Anda di halaman 1dari 8

IBADAH

1. PENGERTIAN DAN HAKIKAT IBADAH

a. Pengertian Ibadah

Ibadah (‫ )عبادة‬secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah


mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara
lain;
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang
ditetapkan melalui para Rasul-Nya,
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah, yaitu tingkatan ketundukan yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi pula.
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah,
baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Allah memberitahukan, tujuan penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah. Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturanNya.

Adapun definisi ibadah dalam bahasa Arab berarti kehinaan atau ketundukan. Dalam
terminology, ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan AllahSWT, bukan
karena adanya keberlangsungan tradisi sebelumnya, juga bukan karena tuntutan logika,
atau akal manusia. Maka, ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktifitas manusia yang
diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.

b. Hakikat Ibadah

Adapun hak ketika ibadah yaitu:

1. Ibadah adalah tujuan hidup kita.


2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan
penuh ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya
4. Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna
mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-
tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang
dicintai Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan
jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang


mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan
perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan
terwujud.

2. HIKMAH IBADAH

1. Tidak Syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa
beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk
syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar
dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
2. Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang
dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT.
Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk
beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul
karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan
sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban
adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari
pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.
3. Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga
dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa
dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang
harus selaludipakai dimanapun manusia berada.
4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan
keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari
ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia
merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan.
Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.
5. Tidak kikir. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik
Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena
kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan
kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa
dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya
adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata
sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hartauntuk
keperluan umat.
3. PEMBAGIAN IBADAH

1. ‘Ibadah Mahdhah, (ibadah Khas) artinya penghambaan yang murni hanya


merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini
memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun
al- Sunnah al-Maqbulah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw.
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tata caranya, Nabi bersabda: Shalatlah
kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tata cara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada,
yang populer disebut bid’ah.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia dibaliknya yang disebut hikmah’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Maka wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan, bukan untuk Allah, dan salah satu
misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi: Jenis ibadah yang termasuk
mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat,
Membaca al-Quran, I’tikaf, Puasa, Haji dan Umrah, Mengurus Janazah

2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (ibadah ‘Am) (tidak murni semata hubungan dengan Allah)
yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan
hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip dalam
ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk umum ini tidak dikenal istilah “bid’ah”.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut
logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
4. FUNGSI IBADAH

Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam yaitu;

1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.


Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui
“muqarabah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi
oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan
kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya
pada pertolongan Allah SWT.
2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota
masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi
nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi
ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
3. Melatih diri untuk berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai
dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim,
menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu
kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang
berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak
bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

5. SYARAT-SYARAT DITERIMANYA IBADAH


Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu :
1. Ikhlas
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku
diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah:
“Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada
Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14).

2. Ittiba’ Rasul.
Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-
Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah s.a.w., karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti
syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

6. HUBUNGAN ANTARA IBADAH, AKIDAH, MUAMALAH, DAN AKHLAK


BESERTA CONTOH

Hubungan aqidah dengan akhlak

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidup inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh
bangunan aktifitas manusia.

“Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang
muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan
dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar,
niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Ilmu yang menjelaskan baik dan buruk,
menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang disebut dengan
akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa
menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila
telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila seseorang
telah memiliki akhlak yang baik.

Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap
alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar,
niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia
tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku
yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka,
karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau
membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur
dapat terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan
dengan aqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan
memiliki akhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.
Hubungan aqidah dengan ibadah
Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah
bangunan, maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut
sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam
Islam, Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman
pada diri orang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri
diatasnya pun akan mudah dirobohkan.
Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan
dinilai benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat
keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah
yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan
serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.
Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat,
sehingga dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang
salah. Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya
pun akan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka
dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk
pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali
dengan akal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti
kekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan
keberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui
keberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir,
Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang didalamnya berisikan
tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.
Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

1. Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang
telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat
serta menghadapi segala cabaran dan rintangan.

Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi
utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah
orang tersebut pun akan kuat pula.
Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai
benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.
Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat
membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah,
menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di
dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-
makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.

Hubungan aqidah dengan muamalah


Pola pikir, tindakan dan gagasan umat Islam hendaknya selalu bersendikan pada
aqidah Islamiyah. Ungkapan “buah dari aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah amal
sholeh” harus menjadi spirit dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim mestinya
selalu menebar amal shalih sebagai implementasi keimanannya di manapun mereka berada.
Tidak kurang 60 ayat Al Qur’an menerangkan korelasi antara keimanan yang benar dengan
amal sholeh ini. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa perintah beriman kepada Allah dan
hari akhir selalu diikuti dengan perintah untuk melaksanakan amal shalih. Inilah makna
operatif dari ungkapan “al-Islamu ‘aqidatun wa jihaadun”, bahwa kebenaran Islam itu harus
diyakini sekaligus juga diperjuangkan pengamalannya secara sungguh-sungguh dalam
konteks kemaslahatan dan bebas dari perilaku teror.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua
hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu
peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala
aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan
baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang
kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan
suatu adanya
Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang
lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar,
akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi,
hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat
resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan
bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
Dengan kata lain, ibadah adalah pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara
makhkluq dengan Khaliq; akhlaq merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan
egaliter; dan muamalah sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat
dan menebar maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus
operatif dan fungsional. Amal usaha atau unit pelayanan umat seperti Panti sosial dan anak
yatim, lembaga pendidikan dan pondok pesantren, balai pengobatan dan rumah sakit,
lembaga pengumpul dan penyalur zakat serta lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya
meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in action, buah keimanan yang
aktif dan salah satu bentuk penjelmaan ‘tauhid sosial’. Sayanya, tidak sedikit buah faith in
action tersebut yang terjebak pada berbagai kepentingan mulai dari ekonomi hingga politik.
Agar tetap kokoh dan kuat serta menjadi penyangga seluruh sendi keber-Islaman,
aqidah harus dijaga, dipelihara dan dipupuk sehingga bisa hidup subur dalam pribadi setiap
Muslim. Pentingnya memelihara aqidah ini juga tersirat dalam Sirrah Nabawiyah. Saat
membangun masyarakat Islam di Makkah dan Madidah selama 23 tahun Rasulullah
Muhammad SAW tidak kenal lelah membina aqidah umatnya. Mengingat pentingnya aqidah
ini bisa dimengerti bila setiap surat dalam Al Quran mengandung pokok-pokok ajaran
keimanan.
Di tengah pasar bebas nilai dan ideologi saat ini, upaya merevitalisasi aqidah serasa
memperoleh momentum. Mudah tergiurnya sebagian umat pada faham atau aliran-aliran
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam merupakan efek dari lemahnya aqidah
mereka.

Anda mungkin juga menyukai