Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Defenisi Penyakit
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa
darah tinggi) (Black, 2014).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan
metabolisme menahun/kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemi) yang disebabkan karena jumlah insulin yang
kurang atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih akan tetapi
kurang efektif, kondisi ini disebut dengan resistensi insulin (Waspadji,
2012 dalam Muflihatin, 2015).
Penyakit diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
tipe, tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakitnya, Diabetes
melitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus) yaitu terjadi
penurunan sekresi insulin yang disebabkan oleh karena kerusakan sel
beta pankreas akibat reaksi autoimun atau dipicu oleh infeksi virus
(Soegondo, 2009). Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah,
2015).
B. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus terdiri dari 2 tipe yaitu :
a) Diabetes Melitus Tipe 1 Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
yaitu diabetes melitus yang tergantung insulin. Diabetes melitus tipe 1
ditandai dengan destruksi sel beta pankreas, mengakibatkan defisiensi
insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.
Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena

1
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi
virus (Black, 2014).
b) Diabetes Melitus Tipe 2 Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yaitu diabetes melitus yang tidak tergantung insulin. Pada
tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun, terdapat
defisiensi insulin relatif, Pasien tidak mutlak bergantung pada suplai
insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
meningkat, tetapi organ target meiliki sensitivitas yang berkurang
terhadap insulin. Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe 2
memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi
genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan aktivitas fisik yang
terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah (Black.
2014).
c) Diabetes Melitus Gestasional, dimana terjadinya intoleransi tingkat
glukosa pada masa kehamilan. Hiperglikemi terjadi selama masa
kehamilan karena sekresi dari hormon plasenta sehingga
menyebabkan resistensi insulin. Diabetes gestasional terjadi pada 14%
dari semua wanita hamil dan meningkat resikonya pada mereka yang
memiliki masalah hipertensi dalam kehamilan (Black, 2014).
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM
Keterangan Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar Gula darah Sewaktu
- Plasma vena (mg/dl) < 110 110-199 >200
- Darah kapiler (mg/dl) <90 90-199 >200
Kadar Glukosa Puasa
- Plasma vena (mg/dl) <110 110-125 >126
- Darah Kapiler (mg/dl) <90 90-109 >110
Sumber: Krisnatuti, 2014

2
Tabel 2.2 Perbandingan antara ciri-ciri DM tpe 1 dan tipe 2
DM Tipe 1 DM Tipe 2
- Sel pembuat insulin Rusak - Lebih sering dari tipe 1
- Mendadak, berat dan fatal - Faktor turunan positif
- Umumnya usia muda - Muncul saat Dewasa
- Insulin absolut dibutuhkan - Biasanya diawali dengan
seumur hidup kegemukan
- Bukan Turunan tapi Auto - Komplikasi kalau tidak
imun terkendali.
Sumber: Bustan, 2007

C. Etiologi
Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya
sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau
Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,
akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga
dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam
memasukkan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena
kegemukan atau penyebab lain yang belum diketahui (Hasdianah, 2012
dalam Maine, 2014).
Ada beberapa faktor pemicu penyakit Diabetes Melitus tersebut,
antara lain:
a. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus.
Komsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar
gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus (Sutiawati, 2013).
b. Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan yang lebih dari 90 kg cenderung
memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus.

3
Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang
diabetes melitus. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan
metabolisme karena kelebihan asupan kalori dan penurunan dalam
penggunaan kalori (Hidayat, 2012).
c. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi
familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan
meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara
kandung mengalami penyakit ini (Fatimah, 2015).
d. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pada pankreas. Radang pada pankreas akan mengakibatkan
fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu
obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi
pankreas (Hidayat, 2012).
e. Penyakit dan Infeksi pada Pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol dengan nilai yang tinggi dan dislipedemia dapat
meningkatkan resiko terkena diabetes melitus (Hidayat, 2012).
f. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
melitus. jika orang malas untuk berolahraga memiliki resiko lebih
tinggi untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olahraga
berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh.
kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama
penyebab diabetes melitus selain disfungsi pankreas (Hidayat, 2012).
g. Kadar Kortikosteroid yang tinggi.

4
h. Kehamilan gestasional, akan hilang setelah melahirkan.
i. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
j. Racun yang memepengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada penyakit diabetes melitus yaitu yang ditandai
dengan hiperglikemia yaitu peningkatan kadar glokosa darah. Manisfestasi
klinis DM adalah peningkatan frekuensi buang air kecil (poliuria),
peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dank arena penyakit
berkembang, penurunan berat badan meskiun lapar dan peningkatan
makan (polifagi), lemah, letih , pusing, karena ketonuria (Black, 2014).
Adapun gejala lain yang dapat muncul pada pasien diabetes melitus
seperti kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, dan gatal pada daerah
kemaluan (Nuraini, 2016).
Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit diabetes
melitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering disebut
sebagai pembunuh manusia secara diam-diam “silent killer” dan
menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini terdeteksi. diabetes
melitus dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan metabolik
yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular
(Gibney, dkk, 2008 dalam Putri, 2013).
Gejala klasik diabetes melitus adalah poliuria, polidipsia, dan
penurunan berat badan meskipun terdapat polifagia. Manifestasi sebagian
besar kasus diabetes melitus tipe 1 bersifat akut dan terdiagnosis segera
setelah onset penyakit. Pasien sering tidak stabil secara metabolis dan
berkembang menjadi ketoasidosis diabetik jika dibiarkan tidak diobati.
Manifestasi diabetes melitus tipe 2 jauh lebih tersembunyi dan berbahaya.
penting untuk diingat bahwa gejala pertama untuk diabetes melitus dapat
berupa ketoasidosis (Greenberg, dkk, 2012).
E. Patofisiologi
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai
predisposisi genetic. Pada mereka yang memiliki indikasi resiko penenda

5
gen (DR3 dan DR4 HLA), DM terjadi kurang dari 1 %. Lingkungan telah
lama di curigai sebagai pemicu DM Tipe 1. Insiden meningkat, baik pada
musim semi maupun gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemic
berbagai penyakit virus. Autoimun aktif lansung menyerang sel beta
pancreak dan produknya. ICA dan antibody insulin secara progresif
menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin (Black, 2014).
Hal ini secara pelan-pelan terus menyerang sel beta dan molekul
insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak DM.
hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakt akut atau stress, di mana
meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari kerusakan
massa sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati, klien dapat
kembali kepada status terkompensasi dengan durasi yang berbeda-beda
di mana pankreas kembali mengatur produksi sejumlah insulin secara
adekuat. Status kompensasi ini untuk 3-12 bulan. Proses berakhir ketika
massa sel beta yang kurang tidak dapat memproduksi cukup insulin
untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada
pemberian insulin eksogen (diproduksi di luar tubuh) untuk bertahap
hidup (Black, 2014).
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 berbeda signifikan dari
diabetes mellitus tipe 1. Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia
tampak menyaji faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar
secara kronis terhadap kadar gula darah tinggi menjadi secara progresif
kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut.
Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan
kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor insulin) terhadap insulin
tersekresi juga meningkat (Black, 2014).
Proses patofisiologi kedua dalam diabetes mellitus tipe 2 adalah
resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan
perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan
diabetes mellitus tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap
kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut,
bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan

6
dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan
ambilan glukosa (Black, 2014).

F. Komplikasi
Menurut (Utami, 2008), ada beberapa komplikasi dari penyakit
diabetes melitus sebagai berikut:
Komplikasi DM dapat bersifat akut atau kronis. komplikasi akut
terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam
dalam waktu relatif singkat. kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika
penderita menjalani diet yang terlalu ketat. perubahan yang besar dan
mendadak dapat berakibat fatal. Dalam komplikasi akut dikenal beberapa
istilah sebagai berikut:
1. Hipoglikemia yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah
dibawah nilai normal. gejala hipoglikemia ditandai dengan munculnya
rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-berdebar,
pusing, gelisah dan penderita bisa menjadi koma.
2. Ketoasidosis diabetik koma, diabetik yang diartikan sebagai keadaan
tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat
infeksi, lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stress.
3. Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya dehidrasi
berat, hipotensi, dan shock. karena itu, koma hiperosmoler non ketotik
diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang
menyebabkan penderita menunjukkan pernapasan yang cepat dan
dalam (kusmaul).
4. Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh dengan
asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya,
kadar asam laktat dalam darah meningkat dan seseorang bisa
mengalami koma.
Sementara itu, komplikasi kronis diartikan sebagai kelainan
pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,
gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronis sering

7
dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kelainan, seperti
kelainan di bagian mata, mulut, jantung, urogenital, saraf dan kulit.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik DM Tipe II antara lain:
1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau
plasma. Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat
langsung dan dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan
hipoglikemia. Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan
glukometer lebih baik daripada kasat mata karena informasi yang
diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI,2011)
2. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa
darah secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas
rangsang ginjal yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl.
Pemeriksaan ini tidak memberikan informasi tentang kadar glukosa
darah tersebut, sehingga tak dapat membedakan normoglikemia atau
hipoglikemia. (FKUI, 2011)
3. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada
lansia, pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan
toleransi glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis karena
lansia mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi
mengalami hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis
biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
a. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
b. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
c. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl atau lebih. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008).
4. Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)

8
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil
telah ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
5. Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai
3 minggu sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia
karena kurang menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini
tidak stabil sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat
bermanfaat pada keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat
dipercaya, misalnya pada keadaan anemia hemolitik. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
6. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone
insulin menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber
energy. Keton urin dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi
kolorimetrik antara benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan
warna ungu. (FKUI,2011)
7. Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-140
mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat,
kehamilan, gagal ginjal dan hemoglobinnopati. Pengukuran AIC
dilakukan minimal 4 bulan sekali dalam setahun. (FKUI, 2011).
8. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM
mengenai kendali glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan
klien melakukan penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit,

9
latihan jasmani dan aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat
kepada pasien terhadap kadar glukosa setiap hari. (FKUI,2011)
9. Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang
berhubungan dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk
mengetahui kendali glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem
mikrodialisis yang dinsersi secara subkutan, konsentrasi glukosa
kemudian diukur dengan detector elektroda oksidasi glukosa. Sensor
glukosa pada PGB memiliki alaram untuk mendeteksi kondisi
hipoglikemi dan hiperglikemi. (FKUI, 2011)

H. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 antara lain:
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan
makanan (diet) atau terapi nutrisi medik sebagai pengobatan utama dan
jika hal ini bersama latihan jasmani/aktifitas fisik ternyata gagal
mencapai target yang ditentukan, maka diperlukan penambahan obat
hipogikemik oral atau insulin. Banyak orang dengan diabetes sukar
menurunkan berat badannya karena kurangnya motivasi atau disiplin
untuk mengikuti program yang dianjurkan oleh dokter sehingga
seringkali seorang dokter harus memberikan pengobatan farmakologis
untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan seperti ini. Setelah obat
tertentu dipilih untuk penyandang diabetes, biasanya pemberian obat
dimulai dari dosis terendah. Dosis harus dinaikkan secara bertahap 1-2
minggu, hingga mencapai KGD yang memuaskan atau dosis sudah
hampir maksimal (Ndraha, 2014).
Terapi farmakologi pada pasien Diabetes melitus biasanya
diberikan obat hipoglikemik oral atau obat anti hiperglikemia.
Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi
menjadi 3 golongan antara lain:

10
a. Pemicu Sekresi Insulin
1) Golongan Sulfoniurea, cara kerja utamanya adalah meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performance
dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak.
Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi
insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak.
Penurunan produksi glukosa oleh hati. Termasuk golongan ini
adalah:
a) Khlorpropamid, seluruhnya diekskresi oleh ginjal sehinggga
tidak dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama
kerjanya lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal,
tidak dianjurkan untuk pasien geriatric.
b) Glibenklamid, mempunyai efek hipoglikemik yang poten
sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal
makanan yang ketat. Dalam batas-batas tertentu masih dapat
diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal.
c) Gliklasid, mempunyai efek hipoglikemik yang sedang
sehingga tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia.
d) Glikuidon, mempunyai efek hipoglikemik sedang dan juga
jarang menyebabkan hipoglikemik.
e) Glipsid, mempunyai efek menekan produksi efek menekan
produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.
f) Glimepirid, mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan
waktu kerja yang lama dengan cara pemberian dosis tunggal.
2) Golongan Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara
kerjanya sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin.
Golongan ini terdiri dari dua obat, yaitu:
a) Repaglinid, merupakan derivate asam benzoat. Mempunyai
efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi melalui
hati.

11
b) Nateglinid, cara kerja hamper sama dengan repaglenid, namun
nateglinid derivate dari fenilalanin. Diabsorpsi cepat setelah
pemberian secara oral dan dieksresi terutama melalui urin.
3) Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin
a) Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan
kadar gula darah sampai normal serta tidak menyebabkan
hipoglikemia. Contoh obat golongan ini adalah metformin.
Metformin menurunkan gula darah dengan memperbaiki
transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh
insulin.
b) Thiazolindion, memperbaiki transport glukosa ke dalam sel.
Contoh obat golongan ini pioglitazon dan rosiglitazon.
4) Penghambat Alfa Glukosidase/acarbose.
Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa
glukosidase yang berada di dinding usus halus. Enzim alfa
glukosidase antara lain maltase, isomaltase, glukomaltase, dan
sukrase. Obat ini diberikan dengan dosis 150-300 mg/hari. Obat
ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar
glukosa plasma puasa kurang dari 180mg/dl. Obat ini hanya
memperngaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak
mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat ini
sebaiknya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan
secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama
suap pertama setiap kali makan.
Penyebab resistensi pada pasien Diabetes melitus tipe 2
dalam praktek sehari-hari sukar dinilai, maka terpaksa dilakukan
secara empiris yaitu bila seseorang tidak dapat diobati dengan
satu suntikan perhari maka ditambahkan suntikan kedua pada sore
hari dan seterusnya. Beberapa indikasi pemakaian obat
hipoglikemik oral yaitu diabetes sesudah umur 40 tahun, diabetes
kurang dari 5tahun, yang memerlukan insulin dengan dosis

12
kurang dari 40 unit sehari dan Diabetes melitus tipe 2 berat
normal atau lebih (Priyanto, 2009).
2. Diet
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penetalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi
beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah
gula menjadi glikogen. keberhasilan terapi ini melibatkan dokter,
perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya (Delameter, 2006
dalam Nuraini, 2016).
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan,
perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk
dengan DM tipe 2 mempunyai pengaruh positif pada morbiditas. Orang
yang kegemukan dan menderita DM mempunyai resiko yang lebih
besar dari pada mereka yang hanya kegemukan (Sukardji, K., dalam
Waspadji, 2009).
Berikut ini ada beberapa metode sehat untuk mengendalikan
berat badan yaitu :
a. Makanlah lebih sedikit kalori
Mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan
menurunkan berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg
dalam sebulan. Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat,
tetapi sebenarnya cara itulah yang aman dan ukuran ideal penurunan
berat badan.
b. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan
Makanan kecil akan menambah kalori tambahan yang
sebenarnya tidak diperlukan oleh pasien DM. Mereka harus tetap
pada tiga kali makan sehari tanpa sesuatu di antaranya.
c. Hindari makan berlebihan
Tetapkan kebutuhan makanan, berapa kalori yang dibutuhkan
kepada ahli gizi, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.Batasi diri
dalam jumlah yang sudah ditentukan.
d. Kurangi jumlah lemak dalam diet sehari hari

13
Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk mengizinkan
glukosa masuk ke sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak
memproduksi insulin. Keadaan seperti ini menyebabkan tubuh tidak
sanggup untuk menambah produksi insulin yang diperlukan, maka
terjadilah penyakit diabetes.
e. Hati-hati dengan lemak yang tersembunyi dan penyedap makanan
Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood
dan fastfood serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan
yang berlemak tinggi lainnya. Mengenai penggunaan bumbu garam,
MSG, kecap, dan bahan perasa lainnya dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi. Pada penderita DM mempunyai resiko penyakit jantung
dan ginjal maka harus berhati-hati dalam menggunakan bumbu-
bumbu ini.
f. Makanlah makanan yang belum dimurnikan
Makanan seperti serat-serat alami dapat menurunkan jumlah
lemak dan gula yang beredar di dalam peredaran darah. Makanan ini
seperti sayur-sayuran, buah-buahan semua yang tidak di kupas
kulitnya sebelum dimakan, biji-bijian yang belum dimurnikan seperti
terigu dan gandum, buncis, kacang-kacangan.
g. Hindari minuman beralkohol
Alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi bahkan dapat
mendorong tubuh menyimpan banyak lemak. Pada pasien yang juga
merokok, dapat terjadi penyempitan pembuluh darah. Rokok juga
dapat menambah lemak yang beredar dalam peredaran darah yang
bukan hanya menganggu tapi juga bisa mematikan.
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani
untuk mencapai dan mempertahankan barat badan idaman. Jumlah
kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25

14
Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudain ditambah dengan kebutuhan
kalori untuk aktivitas (10-30% untuk atlet dan pekerja berat dapat
lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam
kegiatannya). Makanan sejumlah kalori terhitung dalam 3 porsi besar
untuk makanan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3
porsi (makanan ringan, 10-15%).
3. Gizi seimbang dan diabetes
a. Makanlah aneka ragam makanan
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua
zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan
produktif. Oleh sebab itu setiap orang termasuk penyandang diabetes
perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang
beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat
tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Sumber zat tenaga seperti :
beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, mie. Minyak,
margarin dan santan yang mengandung lemak juga menghasilkan
tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas seharihari.
Sumber zat pembangun berasal dari bahan makan nabati antara lain
kacang-kacangan, tempe, tahu. sedangkan yang berasal dari hewani
adalah ikan, telur, daging, susu, serta hasil olahannya seperti keju.
Zat pembangun berperan penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang. Sumber zat pengatur adalah
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai
vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya
fungsi organ-organ tubuh.
b. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat
kecukupan energi.
Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna
untuk memenuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin
A,D,E, dan K serta menambah lezatnya makanan. Kebiasaan
mengkonsumsi lemak hewani berlebihan dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung

15
koroner.Anjuran konsumsi lemak dan minyak dalam makanan
sehari-hari tidak lebih dari 25%. Penyandang diabetes mempunyai
resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh
darah, oleh karena itu lemak dan kolesterol dalam makanan perlu
dibatasi. Jaganlah makan makanan yang terlalu banyak digoreng,
tidak lebih dari satu lauk saja yang digoreng pada setiap kali makan
untuk mereka yang gemuk.Makanan dapat dipanggang, dikukus,
direbus atau dibakar. Kurangi makan yang tinggi kolesterol seperti
kuning telur, ginjal, hati, limpa, jantung, daging berlemak, keju,
lemak hewan dan mentega.
c. Gunakan garam beryodium dan gunakan garam secukupnya.
Penyandang diabetes sering memiliki tekanan darah tinggi
sehingga perlu hati-hati pada asupan natrium.Pilihlah garam yang
beryodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat
sebanyak 30-80 ppm.
d. Makanlah makanan sumber zat besi (Fe).
Kekurangan zat besi dalam sumber makanan sehari-hari
secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi.
Bahan makanan sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau,
kacang-kacangan serta makanan hewani.
e. Biasakan makan pagi.
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi semua
orang. Hal ini dapat mempertahankan ketahanan fisik dan
mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan
produktivitas kerja. Bagi penyandang diabetes terutama yang
menggunakan obat penurun glukosa jika tidak makan pagi
mempunyai resiko menurunkan kadar glukosa darah yang dapat
membahayakan kesehatan (Sukardji, 2009).

16
Tabel 2.3 Contoh Menu DM 1700 Kalori
Waktu Makanan Penukar Kebutuhan Contoh Menu
Bahan

Pagi Roti Iris Roti Panggang


Margarin ½ sdm Margarin
Telur 1 Butir Telur Rebus
Teh Panas
10.00 Pisang 1 Buah Pisang
Siang Nasi 1 ½ Gelas Nasi
Udang 5 Ekor Oseng-oseng
Tahu 1 Potong Udang, Tahu, Cabe
Minyak 1 sdm ijo
Sayuran 1 Gelas Urap Sayuran
Kelapa 5 sdm
Jeruk 1 Buah Jeruk
16.00 Duku 16 Buah Duku
Malam Nasi 1 ½ Gelas Nasi
Ayam 1 Potong Sop + Kacang merah.
Kacang Merah 1 gelas Tumis Sayuran
Sayuran
Minyak ½ sdm Apel
Apel Malang 1 Buah

f. Latihan fisik jasmani.


Latihan fisik dilakukan untuk menjaga kebugaran,
menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin
sehingga akan memperbaiki kadar gula darah. Latihan fisik
hendaknya disesuaikan dengan umur dan kesehatan fsik. Pasien DM
tipe 2 diharapkan mampu meningkatan latihan fisik, kecuali bagi
mereka yang sudah mengalami komplikasi (Perkeni, 2011).

17
I. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

18
J. Analisa data
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 Ds: Kekurangan volume
 Klien cairan Gula darah
mengatakan
sering BAK
Resistensi insulin
(poliuria)
 Klien
mengatakan Hiperglikemia
sering haus
Do:
 Klien Nampak Ginjal terganggu
lemah
 Klien terlihat Kerusakan
glomerulus
pucat dan kulit ginjal
terlihat kering
penurunan Kegagalan proses
berat badan filtrasi

meskiun lapar
dan peningkatan Glikosuria

makan (polifagi),
lemah, letih , Osmotik diuretic

pusing, karena
ketonuria (Black,
Glukosa menarik
2014). Poliuria

Kekurangan volume
cairan

19
Ds: Nyeri kronis Kerusakan pembuluh
2. darah
 Klien
melaporkan nyeri
Gangguan suplai
pada luka darah
diabetik
Do: luka
 Klien Nampak
meringis hipoksia jaringan
 Skala nyeri
sedang dan berat isekmik dan infeksi
 P: ulkus diabetic
Q: kerusakan dan
menekan/tertusuk kematian jaringan

R: dorsalis pedis
sinistra/telapak ulkus Dm

kaki
S: nyeri sedang- nyeri

berat
T: hilang timbul

hiperglikemia
3. Ds : Ketidakseimbangan
pasien mengatakan mual nutrisi kurang dari Sel tubuh kekurangan
kebutuhan tubuh glukosa
muntah
Do:
Sorbitol tidak dapat
Penurunan berat badan diserap tubuh

Mual muntah

Anoreksia

BB klien menurun

20
4. Ds: Intoleransi aktivtas Sel tubuh kekurangan
glukosa
 Klien
mengatakan tidak
Sorbitol tidak dapat
dapat berjalan diserap tubuh
Do:
 Klien Nampak BB klien menurun
lemah
 Pasien tidak
dapat beraktivitas kelemahan
akibat luka
 Klien di bantu intoleransi aktivitas

keluarganya saat
beraktivitas

21
K. Diagnosa Keperawatan
1. Kekuarangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan.
2. Nyeri kronis b.d gangguan metabolik, gangguan sirkulasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien, kurang asupan makan
4. Intoleransi ativitas berhubungan dengan imobilitas
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
perubahan sensasi
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes mellitus)

Diagnosa NOC NIC


1. Kekuarangan volume a. Fluid balance 1. Pertahankan catatan
cairan berhubungan b. Hydration intake dan output
dengan kehilangan c. Nutritional Status: yang akurat
volume cairan secara Food and Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi
aktif, kegagalan Setelah dilakukan (kelembaban
mekanisme tindakan keperawatan membran mukosa,
pengaturan ditandai selama….. defisit volume nadi adekuat, tekanan
dengan: cairan teratasi dengan darah ortostatik), jika
DS : kriteria hasil: diperlukan
Haus 1) Mempertahankan 3. Monitor hasil lab
DO: urin output sesuai yang sesuai dengan
Penurunan turgor kulit / dengan usia dan BB, retensi cairan (BUN ,
lidah BJ urine normal, Hmt , osmolalitas
Membran mukosa / 2) Tekanan darah, nadi, urin, albumin, total
kulit kering suhu tubuh dalam protein)
Peningkatan denyut batas normal 4. Monitor vital sign
nadi, penurunan 3) Tidak ada tanda setiap 15 menit – 1
tekanan darah, tanda dehidrasi, jam
penurunan volume / Elastisitas turgor 5. Kolaborasi pemberian
tekanan nadi kulit baik, membran cairan IV
Pengisian vena mukosa lembab, 6. Monitor status nutrisi
menurun tidak ada rasa haus 7. Berikan cairan oral
Perubahan status yang berlebihan 8. Dorong keluarga
mental 4) Orientasi terhadap untuk membantu
Konsentrasi urine waktu dan tempat pasien makan
meningkat baik 9. Persiapan untuk

22
Temperatur tubuh 5) Jumlah dan irama tranfusi
meningkat pernapasan dalam 10. Pasang kateter jika
Kehilangan berat badan batas normal perlu
secara tiba-tiba 6) Elektrolit, Hb, Hmt 11. Monitor intake dan
Penurunan urine output dalam batas normal urin output setiap 8
HMT meningkat 7) pH urin dalam batas jam.
Kelemahan normal
8) Intake oral dan
intravena adekuat
2. Nyeri kronis b.d a. Comfort level Pain Manajemen
agen injuri biologis b. Pain control 1. Monitor kepuasan
(penurunan perfusi c. Pain level pasien terhadap
jaringan perifer) Setelah dilakukan manajemen nyeri
ditandai dengan: tindakan keperawatan 2. Tingkatkan istirahat
DS: selama …. nyeri kronis dan tidur yang
Kelelahan pasien berkurang dengan adekuat
Takut untuk injuri kriteria hasil : 3. Kelola anti analgetik
ulang 1) Tidak ada gangguan 4. Jelaskan pada pasien
DO: tidur penyebab nyeri
Atropi otot 2) Tidak ada gangguan 5. Lakukan tehnik
Gangguan aktifitas konsentrasi nonfarmakologis
Anoreksia 3) Tidak ada gangguan (relaksasi, masase
Perubahan pola tidur hubungan punggung)
Respon simpatis interpersonal
(suhu dingin, 4) Tidak ada ekspresi
perubahan posisi menahan nyeri dan
tubuh , hipersensitif, ungkapan secara
perubahan berat verbal
badan) 5) Tidak ada tegangan
otot
3. Ketidakseimbangan a. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari Adequacy of nutrient makanan
kebutuhan tubuh b.d. b. Nutritional Status: 2. Kolaborasi dengan
ketidakmampuan food and Fluid Intake ahli gizi untuk
mengabsorpsi c. Weight Control menentukan jumlah
nutrien, kurang Setelah dilakukan kalori dan nutrisi
asupan makan tindakan keperawatan yang dibutuhkan
ditandai dengan: selama….nutrisi kurang pasien
DS: dapat teratasi dengan 3. Monitor adanya
Nyeri abdomen indikator: penurunan BB dan
Muntah 1) Albumin serum gula darah
Kejang perut 2) Pre albumin 4. Monitor mual dan

23
Rasa penuh tiba- serum muntah
tiba setelah makan 3) Hematokrit 5. Monitor pucat,
DO: 4) Hemoglobin kemerahan, dan
Diare 5) Total iron binding kekeringan jaringan
Rontok rambut capacity konjungtiva
yang berlebih 6) Jumlah limfosit 6. Monitor intake
Kurang nafsu nuntrisi
makan 7. Informasikan pada
Bising usus klien dan keluarga
berlebih tentang manfaat
Konjungtiva pucat nutrisi
Denyut nadi lemah 8. Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
9. Kelola pemberan anti
emetik:
10. Anjurkan banyak
minum
11. Pertahankan terapi IV
line
4. Intoleransi aktivitas a. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
berhubungan dengan b. Toleransi aktivitas pembatasan klien
Tirah Baring atau c. Konservasi energi dalam melakukan
imobilisasi Setelah dilakukan aktivitas
Kelemahan tindakan keperawatan 2. Kaji adanya faktor
menyeluruh selama …. Pasien yang menyebabkan
Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap kelelahan
antara suplai oksigen aktivitas dengan Kriteria 3. Monitor pasien akan
dengan kebutuhan Hasil : adanya kelelahan
Gaya hidup yang 1) Berpartisipasi fisik dan emosi secara
dipertahankan dalam aktivitas fisik berlebihan
ditandai dengan: tanpa disertai 4. Monitor respon
2) Peningkatan kardivaskuler
tekanan darah, nadi terhadap aktivitas
DS: dan RR (takikardi, disritmia,
Melaporkan secara 3) Mampu melakukan sesak nafas,
verbal adanya aktivitas sehari hari diaporesis, pucat,
kelelahan atau (ADLs) perubahan
kelemahan. secaramandiri hemodinamik)
Adanya dyspneu atau 4) Keseimbangan 5. Bantu untuk
ketidaknyamanan aktivitas dan mengidentifikasi dan
saat beraktivitas. istirahat mendapatkan sumber

24
yang diperlukan
DO : untuk aktivitas yang
Respon abnormal diinginkan
dari tekanan darah 6. Bantu untuk
atau nadi terhadap mendpatkan alat
aktifitas bantuan aktivitas
Perubahan ECG : seperti kursi roda,
aritmia, iskemia krek

5. Kerusakan integritas a. Tissue Integrity: Skin Pressure Management


kulit berhubungan and Mucous 1. Anjurkan pasien
dengan : Membranes untuk menggunakan
Eksternal : b. Wound Healing: pakaian yang longgar
Hipertermia atau primer dan sekunder 2. Hindari kerutan pada
hipotermia tempat tidur
Substansi kimia Setelah dilakukan 3. Jaga kebersihan kulit
Kelembaban tindakan keperawatan agar tetap bersihdan
Faktor mekanik selama .......x24 jam kering
integritas jaringan: kulit
(misalnya : alat yang 4. Mobilisasi pasien
dan mukosa normal
dapat menimbulkan dengan indikator: (ubah posisi pasien)
luka, tekanan, 1) temperatur jaringan setiap dua jam sekal
restraint) dalam rentang yang 5. Monitor kulit akan
Immobilitas fisik diharapkan adanya kemerahan
Radiasi 2) elastisitas dalam 6. Monitor aktivitas dan
Usia yang ekstrim rentang yang mobilisasi pasien
diharapkan
Kelembaban kulit 7. Observasi luka :
3) hidrasi dalam
Obat-obatan rentang yang lokasi, dimensi,
diharapkan kedalaman luka,
Internal : 4) pigmentasi dalam karakteristik,warna
Perubahan status rentang yang cairan, granulasi,
metabolik diharapkan jaringan nekrotik,
Tonjolan tulang 5) warna dalam tandatanda infeksi
rentang yang
Defisit imunologi lokal, formasi traktus
diharapkan
Berhubungan dengan 6) tektur dalam 8. Ajarkan pada
dengan perkembangan rentang yang keluarga tentang luka
Perubahan sensasi diharapkan dan perawatan luka
Perubahan status 9. Cegah kontaminasi
nutrisi (obesitas, feses dan urin
kekurusan) 10. Lakukan tehnik
Perubahan status perawatan luka
cairan dengan steril
Perubahan pigmentasi 11. Berikan posisi yang

25
Perubahan sirkulasi mengurangi tekanan
Perubahan turgor pada luka
(elastisitas kulit)
DO:
Gangguan pada bagian
tubuh
Kerus akan lapisa kulit
(dermis)
Gangguan permukaan
kulit (epidermis)

6. Risiko infeksi a. Immune Status 1. Pertahankan teknik


Faktor-faktor risiko : b. Knowledge: Infection aseptif
Prosedur Infasif control 2. Batasi pengunjung
Kerusakan jaringan c. Risk control bila perlu
dan peningkatan Setelah dilakukan 3. Cuci tangan setiap
paparan lingkungan tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
Malnutrisi selama…… pasien tidak tindakan keperawatan
Peningkatan paparan mengalami infeksi 4. Gunakan baju, sarung
lingkungan patogen dengan kriteria hasil: tangan sebagai alat
Imonusupresi 1) Klien bebas dari pelindung
Tidak adekuat tanda dan gejala 5. Tingkatkan intake
pertahanan sekunder infeksi nutrisi
(penurunan Hb, 2) Menunjukkan 6. Berikan terapi
Leukopenia, kemampuan untuk antibiotik
penekanan respon mencegah 7. Monitor tanda dan
inflamasi) timbulnya infeksi gejala infeksi
Penyakit kronik 3) Jumlah leukosit sistemik dan lokal
Malnutrisi dalam batas 8. Inspeksi kulit dan
Pertahan primer normal membran mukosa
tidak adekuat 4) Menunjukkan terhadap kemerahan,
(kerusakan kulit, perilaku hidup panas, drainase
trauma jaringan, sehat 9. Monitor adanya luka
gangguan peristaltik) 5) Status imun, 10. Dorong masukan
gastrointestinal, cairan
genitourinaria 11. Dorong istirahat
dalam batas 12. Ajarkan pasien dan
normal keluarga tanda dan
gejala infeksi

26
27

Anda mungkin juga menyukai