Anda di halaman 1dari 4

JENIS - JENIS CAIRAN INFUS

Jenis-jenis Cairan Intravena


1. Cairan bisa bersifat isotonis (contohnya ; NaCl 0,9 %, Dekstrosa 5 % dalam air, Ringer laktat / RL, dll)
2. Cairan bisa bersifat hipotonis (contohnya ; NaCl 5 %)
3. Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya ; Dekstrosa 10 % dalam NaCl, Dektrosa 10 % dalam air,
Dektrosa 20 % dalam air)
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue
(DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
 Na 130 mEq
 K 4 mEq
 Cl 109 mEq
 Ca 3 mEq
 Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:
 Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
 Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada
neonatus
 Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
 Mempunyai efek vasodilator
 Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

KA-EN 1B
Indikasi:
 Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi
(dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
 Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam
(dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
 Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
 Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan supan oral terbatas
 Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
 Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
 Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

KA-EN MG3
Indikasi :
 Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
 Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
 Mensuplai kalium 20 mEq/L
 Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

KA-EN 4A
Indikasi :
 Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
 Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi
kalium serum normal
 Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
 Na 30 mEq/L
 K 0 mEq/L
 Cl 20 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
 Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
 Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
 Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
 Na 30 mEq/L
 K 8 mEq/L
 Cl 28 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
 Untuk resusitasi
 Kehilangan Na > Cl, misal diare
 Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
 Resusitasi
 Suplai ion bikarbonat
 Asidosis metabolik
Perubahan konsentrasi
 a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang
hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia
(sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl
3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan
rumus :
 Na= Na1 – Na0 x TBW
 Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
 b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160
mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi
dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian
cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
 c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen
depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia
dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium
klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai
40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan
EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
 K = K1 – K0 x 0,25 x BB
 K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
 d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya
terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular
(disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%
dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
 3. Perubahan komposisi
 a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar
pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk
obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat
dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat
terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
 b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase
akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2
yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang
sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang
terjadi.
 c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab
yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis
laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab
paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat
hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.
 d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk
oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik
akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan
pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

Anda mungkin juga menyukai