Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI KASUS JANUARI, 2018

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Disusun Oleh:

Nama : FAKHRIZA ANALISKA NURJAYA


NIM : N 111 17 141

PEMBIMBING KLINIK
dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 52 tahun
Alamat : Jl. Nuri no. 33
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 15 Januari 2018
Ruangan : Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Rasa gatal pada bibir bagian bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang perempuan umur 52 tahun datang ke poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan gatal di bibir bagian bawah yang dirasakan ± 2 minggu lalu.
Gatal dirasakan terus menerus. Terdapat lesi kulit di mulut bagian kanan bawah dan tidak
terdapat keluhan kulit ditempat lain. Keluhan gatal dialami ketika Ny. N memakan kolak,
jelang beberapa saat Ny. N mengeluh merasakan sakit dan gatal seperti di gigit semut. Dan
juga beberapa hari sebelumnya telah membeli kosmetik (lipstick) baru. Karena dikira hanya
digigit semut maka keluhan hanya dibiarkan, hingga beberapa hari tidak kunjung reda.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak pernah menderita gejala ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi (-). Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), riwayat asma (-).

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalisata
1) Keadaan umum : Sakit ringan
2) Status Gizi : Baik
3) Kesadaran : composmentis

b. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit:
1. Kepala : Terdapat macula eritematous disertai dengan
erosi, difus, berukuran lenticular di bagian
labia oris inferior.
2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
4. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
5. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
6. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
7. Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Ekstremitas atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
9. Ekstremitas bawah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
IV. GAMBAR

Gambar 1. Lesi erosi pada labia oris inferior

V. RESUME
Seorang perempuan umur 52 tahun datang ke poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan gatal di bibir bawah yang dirasakan ± 2 minggu lalu.
Gatal dirasakan terus menerus. Terdapat lesi erosi kulit dibagian bibir bawah, tidak
terdapat keluhan kulit ditempat lain. Keluhan gatal dialami ketika Ny. N memakan kolak,
jelang beberapa saat Ny. N mengeluh merasakan sakit dan gatal seperti di gigit semut.
Dan juga beberapa hari sebelumnya telah membeli kosmetik (lipstick) baru. Karena dikira
hanya digigit semut maka keluhan hanya dibiarkan, hingga beberapa hari tidak kunjung
reda.
TD : 120/80 mmHg. N : 82x/m. Terdapat macula eritematous disertai dengan erosi,
difus, berukuran lenticular di bagian labia oris inferior.

VI. DIAGNOSA KERJA


Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

VII. DIAGNOSA BANDING


 Dermatitis Kontak Iritan
 Dermatitis Atopik

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Patch test

IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
 Menjaga kebersihan kulit
 Menghindari kontak dengan alergen
 Jangan menggaruk area yang luka
 Kompres lesi kulit

b. Medikamentosa
a. Pengobatan sistemik
Metilprednisolon 4 mg (3x1)
b. Pengobatan topikal
Desoximethasone cream 0,25 % 5gr (2 x sehari)
X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : ad bonam
b. Qua ad fungtionam : ad bonam
c. Qua ad sanationam : ad bonam
d. Qua ad cosmetikam : ad bonam
PEMBAHASAN

Seorang perempuan umur 52 tahun datang ke poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan gatal di bibir bagian bawah yang dirasakan ± 2 minggu lalu.
Gatal dirasakan terus menerus. Terdapat lesi kulit di mulut bagian kanan bawah dan tidak
terdapat keluhan kulit ditempat lain. Keluhan gatal dialami ketika Ny. N memakan kolak,
jelang beberapa saat Ny. N mengeluh merasakan sakit dan gatal seperti di gigit semut. Dan
juga beberapa hari sebelumnya telah membeli kosmetik (lipstick) baru. Karena dikira hanya
digigit semut maka keluhan hanya dibiarkan, hingga beberapa hari tidak kunjung reda.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan Dermatitis
Kontak Alergi (DKA). Dermatitis kontak alergi adalah peradangan yang terjadi pada kulit
akibat pajanan atau kontak dengan bahan yang bersifat alergen, yang di mana akan
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe 4. Pada dermatitis kontak alergi dapat terjadi
penyebaran di luar area yang terkena serta dapat menyebar secara menyeluruh. 1

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang dengan keadaan kulit yang sangat peka (hipersensitif). Dahulu perkirakan
bahwa kejadian DKA sebanyak 20% dan DKI sebanyak 80%, tetapi data baru dari Inggris
dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitits kontak alergi akibat kerja ternyata
cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60%.1

Penyebab dari dermatitis kontak alergi ini berasal dari bahan kimia sederhana dengan
berat molekul rendah (<1000 dalton), disebut juga sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat
reaktif, dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian
dalam yang hidup. Berbagai faktor berpengaruh terhadap kejadian dermatitits kontak alergi,
misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, oklusi, suhu, dan kelembaban lingkungan. Juga faktor individu misalnya keadaan
kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum), status imun (misalnya sedang
mengalami sakit atau terpajan sinar matahari).1

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, atau
reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Reaksi dermatitis kontak alergi terjadi melalui 2 fase,
yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.1 Pada fase sensitisasi, hapten melakukan penetrasi ke
kulit dan membentuk kompleks dengan protein karier epidermis, membentuk alergen.
Molekul MHC II atau HLA-DR pada permukan antigenpresenting Langerhans cells (LCs)
berperan sebagai tempat melekat alergen tersebut. Sel Langerhans kemudian bermigrasi ke
kelenjar getah bening (KGB) untuk mensensitisasi sel T naive. Sel T tersensitisasi ini,
meliputi sel Th1(CD4) dan sel Tc1(CD8), kemudian bermigrasi ke kulit. Fase elisitasi terjadi
pada pajanan ulang alergen kontak pada kulit. Alergen ini kemudian dipresentasikan oleh sel
Langerhans dan dikenali sel T tersensitisasi yang akan menginduksi reaksi. Reaksi inflamasi
ini diperantarai komponen selular sistem imun spesifik. Respons inflamasi yang terjadi
melibatkan migrasi berbagai sel inflamatorik dan pelepasan sitokin oleh keratinosit apoptotik.
Gambaran histologis yang ditemui pada DKA dapat berupa spongiosis dan infiltrat pada
dermis.5

Pasien dengan dermatitis kontak alergi pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada stadium akut di mulai dengan
muncul 24-48 jam di tempat kontak. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. DKA akut ditempat
tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada
vesikel.1 Pada stadium sub akut tampak eritema dan edema berkurang, eksudat mengering
menjadi krusta. Sedangkan stadium yang kronis terlihat kulit kering, berskuama,
hiperpigmentasi, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas, mungkin
juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. 2

Berbagai lokasi terjadi DKA


1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja sepertiga atau lebih
mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan
yang basah (wet work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian pengatur rambut
di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi. Etiologi dermatitis tangan sangat
kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan di samping atopi. Contoh bahan
yang dapat menimbulkan dermatitis tangan, misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran,
semen, dan pestisida.6
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh
deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.6
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet),
obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kaca mata), semua alergen
yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, ketopak mata, dan leher pada waktu
menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta
gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat
rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata.6
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga.
Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids, gagang
telepon.6
5. Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen
di udara, zat warna pakaian.6
6. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat wama, kancing logam,
karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.6
7. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanitia,
alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.Bila mengenai daerah anal,
mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.6
8. Paha dan tungkai bawah
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos
kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen,
bahan pembersih lantai.6
9. Dermatitis kontak sistemik
Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen,
selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi tebatas pada tempat tersebut.
Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya,
misalnya nikel, formaldehid.6
Untuk penatalaksanaan kasus dermatitis kontak alergi dapat di lakukan dengan
medikamentosa dan non medikamentosa. Penanganan non medikamentosa seperti
menghindari faktor penyebab dan faktor resiko seperti:

1. Menghindari kontak dengn bahan alergen


2. Menggunakan sarung tangan ketika hendak kontak dengan bahan detergen/sabun.
3. Menghentikan pemakaian kosmetik/obat yang tidak cocok
4. Menjaga kebersihan kulit, jika terkena bahan alergen cepat dibersihkan.3

Pada pengobatan medikamentosa DKA di berikan dengan terapi yaitu pemberian obat
topikal seperti pemberian gentamycin sebagai antibiotik topikal. Sedangkan pada obat
sistemik di berikan kortikosteroid dan anti histamine. Sedangkan jika ada kelainan kulit
lainnya cukup di kompres dengan larutan fisiologis. 3

Dermatitis akut atau basah harus diobati secara basah (kompres luka). Bila subakut
diberikan losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentun (pasta pendingin). Krim diberikan
pada daerah yang berambut, sedangkan pasta pada daerah yang tidak berambut. Bila kronik
diberikan salep.4

Prognosis pasien adalah dubia ad bonam secara vitam,fungtionam,senationam,


maupun cosmetican. Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik. Sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S.A., Soebaryo, R.W. Dermatitis Kontak: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed 7th. Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2015
2. Tersinanda, T.Y, Rusiyati L.M.M. Dermatitis Kontak Alergi. Hal.1-13; 2012
3. Marwali, H. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta; 2008
4. Dewato, HR. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. : histamin dan antianalgetik. Jakarta;
2010
5. Sulistyaningrum, S.K., dkk. Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik pada geriatri.
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia. Vol. 8. No. 1;
29-40; 2014.
6. Djuanda, A., Hamzah, M., dan Aisah, S. 2013, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Keenam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai