Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Ketuban Pecah Dini (KPD)


Digunakan Guna Memenuhi Persyaratan Dalam Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior

SMF Obstetry & Ginekologi RSUD DR. RM. DJOELHAM

Di Susun Oleh :

YOGA LESTARI

102117064

Pembimbing:

Dr.Arusta Tarigan, Sp.OG

SMF OBGYN & GINEKOLOGY RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang maha


pengasih dan maha penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Ketuban Pecah Dini (KPD)”. Dalam proses penyusunan tulisan ini tidak
terlepas dari dukungan banyak pihak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Lapkas
ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak demi menyempurnakan penulisan
Lapkas ini. Semoga penulisan Lapkas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Binjai,……………Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1.1 Definisi KPD ...............................................................................................3
2.1.2 Etiologi KPD ...............................................................................................3
2.1.3 Epidemiologi KPD ......................................................................................3
2.1.4 Gejala Klinis KPD .......................................................................................4
2.1.5 Patofisiologi KPD ........................................................................................4
2.1.6 Diagnosis KPD ............................................................................................5
2.1.7 Penatalaksanaan KPD ..................................................................................5
2.1.8 Komplikasi KPD .........................................................................................5
2.1.9 Prognosis KPD ............................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN KASUS
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature
Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga
berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis.
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran
melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering
menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi KPD berkisar
antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita
mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu maupun janin.
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta
memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi
secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban
pecah dini dan bayinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KETUBAN PECAH DINI (KPD)


2.1.1. Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm.Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm prematurerupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.

2.1.2. Etiologi KPD


Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion
di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler
atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan
penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan
bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim.

protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator


ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga
membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.

Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal
akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam
pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan
atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada
sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena
defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada
kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah
kolagen. Dimana 72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini
preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta
jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan
KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain,
seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
2.1.3. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982
diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio
plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu
kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged,
15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari
500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik
yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini
lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah
ke atas.
2.1.4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan tidak berbau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering kerana
tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin
yang sudah terletak dibawah biasanya mengganjal.Kebocoran untuk sementara,
demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat, merupakan tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
2.1.5. Patofisiologi KPD
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.Pada ketuban pecah dini
terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan
terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik.
Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase
(MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi
patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada
kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang
rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix
dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas
uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi
prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin
dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan
F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada
ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung
ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Tabel. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia
saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi
setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari
sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.
2.1.6. Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan
dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.
Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak
sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat
umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi
yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina.
Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa
tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering
(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio
lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan
paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia
trachomatis dan Neisseria gonorea.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin
dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan
ada infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin

2.1.7. Penatalaksanaan KPD


Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

2.1.8. Komplikasi KPD


 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24
jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasia pulmonal.

2.1.9. Prognosis KPD

Prognosis KPD ditentukan pada cara penatalaksanaan dan komplikasi yang


timbul serta umur dari kehamilan.

1. Ketuban pecah <37

Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan metanidazole lalu


lahirkan bayi.

Apabila tidak ada infeksi berikan amoksislin dan eritromoisin untuk 7 hari lalu
berikan steroid untuk pematangan paru janin.

2. Ketuban pecah > 37 minggu

Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan metrodinazole lalu


lahirkan bayi. Apabila tidak ada infeksi lahirkan bayi lalu berikan penisilin atau
ampisilsin.

Pemberian antibiotic setelah persalinan, penanganannya: stop antibiotic apabila


ada infeksi lanjutkan untuk 24-48 jam setelah bebas panas dan apabila tidak ada
infeksi stop antibiotic.
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Susi Lestari

Umur/TTL : 41 Tahun, 14/12/1976

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam/Batak/Indonesia

Tgl Masuk : 29/04/2017

Jam Masuk : 12.40 Wib

ANAMNESA

PENYAKIT

KU : Mules-mules ingin melahirkan,Keluar cairan ketuban warna


hijau(+)

Telaah : Pasien datang ke UGD RSUD Dr RM Djoelham Binjai dengan


keluhan ingin melahirkan,Os juga mengeluhkan mules-mules dan
mengeluarkan cairan ketuban berwarna hijau (+). BAB (+), BAK
(+).

RPT :-

RPO :-

RIWAYAT HAID

HPHT : 12/06/2016

TTP : 19/03/2017

RIWAYAT PERSALINAN

GPA : G5 P4 A0
PEMERIKSAAN FISIK

*TTV: TD.120/80 mmHg HR.80x/I RR.20x/I T.37,5 0C BB.70 Kg

TB.156 cm

*GCS : 15

*Kepala :

-Mata : Anemis (-) , ikterik (-)

-Pupil : Isokor

Hidung,Mata,Telinga : Normal

-Leher: Dalam batas normal

Thoraks: Suara Pernapasan Vesikuler (+)

-Abdomen : Membesar (+), Peristaltik (+), Simetris (+), Djj:152x/I

-Ekstremitas : Superior/Inferior (Normal)

-Genitalia : ♀

STATUS PASIEN

Sensorium : CM

TD : 120/80

HR : 80

RR : 20

T :37,5 0C

Anemia :-

Ikterik :-

Sianosis :-

Dyspnoe :-

Oedema :-
STATUS OBSTETRIKUS

TFU : 3 jari diatas pusat.

Teregang :-

Terbawah :-

Gerak :+

His :-

DJJ : 152x/m

TBBJ :-

VT : 2cm

Pembukaan :-

LABORATORIUM

Hasil labolatorium tgl 29/04/2017

**Darah Lengkap:

-Hb : 12.0 g/dl

-Ht : 37.0 %

-Eritrosit : 3.59 juta/ul

-Leukosit : 29.79 ribu/mm3

-Trombosit : 283.5 ribu/mm3

**Index Eritrosit :

-MCV : 92.1 fL

-MCH : 33.4 pq

-MCHC : 36.2 %

-RDW-CV : 11.7 %

-MPV : 7.5 fL
**Hitung Jenis Leukosit :

-Basofil: 0.44 %

-Neutrofil : 88.97 %

-Limfosit : 58.5 %

-Eosinofil : 0.01 %

-Monosit: 4.72 %

** Golda : A

** Metastasis

Glukosa Perdarahan (BT) : 3

Glukosa Pembekuan (CT) : 8

** A-Klinik

Karbohidrat

Glukosa AD Random : 106 mg/dl

DIAGNOSA SEMENTARA

Ketuban Pecah Dini ( KPD )

TERAPI

IVFD RL fls.I gtt 20x/i

Inj: - Metil Ergometrin II

-Oxitocin II

-Cefotaxim II

Propenid supp
TERAPI LANJUTAN

IVFD RL fls.II gtt 30x.i

Inj : cefotaxim /8jam

Keterolac /8jam

Tramadol/8jam

Gentamixin /8jam

Oral : ciprofloxacine 500mg 3x1

As.Mefenamat 500mg 3x1

Metronidazol 500mg 3x1

Viteron 2x1

Pemberian snack dan makan

KESIMPULAN

 Pasien PBJ pada tanggal 2 Mei 2017, pukul 13.00 WIB.

Terapi PBJ : - ciprofloxacine 500mg 3x1

- As.Mefenamat 500mg 3x1

- Metronidazol 500mg 3x1

- Viteron 2x1

 Pasien PBJ dalam keadaan sehat dan sedikit nyeri pada area bekas jaitan

luka operasi.
FOLLOW UP

Tanggal Keluhan TD HR RR T Terapi


29-04- -Mules 120/80 80 20 37,5 IVFD RL fls.I gtt
2017 ingin 20x/i
melahirkan
-keluar Inj:
cairan -Meti Ergometrin
ketuban II
warna -Oxitocin II
hijau -Cefotaxim II
Propenid supp

30-04- -Nyeri luka 130/70 84 22 36,4 IVFD RL fls.II


2017 post operasi gtt 20x.i

Inj:
-cefotaxim /8jam
-Keterolac /8jam
-Tramadol/8jam
-Gentamixin
/8jam

Oral:
ciprofloxacine
500mg 3x1
As.Mefenamat
500mg 3x1
Metronidazol
500mg 3x1
Viteron 2x1

1-05- -Nyeri luka 120/70 80 24 36,6 Oral:


2017 post operasi ciprofloxacine
500mg 3x1
As.Mefenamat
500mg 3x1
Metronidazol
500mg 3x1
Viteron 2x1
2-05- -Nyeri luka 120/80 80 22 36,6 Oral:
2017 post ciprofloxacine
operasi 500mg 3x1
As.Mefenamat
500mg 3x1
Metronidazol
500mg 3x1
Viteron 2x1
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/6174
2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses pada tanggal 18 Mei 2017.
3. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 18 Mei 2017.
4. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65772733/KPD.html. diakses pada tanggal 18 Mei 2017.
5. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
6. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 18 Mei 2017.
7. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
50265897/BAB-I.html. diakses pada tanggal 18 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai