PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah
Dari segi etimologi fitrah berasal dari kata ﻓﻄﺭberarti al-khilqah, al-ibda’, al-ja’l
(penciptaan). Dengan makna etimologi ini, maka hakekat manusia adalah sesuatu yang
diciptakan, bukan menciptakan.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna fitrah sebagai berikut1 :
1. Fitrah berarti suci (al-thurhr);
2. Fitrah berarti tulus dan murni ( al-ikhlas);
3. Fitrah berarti agama islam ( al-millat al-islam);
4. Fitrah berarti ke-Esa-an Allah ( al-tauhid);
5. Fitrah berarti tabiat asli manusia (al-tabi’iy al-insaniy);
6. Fitrah berarti penciptaan mengenai kebahagiaan dan kesengsaraan ( al-sa’idah wa al-
saqiyah);
7. Fitrah berarti potensi untuk mengabdi dan ma’rifat kepada Allah;
8. Fitrah berarti kesanggupan untuk menerima kebenaran ( isti’dad fi al-haq).
Kedelapan makna fitrah tersebut dapat disebut sebagai potensi dasar manusia. artinya,
setiap manusia memiliki beberapa potensi itu, dan diberi kebebasan untuk mengembangkan
potensi mana yang di sukai.
Ibnu Khaldun, umpamanya, mencoba untuk mengedepankan bahwa manusia merupakan
makhluk yang memiliki potensi. Di antaranya adalah pada dimensi rasionalitas-intelektual.
Ini terlihat dari pandangannya bahwa “pengetahuan dan memberi pelajaran merupakan
pembawaan tabiat bagi manusia, hal ini disebabkan karena kemampuannya untuk berpikir”.2
Dengan potensi akalnya, manusia mampu mengerti, memahami, menggambarkan sebab
akibat sesuatu gejala, yang kemudian mencari alternatif sebagai upaya mempertahankan
kehidupannya. Dengan kemampuan akalnya, manusia mampu untuk berkreasi dan berbudaya
secara dinamis.
B. Fitrah Manusia
Penciptaan manusia disempurnakan dengan modal agar bisa menyelamatkan hidupnya
selama di dunia. Modal ini berupa fitrah, Fitrah manusia merupakan anugerah Allah SWT
yang tak ternilai harganya sehingga harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi
1 Zuhairini, 2009:hal75
2 Ramayulis, 2002: hal 279
manusia yang sempurna. Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia menjadi dua
bentuk, yaitu :
1. Fitrah al gharizat : Potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir.
2. Fitrah al munazalat : Potensi ini merupakan potensi luar manusia yang berkembang sesuai
kualitas interaksi.
Derajat manusia lebih tinggi dan lebih mulia dari makhluk Allah yang lain, inilah fitrah
manusia, makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Selain fitrah dalam hal perjanjian
manusia dengan Allah, fitrah manusia adalah sebagai makhluk yang siap menerima dan
mengemban amanah Allah.3
7
Samsul Nizar, 2001: hal 37
8
Arifin, 1994 : hal 160
Tunduk kepada allah
“Orang-orang badui berkata: kami telah beriman, katakanlah kepada mereka
kamu belum beriman, tapi katakanlah kami telah tunduk karena iman itu belum
masuk kedalam hatimu. (Qs Al-Hujurat : 14).
Mendapat cahaya (islam)
“Orang-orang yang dibukakan hatinya oleh allah untuk menerima islam, lalu
dia mendapatkan cahaya dari tuhannya” (Qs Al-Zumar : 22).
Akibat bagi orang yang tidak beriman kepada Allah SWT.
1. Tidak dapat menerima kebenaran.
2. Selalu dalam keadaan bimbang dan ragu.
3. Tidak boleh diangkat menjadi pemimpin bagi kaum yang beriman hanya akan
memperoleh kemenangan sementara.
4. Menjadi musuh Allah akan mendapat siksaa neraka.
Hikmah beriman kepada Allah.
1. Kemerdekaan jiwa kekuasaan orang lain.
2. Dapat menimbulkan keberanian untuk terus maju dalam membela kebenaran.
3. Menimbulkan keyakinan untuk terus maju dalam membela kebenaran.
4. Mendapatkan kehidupan yang baik, adil dan makmur akan dipercepat oleh Allah.
2. Fitrah Berislam
Allah memberikan manusia potensi untuk senantiasa condong pada fitrahnya yang hanif.
Allah berfirman :“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya. Tidak ada
perubahan pada fitrah itu. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Q.S. al-Rum : 30)9
Pengertian fitrah yang ditunjukkan ayat di atas, memberikan pengertian bahwa manusia
diciptakan oleh Allah dengan diberi naluri beragama, yaitu agama tauhid. Menurut Hasan
Langgulung, fitrah pada pengertian yang lebih luas, yaitu pada pengertian potensi dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia. Namun demikian potensi tersebut hanya merupakan embrio
semua kemampuan manusia, yang memerlukan penerapan lebih lanjut dari lingkungannya
untuk bisa berkembang.10
9
Jalaudin, 2011, hal 128
11
Tafsir Ibnu Katsir, 6/313
12
Ahmadi, 1991 :hal 16
Rukun kedua adalah menegakkan shalat. Shalat adalah hal yang akan ditanyakan pertama
kali di hari kiamat. Allah Ta’ala mengancam orang yang melalaikan shalat atau
mengakhirkannya dalam firman-Nya: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan” (QS. Maryam: 59).13
Rukun yang ketiga adalah membayar zakat. Zakat adalah kewajiban yang merupakan
tanggung-jawab sosial. Sebagaimana firman Allah: “Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian)
dari hartanya memperoleh pahala yang besar” (QS. Al Hadid: 7).14
Rukun yang keempat adalah puasa Ramadhan. Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183).15 Dengan puasa,
seorang muslim dilatih untuk mengendalikan nafsu dari kelezatan dan syahwat. Puasa juga
memiliki manfaat dari sisi kesehatan.
Rukun yang kelima adalah pergi haji. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah” (QS. Al Imran: 97).16 Haji hanya diwajibkan sekali dalam seumur
hidup, sebagaimana juga umrah. Ini diwajibkan bagi muslim yang berakal, baligh, merdeka
dan mampu. Anak kecil juga sah bila melakukannya, namun kewajibannya belum gugur
ketika ia sudah baligh dan mampu.17
Islam adalah agama dari Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Ia adalah Dzat
yang memiliki puncak kebijaksanaan dan paling benar petunjuk-Nya. Ia adalah Al Hakiim
(Maha Bijaksana) dan Al Aliim (Maha Menegtahui) terhadap semua yang Ia tentukan dan
putuskan serta pada semua apa yang Ia syariatkan kepada hamba-Nya.
Aspek ajaran Islam terdiri atas 3 hal, yaitu:18
1. Aqidah merupakan fondasi agama Islam yang sifat ajarannya pasti, mutlak
kebenarannya, terperinci dan monoteistis. Inti ajarannya adalah mengesakan Allah SWT.
13
Samsul Nizar, opcit, hal 44
14
Abuddin Nata, 1997 : hal 28
15
Abdullah Hadziq, 2008: hal. 8 – 9
16
Abdullah Hadziq, 2008: hal.11
17
Abuddin Nata, 1997 : hal 29
18
Abuddin Nata, 1997 : hal 32
2. Syariah secara bahasa berarti “jalan yang harus dilalui” sedangkan menurut istilah berarti
“ketentuan hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan manusia, manusia dengan flora dan founa serta alam sekitarnya.
3. Akhlaq menurut bahasa berarti “perbuatan”, sedangkan menurut istilah adalah aturan
tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara yang terpuji dan tercela.
4. Fitrah Berihsan
.
19
Chalil, 2008: hal 65
20
Muhammad Daud, 1998:hal 24
bunuhlah dengan sebaik-baiknya, dan jika menyembelih hewan, sembelihlah dengan sebaik-
baiknya dengan mengasah pisau setajam mungkin, agar ringan penderitaan qurbanmu.21
Ihsan mempunyai landasan yaitu :
1. Landasan Qauli”sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat Ihsan terhadap
segala sesuatu” (HR. Muslim). Tuntutan untuk berbuat Ihsan dalam Islam yaitu secara
maksimal dan optimal.
2. Ladasan Kauny Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunnatullah
setiap orang suka akan berbuat ihsan
Alasan berbuat Ihsan.
1. Adanya monitoring Allah (muraqaabatullah).
Ikhlasunniyat (niat yang ikhlas)
Itqanul ‘amal (amal yang rapi)
Jaudatul adaa’ (penyelesaian yang baik)
2. Adanya kebaikan Allah (ihsanullah).
Keuntungan seseorang jika beramal yang ihsan antara lain:
1. Dicintai oleh Allah
2. Medapatkan pahala
3. Mendapatkan pertolongan Allah
Ihsan ini bisa berkembang maksimal dengan kinerja yang benar, faidza ‘azamta
fatawakkal ‘alallah. Setelah beriman kepada-Nya dan patuh pada petunjuk-Nya, maka kinerja
yang maksimal dalam segala aktivitas menunaikan kewajiban, senantiasa merasa melihat
kepada-Nya, sebagai pekerja keras dalam menghamba dan pekerja keras dalam berkarya.
21
Samsul Nizar, 2001: hal 78