Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TERAPI ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT)

A. PENGERTIAN
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall.( Yul Iskandar 2010 ).
ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan
arus listrik singkat pada otak dengan menggunakan mesin khusus dimana
pasien di anastesi terlebih dahulu dan akan menimbulkan efek convulsi
karena relaksasi otot.(Syamsir, 2009)
ECT adalah suatu terapi berupa aliran listrik ringan yang
dialirkan ke dalam otak untuk menghasilkan suatu serangan yang serupa
dengan serangan epilepsi. ( Prita Daneswari 2010 )
Menurut Townsend (2012) Terapi elektrokonvulsif (ECT)
merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan
pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut
cukup untuk menimbulkan kejang gran mal, yang darinya diharapkan efek
yang terapeutik tercapai.
Electroconvulsive therapy (ECT), adalah suatu teknik terapi
dengan menggunakan gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan
klien dengan depresi.

B. JENIS
Jenis ECT ada 2 macam :
a. ECT konvensional
ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien.
Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan obat-obatan
anastesi seperti pada ECT premedikasi.
b. ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada
terapi ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan
timbulnya kejang yang terjadi pada pasien.

C. INDIKASI
a. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap
antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat (Stuard, 2009).
Menurut Tomb (2010) gangguan afek yang berat: pasien dengan
gangguan bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik dengan
ECT. Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon. ECT
lebih efektif dari antidepresan untuk pasien depresi dengan gejala
psikotik. Mania juga memberikan respon yang baik pada ECT, terutama
jika litium karbonat gagal untuk mengontrol fase akut.
b. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima
pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuard, 2009). Menurut
Tomb (2008), pasien unuh dibri yang aktif dan tidak mungkin
menunggu antidepresan bekerja. Ketika efek samping Electro
Convulsive Therapy yang diantisipasi kurang dari efek samping yang
berhubungan dengan blok jantung, dan selama kehamilan (Stuard,
2009).
c. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe
excited memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah
antipsikotik terlebih dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam
kehidupan (delyrium hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien
psikotik akut (terutama tipe skizoaktif) yang tidak berespons pada
medikasi saja mungkin akan membaik jika ditambahkan ECT, tetapi
pada sebagian besar skizofrenia (kronis), ECT tidak terlalu berguna
(Tomb, 2009).
D. KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangkan resiko prosedur
dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit
neurologik bukan suatu kontraindikasi
1. Resiko sangat tinggi:
1) Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi
sistem saraf pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan
SSP dan resiko herniasi tentorium.
2) Infark miokard.: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal
jika terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan
EKG stabil.
2. Resiko sedang:
1) Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan
selama terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.
2) Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma,
aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis
jantung hendaknya ada disana.
3) Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang
kronis, ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2009).

E. EFEK SAMPING
1. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi
antara 1-1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko
karena pemberian anastesi umum. Kematian biasanya karena
komplikasi kardiovaskuler.
2. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi
arritmia jantung sementara. Arritmia ini terjadi karena bradikardia post
ictal yang sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis
premedikasi anti kolinerjik. Arritmia dapat juga terjadi karena
hiperaktifitas simpathetiksewaktu kejang atau saat pasien sadar
kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan allergi terhadap obat
yang digunakan untuk prosedur ECT premedikasi, tetapi frekwensinya
sangat jarang.
3. Efek cerebral,pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan
acute confusion. Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan
setelah ECT, tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami
gangguan memori (Tomb, 2009).

F. PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN ECT


1. Peran perawat dalam persiapan klien sebelum tindakan ECT
a) Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
b) Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk
mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi
ECT.
c) Siapkan surat persetujuan tindakan.
d) Klien dipuasakan 4-6 jam sebelum tindakan.
e) Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang
mungkin dipakai klien.
f) Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
g) Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam
sebelum ECT.
h) Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif
hipnotik, dan antikonvulsan, harus dihentikan sehari sebelumnya.
Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena
beresiko organik.
i) Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah
jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan
aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal (Riyadi,
2009).
2. Persiapan alat
a) Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda,
bantalan kasa, alkohol, saling,elektroda elektroensefalogram (EEG),
dan kertas grafik.
b) Peralatan untuk memantau, termasuk elektrokardiogram (EKG) dan
elektroda EKG.
c) Manset tekanan darah, stimulator saraf perifer, dan oksimeter denyut
nadi.
d) Stetoskop.
e) Palu reflex.
f) Peralatan intravena.
g) Penahan gigitan dengan wadah individu.
h) Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat
meninggikan bagian kepala dan kaki.
i) Peralatan penghisap lender.
j) Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker, ambu bag, peralatan
jalan nafas oral, dan peralatan intubasi dengan sistem pemberian
oksigen yang dapat memberikan tekanan oksigen positif. Obat untuk
keadaan darurat dan obat lain sesuai rekomendasi staf anastesi
(Stuart, 2009).
3. Prosedur pelaksanaan
Menurut pendapat Stuart (2010) berikut prosedur pelaksanaan terapi
kejang listrik:
a) Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur.
b) Dapatkan persetujan tindakan.
c) Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam.
d) Minta pasien melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan
alat bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan, tambahan gigi
parsial dipertahankan.
e) Pakaikan baju yang longgar dan nyaman.
f) Kosongkan kandung kemih pasien.
g) Berikan obat praterapi.
h) Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap
pakai.
i) Bantu pelaksanaan ECT.
1) Tenangkan pasien.
2) Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan
pasien bila terjadi apnea karena relaksan otot.
3) Berikan obat.
4) Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi
pasien.
5) Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.
6) Pantau pasien selama masa pemulihan
4. Peran perawat setelah ECT
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu
klien dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah
dimodifikasi dari pendapat Stuart (2009). Menurut pendapat Stuart
(2009) memantau klien dalam masa pemulihan yaitu dengan cara
sebagai berikut:
a) Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
b) Pantau tanda-tanda vital.
c) Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien
sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten.
d) Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
e) Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya
hipotensi postural.
f) Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
g) Berikan makanan ringan.
h) Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan
pasien sesuai kebutuhan.
i) Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
G. PENGGUNAAN ANESTHESIA

1) Induksi cepat dengan anestesi


a) Methohexitol, 0.5-1 mg/kg, agen, onset cepat dan masa kerja
singkat, sedikit dampaknya lterhadap ambang kejang
b) Propofol, 0.5-2mg/kg, meningkatkan ambang kejang .
2) Pencegahan trauma akibat kejang
Succinylcholine, paling seing digunakan .
3) Pengurangan response simpatetik
Beta blocker seperti labetolol 10-20 mg IV, terutama untuk induksi.

H. KOMPLIKASI
Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi
berakhir 2-3 bulan
1. Sakit kepala, mual, nyeri otot.
2. Kebingungan.
3. Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal.
4. Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.
5. Risiko anestesi pada ECT, atropin mernperburuk glaukom sudut
sempit, kerja Suksinilkolin diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan
bisa menyebabkan hipotonia (Manol, 2012).

I. MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja ECT tidak diketahui. Berbagai perubahan selama
perjalanan ECT yang mungkin berperan mencakup perubahan reseptor dan
neurotransmitter pusat, pelepasan hormon seperti arginine, vasopresin dan
oxytocin, dan perubahan ambang kejang.
Suatu penelitian untuk mendekati mekanisme kerja ECT adalah
dengan mempelajari efek neuropsikologi dari terapi. Tomografi emisi
positron (PET; Positron Emission Tomography) mempelajari aliran darah
serebral maupun pemakaian glukosa telah dilaporkan. Penelitian tersebut
telah menunjukkan bahwa selama kejang aliran darah serebral, pemakaian
glukosa dan oksigen, dan permeabilitas sawar darah otak adalah meningkat.
Setelah kejang, aliran darah dan metabolisme glukosa menurun,
kemungkinan paling jelas pada lobus frontalis. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa derajat penurunan metabolisme serebral adalah
berhubungan dengan respons terapeutik. Fokus kejang pada epilepsi
idiopatik adalah hipometabolik selama periode interiktal, ECT sendiri
bertindak sebagai antikonvulsan, karena pemberiannya disertai dengan
peningkatan ambang kejang saat terapi berlanjut.
Penelitian neurokimiawi tentang mekanisme kerja ECT telah
memusatkan perhatian pada perubahan reseptor neurotransmitter dan,
sekarang ini, perubahan sistem pembawa pesan kedua (second-messenger).
Hampir setiap sistem neurotransmitter dipengaruhi oleh ECT. Tetapi, urutan
sesion ECT menyebabkan regulasi turun reseptor adrenergik-β
pascasinaptik, reseptor yang sama dan terlihat pada hampir semua terapi
antidepressan. Efek ECT pada neuron serotonergik masih merupakan daerah
penelitian yang kontroversial. Berbagai penelitian telah menemukan suatu
peningkatan reseptor serotonin pascasinaptik, tidak ada perubahan pada
neuron serotonin, dan perubahan pada regulasi prasinaptik pelepasan
serotonin. ECT telah dilaporkan mempengaruhi sistem neuronal muskarinik,
kolinergik, dan dopaminergik. Pada sistem pembawa kedua, ECT telah
dilaporkan mempengaruhi pengkopelan protein G dengan reseptor, aktivitas
adenylyl cyclase dan phospholipase C, dan regulasi masuknya kalsium ke
dalam neuron.

J. FREKUENSI
Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan pemberita yang dapat di
perlakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.
b. Dua sampai tiga kali seminggu.
c. ECT “maintanance’ sekali tiap 2-4 minggu.
d. Pasien dengan gangguan depresi berat di berikan antara 5-10 kali.
e. Untuk pasien yang mengalami gangguan di polar,mania,dengan
gangguan skijo frenia,pasien baru mendapat respon yang maksimum
setelah 20-25 kali tindakan ECT.

K. TUJUAN TERAPI ECT (ELECTRO CONVULSIVE THERAPY)


1. Mengembalikan fungsi mental klien.
2. Meningkatkan ADL klien secara periodik.

L. KEUNTUNGAN MENGGUNAKAN ECT


Efektifitas ECT dalam mengobati pasien dengan gangguan jiwa
karena adanya peningkatan sensitivitas reseptor terhadap neurotransmitter.
ECT meningkatkan pergantian dopamin, serotonin dan meningkatkan
pelepasan norepineprin dari neuron-neuron ke reseptor. ECT juga akan
menstimulasi pelepasan serotonin. Pada depresi terjadi gangguan
neurotrasmitter otak yaitu penurunan dopamin, serotonin dan norepineprin.
Dengan ECT penurunan tersebut dapat ditingkatkan, sehingga pasien
depresi dapat disembuhkan dengan pemberian ECT.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas b.d tindakan ECT
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan secret
3. Pola napas tidak efektif b.d kelelahan
4. Risiko Jatuh b.d kelemahan
5. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
N. INTERVENSI KEPERAWATAN
PRE-ECT
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
tan

Ansietas Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Dengan pendekatan


b.d tindakan yang menenangkan yang tenang lebih
Prosedur keperawatan 2. Jelaskan semua merasa nyaman
Tindakan diharapkan klien prosedur ECT dan apa 2. Penjelasan yang
ECT mampu mengontrol yang akan dirasakan diberikan sebelum ECT
kecemasan selama prosedur akan membuat klien
sehingga dapat 3. Temani klien saat tenang dan siap untuk
dilakukan tindakan tindakan untuk melakukan tindakan
ECT, dengan mengurangi ECT
kriteria hasil : kecemasan, memberi 3. Dengan menemani
keamanan klien maka dapat
1. Klien mampu 4. Instruksikan klien membuat ketenangan
mengungkapkan untuk menggunakan dan dapat
kecemasannya teknik relaksasi napas mengeksplorasikan isi
2. Klien mampu dalam perasaan klien
melakukan 5. Bantu klien untuk 4. Teknik relaksasi akan
teknik napas mengenal situasi yang membuat klien lebih
dalam untuk menimbulkan rileks dalam keadaan
mengurangi kecemasan yang nyaman dan aman
kecemasan 6. Dengan ungkapan 5. Agar klien dapat
3. Ekspresi wajah perasaan klien dengan mengetahui dan dapat
menunjukkan penuh perhatian mengontrol masalah
berkurangnya 7. Identifikasi tingkat dari kecemasan
kecemasan kecemasan 6. Untuk memberikan
kepercayaan diri dan
dapat mengevaluasi
masalah perasaan klien
7. Identifikasi kecemasan
akan mengetahui
tingkat kecemasan
yang dirasakan klien
INTRA ECT
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
tan

Bersihan Setelah 1. Posisikan klien semi fowler 1. Posisi semi


jalan dilakukan 2. Keluarkan sekret dengan fowler/kepala lebih
napas tindakan alat bantu suction tinggi akan
tidak keperawatan 3. Auskultasi suara napas dan memaksimalkan
efektif b.d diharapkan catat adanya suara napas ventilasi dan untuk
peningkata jalan napas tambahan memudahkan
n sekret terhindar dari 4. Berikan O2 bila diperlukan pengeluaran sekret
sekret, dengan 5. Monitor respirasi 2. Suction merupakan
kriteria hasil : tindakan untuk
mengeluarkan sekret
1. Jalan napas pada pasien yang
pasien dan mengalami penurunan
tidak kesadaran
ditemukan 3. Monitor respirasi
sekret, bertujuan untuk
irama mengetahui respirasi
normal, klien
frekuensi 4. Mempermudah jalan
napas napas dan pengeluaran
normal sekret
5. Untuk mengetahui pola
respirasi klien

Pola napas Setelah 1. Posisikan klien untuk 1. Proses ventilasi akan


tidak dilakukan memaksimalkan ventilasi memaksimalkan
efektif b.d tindakan 2. Pasang mayo bila perlu dengan posisi kepala
kelelahan keperawatan 3. Lakukan fisioterapi dada lebih tinggi
diharapkan bila perlu 2. Untuk pengeluaran
ketidakefektifa 4. Keluarkan sekret dengan sekret
n pola napas suction 3. Agar sekret dapat
dapat teratasi 5. Auskultasi adanya suara keluar dan memberikan
dengan kriteria napas tambahan kelegaan
hasil : 6. Berikan bronkodilator bila 4. Dengan dikeluarkan
diperlukan sekret mempermudah
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
jalan napas 5. Mengetahui suara
1. Klien 8. Monitor TTV (TD, nadi, napas tambahan
mampu RR dan suhu) 6. Melegakan dan
mengeluark mempertahankan jalan
an sputum napas
2. Manunjukk 7. Ekspirasi dan inspirasi
an jalan klien membaik
napas yang 8. Mengetahui tekanan
paten darah, nadi, respirasi
3. TTV dalam dan suhu
batas
normal

POST ECT
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
tan

Risiko Setelah 1. Jaga keamanan saat klien di 1. Untuk memberikan


Jatuh b.d dilakukan ruang ECT keselamatan
kelemahan tindakan 2. Sediakan lingkungan yang 2. Dengan lingkungan
keperawatan aman dan yaman yang nyaman dan aman
diharapkan 3. Temani klien setelah ECT serta mencegah cidera
klien tidak 4. Anjurkan klien untuk 3. Melindungi klien dari
mengamani istirahat terlebih dahulu resiko cidera dan
risiko jatuh, untuk mengurangi pusing memberikan
dengan kriteria kenyamanan
hasil : 4. Istirahat yang cukup
setelah post ECT akan
1. Klien mamaksimalkan tenaga
terbebas setelah efek samping
dari risiko ECT
jatuh
2. Perawat
mampu
mencegah
jatuh
Setelah 1. Kaji tingkat nyeri secara 1. Tingkat nyeri dirasakan
dilakukan komprehensif oleh klien agar
Nyeri akut tindakan 2. Ajarkan mengontrol nyeri mempermudah dalam
b.d agen keperawatan dengan cara tarik napas pemberian intervensi
injuri fisik diharapkan dalam sesuai program
klien mampu 3. Berikan analgetik bila perlu 2. Tarik napas dalam
mengontrol dapat mengontrol nyeri
nyeri dan dan membuat klien
mampu untuk rileks
tarik napas 3. Pemberian analgetik
dalam dapat mengurangi nyeri
LAPORAN RESUME DI RUANG ECT

RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Nama Mahasiswa :

Hari/tanggal : ....................................... jam ...........................................

1. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Suku/Bangsa :
Agama :
Status :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Diagnosa Medis :
No Register :
Ruang Rawat :
Diagnosa Keperawatan :
ECT ke : ..........kali

2. PROSEDUR PELAKSANAAN ECT


a. Persiapan ECT
b. Pelaksanaan ECT

c. Perawatan Post ECT


DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A. & Perry. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Prita Daneswari. (2010). Terapi Kejut Listrik Sembuhkan Depresi Akut. Jakarta: Salemba
Medika

Stuart, GW dan Sundeen, S.J. (2010). Buku Saku Kperewatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC

Syamsir B. (2009). Psikofarmaka, Terapi Kejang Listrik & Psikoterapi. Jakarta: Salemba
Medika

Tomb, David. 2009, Buku Saku Psikiatri, edisi 6. Jakarta: EGC

Townsend C.M. (2012). Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC

Yul Iskandar. (2010). Terapi Kejang Listrik. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN RESUME DI RUANG ECT

RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Disusun oleh :

Kelompok BS. Srikandi

Monita Sukma N. S16041

Oulyvia Marita S16049

Yuantika Kristella D. S16064

Eka Nur Rani S16143

Ulfi Asmaroh S16186

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA


SURAKARTA

2018

Anda mungkin juga menyukai

  • TAK HALUSINASI KLP 3
    TAK HALUSINASI KLP 3
    Dokumen14 halaman
    TAK HALUSINASI KLP 3
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Proposal Tak PK
    Proposal Tak PK
    Dokumen28 halaman
    Proposal Tak PK
    Nindy Saputri
    Belum ada peringkat
  • Obstruksi Saluran Empedu Pada Bayi
    Obstruksi Saluran Empedu Pada Bayi
    Dokumen1 halaman
    Obstruksi Saluran Empedu Pada Bayi
    M Fathur Rohman
    0% (1)
  • KONSEP
    KONSEP
    Dokumen17 halaman
    KONSEP
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • URETRITIS
    URETRITIS
    Dokumen14 halaman
    URETRITIS
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Tool Kolostomi
    Tool Kolostomi
    Dokumen2 halaman
    Tool Kolostomi
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • LP
    LP
    Dokumen83 halaman
    LP
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Peluang Usaha Dalam Dunia Keperawatan-1
    Peluang Usaha Dalam Dunia Keperawatan-1
    Dokumen5 halaman
    Peluang Usaha Dalam Dunia Keperawatan-1
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Insulin (Subkutan)
    Insulin (Subkutan)
    Dokumen3 halaman
    Insulin (Subkutan)
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • RAFTING
    RAFTING
    Dokumen8 halaman
    RAFTING
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Cover Ca
    Cover Ca
    Dokumen3 halaman
    Cover Ca
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • E. Patofisiologi
    E. Patofisiologi
    Dokumen5 halaman
    E. Patofisiologi
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Makalah Wahyuningsih
    Makalah Wahyuningsih
    Dokumen4 halaman
    Makalah Wahyuningsih
    eka ranyy
    Belum ada peringkat
  • Wa0007
    Wa0007
    Dokumen14 halaman
    Wa0007
    vika septia
    Belum ada peringkat
  • Resume Igd
    Resume Igd
    Dokumen9 halaman
    Resume Igd
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • UKM KASAPALA
    UKM KASAPALA
    Dokumen3 halaman
    UKM KASAPALA
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Isi Tak
    Isi Tak
    Dokumen37 halaman
    Isi Tak
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • RAFTING
    RAFTING
    Dokumen8 halaman
    RAFTING
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Proker KSP Konservasi
    Proker KSP Konservasi
    Dokumen4 halaman
    Proker KSP Konservasi
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • RC 2018
    RC 2018
    Dokumen5 halaman
    RC 2018
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Tak Cover
    Tak Cover
    Dokumen4 halaman
    Tak Cover
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Resume Format
    Resume Format
    Dokumen17 halaman
    Resume Format
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Isi Tak
    Isi Tak
    Dokumen37 halaman
    Isi Tak
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Proposal Kwu
    Proposal Kwu
    Dokumen15 halaman
    Proposal Kwu
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Rafting
    Rafting
    Dokumen7 halaman
    Rafting
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Rock Climbing: TAHUN 2016/2017
    Rock Climbing: TAHUN 2016/2017
    Dokumen5 halaman
    Rock Climbing: TAHUN 2016/2017
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Format LP
    Format LP
    Dokumen1 halaman
    Format LP
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Proposal Usaha Fix
    Proposal Usaha Fix
    Dokumen19 halaman
    Proposal Usaha Fix
    Eka Ranyy
    Belum ada peringkat
  • Surat Kecamatan
    Surat Kecamatan
    Dokumen1 halaman
    Surat Kecamatan
    eka ranyy
    Belum ada peringkat