Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

PEMBAHASAN

A. LANSIA
1. Definisi lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/ Tahun 1998 tentng Kesejahteraan Lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Sofia, 2014). Lanjut usia merupakan proses alamiah dan
berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan atau organ yang akhirnya mempengaruhi keaadaan
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah, 2010).
2. Batasan usia lansia
Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yang pertama
adalah usia pertengahan (middle age) yang berkisar antara usia 45 sampai
59 tahun. Kedua, lansia (elderly) berkisar antara usia 60 sampai 74 tahun.
Ketiga, lansia tua berkisar antara 75 sampai 90 tahun. Terakhir usia sangat
tua lebih dari 90 tahun. Menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
memberikan batasan lansia menjadi tiga yaitu Virilitas ( prasenium) yang
merupakan masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan
jiwa yang berkisar antara 55-59 tahun. Yang kedua adalah usia lanjut dini
(senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini,
berkisar antara usia 60 sampai dengan 64 tahun. Ketiga adalah lansia
beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif yaitu usia
diatas 65 tahun
3. Demografi lansia
Indonesia mengalami peningkatan populasi penduduk lansia yang amat
pesat dari 4,48% pada tahun 1971 (5,3 juta jiwa) menjadi 9,77% pada tahun
2010 (23,9 juta jiwa). Bahkan pada tahu 2020 diprediksi akan mengalami
ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11,34% atau sekitar 28,8 juta jiwa.
Peningkatan jumlah lansia mempengaruhi aspek kehidupan mereka antara
lain perubahan fisik, biologis, soisal, psikologis, sosial dan munculnya
penyakit degeneratif akibat proses penuaan tersebut.

3
B. PERUBAHAN FISIOLOGIS LANSIA DAN IMPLIKASI
TERHADAP KEBUTUHAN GIZI
Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring
pertambahan usianya. Penurunan fungsi ini tentunya akan menurunkan
kemampuan lansia tersebut untuk menanggapi datangnya rangsangan baik
dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh lansia itu sendiri. Perubahan fungsi
fisiologis yang terjadi pada lansia pada dasarnya meliputi penurunan
kemampuan sistem saraf, yaitu pada indera penglihatan, pendengaran,
peraba, perasa, dan penciuman. Selanjutnya, perubahan ini juga
mengakibatkan penurunan sistem pencernaan, sistem saraf, sistem
pernafasan, sistem endokrin, sistem kardiovaskular, hingga penurunan
kemampuan muskuloskeletal.
1. Penurunan Fungsi Panca Indera
a. Penglihatan
Pada lansia telah terjadi penurunan kemampuan penglihatan atau
degenerasi jaringan di dalam bola mata. Perubahan kemampuan ini
berhubungan dengan perubahan struktur jaringan dalam bola mata
yang meliputiperubahan pada lensa mata, iris, pupil, badan kaca, dan
juga retina. Penurunan kemampuan pada organ mata lansia dapat
menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit pada organ mata
mereka, seperti katarak, glaukoma, degerasi retina senilis, dan
degenerasi retina perifer. Meskipun penyebabkatarak belum diketahui
secara pasti, namun penyakit Diabetes Melitus diperkirakan dapat
mempercepat terjadinya katarak.
b. Pendengaran
Masalah pendengaran yang seringkali terjadi pada lansia tidak hanya
merupakan persoalan fisiologis saja, tetapi juga berdampak pada
kehidupan sosial lansia. Dari segi fisiolois, sebanyak 65-70 %
penduduk lansia menunjukkan kemunduran pendengaran secara
fungsional ( tuli fungsional) setelah berusia 80 tahun dan 5% dari
populasi usia diatas 65 tahun. Beberapa gangguan pendengaran yang
umum terjadi pada lansia adalah :

4
1) Tipe konduktif, gangguan ini bersifat mekanik akibat kerusakan
organ telinga yang dapat dikoreksi secara medis atau operasi,
selain itu bisa juga disebabkan oleh serumen obturan yang mana
gangguan pendengaran akan kembali membaik dengan
membersihkan lubang telinga dari serumen tersebut.
2) Tipe sensori-neuralis, disebabkan oleh kerusakan neuron akibat
kebisingan, obatototoksik, hereditas, reaksi pasca radang atau
komplikasi aterosklerosis. Tinitus dan vertigo juga termasuk
dalam tipe ini dimana jika lansia sering mengalami vertigo yang
merupakan suatu perasaan tidak stabil yang terasa seperti
bergoyang atau berputar, disertai dengan mual dan muntah akibat
sensasi berputar, sehingga dapat mempengaruhi asupan nutrisi
lansia. Persepsi pendengaran yang abnormal, merupakan
peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.
Tingkat suara bicara yang pada orang normal terdengar biasa
dapat menjadi sangat mengganggu pada penderita tersebut.
c. Peraba
Proses penuaan pada kulit dapat terjadi dari dua jenis fenomena, yaitu
fenomena ilmiah atau intrinsik yang terjadi dri dua jenis fenomena
ilmiah atau intrinsik yang terjadi akibat keturunan, ras, hormonal,
penyakit sistemik, malnutrisi, psikis, dan lain sebagainya; serta
fenomena yang diakibatkan oleh lingkungan matahari, suhu,
kelembapan, udara, arus angin, CO2, ozon, polusi, bahan kimia, dan
lain sebagainya.
d. Penciuman,
Ketajaman indera penciuman pada lansia menurun, sehingga dapat
membatasi jumlah dan variasi asupan makanan.

2. Penururnan Fungsi Tubuh Lansia.


Sejumlah sistem tubuh lansia mengalami penurunan fungsi, diantaranya:

5
a. Sistem Imun
Sistem imun merupakan mekanisme yang digunakan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan tubuh
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam
lingkungan hidup. Sebanyak 30% kematian lansia disebabkan oleh
penyakit infeksi. Bagian tubuh yang bertanggung jawab dalam
penanganan penyakit infeksi adalah sistem barier dalam tubuh. Conoh
sistem barier pada tubuh adalalbatuk, bersin, permukaan mukosa kulit,
sel, air mata, dan PH cairan lambung, pada lansia mekanisme barieini
menurun. Penururnan kemampuan ini menyebabkan penurunan
kemampuan tubuh dalam menghilangkan bakteri dan virus yang
masuk ke dalam tubuhnya.
b. Sistem Saraf
Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Penurunan ini
terjadi pada usia 30-70 tahun. Selain penurunan berat otak, terjadi juga
penebalan meningen pada otak lansia. Pada lansia, risiko sindrom
Parkinson dan demensia tipe Alzheimer disebabkan oleh adanya
degenerasi pigmen substansia nigra, kekusutan neurofibriler, dan juga
pembetukan badan-badan hinaro. Selain itu oleh adanya penebalan
intima pada pembuluh darah akibat aterosklerosis dan juga tunika
media yang merupakan salah satu akibat yang muncul dari proses
menua. Selain demensia vaskular, penebalan inijuga dapat
menyebabkan stroke dan serangan iskemik sesaat (Transient Iskemik
Attack, TIA). Perubahan patologik pada jaringan saraf sering diikuti
berbagai penyakit metabolik seperti diabetes melitus, hipertiroid yang
juga menyebabkan perubahan susunan saraf tepi.
c. Sistem Pencernaan
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, meskipun bukan
kondisi yang mengancam nyawa, namun tetap menjadi perhatian
utama bagi para lansia. perubahan yang terjadi pada sistem
pencernaan ini dimulai dari cavum oris yang mana reabsorbsi tulang
rahang menyebabkan tanggalnya gigi sehingga menurunkan

6
kemampuan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang tidak tepat
dapat menimbulkan masalah seperti sariawan, produksi saliva juga
menurun memperburuk kualitas hygiene mulut. Reflek menelan
menurun, serta melemahnya otot halus pada lambung memperlambat
waktu pengosongan. Berkurangnya sekresi asam lambung
mengganggu absorbsi mineral dan vitamin. Motilitas yang lambat
dapat mengakibatkan konstipasi, mempengaruhi nafsu makan, dan
kecenderungan menggunakan laksatif yang dapat menurunkan
absorbsi nutrien.
d. Sistem Pernafasan
Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang yang menyebabkan perafasan cepat dan
dangkal. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi
batuk, sehingga potensial terjadi penumpukan sekret. Alveoli semakin
melebar dan jumlahnya berkurang yang menyebabkan terganggunya
proses difusi
e. Sistem Endokrin
Hampir semua produksi hormon pada lansia mengalami penurunan.
Defisiensi hormonal ini dapat menyebabkan hipotiroidisme, depresi
sumsum tulang, serta kurang mampu mengatasi tekanan jiwa (stres)
karena menurunnya hormon yang berperan penting dalam mengatasi
stres.
f. Sistem Muskuloskeletal
Kelenturan, kekuatan otot, dan daya tahan sistem muskuloskeletal
pada lansia umumnya berkurang, namun pengurangan ini tidak
ditemukan pada lansia yang masih sering menggerakkan tubuhnya.
Hilangnya kepadatan tulang terjadi secara beriringan dengan
penambahan usia. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan
kemampuan pembentukan tulang, sedangkan penghancuran tulang
terjadi secara tetap. Osteoporosis , osteomalasia, penyakit paget tulang
adalah beberapa penyakit tulang yang dapat muncul pada lansia.
g. Sistem Ekskresi Urogenital

7
Dengan bertambahnya usia, kemampuan ginjal untuk mengekskresi
menurun. Kondisi diabetes dan hipertensi serta beberapa pengobatan
juga dapat merusak ginjal. Perubahan yang terjadi pada sistem
perkemihan pada dewasa lanjut diantaranya otot-otot pengatur fungsi
saluran kemih menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat,
terkadang terjadi ngompol/ inkontinensia uri, dan aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%. Pada pria lansia dapat terjaadi
peningkatan retensi urin oleh karena otot kandung kemih yang
melemah sehingga terjadi kesulitan dalam mengosongkan vesika
urinaria. Pada reproduksi wanita terjadi atropi vulva, sekresi vaginal
menurun, dinding vagina menjadi tipis dan kurang elastik
h. Sistem Kardiovaskular
Seiring bertambahnya usia, elastis dari dinding aorta menurun.
Pembesaran jantung, gangguan elastisitas katup jantung oleh karena
perubahan jaringan, kalsifikasi menyebabkan menurunnya aktivitas
jantung yang mempengaruhi irama, dan fungsi jantung lainnya.
Penyakit-penyakit yang sering muncul antara lain hipertensi, penyakit
jantung kororner, jantung pulmonik, kardiomiopati, dan sebagainya.
Adanya penyakit kardiovaskuler yang timbul, sedikit banyak akan
mempengaruhi diit pada lansia.

C. KEBUTUHAN NUTRISI LANSIA


1. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi akan mulai menurun pada usia 40-49 tahun sekitar
5%, dan pada usia 50-69 tahun menurun 10%, sehingga jumlah
makanan yang dikonsumsi berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya lansia
mengkonsumsi karbohidrat kompleks 60-65% karena banyak
mengandung vitamin, mineral, dan serat.
2. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein lansia perhari dalam kondisi sehat adalah ±0,8
g/kgBB atau15-25% dari kebutuhan energi. Kelebihan protein dapat
membebani kerja ginjal. Pada lansia yang mengalami gizi buruk atau

8
dalam masa penyembuhan sakit, maka kebutuhan protein adalah sekitar
1,2-1,8 g/kgBB/hari.
3. Kebutuhan Lemak
Asupan lemak lansia per hari tidak melebihi 15% dari kebutuhan energi.
Lansia sebaiknya mengkonsumsi lemak nabati (asam lemak tak jenuh)
dan mengkonsumsi lemak hewani yang bersumber dari ikan karena
mengandung asma lemak tak jenuh.
4. Kebutuhan Vitamin dan mineral
a. Tingkatkan asupan makanan sumber vitamin A, D, dan E untuk
mencegah penyakit degeneratif, serta vitamin B12, asam folat,
vitamin B1, dan vitamin C untuk membangun dan memelihara sel
tubuh, serta mempertahankan kesehatan gigi dan mulut
b. Tingkatkan konsumsi makanan sumber zat besi (Fe), zinc (Zn),
selenium (Se), dan kalsium (Ca) untuk mencegah anemia dan
osteoporosis, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
c. Tingkatkan asupan zat gizi mikro: fosfor (P), kalium (K), natrium
(Na), dan magnesium (Mg) untuk metabolisme dalam tubuh..
d. Kebutuhan Cairan
1,5-2 liter/ hari cairan yang dibutuhkan lansia untuk mencegah
konstipasi, meregulasi suhu tubuh, mengangkut nutrient menuju
sel dan meregulasi keseimbangan cairan tubuh.

D. PENILAIAN STATUS GIZI LANSIA


Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Secara umum, antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri
gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis
ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan
tebal lemak di bawah kulit.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

9
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh. Beberapa syarat yang mendasari penggunaan
antropometri adalah alatnya mudah didapat dan digunakan, pengukuran
dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, dilakukan
dengan tenaga khusus dan professional, biaya relative murah, hasilnya
mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya secara ilmiah. Untuk
pengukuran anthropometri pada lansia digunakan pengukuran yaitu :
1. Umur (Tahun)
2. BB (BeratBadan)
3. TB (tinggi badan)
Jika seorang lansia masih sehat dan dapat berdiri tegak maka pengukuran
tinggi badan dapat dilakukan dengan mikrotoise (alat pengukur tinggi badan
yang memiliki panjang maksimal 200 Cm). IMT lansia tipe ini dapat di ukur
dengan penentuan sebagai berikut:
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)2
Namun apabila seorang lansia tersebut sudah tidak dapat berdiri tegak
diperlukan alat untuk mengukur tinggi badan yaitu tinggi lutut dan panjang
depa :
1. Pengukuran tinggi badan dengan lutut
Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau
nomogram bagi orang yang berusia diatas 59 tahun (Gibson, RS;
1993)
Pria : (2,02 x tinggi lutut) - (0,04 x umur) + 64,19
Wanita : (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x umur) + 84,88
Caranya adalah:
a. Siapkan penggaris kayu/ stainless steel dengan mata pisau
menempel pada sudut 90o dan segitiga kayu untuk membentuk sudut
90o pada kaki kiri
b. Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring dialas yang rata
tanpa bantal

10
c. Segitiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering dengan
tulang paha membentuk sudut 90o
d. Penggaris kayu/ stainless steel ditempatkan di antara tumit sampai
bagian tertinggi dari tulang lutut

2. Pengukuran tinggi badan dengan panjang depa


Panjang depa relative kurang dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pada
kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai panjang depa yang
lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan sehingga
dapat disimpulkan bahwa panjang depa cenderung tidak banyak
berubah sejalan penambahan usia. Panjang depa direkomendasikan
sebagai parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi
memiliki hubungan 1:1 antara panjang depa dan tinggi badan.
Formula:
Pria = 118,24 + (0,28 x Panjang Depa) – (0,07 x Umur) cm
Wanita = 63,18 + (0,63 x Panjang Depa) – (0,17 x Umur) cm
Cara pengukuran:
a. Siapkan penggaris kayu sepanjang 2 meter
b. Lansia berdiri dengan kaki dan bahu menempel membeakangi
tembok sepanjang pita pengukuran yang ditempel ditembok
c. Bagian atas kedua lengan hingga ujung jari menempel didinding
d. Pembacaan dimulai dari ujung jari tengah tangan kanan hingga
ujung jari tengah tangan kiri
3. Pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi duduk
Laki-laki
Prediksi tinggi badan : 58,047 + (1,210 x tinggi duduk)
Perempuan
Prediksi tinggi badan : 46,551 + (1,309 x tinggi duduk)
Cara pengukuran :
a. Siapkan alat antropometer terdiri dari bangku duduk dengan kayu
dengan panjang, lebar dan tinggi masing-masing 40cm bagi lansia
laki-laki dan 35cm bagi lansia perempuan.

11
b. Mikrotoa sepanjang 2 m ditempelkan didinding
c. Lansia duduk tegak dengan posisi tubuh tegak menempel rapat ke
dinding
d. Tangan diletakkan dengan santai diatas paha
e. Lansia tidak menggunakan penutup kepala
f. Kedua kaki rapat dan mata melihat kedepan
g. Pembacaan dilakukan pada mikrotoa yang ditempelkan didinding
tepat diatas kepala setelah dikurangi tinggi bangku

Klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003)


Kategori IMT Klasifikasi
< 17,0 Kurus ( kekurangan berat badan
tingkat berat)
17,0-18,4 Kurus (kekurangan berat badan
tingkat ringan)
18,5-25 Normal
25,1-27,0 Kegemukan (kegemukan berat
bada tingkat ringan)
> 27,1 Kegemukan (kelebihan berat badan
tingkat berat)

E. MASALAH GIZI PADA LANSIA


1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan
kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda
menyebabkan berat badanberlebih, apalai pada lansia penggunaan
kalori berkurang karena berkurangnyaaktivitas fisik. Kebiasaan makan
itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi
makan.Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit,
misalnya: penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
2. Gizi kurang

12
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi
dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah
dari yang di butuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal.
Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan
kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut
rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,kemungkinan akan
mudah terkena infeksi. Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan
yang kurang, kurangbersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan
pasangan hidup atau teman,kesulitan mengunyah, pemasangan gigi
palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering
mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu makan, nafsu
makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera.
Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya
lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat. Bila
penurunan nafsu makan berkepanjangan, maka akan menyebabkan
Kurang Energi Kronis.
3. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu
dan tidak bersemangat. Biasanya yang terjadi pada lansia yang kurang
mendapatkan paparan sinar rmatahari, jarang atau tidak pernah minum
susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung
pada ikan, hati, susu dan produk olahannya.
4. Osteoporosis
Osteoporosis adalah kondisi dimana sering disebut ‘tulang keropos’
yang disebabkan oleh penurunan densitas tulang. Mencapai maksimum
pada usia 35 tahun pada wanita, 45 tahun pada pria. Kurang konsumsi
kalsium pada jangka waktu lama.
5. Anemia
Anemia adalah kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat
haemoglobin yang tidak normal, kimia yang bertugas membawa

13
oksigen di seluruh tubuh. Kurang Fe, asam folat, B12, dan protein.
Kemunduran proses metabolisme sel darah merah. Cepat lelah, lesu,
otot lemah, letih, pucat, kesemutan, sering pusing, mata berkunang-
kunang, mengantuk, HB < 8 gr/dl.
6. Gout
Gout terjadi karena kelainan metabolisme asam urat. Asam urat dalam
darah yang berlebih menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi.
Upaya untuk mengurangi keluhan yang ditimbulkan adalah menjaga
asupan cairan yang cukup serta menghindri makanan yang banyak
mengandung purin. Bila Gout mempengaruhi kemampuan lansia untuk
melakukan aktifitas sehari-hari, maka tindakan kuratif dan rehabilitatif
diperlukan sebagai penanganan lanjutan.

7. GIZI TEPAT UNTUK LANSIA


Gizi yang tepat bagi lansia antara lain memperhatikan prinsip kebutuhan
gizi, gizi yang disajikan dalam menu harus seimbang, penyesuaian tekstur
dan bentuk makanan, dll. Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Lansia Indonesia (Depkes, 1995), untuk mendapatkan gizi yang seimbang,
lansia perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a. Makan aneka ragam makanan
Mengkonsumsi berbagai macam makanan secara bergantian akan
menurunkan kemungkinan terjadinya kekurangan zat gizi tertentu
b. Makan sumber karbohidrat kompleks
Dianjurkan lansia mengurangi konsumsi gula-gula sederhana (gula
pasir, sirup). Karbohidrat komplek berasal dari biji-bijian dan kacang-
kacangan utuh selain berfungsi sebagai sumber energi juga sebagai
sumber serat. Contohnya umbi dan serealia tetap dalam jumlah sesuai
anjuran. Tujuannya untuk menjamin cukup serat dan tidak bersifat
refined carbohydrate (karbohidrat buatan).
c. Batasi lemak dan minyak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total
kalori yang dibutuhkan, karea asupan lemak yang berlebih dapat

14
menimbulkan aterosklerosis. Selain itu juga dianjurkan 20% dari
konsumsi lemak tersebut berupa asam lemak tak jenuh ganda
(polyunsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam
lemak tk jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak
mengandung asam lemak jenuh.
d. Makan cukup sumber zat Besi
Sumber zat besi dari hewani (daging merah) dan nabati (sayur hijau
pekat) dikonsumsi secara bergantian. Konsumsi zat besi ini sangat
penting untuk mencegah anemia.
e. Minum air yang cukup
Cairan sangat penting untuk metabolisme tubuh. Air yang dikonsumsi
haruslah bersih, aman dan jumlahnya cukup (2-2,5 L/ hari) dan telah
didihkan, tujuannya untuk menghindari kontaminasi.
f. Kurangi jajan
Jajanan yang ada merupakan karbohidrat buatan yang dapat menjadi
faktor risiko penyakit Diabetes Melitus.
g. Perbanyak konsumsi hewan laut
Lemak tak jenuh omega- 3 yang terkandung dalam ikan telah terbukti
mencegah aterosklerosis.
h. Gunakan garam beryodium
Penggunaan garam beryodiummasih perlu untuk mencegah gangguan
akibat kekurangan iodium, namun demikian konsumsi garam tetap
dibatasi untuk mencegah Hipertensi.
i. Perbanyak konsumsi sayur dan buah berwarna hijau, kuning, oranye
Sayu dan buah banyak mengandung vitamin yang berguna melindungi
sel-sel tubuh dari kerusakan dini. Selain vitamin, serta juga banyak
dikandung oleh sayur dan buah yang berfungsi mencegah sembelit pada
lansia yang mengalami penurunan motilitas usus. Lansia tidak
dianjurkan menggunakan suplemen serat (yang dijual komersial)
karena jika konsumsi berlebih dikhawatirkan dapat menyerap zat
mineral dan gizi yang lain sehingga tubuh tidak dapat menyerap mineral
dan vitamin yang penting.

15
j. Hindari minuman beralkohol
Alkohol dapat menyebabkan iritasi lambung dan memiliki kandungan
energi yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan obesitas.
k. Dianjurkan minum susu skim atau rendah lemak
Susu dapat menyebabkan diare pada lansia, karena didalam usus lansia
tidak terkandung enzim pencerna (laktosa) yang cukup.
l. Sarapan
Sarapan bermanfaat untuk memelihara ketahanan fisik lansia hingga
tengah hari
m. Berhati-hati menggunakan makanan dalam kemasan

8. PERENCANAAN MAKAN UNTUK LANSIA

a. Pola menu lansia


Penyusunan menu pada lansia harus tetap berpedoman pada umum gizi
seimbang (PUGS). Beberapa penyakit yang diderita sebagian lansia
harus menjadi pertimbangan dalam menyusun menu mereka.
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
1) Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :

16
- Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras,
jagung, gandum,ubi, roti, singkong, selain itu dalam bentuk
gula seperti gula, sirup, madu danlain-lain.
- Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak,
santan, mentega,margarine, susu dan hasil olahannya.
2) Kelompok zat pembangun. Kelompok ini meliputi makanan –
makanan yang banyak mengandung protein,baik protein hewani
maupun nabati, seperti daging, ikan, susu,
telur,kacangkacangan dan olahannya.
3) Kelompok zat pengatur. Kelompok ini meliputi bahan-bahan
yang banyak mengandung vitamin danmineral, seperti buah-
buahan dan sayuran.
Tabel 1.1 berbagai jenis makanan berdasarkan sumber zat gizi
Kelompok Makanan Jenis Makanan
Sumber karbohidrat Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit,
kentang, mie instan, mie kering,
roti tawar, singkong, talas, ubi
jalar, pisang nangka, makroni
Sumber protein hewani Daging ayam, daging sapi, hati
(ayam atau sapi), telur unggas, ikan
mas, ikan kembung, ikan sarden,
ikan bandeng
Sumber protein nabati Kacang tanah, kedelai, kacang
hijau, kacang merah, kacang tolo,
tahu, tempe, oncom
Buah-buahan Pepaya, belimbing, alpukat, apel,
jambu biji, pisang, nangka, sawo,
mangga, semangka, sirsak, tomat
Sayuran Bayam, buncis, beluntas, daun
pepaya, daun singkong, katuk,
kapri, kacang panjang, kecipir,
sawi, wortel, selada

17
Susu Susu sapi, susu kambing, susu
kerbau, susu kedelai, skim

Tabel 1.2 Pola susunan makanan untuk manula dalam sehari

KOMPOSISI LAKI- PEREMPUAN


LAKI
Energi (kal) 1960 1700
Protein (gram) 50 44
Vitamin A (RE) 600 700
Thiamin (mg) 0,8 0,7
Riboflavin (mg) 1,0 0,9
Niasin (mg) 8,6 7,5
Vitamin B12 (mg) 1 1
Asam folat (mcg) 170 150
Vitamin C (mg) 40 30
Kalsium (mg) 500 500
Fosfor (mg) 500 450
Besi (mg) 13 16
Seng (mg) 15 15
Iodium (mcg) 150 150

KELOMPOK JENIS PANGAN JUMLAH PORSI


MAKANAN PER PORSI DALAM SEHARI

18
LAKI- PEREMPUAN
LAKI
Bahan pokok Nasi 3 2
(1 piring=200 gr)

Lauk pauk Daging 1,5 2


(1 ptg =50gr)
5 4
Tahu (1 ptg=25 gr)
Sayuran Bayam 1,5 1,5
(1 mgk=100 gr)
Buah-buahan Pepaya 2 2
(1 ptg=100 gr)
Susu Skim 1 1
(1 gls=100 gr)

Menu untuk manula dalam sehari

WAKTU MENU PORSI


Pagi Roti-telur-susu 1 tangkep 1 gelas
Selingan Papais 2 bungkus
Siang Nasi 1 piring
Semur 1 potong
Pepes tahu 1 bungkus
Sayur bayam 1 mangkok
Pisang 1 buah
Selingan Kolak pisang 1 mangkok
Malam Mie baso 1 mangkok
Pepaya 1 buah

BAB 3

19
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lansia memiliki kebutuhan nutrisi secara khusus karena sistem jaringan
dan organ mereka mengalami degenerasi. Pemenuhan nutrisi yang adekuat
dapat membantu lansia menjaga hidup yang lebih aktif dan
menyenangkan, melindungi dari penyakit, mengurangi keparahan
penyakit, dan mempercepat pemulihan penyakit. Maka dari itu lansia
membutuhkan nutrisi yang tepat.
B. SARAN
1. Saran bagi keluarga lansia
Bagi setiap keluarga yang memiliki lansia, sebaiknya memahami
kebutuhan gizi lansia, sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi
lansia dengan seimbang.
2. Saran bagi sarana pelayanan kesehatan
Posyandu lansia sangat penting dalam memantau kesehatan lansia,
maka dari itu penting untuk menggerakkan masyarakat peduli lansia
melalui posyandu lansia baik untuk meningkatkan kualitas hidup
lansia yang ada di masyarakat.
3. Saran bagi mahasiswa kesehatan
Kebutuhan lansia akan nutrisi menjadi bagian penting untuk menjaga
kuaitas hidup mereka, sebaiknya mahasiswa kesehatan dapat
melakukan sosialisasi mengeni nutrisi lansia melalui posyandu lansia
yang ada di masyarakat.

20

Anda mungkin juga menyukai