Anda di halaman 1dari 7

3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

ARIEFHERVANA

PR

LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN

A. Konsep Dasar

1. Pengertian Landasan Psikologi

Psikologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu Secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Menurut
Branca (dalam Khodijah, 2006) menyatakaan bahwa psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
Woodworth dan Marquis menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas individu, baik
aktivitas motorik, kognitif maupun emosional. Definisi ini, lebih bersifat praktis karena langsung
mengarah pada aktivitas kongkrit yang dilakukan manusia sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya.
Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa atau psikis dapat
dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri
(Pidarta, 2007). Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang
proses mental dan perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu.

Pengertian landasan psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan
aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan bagi seorang pendidik.
Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan.

Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan,
dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk
mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi
manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat, kemampuan,
minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lain.

Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati
dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program
pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.

Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala- gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan
dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar (Tirtarahardja, 2005).

Menurut Pidarta (2007:194) landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta
gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

Landasan psikologis pendidikan juga dapat dimaknai sebagai suatu landasan dalam proses pendidikan
yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk

https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 1/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan
adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).

Dengan demikian landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam
pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi
oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga
dewasa.

Landasan psikologi memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan. Kita ketahui bahwa subjek dan
objek pendidikan adalah manusia (peserta didik). Setiap peserta didik memiliki keunikan masing –
masing dan berbeda satu sama lain. Oleh sebab itulah, kita sebagai guru memerlukan psikologi. Dengan
adanya psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses
pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi
permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini
adalah masalah dari segi pemahaman dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi
dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.

Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran.
Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik,
pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan
psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak guru atau
instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta
didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses
pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.

Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan
menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap, minat,
motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya yang
berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Perbedaan karakteristik
psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui dan dipahami oleh setiap guru atau
instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di kelas, jika ingin proses pembelajarannya
berhasil (Susilofy, 2013)

1. B. Tahap-Tahap Perkembangan Manusia

Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan
kualitatif (Dalyono, 1997). Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara
fisik mapun secara mental, sejak berada dalam kandungan sampai manusia tersebut meningggal. Proses
perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar
dari waktu ke waktu. Pandangan lain menyatakan bahwa perkembangan adalah proses perubahan yang
berlangsung terus-menerus sejak terjadinya pembuahan hingga meninggal dunia (Yelon and Weinstein,
1977). Perubahan dalam perkembangan individu terjadi karena kematangan dan belajar.

Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya perkembangan dan
pertumbuhan fisik dari biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami
perubahan pada fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah sbuah proses yang berkesinambungan
dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu
(kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif), dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik).

Pada seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang
tuanya, lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda sampai dapat mengendarai sediri
terlepas dari orang tuanya. Proses kematangan dan belajar sangat menentukan kesiapan belajar pada
seorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik, akan memiliki kesiapan
belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangannya mengalami perubahan
dalam berbagai aspek yang ada pada diri manusia. Aspek-aspek yang ada pada diri manusia tersebut
adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial yang saling berkaitan.

Semua manusia akan mengalami perkembngan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang
berkembang dengan cepat, dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam
proses perkembangan terdapat nilai-nilai inuversal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip
perkembangan. Prinsip-prinsip perkembangan tersebut diantaranya sebagai berikut.
https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 2/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

Perkembangan terjadi secara terus menerus hingga manusia meninggal dunia.


Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda.
Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain.
Arah perkmbangan individu dapat diprediksi.
Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.

Prinsip-prinsip perkembangan menurut Yelon and Weinstein ada 5, yaitu:

Perkembangan individu berlangsung terus menerus sejak pembuahan hingga meninggal dunia.
Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mempunyai
perkembangan yang normal.
Semua aspek perkembngan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama lainnya
saling berhubungan.
Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung secara bertahap dan setiap tahap memilki karakteristik tertentu.

Perkembangan manusia memiliki tahapan tertentu dan setiap tahapan memiliki tugas perkembangan
tersendiri. Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini)
telah ditinggalkan orang sejak lama. Sebagaimana dimaklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu
tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan
terhadap keadaan fisik, sosial, emosional, moral, dan mentalnya.

Menurut Rousseau dalam Dalyono (1997), perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan manusia
berlangsung dalam 5 tahap. Tahap perkembangan masa bayi (sejak lahir – 2 tahun), perkembangan
masa kanak-kanak (2-12 tahun), perkembangan pada masa preadolesen (12-15 tahun), perkembangan
pada masa adolesen (15-20) tahun, dan masa pematangan diri (20…tahun). Havighurst (1953), membagi
perkembangan individu menjadi empat tahap, yaitu: masa bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun), masa
kanak-kanak (6-12 tahun), masa remaja atau adolesen (12-18), dan masa dewasa (18 – … tahun). Selain
itu, Havighurst mendiskripsikan tugas-tugas perkembangan (development taks) yang harus diselesaikan
pada setiap tahap perkebangan sebagai berikut.

1. Tugas perkembangan masa bayi dan kanak-kanak kecil (6 tahun) meliputi:


2. Tugas perkembangan masa kanak-kanak (6-12 tahun) terdiri atas:
3. Tugas perkembangan masa remaja (12-18 tahun), yaitu:
4. Tugas perkembangan pada masa dewasa (18 – … tahun) terdiri dari:
5. Tugas perkembangan usia lanjut, meliputi:

1. Belajar berjalan;
2. Belajar makan makanan yang padat;
3. Belajar berbicara/ berkata-kata;
4. Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh;
5. Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan;
6. Mencapai stabilitas fisiologis/jasmaniah;
7. Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain;
8. Belajar membedakan yang benar dan yang salah.

1. Belajar ketrampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari;


2. Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya;
3. Belajar memahami peran (pria atau wanita);
4. Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung;
5. Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari;
6. Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai;
7. Pengembangan kebebasan pribadi;
8. Pengembang sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga.

1. Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki/perempuan serta
kebebasan emosional dari orang tua;
2. Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu
pekerjaan;
3. Mempersiapkan diri untuk berkeluarga;
4. Mengembangkan kecakapan intelektual.

1. Masa dewasa awal: memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama, memulai berkeluarga,
mulai menduduki suatu jabatan/pekerjaan;

https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 3/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

2. Masa dewasa tengah umur: mencapai tanggung jawab sosial, membantu anak, menghubungkan diri
sendiri pada suami/istri sebagai suatu pribadi, menyesuaikan diri kepada orang tua.

1. Menyesuikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani;


2. Menyesuaikan diri pada saat pendapatan semakin menurun;
3. Menyesuaikan diri terhadap kematian.

Yelon dan Weinstein (1997) sepakat bahwa perkembangan individu belangsung secara bertahap.
Pernyataan ini didasarkan pada karya tokoh-tokoh sebelumnya yang menerangkan perkembangan jenis-
jenis tingkah laku dalam kebudayaan barat pada umur yang bervariasi, perkembangan tingkah laku
tersebut sebagai berikut ini.

1. Perkembangan jenis tigkah laku masa anak kecil (toddler) meliputi:


a. Perkembangan fisiknya sangat aktif terutama untuk belajar menggerakkan anggota tubuhnya,
b. Perkembangan bahasa percakapan kalimat, serta belajar konsep-konsep dari benda yang
dilihatnya,
c. Mulai menyua anak-anak lain, tetapi tidak bermain dengan mereka,
d. Memberikan respon dan mulai tergantung pada orang lain,
e. Perkembangan jenis tingkah laku masa pra sekolah (prescholler),
f. Perkembangan oot yang mantap,
g. Bahasa yang berkembang dengan baik,
h. Memusatkan diri pada perbedaan gender.
2. Perkembangan jenis tingkah laku masa kanak-kanak (childhood) terdiri atas:
3. Perkembangan jenis tingkah laku masa remaja awal (early adolescense):
4. Perkembangan jenis tingkah laku masa remaja akhir (late adolescense):

1. Keterampilan anggota tubuh cukup baik,


2. Menggunakan simbol bahasa untuk memecahkan masalah,
3. Mulai berorientasi pada kelompok yang mempengaruhi,
4. Banyak menggunakan waktu untuk membebaskan diri dari rumah.

1. Pertumbuhan tubuh dan muali dapat berpikir abstrak,


2. Menyesuaikan diri pada norma-norma,
3. Berteman dekat dengan sebaya, dan berusaha untuk lebih bebas serta emosi tidak stabil.

1. Mencapai kematangan fisik,


2. Egosentris hilang dan dapat berpikir abstrak,
3. Berminat kepada lawan, serta identitas diri mapan.

Implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan,
sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (1977). Implikasi perkembangan individu terhadap
perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu penyelesaian tugas-
tugas perkembangan sebagai berikut ini.

1. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa
kanak-kanak kecil yaitu:
a. Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten,
b. Menjaga keselaatan tanpa perlindungan yang berlebihan,
c. Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap pekataan peserta didik,
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan berekplorasi,
e. Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
2. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa
prasekolah:
a. Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur, dan
terus menerus
b. Latihan harus ditekankan pada koordinasi; kecepatan; mengarangan keseinbangan, dan lain-lain,
c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik,
d. Menediakan benda-benda untuk dieksplorasi,
e. Memberikan kesempatan untk berinteraksi sosial dan kerja kelompok kecil,
a. Menggunakan program aktif, seperti: bernyanyi dengan bergerak, dan lain-lain,
b. Memperbanyak aktivitas berbahasa dalam bercerita.
3. Perlakuan pendidik (orang dewsa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa
kanak-kanak:
a. Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung jawab anak,
b. Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok,
https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 4/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

c. Membangkitkan rasa ingin tahu, dan secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas serta
dapat dipahami,
d. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru,
e. Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran, serta memberikan contoh model hubungan
sosial, dan terbuka terhadap kritik.
4. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa
remaja awal:
a. Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan
tenagafisik yang besar,
b. Menerima kedewasaan peserta didik, dan memberikan tanggung jawab berangsur-angsur, serta
mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
5. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa
remaja akhir:
a. Menghargi pandangan-pandangan, dan menerima kematangan peserta didik;
b. Memberkan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat,
c. Memberikan keempatan yang luas untuk pendidikan karir,
d. Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah,
e. Berkreasi bersama dan nenegakkan berbagai aturan.

1. C. Aliran Filsafat Pendidikan: Nativisme – Empirisme

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu berbeda-beda sesuai


dengan aliran filsafat pendidikan berikut.

1. Individu. Setiap perkembangan pribadi seseorang meurpakan hasil interaksi antara heriditas dan
lingkungan. Pengaruh heriditas berasal dari kombinasi-kombinasi genes. Genes adalah molekul-
molekul protein submikrokopis yang terdapat dalam sel-sel germ. Perubahan kombinasi dan
perubahan genes yang komplek dan unik inilah menentukan hereditas masing-masing idividu.
2. Nativisme. Tokohnya adalah Schopenhauer dan Arnold Gessel. Aliran ini berpandangan bahwa bayi
itu lahir dengan pembawaan baik dan buruk. Pembawaan baik dan buruk tidak dapat diubah oleh
kekuatan dari luar. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak sendiri yang sudah dibawa sejak
lahir. Menurut Subrata (2008), para ahli pengikut teori nativisme berpendapat bahwa perkembangan
individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke
dunia dengan membawa faktor-faktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi
faktor penentu perkembangan individu. Implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang
memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
3. Empirisme. Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson. Teori ini terkenal dengan sebutan
Tabularasa, yaitu anak lahir bagaikan kertas putih dan tergantung lingkungan yang menuliskannya.
Pendidik memegang peran yang sangat penting. Pengalaman yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Aliran ini berat sebelah karena hanya mementingkan peran lingkungan. Teori
empirisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia dalam keadaan
bersih, sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan dan
pengalaman. Dalam Suryabrata (2008) dinyatakan bahwa para pengikut aliran empirisme
berpendapat bahwa perkembangan itu semata tergantung kepada faktor lingkungan, sedangkan
dasar keturunan tidak memainkan peran sama sekali. Implikasinya teori empirisme terhadap
pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk membentuk
kepribadian peserta didik.
4. Konvergensi. Tokohnya adalah William Stern dan Robert J Havighurst. Aliran ini berpandangan
bahwa anak lahir dengan potensi bawaan baik dan buruk. Potensi bawaan dan lingkungan sama-
sama mempunyai peran penting. Bakat bawaan tidak akan berkembang tanpa dukungan lingkungan
yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh faktor-faktor keturunan dan faktor lingkungan serta
pengalaman (Suryabrta, 2008). Teori ini adalah gabungan dari teori empirisme dan teori nativisme.
Implikasinya teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada
pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan, akan tetapi tetap
memperhatikan faktor-faktor heriditas yang ada pada individu.
5. Aliran Naturalisme. Tokohnya adalah J.J. Rousseau. Aliran ini berpandangan bahwa semua anak
dilahirkan dengan pembawaan buruk. Pembawaan baik menjadi rusak karena karena dipengaruhi
lingkungan. Pendidikan wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.

https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 5/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

1. D. Aliran Filsafat Pendidikan: non-Positivisme

Aliran filsafat non-Positivisme adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan keunikan
informasi serta tidak untuk generalisasi, yang entry point pendekatannya berawal dari pemaknaan untuk
menghasilkan teori dan bukan mencari pembenaran terhadap suatu teori ataupun menjelaskan suatu
teori, dikarenakan kebenaran yang diperoleh ialah pemahaman terhadap teori yang dihasilkan. Untuk
ini dalam non positivisme terdapat tiga hal penyikapan, yaitu:

Memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dengan dunia nyata


Aktor manusia perlu dipandang sebagai proses dinamis dan bukan sebagai struktur yang statis
Arti penting yang terkait dengan kemampuan aktor pelaku aktifitas untuk menafsirkan kehidupan
sosialnya.

Dalam interaksi sosial, non-positivistik mengakomodir perhatian pada kajian penjelasan aktor pelaku
maupun cara-cara penjelasannya dapat diterima atau ditolak oleh fihak lain.

1. E. Aliran Filsafat Pendidikan: Pragmatik

Istilah Pragmatisme‫ آ‬berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan
(practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu aliran atau ajaran atau paham.
Dengan demikian Pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti
tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah faedah atau manfaat. Suatu
teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. sebagaimana yang
nampak menonjol dalam pandangan William James, terutama dalam bukunya The Meaning
Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang
dihasilkannya uintuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam
pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif.

Identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi tak
dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, Pragmatisme berarti telah menafikan aktivitas
intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, Pragmatisme telah
menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.
Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai
ide baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata
lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan menurut Pragmatisme itu sendiri– setelah
melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak
akan pernah terjadi. Maka, Pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang
dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.

Asal-usul Pragmatik dapat dijelaskan bahwa setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang
gelap dengan ajaran gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan Renaissance,
yakni suatu gerakan atau usaha –yang berkisar antara tahun 1400-1600 M untuk menghidupkan kembali
kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi Abad Pertengahan yang hanya
mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, kosmos,
dan etika, namun Renaissance telah membuka jalan ke arah aliran Empirisme. William Ockham (1285-
1249) dengan filsafat Gulielmus-nya yang mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai
menggeser dominasi filsafat Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di Abad Pertengahan,
yang mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal bagi
lahirnya Renaissance.

Semangat Renaissance sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan akal dari kekangan dan
belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber pengetahuan, tidak terletak pada filsafat
Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya mengambil karakter utama pada filsafat dan seni Yunani,
yakni keterlepasannya dari agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan kepada akal untuk
berkreasi. Ini terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance, seperti Nicolaus Copernicus
(1473-1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh Johanes Kepler (1571-1630) dan
Galileo Galilei (1564-1643) . Juga Francis Bacon (1561-1626) dengan teknik berpikir induktifnya, yang
berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles (dengan logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad
Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil filsafat Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah
yang menjadi dasar filsafat Kristen pada Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan
filsafat Emanasi Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430), maupun periode
Scholastik (1000 – 1400 M) dengan filsafat Thomisme yang bersandar pada Aristoteles. Semua filsafat

https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 6/7
3/20/2018 LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN | ariefhervana

Yunani ini membahas metafisika, tidak membahas fakta empirik sebagaimana yang dituntut oleh
Renaissance. Jadi, semangat Renaissance itu tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu sendiri, tetapi
pada karakternya yang terlepas dari agama.

COMMENTS Leave a Comment


CATEGORIES Uncategorized

BLOG AT WORDPRESS.COM.

https://ariefhervana.wordpress.com/2013/04/24/landasan-psikologi-dalam-pembelajaran/ 7/7

Anda mungkin juga menyukai