara lain bertujuan agar obat tersebut aman, efektif, stabil, menarik dan nyaman digunakan. Bentuk formulasi obat ini juga disesuaikan dengan rute pemberian obat tersebut. Dosis yang tepat juga merupakan faktor yang menentukan dalam mencapai efek terapi yang diinginkan. Bila dosis kurang maka obat tidak memberikan efek terapi, sedangkan bila dosis berlebih obat akan menimbulkan risiko toksisitas. Kesesuaian obat dengan umur dan kondisi pasien juga mempengaruhi efektifitas obat. (Depkes RI, 1995). Ketentuan yang berlaku bahwa semua obat yang beredar harus memiliki izin untuk diedarkan (Product License = PL) atau izin penjualan (marketing authorisation = MA), yang dikeluarkan oleh Badan POM. Sistem perizinan di rancang untuk menjamin bahwa obat telah diuji terhadap efikasi, keamanan dan kualitasnya. Perusahaan farmasi mengajukan permintaan izin edar obat dan dalam pengajuan dijelaskan indikasi, dosis, cara pemberian dan kelompok usia pasien yang akan menggunakan obat tersebut. Didalam permintaan izin, informasi mengenai penggunaan pada pasien anak mungkin terbatas atau sama sekali belum ada (Purba, 2007)
2.2 Obat Deksametason
Kortikosteroid saat ini sudah dianggap sebagai obat ”dewa” karena hamper beberapa penyakit dapat diobati dengan obat ini, seperti suatu anafilaktik, serangan asma yang berat dan beberapa penyakit lainnya. Preparat kortikosteroid terus dikembangkan dan dimodifikasi. Telah terdapat pula sintesa baru dari preparat ini sehingga kortikosteroid tidak lagi dianggap sebagai obat baru. Salah satunya adalah deksametason (Indranarum, 2003). Deksametason merupakan salah satu kortikosteroid sintetis terampuh. Kemampuannya dalam menaggulangi peradangan dan alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednisone. Penggunaan deksametason di masyarakat sering kali jumpai, antara lain: pada terapi arthritis rheumatoid, systemic lupus erithematosus, rhinitis alergica, asma, leukemia, lymphoma, anemia hemolitik atau auto immune, selain itu deksametason dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sindroma cushing. Efek samping pemberian deksametason antara lain terjadinya insomnia, osteoporosis, retensi cairan tubuh, glaukoma dan lain-lain (Katzung,2002). Deksametason dalam kategori dosis melalui oral untuk anak-anak 1 bulan- 18 tahun 10-100 mcg/kgbb sehari dalam1-2 dosis terbagi, dapat ditingkatkan hingga 300 mcg/kgbb/hari. Melalui injeksi. intramuskular, injeksi intravena atau infus anak-anak 1 bulan-12 tahun 83–333 mcg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi, maksimal 20 mg sehari (BNF for children, 2012).
2.3 Pasien Pediatrik
Anak-anak memiliki hak yang sama dengan orang dewasa untuk menerima obat yang aman dan efektif, yaitu obat yang benar, dosis, cara serta indikasi yang tepat dan informasi yang benar. Obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum sempurna pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah (mempengaruhi organ hati dan ginjal). Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Farmakokinetik obat pada anak-anak meliputi: (1) Absorbsi Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat daritempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik Absorbsi obat pada anak-anak mengikuti prinsip umum yang sama seperti orang dewasa. Factor-faktor unik yang mempengaruhi absorbsi obat termasuk aliran darah pada tempat pemberian, sebagai penentu keadaan fisiologik dari anak-anak, dan untuk obat-obat yang diberikan melalui oral. Umur setelah lahir juga mempengaruhi pengaturan absorbs (Katzung, 1997). (2) Distribusi Komposisi tubuh berubah sesuai dengan pertumbuhan, volume distribusi obat juga berubah. Neonatus mempunyai persentase berat badan dalam bentuk air lebih tinggi (70-75%) dibandingkan orang dewasa (50-60%). Faktor utama yang menentukan distribusi obat adalah ikatan obat pada protein plasma. Albumin adalah protein plasma yang mempunyai kapasitas pengikat terbesar (Katzung, 1997). (3) Metabolisme Metabolisme obat umumnya terjadi dalam hati. Aktivitas fungsi oksidase yang bercampur bebas dengan sitikrom P450 yang mengdakan metabolisme obat dan enzim konjugatif sangat rendah pada awl kehidupan neonatus (50-70% dari nilai orang dewasa). Karena kemampuan metabolisme obat pada neonatus menurun, banyak obat yang mempunyai laju bersih lambat dan waktu paruh pengeluaran lebih lama. Jika dosis obat dan jadwal dosis tidak diubah secukupnya, imaturitas ini mempengaruhi neonatus terhadap efek samping dar obat-obat yang dimetbolisme oleh hati. Proses maturasi harus dipertimbangkan jika memberikan obat pada kelompok anak-anak atau neonatus, terutama jika obat tersebut diberikan dalam jangka panjang (Katzung, 1997). (4) Ekskresi Laju filtrasi glomerulus lebih rendah pada bayi baru lahir dibandingkan bayi yang lebih dulu lahir, anak-anak, ata dewasa, dan keterbatasan ini berlangsung sampai beberapa hari setelah lahir. Jika dihitung sesuai dengan permkaan badan, filtrasi glomerulus pada neonates 30-40% dari orang dewasa (Katzung, 1997).
2.4 Kualitas Hidup
Menurut definisi WHO, kesehatan tidak hanya bebas dari penyakit atau sakit, tetapi juga kesehatan secara fisik, mental dan sosial. Konsep klinis kualitas hidup pada akhirnya berfokus pada dampak sakit pada kesehatan pasien secara fisik, psikologis dan sosial yang teramati oleh pasien tersebut. Kualitas hidup adalah suatu bangunan multidimensional yang bersifat subjektif, meliputi pengalaman pasien terhadap gejala penyakit dan efek samping pengobatan, sebaik kemampuan fungsional dan kesehatan secara fisik dan psikologis (Anonim, 2005). (1) Kesehatan Fisik Menurut WHO (Anonim, 2004), kesehatan fisik itu dipengaruhi oleh hal berikut ini; energi dan kelelahan, mobilitas, penderitaan dan kegelisahan, tidur dan istirahat, kapasitas pekerjaan. (2) Hubungan Sosial Hubungan sosial dinilai berdasarkan hubungan sosial dan hubungan pribadi yang meliputi dukungan sosial dan aktivitas seksual. Lingkungan dipengaruhi oleh: kebebasan, kepedulian kesehatan dan sosial, lingkungan rumah, keikutsertaan pada aktivitas rekreasi, serta transportasi. Dengan demikian dimensi kualitas hidup tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mendapatkan satu kualitas hidup pasien.
2.5 RSUD Ulin Banjarmasin
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medis modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesatuan yang baik. Secara umum, rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, antara rumah sakit satu dengan yang lain saling berlomba-lomba agar tingkat pelayanannya dapat semaksimal mungkin dan dapat menarik kepercayaan masyarakat (Depkes RI, 2009). RSUD Ulin adalah rumah sakit umum terbesar di Kalimantan. Tugas dan fungsi RSUD Ulin selain mengemban fungsi pelayanan juga melaksanakan fungsi pendidikan dan penelitian. Ruang rawat inap yang khusus menampung pasien anak adalah ruang Sedap Malam. Ruang sedap malam adalah ruang rawat inap kelas III untuk pasien anak usia 1 bulan-18 tahun, terdiri dari ruang Repirologi Gastroenterology, ruang Infeksi Neurologi, ruang Gizi Kardiologi, ruang Nefrologi, ruang Observasi (kamar tindakan), serta ruang Hematilogi I, II dan Onkologi I,II. Total ranjang keseluruhan adalah 42 ranjang. Jumlah pasien anak di ruang Sedap Malam pada tahun 2011 sebanyak 2.419 pasien dan tahun 2012 sebanyak 1.825 pasien. Berikut adalah tabel distribusi 10 penyakit terbanyak di ruang rawat inap anak RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012.