Anda di halaman 1dari 5

KEBERADAAN KASTA, WARNA, DAN WANGSA DI DESA RINGDIKIT

A. PENGERTIAN KASTA, WARNA DAN WANGSA

Kata “kasta” berasal dari bahasa Portugis “caste” yang berarti pemisah, tembok, atau
batas. Sejarah kasta yang dituduhkan pada masyarakat Hindu berawal dari kedatangan Bangsa
Portugis yang melakukan pengarungan samudra ke dunia timur yang didasari atas semangat Gold
(memperoleh kekayaan) Glory (memperoleh kejayaan) dan Gospel (penyebaran
agama/penginjilan). Caste yang dalam sejarah portugis sudah berlangsung lama akibat proses
Feodalisme (penggolongan masyarakat). Bahkan feodalisme ini terjadi pada semua sejarah
masyarakat dunia. Di Inggris muncul penggolongan masyarakat secara vertikal dengan
membedakan namanya seperti Sir, Lord, Duke, dll. Gelar-gelar kebangsawanan Teuku dan Cut
masih diterapkan secara kental di Aceh, di Jawa sendiri juga diterapkan dalam pemberian nama
raden.

Feodalisme di masyarakat Hindu sendiri muncul dengan menyalah artikan konsep Catur
Varna yang diungkapkan dalam Veda. Veda sama sekali tidak mengenal sistem kasta dan tidak
ada satu kalimatpun dalam Veda yang menulis kata “kasta”. Catur Varna sebagaimana disebutkan
oleh Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 4.13

catur-varnyam maya srstam

guna-karma-vibhagasah

tasya kartaram api mam

viddhy akartaram avyayam

“Catur varna adalah ciptaan-Ku, menurut pembagian kualitas dan kerja, tetapi ketahuilah
bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku”

Sloka ini sudah dengan sangat jelas dan gamblang menyatakan bahwa Catur Varna
diciptakan oleh Tuhan sendiri pada seluruh tataran kehidupan manusia. Catur Varna hanya
didasarkan oleh kerja dan kualitas seseorang, bukan berdasarkan kelahiran sebagaimana produk
kasta yang selama ini dilontarkan.

Catur Varna membagi manusia kedalam 4 bagian, yaitu;

a. Brahmana

Adalah mereka yang memiliki kecerdasan tinggi, mengerti tentang kitab suci, ketuhanan
dan ilmupengetahuan. Para Brahmana memiliki kewajiban mengajarkan ajaran ketuhanan dan
ilmupengetahuan ke masyarakat. Brahmana juga memiliki kewajiban sebagai penasehat pada
kaum kesatria dalam melaksanakan roda pemerintahan. Rsi, Pedanda, Pendeta, Pastur, Kyai dan
pemuka-pemuka agama lainnya, Dokter, Ilmuwan, Guru dan profesi yang sejenis dapat
digolongkan kedalam Varna Brahmana

b. Ksatria

Adalah mereka yang memiliki sikap pemberani, jujur, tangkas dan memiliki kemampuan
managerial dalam dunia pemerintahan. Mereka yang masuk kedalam golongan Varna Ksatria
antara lain; raja/pemimpin negara, aparatur negara, prajurit/angkatan bersenjata.

c. Vaisya

Adalah mereka yang memiliki keahlian berbisnis, bertani dan berbagai profesi lainnya
yang bergerak dalam bidang ekonomi. Dalam varna ini termasuk pedagang, petani, nelayan,
pengusaha, dan sejenisnya.

d. Sudra

Adalah mereka yang memiliki kecerdasan terbatas, sehingga mereka lebih cenderung
bekerja dengan kekuatan fisik, bukan otak. Contoh profesi sudra adalah pembantu rumah tangga,
buruh angkat barang, tukang becak dan sejenisnya.
Penggolongan ini akan tetap hidup di masyarakat manapun karena watak, karakter,
kecerdasar yang menentukan profesi seseorang tidaklah sama. Harus ada bos dan harus ada
pembantu. Harus ada raja/ pemimpin dan harus ada rakyat yang dipimpin. Keempat golongan
masyarakat ini harus bekerjasama untuk menciptakan masyarakat dunia yang harmonis dan
bahagia. Jika kaum Vaisya mogok kerja, maka roda perekonomian tidak akan jalan dan terjadi
krisis ekonomi. Jika kaum brahmana tidak menjalankan tugasnya, masyarakat mungkin akan
kacau karena moral, agama dan pengetahuan masyarakat menjadi kurang, jika para administrator
negara tidak jalan, maka negara bersangkutan menjadi lemah dan mungkin akan terjadi chaos
dalam masyarakat. Jika para sudra / kaum buruh mogok kerja maka perekonomian dan
kehidupan 3 golongan yang lain juga menjadi timpang.

Hanya saja akibat proses feodalisme, egosime dan keinginan untut menancapkan kuku
kekuasaan, manusia sebagai orang tua berusaha menancapkan dan mengibarkan bendera
kekuasaan yang sama kepada anaknya meskipun sang anak tidak memiliki kualifikasi yang sama
dengan orang tuanya.

Orang tua terpelajar yang berkedudukan sebagai pemuka agama dan masuk kedalam
golongan brahmana ingin agar anaknya dihormati dengan menjadikannya sebagai seorang
Brahmana meskipun si anak tidak memiliki pengetahuan yang memadai dalam filsafat ketuhanan
maupun pengetahuan lainnya.

Demikian juga pemimpin negara / raja berkeinginan agar garis keturunan biologisnyalah
yang tetap berkuasa dan dihormati masyarakat sehingga dia memberikan nama gelar
kebangsawanan pada anaknya yang meskipun kecerdasan anak tersebut sangat rendah dan tidak
layak menjadi pemimpin.

Wangsa merupakan konsep struktur masyarakat yang dalam lingkungan masyarakat Bali
diterima secara turun-temurun. Secara konseptual merupakan percampuran antara Kasta dan
Warna. Wangsa dalam bahasa Bali berasal dari kata “Wang” yang artinya orang dan “sa” yang
artinya satu. Jadi wangsa berarti orang-orang atau sekelompok orang yang terjalin dalam
hubungan kekeluargaan yang terikat satu leluhur, misalnya ada kelompok Brahmana, Ksatria,
Waisya, atau yang lainnya. Namun di dalamnya masih banyak cabang-cabang seperti halnya
Ksatria, ada keturunan Arya Damar, Ksatria Dalem, Dalem Tarukan, dan masih banyak lagi yang
lainnya.

B. WANGSA DI BALI

Wangsa di Bali secara umum adalah pengelompokan orang berdasarkan keturunan


(kawitan). Hampir sama dengan trah di Jawa (orang Jawa jarang memiliki nama trah, kecuali
Kolopaking dan Arumbinang), marga di Batak (Panjaitan, Pangabean, Siregar dll) atau Manado
(Tambayong, Mawengkang, Kawilarang, dll).

Di Bali wangsa itu ada karena latar belakang sejarah dan adat mengandung unsur
pelapisan sosial yang memiliki hak-hak khusus berdasarkan keturunan, misalnya soal jabatan
tertentu (sulinggih), soal bahasa (sor singgih), soal kewajiban adat (ngayah waktu suka duka),
Karena memiliki hak-hak khusus berdasarkan keturunan, ia sama dengan kasta.

Mengenai wangsa di Bali, masalahnya agak berbeda latar belakangnya dengan wangsa di
India. Kalau melihat sejarah baik di Bali maupun di India, wangsa di bawah Brahmana sebetulnya
cair, artinya bisa berubah, naik atau turun dalam pengertian tradisionalnya. Di India banyak
dinasti yang semula digolongkan sebagai "sudra" ketika sudah menjadi raja, dengan bantuan
Brahmana, mengubah sisilahnya menjadi Ksatrya (menurut konsep warna memang benar, tapi
kemudian gelar itu diteruskan juga kepada anak keturunannya).

Di Bali juga demikian. Ada satu klan yang kawitannya bergelar (dalam arti adat Bali) Sang.
Kemudian keturunannya ada yang tetap bergelar Sang, ada Ngakan, ada I Dewa, Anak Agung, I
Gusti, I Wayan dan seterusnya.

Raja-raja Bali jaman dahulu bisa menaikkan (Wisuda) dan menurunkan (Petita)gelar
seseorang atau keluarganya, berdasarkan jasa atau kesalahan yang dilakukan oleh yang
bersangkutan kepada raja. Perobahan wangsa juga terjadi karena satu keluarga "nyinebang wangsa"
(menyembunyikan marganya).
Ringdikit adalah sebuah desa yang berada di kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Desa
Ringdikit terdiri dari lima dusun, yaitu Dusun Kajanan, Dusun Kelodan, Dusun Kuum, Dusun
Rawa dan Dusun Sarimekar. Desa ringdikit adalah desa yang memiliki masyarakat yang mayoritas
beragama Hindu dan berkembang konsep wangsa dalam masyarakatnya. Hal ini dapat diketahui
dari adanya kelompok-kelompok masyarakat yang terikat dalam suatu dadia. Dadia merupakan
tempat suci bagi keluarga-keluarga tertentu, sangat banyak sekali wangsa-wangsa(kawitan). Berikut
adalah wangsa-wangsa yang ada di Desa Ringdikit :Pasek Toh Jiwa, Pasek Gobleh, Arya Tegeh
Kori, Arya Kenceng, Arya Kresna Kepakisan, Bendesa Manik Mas, Pasek Gelgel, Pande, Arya
Wambang Pinatih, Pasek Celagi. Dalam hubungan sosial hampir tidak terdengar ada konflik-
konflik yang mengatasnamakan wangsa-wangsa tersebut. Semua wangsa-wangsa tersebut dapat
berinteraksi satu sama lain dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai